• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA SISTEM EPITERMAL PROSPEK RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA SISTEM EPITERMAL PROSPEK RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI, JAWA TENGAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

426

KARAKTERISTIK ALTERASI DAN MINERALISASI EMAS PADA SISTEM EPITERMAL

PROSPEK RANDU KUNING, KECAMATAN SELOGIRI, KABUPATEN WONOGIRI,

JAWA TENGAH

Arifudin Idrus*, Dian Yesy Fatimah, Fahmi Hakim Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada,

Jl. Grafika 2 Bulaksumur 55281, Yogyakarta *corresponding author: arifidrus@ugm.ac.id

ABSTRAK

Prospek Randu Kuning mencakup Desa Jendi, sebagian Desa Kepatihan dan Keloran, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Prospek Randu Kuning diidentifikasikan memiliki sistem endapan porfiri dengan kedalaman yang cukup dalam. Adanya penambangan emas oleh masyarakat yang dilakukan dengan mengikuti alur-alur urat dangkal mengindikasikan adanya sistem endapan epitermal yang terbentuk di lingkungan endapan porfiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik alterasi, mineralisasi bijih khususnya emas, serta genesa pembentukan endapan epitermal. Metode yang digunakan adalah penelitian lapangan yang mencakup pengamatan aspek litologi serta struktur geologi dan metode analisis laboratorium berupa analisis mineragrafi, petrografi dan XRD (X-Ray Diffraction) serta analisis geokimia bijih dengan metode AAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa litologi yang mendominasi adalah diorit yang diintrusi oleh mikrodiorit dan terdapat breksi andesit, litik tuff. Struktur geologi yang mengontrol adalah sesar naik yang berarah barat-timur, sesar geser sinistral arah timur laut-barat daya dan sesar geser dekstral berarah barat laut tenggara-utara selatan. Alterasi yang terbentuk pada prospek Randu Kuning adalah alterasi propilitik, alterasi filik-potasik, alterasi argilik dan argilik lanjut. Urat-urat epitermal memiliki orientasi dominan utara-selatan. Mineralisasi bijih yang terbentuk didaerah penelitian yaitu pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), sfalerit (ZnS), galena (PbS), Emas (Au) berupa elektrum dan native, kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), magnetit (Fe3O4) dan hematit (Fe2O3). Sistem endapan epitermal yang terbentuk merupakan sistem epitermal sulfidasi rendah yang overprinting dengan porfiri Cu-Au dengan tipe endapan quartz-sulphide Cu-Au dan carbonate-base metal Cu-Au dimana epitermal terbentuk oleh suplai sumber panas baru atau mungkin berasal dari intrusi yang berbeda ditunjukkan oleh adanya urat epitermal yang memotong sistem porfiri.

I. PENDAHULUAN

Prospek Randu Kuning mencakup Desa Jendi, sebagian Desa Kepatihan dan Keloran, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. Mineralisasi emas prospek Randu Kuning dipengaruhi oleh kondisi geologi Wonogiri yang termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan bagian Timur yang merupakan daerah subduksi yang terjadi sejak Eosen yang menghasilkan magma bersifat kalk-alkalin (Hamilton, 1979; Katili, 1975; Rangin dkk, 1990, dalam Darman dan Sidi, 2000). Prospek Randu Kuning diidentifikasikan memiliki sistem endapan porfiri dengan kedalaman yang cukup dalam. Adanya penambangan emas oleh masyarakat yang dilakukan dengan mengikuti alur-alur urat dangkal mengindikasikan sistem endapan epitermal yang terbentuk di lingkungan endapan porfiri. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui karakteristik alterasi, mineralisasi bijih khususnya emas, serta genesa pembentukan endapan epitermal.

Geologi Regional

Wilayah Selogiri termasuk dalam Zona Pegunungan Selatan bagian Timur yang secara regional memliki morfologi bergelombang dengan kisaran ketinggian 150 – 220 m. Identifikasi sekuen perlapisan batuan piroklastik dan lava oleh Herman (2006) menunjukkan bahwa morfologi Selogiri diperkirakan merupakan bagian dari bentang alam gunung api komposit yang dibentuk oleh erupsi yang eksplosif. Menurut Herman (2006), Selogiri tersusun oleh bentang alam gunung api, pematang pegunungan, perbukitan bergelombang dan dataran aluvium; dimana bentang alam gunungapi terdiri atas depresi

(2)

427 sirkular gunungapi (circular volcanic depression), kerucut gunungapi (volcanic cone) dan kompleks batuan beku (igneous complex).

