• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis-Reaktor-Nuklir-2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis-Reaktor-Nuklir-2007"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KODE KOMPUTER TERINTEGRASI

PENGEMBANGAN KODE KOMPUTER TERINTEGRASI

UNTUK

UNTUK STUDI

STUDI DESAIN

DESAIN AWAL

AWAL

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR JENIS PWR

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR JENIS PWR

SYEILENDRA PRAMUDITYA

SYEILENDRA PRAMUDITYA

http://syeilendrapramuditya.wordpress.com

http://syeilendrapramuditya.wordpress.com

2007

2007

(2)

‘’

(3)

‘’

(4)

Sebuah

Sebuah persembahan

persembahan kecil

kecil dariku

dariku untuk

untuk Allah

Allah SWT,

SWT, keluargaku,

keluargaku,

dan segenap bangsa dan negara Indonesia yang sangat ku cintai .

dan segenap bangsa dan negara Indonesia yang sangat ku cintai . . .

. .

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

I.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah... 1

I.2 Ruang Lingkup Kajian... 4

I.3 Tujuan Penulisan... 5

I.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 5

I.5 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Nukir... 7

II.2 Teori Transport Neutron... 11

II.3 Aproksimasi Difusi... 15

II.4 Difusi Multigrup... 18

II.5 Perhitungan Termal Hidrolik Teras Reaktor... 21

II.5.1 Pendahuluan... 21

II.5.2 Konduksi panas radial pada fuel elemen... 25

II.5.3 Konveksi panas aksial pada fuel elemen... 26

II.5.4 Distribusi densitas coolant... 28

II.5.5 Penurunan tekanan coolant... 28

II.6 Perhitungan Perpindahan Panas ( Heat Transfer )... 30

II.6.1 Perpindahan panas aliran fluida pada geometri silinder.. 30

(6)

II.6.3 Sistem counter flow... 37

II.6.4 Perpindahan panas pada steam generator (boiler )... 38

II.6.5 Perpindahan panas pada kondensor... 40

II.7 Perhitungan Termodinamik Sistem PLTN... 41

BAB III ALGORITMA DAN TEKNIK PEMROGRAMAN... 44

III.1 Pendahuluan... 44

III.2 Pemecahan Numerik Persamaan-Persamaan Neutronik... 45

III.2.1 Perhitungan distribusi fluks neutron : iterasi dalam... 46

III.2.2 Perhitungan kritikalitas teras reaktor : iterasi luar... 53

III.2.3 Alur kerja program neutronik... 56

III.3 Perhitungan Konstanta Multigrup Menggunakan SRAC... 61

III.4 Perhitungan Termal Hidrolik... 65

III.5 Perhitungan Perpindahan Panas... 70

III.5.1 Perpindahan panas pada boiler... 70

III.5.2 Perpindahan panas pada kondensor... 72

III.6 Perhitungan Termodinamik... 74

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISIS... 78

IV.1 Neutronik... 78

IV.1.1 Distribusi fluks... 80

IV.1.2 Distribusi kerapatan daya... 85

IV.1.3 Faktor multiplikasi efektif... 90

IV.2 Termal Hidrolik... 91

IV.3 Perpindahan Panas pada Boiler/Steam Generator... 96

IV.4 Termodinamik... 101

IV.5 Perpindahan Panas pada Kondensor... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 106

V.1 Kesimpulan... 106

(7)

DAFTAR PUSTAKA... 109

LAMPIRAN A Contoh File Perhitungan SRAC... 111

LAMPIRAN B Tampilan Program PRENPAC... 112

LAMPIRAN C Tabel Data Properti Fisik Material... 113

LAMPIRAN D Tabel Data Properti Termodinamik Material... 114

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Contoh File Perhitungan SRAC... 111