Stratigrafi Selogiri dari tua ke muda oleh Surono, dkk (1992) tersusun oleh formasi dari tua ke muda adalah Formasi Kebo-Butak berumur Oligosen Awal – Miosen Awal, Formasi Mandalika berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal, Formasi Semilir berumur Miosen Awal – Miosen Tengah, Formasi Wonosari-Punung berumur Miosen Tengah – Pliosen dan Aluvial berumur Holosen. Formasi Kebo-Butak yang menyusun stratigrafi Selogiri diwakili oleh kehadiran agglomerat dan breksi vulkanik, Formasi Mandalika diwakili oleh kehadiran intrusi diorit, mikrodiorit, dasit tuff, Formasi Semilir diwakilkan oleh tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tuffan, Formasi Wonosari-Punung diwakili oleh kehadiran batugamping. Magmatisme Selogiri dimulai Oligosen akhir ditandai adanya intrusi mikrodiorit yang terpotong oleh sesar geser dekstral baratlaut-tenggara dan sesar geser sinistral utara-selatan dan timurlaut-baratdaya (Widagdo dan Pramumijoyo, 2004) , sedangkan intrusi diorit terjadi pada Miosen akhir-Pliosen. Struktur geologi yang mengontrol adalah stuktur sesar naik yang memanjang dari baratlaut-tenggara (Surono dkk, 1992). Menurut Suprapto (1998) dalam Warmada dkk (2007) menyatakan bahwa pada daerah penelitian terbentuk sesar geser dekstral arah baratlaut-tenggara dan utara-selatan yang memotong intrusi awal. Selain sesar geser dekstral ditemukan pula sesar geser sinistral arah timurlaut-baratdaya oleh Widagdo dan Pramumijoyo (2004).

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis lapangan dan analisis laboratorium. Analisis lapangan mencakup pemetaan geologi dan alterasi detil dengan skala 1:25.000 pada daerah 2 x 1,5 km, identifikasi morfologi dan struktur geologi, pengambilan conto batuan dan urat serta dokumentasi daerah penelitian. Sedangkan metode laboratorium mencakup studi pustaka, analisis petrografi (sayatan tipis) sejumlah 9

sampel dan mineragrafi (analisis mineralogi bijih) berjumlah 25 sampel yang dilakukan di Laboratorium Bahan Galian Jurusan Teknik Geologi UGM, analisis X-Ray Diffraction (XRD) berjumlah 4 sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Geologi Jurusan Teknik Geologi UGM, dan analisis geokimia bijih dengan menggunakan analisis AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) yang berjumlah 5 sampel yang dianalisis di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas MIPA UGM.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Geologi Daerah Penelitian

Geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 satuan morfologi yaitu satuan perbukitan struktural, satuan perbukitan intrusi dan satuan dataran aluvial. Pola penyaluran yang berkembang adalah subdendritik. Kontrol pembentukan morfologi dipengaruhi kuat oleh kontrol struktur geologi. Struktur geologi yang mengontrol pada daerah penelitian adalah sesar geser dekstral Randu Kuning yang berarah utara-selatan baratlaut-tenggara, sesar geser sinistral timurlaut-barat daya dan sesar naik diperkirakan arah baratlaut-tenggara. Adanya struktur geologi ini turut mengontrol terbentuknya mineralisasi pada daerah penelitian. Stratigrafi daerah penelitian tersusun oleh beberapa satuan, yaitu satuan litik tuff yang ditumpangi oleh satuan breksi vulkanik (breksi andesit), kemudian terbentuk satuan breksi hidrotermal, dan diintrusi oleh satuan diorit dan satuan mikrodiorit. Persebaran satuan litik tuff mencakup hampir 90% dari luas keseluruhan daerah penelitian, kemudian ditumpangi satuan breksi andesit 15% , satuan breksi hidrotermal 5%, satuan diorit 25% dan satuan mikrodiorit 15% sehingga hanya 30% yang tersingkap. Sedangkan 10% sisa luas keseluruhan daerah penelitian tersusun oleh material sedimen berukuran lempung-kerakal. Singkapan masing-masing satuan batuan sebagian besar mengalami alterasi. Satuan litik tuff dan satuan breksi andesit mengalami alterasi propilitik, satuan breksi hidortemal, sebagian satuan diorit dan satuan