LAMPIRAN B Tampilan Program PRENPAC... 112

LAMPIRAN C Tabel Data Properti Fisik Material... 113

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Reaksi fisi nuklir... 8

Gambar II.2 Reaksi fisi berantai... 8

Gambar II.3 Faktor multiplikasi neutron... 9

Gambar II.4 Diagram skematik reaktor nuklir PWR... 10

Gambar II.5 Konsep grup energi neutron... 19

Gambar II.6 Geometri silinder teras reaktor... 22

Gambar II.7 Penampang Lintang Fuel Rod... 23

Gambar II.8 Formasi Segi Empat ( Rectangular ) Fuel Rods... 24

Gambar II.9 Formasi Segi Tiga (Triangular ) Fuel Rods... 24

Gambar II.10 Aliran Coolant Pada Teras Reaktor... 27

Gambar II.11 Diagram skematik transfer panas pada geometri silinder... 31

Gambar II.12 Sistem parallel flow... 33

Gambar II.13 Grafik temperatur parallel flow... 34

Gambar II.14 Sistem counter flow... 37

Gambar II.15 Aliran fluida dua fase... 39

Gambar II.16 Diagram skematik model siklus Rankine... 41

Gambar II.17 Diagram T-s Siklus Rankine... 42

Gambar III.1 Partisi geometri silinder teras reaktor... 47

Gambar III.2 Skema iterasi Jacobian... 51

Gambar III.3 Skema iterasi Gauss-Siedel... 51

Gambar III.4 Diagram alir program neutronik... 57

Gambar III.5 Sistem pemetaan teras... 59

Gambar III.6 Contoh grafik distribusi fluks radial 8 grup... 61

Gambar III.7 Contoh grafik distribusi fluks aksial 8 grup... 61

Gambar III.8 Contoh geometri sel pada SRAC... 63

Gambar III.9 Contoh diagram rantai burnup pada SRAC... 63

Gambar III.10 Geometri sel (a) heksagonal, (b) persegi, (c) silinder... 64

Gambar III.11 Diagram alir program termal hidrolik... 67

Gambar III.12 Diagram skematik boiler... 70

(10)

Gambar III.14 Diagram skematik kondensor... 72

Gambar III.15 Diagram alir perhitungan kondensor... 73

Gambar III.16 Enthalpi H2O Pada Tekanan 6 MPa... 75

Gambar III.17 Entropi H2O Pada Tekanan 6 MPa ... 76

Gambar IV.1 Geometri teras PWR homogen dan reflektor... 79

Gambar IV.2 Profil fluks radial... 80

Gambar IV.3 Perbedaan fluks radial... 80

Gambar IV.4 Profil fluks aksial... 81

Gambar IV.5 Perbedaan fluks aksial... 81

Gambar IV.6 Distribusi fluks neutron (SRAC)... 82

Gambar IV.7 fluks neutron (PRENPAC)... 83

Gambar IV.8 Perbedaan perhitungan fluks (3D)... 83

Gambar IV.9 Peta kontur fluks (SRAC)... 84

Gambar IV.10 Peta kontur fluks (PRENPAC)... 84

Gambar IV.11 Profil kerapatan daya radial... 85

Gambar IV.12 Perbedaan kerapatan daya radial... 85

Gambar IV.13 Profil kerapatan daya aksial... 86

Gambar IV.14 Perbedaan kerapatan daya aksial... 86

Gambar IV.15 Distribusi kerapatan daya (SRAC)... 87

Gambar IV.16 Distribusi kerapatan daya (PRENPAC)... 88

Gambar IV.17 Perbedaan perhitungan kerapatan daya (3D)... 88

Gambar IV.18 Peta kontur kerapatan daya (SRAC)... 89

Gambar IV.19 kontur kerapatan daya (PRENPAC)... 89

Gambar IV.20 Perhitungan faktor k... 90

Gambar IV.21 Geometri sel termal hidrolik... 91

Gambar IV.22 Profil kenaikan temperatur coolant primer... 93

Gambar IV.23 Profil mass flow radial... 94

Gambar IV.24 Profil pressure drop radial... 94

Gambar IV.25 Distribusi kecepatan alir coolant... 95

Gambar IV.26 Distribusi temperatur coolant... 95

Gambar IV.27 Distribusi densitas coolant... 96

(11)

Gambar IV.29 Profil temperatur fluida pada boiler (8000 pipa)... 99 Gambar IV.30 Profil flow quality pada boiler (8000 pipa)...99 Gambar IV.31 temperatur fluida pada kondensor (massflow 3010,5 kg/s) 104 Gambar IV.32 Profil flow quality pada kondensor(massflow3010,5 kg/s) 104 Gambar IV.33 Heat transfer rate kondensor (massflow 3010,5 kg/s)... 105

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Format file input neutronik... 58

Tabel III.2 Format file input pemetaan teras...59

Tabel III.3 Format file output perhitungan neutronik... 60

Tabel III.4 Format file input termal hidrolik...68

Tabel III.5 Format file output perhitungan termal hidrolik... 69

Tabel III.6 Format file input perhitungan boiler... 71

Tabel III.7 Format file output perhitungan boiler... 72

Tabel III.8 Format file input perhitungan kondensor... 73

Tabel III.9 Format file output perhitungan termodinamik... 77

Tabel IV.1 Data teras reaktor... 78

Tabel IV.2 Struktur grup energi... 79

Tabel IV.3 Perbandingan perhitungan fluks... 82

Tabel IV.4 Perbandingan perhitungan kerapatan daya... 87

Tabel IV.5 Perhitungan faktor k... 90

Tabel IV.6 Data perhitungan termal hidrolik... 91

Tabel IV.7 Hasil perhitungan termal hidrolik... 92

Tabel IV.8 Hasil perhitungan termal hidrolik pada massflow 135 gr/s... 93

Tabel IV.9 Data perhitungan boiler... 97

Tabel IV.10 Hasil perhitungan boiler... 98

Tabel IV.11 Hasil perhitungan termodinamik... 102

Tabel IV.12 Data perhitungan kondensor... 102

(13)

Bab I

Pendahuluan

I.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

Salah satu hal terpenting untuk mendukung keberlangsungan dan perkembangan peradaban umat manusia adalah terjaminnya ketersediaan energi yang memadai. Pada tahun 2001, dari total produksi energi primer dunia[1] sebesar sekitar 110.000 TWh (110E+15 Watt-hours), 86% persennya berasal dari bahan bakar fosil, yaitu minyak 36,3%, gas 25,8%, dan batu bara 23,9%. Sedangkan kontribusi nuklir sebesar 6,6%. Selain digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, bahan bakar fosil juga digunakan untuk memproduksi listrik, pada tahun 2001[1], 64% listrik dunia berasal dari bahan bakar fosil, dan 17% berasal dari nuklir.

Untuk kasus Indonesia[2], 94,5% energi primer berasal dari bahan bakar fosil, yaitu minyak 54%, gas 26,5%, dan batu bara 14%. Sedangkan untuk produksi listrik [3], dari sekitar 120.000 GWh pada tahun 2004, sebanyak 86,4% berasal dari bahan bakar fosil, yaitu batu bara 40%, minyak 30,2%, dan gas 16%. Sampai saat ini negara kita memang belum memiliki satu pun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), jadi kontribusi nuklir adalah 0%.

Pada tahun 2000, Indonesia mengimpor sekitar 79,26 juta barrel minyak [1], dengan asumsi harga minyak 50 USD/barrel dan kurs 9000 Rp/USD, maka berarti pemerintah harus mengeluarkan setidaknya 35 trilyun rupiah setiap tahunnya, belum lagi untuk biaya transportasi, subsidi BBM untuk penjualan di dalam negeri, dan juga masalah kebocoran anggaran APBN, mungkin angkanya bisa membengkak sampai dua kali lipat.

Ketersediaan energi berpengaruh secara langsung terhadap perekonomian sebuah negara, karena hampir semua sektor memerlukan energi, terutama transportasi dan industri. Menyandarkan sumber energi pada bahan bakar fosil sepertinya bukanlah keputusan yang terlalu baik. Cadangan bahan bakar fosil Indonesia sebenarnya relatif sangat sedikit[2], perut bumi negeri ini hanya menyimpan sekitar 1% total cadangan minyak bumi dunia, 2,5% cadangan gas, dan 3,1% cadangan batu bara.