(3)

428 mikrodiorit mengalami alterasi argilik-argilik lanjut, sebagian satuan diorit mengalami alterasi propilitik dan sebagian satuan mikrodiorit mengalami alterasi filik-potasik. Peta geologi daerah penelitian disajikan pada Gambar 1. 2. Alterasi dan Mineralisasi

Berdasarkan pengamatan lapangan didapatkan sekitar kurang lebih 80% dari luas keseluruhan mengalami alterasi sedangkan 20% tidak mengalami alterasi. Pembagian alterasi daerah penelitian didasarkan pada interpretasi hasil pengamatan singkapan di lapangan dan didukung hasil analisis petrografi dan XRD diperoleh bahwa secara umum daerah penelitian terbentuk (1) alterasi propilitik (chl±epi-cb) (2) alterasi argilik (cly±kao-cb) - argilik lanjut(alu-kao±dt±jar-qz) (3) alterasi filik(ser±ilt-qz) – potasik(qz-ser-bt). Peta persebaran alterasi disajikan pada Gambar 2. Pelamparan alterasi propilitik pada daerah penelitian mencakup 45% dari luasan daerah yang mengalami alterasi, Bukit Tumbu, Bukit Piti, Bukit Gawe, Bukit Geblak, Bukit Kepil, Bukit Lincip, dan Bukit Gede. Kenampakan fisik batuan dilapangan menunjukkan warna abu-abu kehijauan dengan tekstur batuan asli masih terlihat jelas. Mineral penciri alterasi adalah kehadiran mineral klorit, epidot, mineral karbonat seperti kalsit. Mineral aksesori yang turut hadir adalah mineral lempung berupa smektit dan atau montmorolonit. Berdasarkan hasil analisis petrografi pada conto batuan yang mengalami alterasi ditemukan pula mineral asli berupa plagioklas, piroksesn serta mineral opak. Batuan induk (host rock) yang teridentifikasi adalah litik tuff, diorit dan mikrodiorit.

Pelamparan alterasi argilik mencakup 25% dengan mineral penciri mineral lempung (montmorilonit, smektit), kaolin, ilit, dan mineral karbonat berupa kalsit. Mineral aksesori berupa hematit, sulfur, dan kuarsa. Pada pengamatan petrografi juga ditemukan mineral opak. Singkapan batuan teralterasi argilik dapat dijumpai di Bukit Tumbu, Bukit Piti, Bukit Randu Kuning, Bukit Geblak, Bukit Jangglengan, Bukit Tekil, Bukit Alang-alang (Randu Kuning bagian

selatan) dan Bukit Kepil. Sedangkan alterasi argilik lanjut daerah penelitian mencakup 5% yang dicirikan dengan kehadiran mineral alunit, jarosit, dikit, kaolin dalam jumlah melimpah. Mineral aksesori hematit, kuarsa(kristobalit), kalsit, dan sulfur. Batuan induk yang teridentifikasi mengalami alterasi argilik adalah diorit dan mikrodiorit, sedangkan yang telah terlaterasi argilik lanjut sulit untuk diidentifikasi. Singkapan batuan teralterasi argilik lanjut dapat ditemukan di Bukit Kepil.

Pelamparan alterasi filik-potasik mencakup 5% dengan mineral penciri alterasi filik adalah serisit, ilit, dan kuarsa. Sedangkan mineral aksesori berupa smektit, montmorilonit, kaslit dan mineral opak. Sedangan alterasi potasik dicirikan oleh kehadiran biotit sekunder cukup melimpah dengan mineral aksesori mineral lempung berupa smektit dan mineral opak. Singkapan alterasi filik ditemukan di Bukit Kepil dan Bukit Randu Kuning sedangkan singkapan batuan teralterasi filik-potasik ditemukan di Bukit Randu Kuning.