(14)

Berdasarkan beberapa survey geologi, daerah-daerah seperti selat Malaka, Kalimantan, pulau-pulau sekitar Nusa Tenggara, dan Papua diperkirakan menyimpan cadangan mineral bahan bakar nuklir, seperti Uranium dan Thorium, yang cukup signifikan*, walaupun selama ini belum pernah ada kegiatan eksplorasi terhadap mineral-mineral tersebut.

Untuk menjadi sebuah negara industri maju, kebutuhan energi Indonesia tentu akan terus dan terus naik, sedangkan harga minyak terus semakin mahal dari tahun ke tahun, dan juga sangat sensitif terhadap keadaan geopolitik dunia. Selain itu, sampai saat ini, bahan bakar fosil masih didefinisikan sebagai sumber daya tak  terbarukan (non-renewable resource), yang artinya akan benar-benar habis pada saatnya nanti, bahkan para ilmuan energi memperkirakan saat itu akan datang dalam orde paling lama 50 atau 100 tahun saja[4]. Jadi kita memang harus segera mengembangkan sumber energi lain yang ekonomis dan ketersediannya dapat terjamin untuk jangka waktu yang lama.

Pada bulan Desember 1942, ahli fisika Enrico Fermi dari universitas Chicago, Amerika Serikat, untuk pertama kalinya berhasil mendemonstrasikan reaksi fisi nuklir berantai, yang merupakan cikal bakal reaktor nuklir. Dua tahun kemudian, pada tahun 1944, reaktor nuklir skala besar pertama di dunia dibangun di Hanford, Washington, Amerika Serikat, tetapi pada saat itu hanya digunakan untuk  keperluan militer, yaitu memproduksi material bom atom, sedangkan daya termal yang dihasilkan tidak digunakan. Tujuh tahun kemudian, pada tahun 1951, prototipe reaktor nuklir daya pertama di dunia dibangun di fasilitas nuklir  National Reactor Testing Station (NRTS), Idaho, Amerika Serikat, dengan nama  Experimental Breeder Reactor No. 1(EBR1), yang saat itu berhasil menyalakan

empat buah bola lampu.

Sejak saat itu, selama sekitar 60 tahun teknologi nuklir telah berkembang dengan sangat pesat, dan hari ini tak kurang dari 442 reaktor nuklir daya beroperasi di 30 negara di seluruh dunia, dan 29 lainnya masih dalam tahap pembangunan di 12

(15)

negara[5]. Selain itu, ratusan unit lainnya beroperasi sebagai sumber energi di kapal induk militer, supertanker, dan kapal laut raksasa lainnya, juga kapal-kapal selam militer (sebagai propulsion reactors).

So, why nuclear? mungkin itulah pertanyaan yang sering dilontarkan orang, mengapa kita harus menggunakan nuklir? mengapa tidak yang lain?

Beberapa keunggulan nuklir bila dibandingkan dengan sumber energi lain adalah sebagai berikut :

• reaksi fisi nuklir secara teoritis menghasilkan energi dengan orde 10 juta

kali energi yang dihasilkan reaksi pembakaran kimiawi[6]

• sebuah  pellet  bahan bakar uranium standar seukuran kuku jari tangan

(sekitar 1 cm3), akan menghasilkan energi setara dengan pembakaran 600 liter minyak, atau 800 kg batu bara, atau 500 m3gas[5]

• pembakaran 1 kg batu bara menghasilkan energi 1,6 kWh, minyak dan gas

sekitar 3 -5 kWh, dan uranium 50.000 kWh[7,1]

• capacity factor  (persentase daya listrik yang benar-benar dihasilkan

pembangkit listrik relatif terhadap potensi daya listrik yang dapat dihasilkan) pembangkit listrik gas sebesar 15 – 38%, minyak 29,8%, batu bara 72,6%, dan nuklir 89,3%[5]