Pada daerah penelitian mayoritas sistem urat bertipe dilatational vein (urat yang mengalami penambahan lebar). Berdasarkan tatanan tektonik dan level erosi pada sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1998) sistem bukaan urat yang terbentuk adalah en-echelon tension vein dan flexures. Pola arah urat dominan arah utara-selatan. Ketebalaan urat yang ditemukan dilapangan 1 cm hingga 1 m yang ditemukan di Bukit Geblak. Tekstur urat yang ditemukan adalah crustiform, disseminated dan masif. Struktur urat yang dijumpai dilapangan adalah massive veins, stockwork dan breksi diatrema. Persebaran urat epitermal dapat ditemukan di Bukit Tumbu, Bukit Piti, Bukit Randu Kuning, Bukit Gede, Bukit Alang-alang, Bukit Tekil, Bukit Geblak dan Bukit Kepil. Mineralisasi bijih yang terbentuk didaerah penelitian yaitu pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), sfalerit (ZnS), galena (PbS), Emas (Au) berupa elektrum dan native, kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), magnetit (Fe3O4) dan hematit (Fe2O3). Berdasarkan observasi lapangan dan analisis laboratorium didapatkan bahwa sistem endapan epitermal ditemukan pada Bukit Randu

(4)

429 Kuning, Bukit Tumbu, Bukit Piti, Bukit Alang-alang, Bukit Gede, Bukit Tekil, Bukit Kepil, Bukit Geblak dan lembah Jangglengan.

Mineralisasi Bukit Randu Kuning terbentuk pada batuan induk diorit-mikrodiorit. Urat epitermal yang ditemukan memiliki arah dominan utara-selatan yang terisi oleh kuarsa dan mineral sulfida dan terpotong oleh urat porfiri stockwork (urat lembaran kuarsa-magnetit). Mineral bijih yang ditemukan pada sampel berupa pirit, kalkopirit, kalkosit, kovelit, bornit, hematit, diseminasi magnetit dan emas sebagai free grain (Gambar 3).

Mineralisasi Bukit Tumbu terbentuk pada batuan induk diorit-mikrodiorit. Urat epitermal memiliki arah utara-selatan yang terisi oleh kuarsa, mineral karbonat dan mineral sulfida dengan tekstur masif dan krastifikasi. Mineraliasasi bijih yang terbentuk berupa diseminasi pirit, kalkopirit, sfalerit dan emas sebagai free grain atau mengisi rekahan/pori pirit.

Mineralisasi Bukit Piti terbentuk pada batuan induk diorit-mikrodiorit. Urat epitermal memiliki arah utara-selatan yang terisi oleh kuarsa, mineral karbonat dan mineral sulfida dengan tekstur masif dan krastifikasi. Mineraliasasi bijih yang terbentuk berupa diseminasi pirit, kalkopirit, sfalerit dan emas sebagai free grain atau mengisi rekahan/pori pirit (Gambar 3).

Mineralisasi bijih Bukit Alang-alang (Randu Kuning bagian selatan) berupa diseminasi pirit, kalkopirit, sfalerit, galena, dan emas. Emas ditemukan mengisi pori/rekahan. Tipe urat epitermal arah utara-selatan yang terisi oleh kuarsa-mineral karbonat dan urat pirit dengan tekstur urat yang terbentuk berupa masif dan breksia.

Mineralisai Bukit Gede terbentuk pada batuan induk litik tuff dan andesit. Mineralisasi bijih didominasi oleh hematit yang mengindikasikan sistem pencucian (pengkayaan supergen). Pola urat berarah utara selatan yang terisi oleh kuarsa-hematit.

Mineralisasi Bukit Kepil diinterpretasikan terbentuk pada batuan induk diorit. Pada bukit ini ditemukan alterasi argilik lanjut dengan asosiasi sulfur, vuggy quartz, kaolin dan hematit yang mellimpah. Mineralisasi bijih yang terebntuk dominan hematit dan ditemukan sedikit emas. Pola urat utara-selatan berupa urat kuarsa-hematit.