• biaya produksi listrik rata-rata per 2005 adalah 8,09 sen USD/kWh untuk 

minyak, 7,51 sen USD/kWh untuk gas, 2,21 sen USD/kWh untuk batu bara, dan 1,72 sen USD/kWh untuk nuklir[5]. Disamping itu, harga bahan bakar nuklir jauh lebih stabil dibanding bahan bakar fosil

• Bernard Cohen[8], profesor fisika universitas Pittsburgh, telah menghitung

dan menyatakan bahwa dengan teknologi Fast Breeder Reactor  (FBR), ketersedian energi dari nuklir akan terjamin untuk lima milyar tahun

• reaktor nuklir adalah fasilitas yang memiliki standar keamanan yang

sangat tinggi, selama 60 tahun sejarahnya, dan telah beroperasinya ratusan reaktor daya dan ratusan unit  propulsion reactors, sampai saat ini hanya pernah terjadi dua kecelakaan yang cukup besar, yaitu kasus Chernobyl di Ukrainia, dan Three Mile Island di Amerika.

(16)

• dengan penanganan yang benar, nuklir adalah yang paling ramah

lingkungan dibanding sumber energi lain, nuklir nyaris tidak  menghasilkan polutan atau partikulat apapun ke tanah, air, dan udara. Pada tahun 2005, reaktor-reaktor nuklir di Amerika Serikat saja telah mencegah emisi 3,32 juta ton SO2, 1,05 juta ton NOx, dan 681,9 juta metrik ton CO2

ke udara[5]. Dengan kata lain, jika Amerika menggunakan bahan bakar fosil untuk memproduksi listriknya, maka gas-gas berbahaya diatas akan diemisikan ke atmosfer Bumi

• selain untuk memproduksi listrik, reaktor nuklir juga dikembangkan untuk 

beberapa aplikasi lain, salah satu yang cukup penting adalah penggunaan  High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR) untuk produksi hidrogen. Hidrogen ini di masa depan akan menjadi sumber energi Fuel Cell, yang akan menggantikan penggunaan bahan bakar minyak pada kendaraan bermotor. Sehingga nuklir akan menjadi sumber energi inti bagi dunia di masa depan.

Dengan demikian tidak ada alasan lagi untuk menolak teknologi nuklir. Untunglah pemerintah kita telah menyadari betapa pentingnya untuk segera mengaplikasikan teknologi nuklir untuk produksi energi listrik.

Sistem PLTN pertama Indonesia rencananya akan dibangun di semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah, dan ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2016. PLTN yang akan dibangun tersebut adalah jenis Pressurized Water Reactor  (PWR), dengan kapasitas total 4000 MWe. Karena itu, mari kita bersama-sama mendukung realisasi program Indonesia Go Nuclear 2016 .

I.2 Ruang Lingkup Kajian

Dalam melakukan studi awal dan perancangan reaktor nuklir, terdapat berbagai macam aspek yang harus diperhitungkan dan diteliti. Pada penelitian dan penulisan tesis ini, penulis membahas aspek neutronik teras (core), yang mencakup konfigurasi material, perhitungan faktor multiplikasi, distribusi fluks neutron, juga kerapatan dan distribusi daya termal; kemudian aspek termal

(17)

hidrolik teras, yang mencakup perhitungan distribusi kerapatan dan temperatur coolant , dan penurunan tekanan pada teras; kemudian mekanisme perpindahan panas antar loop pada steam generator  dan condenser , yaitu perpindahan panas dua fase; dan terakhir adalah analisis termodinamik sistem PLTN, dengan menggunakan konsep siklus uap Rankine ( Rankine Steam Cycle).

I.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan tesis magister ini adalah untuk membuat dan mengembangkan kode komputer (computer code) atau disebut juga perangkat lunak (software), yang dapat digunakan untuk melakukan studi awal dan perancangan sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), khususnya jenis Pressurized Water Reactor (PWR).

Disamping itu, penulisan tesis magister ini juga dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Sekolah Pasca Sarjana (S2), Program Studi Fisika, FMIPA, ITB.