Mineralisasi Bukit Tekil dan lembah Jangglengan diidentifikasi berasosiasi dengan breksi diatrem yang berbatasan dengan diorit dan batuan vulkanik. Mineralisasi bijih yang terbentuk berupa diseminasi pirit, sfalerit, galena dan elektrum. Mineralisasi bijih di lembah Jangglengan berupa hematit yang berasosiasi dengan breksi diatrem. Analisis gokimia bijih dengan metode AAS pada 5 sampel urat diperoleh, sampel yang diambil di Bukit Geblak, yaitu DY-01dan DY-04 menunjukkan DY-01 kadar Ag 63ppm, Au <0,05ppm, Cu 15ppm, Pb 1919ppm, dan Zn 455ppm. Sedangkan pada DY-04 kadar Ag 32ppm, Au <0,05ppm, Cu 36ppm, Pb 1325ppm, dan Zn 497ppm. Pada sampel lokasi Bukit Piti yaitu DY-02 kadar Ag 53ppm, Au<0,05ppm, Cu 7716ppm, Pb 83ppm, dan Zn 317ppm. Pada sampel lokasi Bukit Tumbu yaitu sampe DY-03 dan DY-05 diperoleh pada DY-03 kadar Ag 25ppm, Au 63ppm, Cu 110ppm, Pb 233ppm, dan Zn 738ppm. Sedangkan pada sampel DY-05 kadar Ag 5ppm, Au <0,05ppm, Cu 28ppm, Pb 787ppm dan Zn 638ppm.

3. Tipe Endapan

Berdasarkan karakteristik alterasi dan mineralisasi bijih daerah penelitian yang kemudian dibandingkan dengan model endapan oleh Corbett dan Leach (1997) diperoleh kesimpulan bahwa sistem endapan epitermal yang terbentuk pada daerah penelitian merupakan tipe epitermal yang overprinting dengan sistem porfiri (Porphyry related Low Sulfidation) yang bertipe Quartz-Sulfide Au dan Carbonate-base metal Au.

IV. KESIMPULAN

Daerah penelitian tersusun oleh satuan litik tuff, satuan breksi andesit, satuan breksi hidrotermal,

(5)

430 satuan diorit, satuan mikrodiorit, dan satuan endapan berukuran lempung-kerakal. Struktur geologi yang mengontrol adalah sesar geser dekstral Randu Kuning yang berarah utara-selatan baratlaut-tenggara, sesar geser sinistral timurlaut-barat daya dan sesar naik diperkirakan arah baratlaut-tenggara. Alterasi yang terbentuk (1) alterasi propilitik (chl±epi-cb) (2) alterasi argilik (cly±kao-cb) - argilik lanjut(alu-kao±dt±jar-qz) (3) alterasi filik(ser±ilt-lanjut(alu-kao±dt±jar-qz) – potasik(qz-ser-bt). Sistem urat yang terbentuk bertipe dilatational vein (urat yang mengalami penambahan lebar) dengan tipe bukaan urat en-echelon tension vein dan flexures. Pola arah urat dominan arah utara-selatan. Ketebalaan urat yang ditemukan

dilapangan 1 cm hingga 1 m yang ditemukan di Bukit Geblak. Tekstur urat yang ditemukan adalah crustiform, disseminated dan masif. Struktur urat yang dijumpai dilapangan adalah massive veins, stockwork dan breksi diatrema. Mineralisasi bijih yang terbentuk didaerah penelitian yaitu pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2), sfalerit (ZnS), galena (PbS), Emas (Au) berupa elektrum dan native, kalkosit (Cu2S), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), magnetit (Fe3O4) dan hematit (Fe2O3). Sistem endapan epitermal yang terbentuk pada daerah penelitian merupakan tipe epitermal yang overprinting dengan sistem porfiri (Porphyry related Low Sulfidation) yang bertipe Quartz-Sulfide Au dan Carbonate-base metal Au.

DAFTAR PUSTAKA

Corbett, G. J. and Leach, T.M., 1997, SW Pasific Rim Gold and Cooper System (Structure, Alteration and Mineralization), Society of Economic Geologists Special Publication 6, p. 234, CMS New Zealand Ltd., Auckland.

Corbett, G. J., 2005, Epithermal Au-Ag Deposit Types – Implications for Exploration, Consultant Economic Geologist 29 Carr St, North Sydney Australia, 2060, office@corbettgeology.com

Corbett, G. J., 2007, Controls to Low Sulphidation Epithermal Au-Ag Mineralisation , PO Box 282 Willoughby NSW Australia.