I.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang dibutuhkan untuk penulisan tesis ini didapat dari beberapa sumber. Data cross section makroskopik hasil homogenisasi sel untuk perhitungan neutronik didapat dari kode komputer Standard Reactor Analysis Code (SRAC), data properti fluida untuk perhitungan termal hidrolik dan transfer panas didapat dari buku dan internet, dan data parameter termodinamik didapat dari buku dan  juga internet.

I.5 Sistematika Penulisan

Buku tesis ini dibagi menjadi lima bab, yaitu :

• Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang dan rumusan masalah, ruang

lingkup kajian, tujuan penulisan, metode dan teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.

• Bab II Tinjauan Pustaka, memuat teori dan konsep dasar mengenai prinsip

(18)

yang digunakan, beserta penjelasannya, yang akan digunakan untuk  melakukan perhitungan.

• Bab III Algoritma dan Teknik Pemrograman, memuat berbagai algoritma

untuk memecahkan persamaan-persamaan matematis-fisika yang digunakan di dalam perhitungan, dan juga berbagai teknik yang digunakan dalam pembuatan program komputer.

• Bab IV Hasil Perhitungan dan Analisis, memuat hasil-hasil perhitungan

yang diperoleh, berupa angka-angka, tabel, juga grafik, yang disertai dengan analisisnya.

• Bab V Kesimpulan dan Saran, memuat beberapa kesimpulan dari

(19)

Bab II

Tinjauan Pustaka

II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), atau dikenal juga sebagai reaktor nuklir, pada dasarnya adalah suatu sistem pembangkit daya listrik, yang sumber energinya berasal dari reaksi nuklir. Selama sekitar 60 tahun perkembangannya, teknologi reaktor nuklir telah berkembang demikian pesat, sehingga saat ini terdapat cukup banyak jenis dan model reaktor nuklir, beberapa contohnya adalah sebagai berikut :

Pressurized Water Reactor (PWR)

Boiling Water Reactor (BWR)

Heavy Water Reactor (HWR/CANDU)

Liquid Metal Fast Breeder Reactor (LMFBR)

High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR)

Molten Salt Reactor (MSR)

Super Critical Water Reactor (SCWR)

dan lain sebagainya

Prinsip kerja reaktor nuklir sebenarnya mirip dengan pembangkit listrik  konvensional, perbedaan utama terletak pada sumber energi dan jenis bahan bakar. Sumber energi pada pembangkit listrik konvensional berasal dari proses pembakaran secara kimia bahan bakar fosil, sedangkan sumber energi reaktor nuklir berasal dari reaksi fisi nuklir pada material-material fisil.

Reaksi fisi nuklir disebut juga reaksi (n, fission), dan termasuk reaksi eksoterm yang menghasilkan energi dalam jumlah yang relatif sangat besar. Reaksi fisi nuklir pada dasarnya adalah reaksi pembelahan inti atom berat menjadi inti-inti atom yang lebih ringan, akibat tumbukan oleh neutron.

Persamaan umum dari suatu reaksi fisi nuklir adalah sebagai berikut :

energi

neutron

 Z 

 X 

n

+

 Z  A11

 Z  A22

+

 Z A33

+

+

1 0 (II.1)

(20)

Beberapa contoh reaksi fisi Uranium 235 adalah sebagai berikut :

 MeV 

n

Sr 

 Xe

n

23592 14054 3894

2

01

200

1 0

+

+

+

+

(II.2)

 MeV 

n

 Rb

Cs

n

23592 14055 3793

3

01

200

1 0

+

+

+

+

(II.3)

 MeV 

n

Kr 

 Ba

n

23592 14156 3692

3

01

200

1 0

+

+

+

+

(II.4)

Gambar II.1 Reaksi fisi nuklir

Pada reaktor nuklir, partikel neutron yang dihasilkan pada reaksi fisi digunakan kembali untuk memicu reaksi fisi yang baru, sehingga reaksi fisi dapat berlangsung secara terus-menerus tetapi terkendali, atau biasa disebut sebagai reaksi fisi berantai terkendali, gambar berikut ini adalah contohnya :