Corbett, G. J., 2011, Comments on The Exploration Potential Of The Wonogiri Porphyry Cu-Au Project, Central Java, Indonesia, CORBETT GEOLOGICAL SERVICES Pty. Ltd. Australia

Htun, T.M., Warmada, I.W., Harijoko, A., Saputra, R., Setijadji, L.D., Watanabe, K., Imai, A., 2006, Arsenic and Heavy Metals Contamination in Small Scale Mining, Selogiri Area, Wonogiri Regency, Central Java, Indonesia, Proceedings of 9th International Symposium on Mineral Exploration Aula Barat ITB, Bandung, Indonesia.

Idrus, A., Hakim, F., 2014, Final Report on Selogiri Project, Yogyakarta : Unpublished.

Imaii, A., Shinomiya, J., Soe, M.T., Setijadji, L.D., Watanabe, K., Warmada, I.W., 2007, Porphyry-type Mineralization at Selogiri Area, Wonogiri Regency, Central Java, Indonesia, Resource Geology Vol.57,No.2: 230-240

Prihatmoko, S., Hendratno, A., Harijoko, A., 2005, Mineralization and Alteration Systems in Pegunungan Seribu, Gunung Kidul And Wonogiri: Its Implication in Developing Exploration Models, PROCEEDINGS JOINT CONVENTION SURABAYA 2005 – HAGI-IAGI-PERHAPI The 30th HAGI, The 34th IAGI, and The 14th PERHAPI Annual Conference and Exhibition.

Suasta, I.G.M., Sinugroho, I.A., 2011, Occurrences of Zoned Epithermal to Porphyry Type Cu-Au Mineralisation at Wonogiri, Central Java, PROCEEDINGS JCM MAKASSAR 2011, The 36th HAGI and 40th IAGI Annual Convention and Exhibition Makassar

Surono, Toha, B., Sudarno, I. dan Wiryosujono, 1992. Peta Geologi Lembar Surakarta– Giritontro, Jawa, PPPG Bandung, skala 1:100,000.

(6)

431

Warmada, I.W., Soe, M.T., Sinomiya, J., Setijadji, L.D., Imai, A., Watanabe, K., 2007, Petrology and Geochemistry of Intrusive Rocks From Selogiri Area, Central Java, Indonesia , Resource Geology.

GAMBAR

(7)

432

(8)

433

Gambar 3. (a) Sampel poles dari Bukit Geblak menunjukkan tekstur urat crustiform. (b) Sampel (a) dilihat dari mikroskop bijih ditandai kehadiran sulfide pirit (Py), kalkopirit (Cpy), sfalerit (Sph) dan galena (Gn). (c) Sampel poles dari Bukit Piti menunjukkan tekstur urat diseminasi (d) Sampel (c) dilihat dari mikroskop bijih

dimana emas (Au) hadir sebagai free grain mengisi rekahan/pore dalam pirit.

(a) (b) Sph Gn Py Cpy Py Au Gn Cpy (c) (d)

Gambar

Gambar 2. Peta alterasi hidrotermal prospek Randu Kuning, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri
Gambar 3. (a) Sampel poles dari Bukit Geblak menunjukkan tekstur urat crustiform. (b) Sampel (a) dilihat  dari mikroskop bijih ditandai kehadiran sulfide pirit (Py), kalkopirit (Cpy), sfalerit (Sph) dan galena (Gn)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu daerah penelitian memiliki zona baik seluas 75 % dari keseluruhan daerah peenlitian, zona sedang memiliki luas 15 % dengan memiliki

Mineralisasi di daerah Taran terbentuk pada sistem epitermal dengan karakteristik ubahan hidrotermal pervasive terdiri atas kuarsa-illit- monmorilonit-kaolinit ± pirit,

Berdasarkan dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa jenis media filter campuran antara karbon aktif dengan zeolit adalah yang paling efektif dalam menurunkan

Analisis struktur makroskopis pada daerah penelitian berdasarkan arah kelurusan dugaan jejak dari struktur geologi dulu baik berupa sesar, ataupun arah kelurusan sumbuh

Korelasi antara kondisi geologi dengan alterasi dan mineralisasi Daerah Ciurug dan Sekitarnya yakni struktur geologi berperan sebagai jalur fluida hidrotermal