(21)

Parameter yang digunakan untuk memantau populasi neutron di dalam teras reaktor adalah besaran yang disebut faktor multiplikasi neutron :

)

(

)

(

1 −

=

=

=

i i

 N 

 N 

(II.5) k  = faktor multiplikasi

 N(t = t i) = polulasi neutron pada suatu generasi

 N(t = t i-1) = populasi neutron pada generasi sebelumnya

Berdasarkan nilai faktor multiplikasi, terdapat 3 jenis keadaan teras reaktor, yaitu : a. k > 1

disebut keadaan superkritis, dimana polulasi neutron terus bertambah b. k = 1

disebut keadaan kritis, dimana populasi neutron tidak berubah (konstan) c. k < 1

disebut keadaan subkritis, dimana populasi neutron terus berkurang

Ketiga keadaan tersebut diperlihatkan pada gambar berikut :

(22)

Jadi faktor multiplikasi menggambarkan tingkat kestabilan reaksi fisi berantai di dalam teras reaktor, dimana keadaan stabil tercapai bila nilai k = 1.

Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, penelitian dan penulisan thesis ini terutama hanya akan membahas reaktor nuklir jenis PWR.

Gambar II.4 Diagram skematik reaktor nuklir PWR

Sebuah reaktor nuklir PWR memiliki beberapa modul utama, diantaranya adalah :

Teras reaktor ( Reactor Core)

Sistem pendingin (Coolant, Cooling Tower )

Beberapa pompa (Coolant Pumps)

Penekan (Pressurizer )

Pembangkit uap (Steam Generator )

Turbin uap (Steam Turbine)

Generator listrik (Turbo Generator )

Kondensor (Condenser )

(23)

Sebuah sistem PWR (Gambar II.4) memiliki dua loop (sistem aliran coolant) utama. Loop pertama/primer terhubung dengan teras reaktor, dan berfungsi membawa energi termal yang dihasilkan di dalam teras reaktor. Coolant pada loop primer ini berupa air biasa (H2O) dan diberi tekanan yang sangat tinggi, mencapai

sekitar 150 atm, untuk menjaga agar coolant tidak mendidih, sehingga yang terjadi adalah aliran coolant fase tunggal, yaitu fase cair (liquid phase). Loop kedua/sekunder terhubung dengan steam generator, turbin, dan kondensor. Coolant pada loop ini juga air biasa, tetapi tekanan pada loop ini tidak setinggi tekanan loop primer, dengan demikian dapat terjadi pendidihan coolant, sehingga yang terjadi adalah aliran coolant dua fase, yaitu fase cair dan uap (liquid-vapor   phase). Perpindahan panas dari loop primer ke loop sekunder terjadi di modul

steam generator, disinilah coolant pada loop sekunder berubah fase dari cair menjadi uap. Selanjutnya uap tersebut disalurkan ke turbin yang terhubung dengan generator listrik, generator inilah yang menghasilkan energi listrik. Setelah keluar dari turbin, coolant akan berupa campuran fase cair dan uap ( vapor-liquid  mixture), akibat penurunan enthalpi coolant karena proses konversi menjadi energi kinetik oleh turbin, padahal sebelum kembali ke steam generator, coolant tersebut harus berupa fase cair. Maka terlebih dahulu coolant harus memasuki modul kondensor, disinilah coolant berubah fase menjadi cair seluruhnya. Loop pendingin kondensor dapat terhubung ke sungai atau laut (open-pool system), ataupun ke menara pendingin atau cooling tower (closed system).

II.2 Teori Transport Neutron

Pada perhitungan neutronik teras reaktor, hal terpenting yang harus dilakukan adalah membuat suatu deskripsi fisis yang bersifat analitis dan kuantitatif  mengenai keadaan neutron di dalam teras reaktor. Keadaan neutron yang dimaksud mencakup populasi neutron, distribusi neutron, energi neutron, kerapatan neutron, fluks neutron, dan lain sebagainya. Teori yang membahas mengenai hal-hal tersebut diatas dikenal sebagai Teori Transport Neutron, dan persamaan yang digunakan dikenal sebagai Persamaan Transport Neutron. Sebelum membahas persamaan transport neutron, terlebih dahulu kita lihat beberapa definisi penting, diantaranya :

(24)

)) ,, ,, ((r r  E  E t t   N 

 N   fungsi fungsi kerapatan kerapatan neutron neutron (II.6)(II.6)

Σ

Σ

vv frekuensi interaksi, vv = frekuensi interaksi, = kecepatan kecepatan neutron neutron (II.7)(II.7)

Σ

Σ

=

=

(( ,, ,, )) )) ,, ,,

((r r  E  E t t  vv  N  N  r r  E  E t t  F 

F    kerapatan kerapatan laju laju reaksi reaksi (II.8)(II.8)

=

=

(( ,, ,, )) )) ,, ,,

((r r  E  E t t  vN vN r r  E  E t t 

φ 

φ  fluks neutron (#/cmfluks neutron (#/cm22.s) .s) (II.9)(II.9)

Ω

Ω

=

=

ˆˆ (( ,, ,, )) )) ,, ,,

((r r  E  E t t  r r  E  E t t   J 

 J   φ φ   rapat arus neutron,rapat arus neutron,

Ω

Ω

ˆˆ = = arah arah gerak gerak neutron neutron (II.10)(II.10)

Ω

Ω

ˆˆ,, )) ,, ,, ((r r  E  E  t t  n

n  fungsi fungsi kerapatan kerapatan angular angular neutron neutron (II.11)(II.11)

Ω

Ω

Σ

Σ

=

=

Ω

Ω

ˆˆ,, )) (( ,, ,, ˆˆ,, )) ,, ,,

((r r  E  E  t t  nn r r  E  E  t t   f 

 f   ν ν   kerapatan kerapatan laju laju reaksi reaksi angular angular (II.12)(II.12)

Ω

Ω

=

=

Ω

Ω

ˆˆ,, )) (( ,, ,, ˆˆ,, )) ,, ,,

((r r  E  E  t t  vvnn r r  E  E  t t  ϕ 

ϕ  fluks angular neutron (#/cmfluks angular neutron (#/cm22.s) .s) (II.13)(II.13)

Ω

Ω

Ω

Ω

=

=

Ω

Ω

ˆˆ,, )) ˆˆ (( ,, ,, ˆˆ,, )) ,, ,,

((r r  E  E  t t  r r  E  E  t t   j

 j  ϕ ϕ   rapat rapat arus arus angular angular neutron neutron (II.14)(II.14)

Jumlah neutron di dalam volume sembarang V, yang memiliki energi antara E Jumlah neutron di dalam volume sembarang V, yang memiliki energi antara E sampai E + dE, dan arah gerak dari

sampai E + dE, dan arah gerak dari

Ω

Ω

ˆˆ sampaisampai

Ω

Ω

ˆˆ ++ d d 

Ω

Ω

ˆˆ dapat dinyatakan olehdapat dinyatakan oleh persamaan berikut : persamaan berikut :  jumlah neutron =  jumlah neutron =

⎥⎥

Ω

Ω

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

∫ ∫ 

(( ,, ,, ˆˆ,, )) 33 ˆˆ d  d  dE  dE  r  r  d  d  t  t   E   E  r  r  n n V  V    (II.15) (II.15)

Laju perubahan jumlah neutron terhadap waktu dinyatakan oleh persamaan Laju perubahan jumlah neutron terhadap waktu dinyatakan oleh persamaan berikut : berikut :

Ω

Ω

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

∂∂

∂∂

=

=

Ω

Ω

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

∂∂

∂∂

∫ ∫ 

∫ ∫ 

(( ,, ,, ˆˆ,, )) 33 ˆˆ 33 ˆˆ d  d  dE  dE  r  r  d  d  t  t  n n d  d  dE  dE  r  r  d  d  t  t   E   E  r  r  n n t  t    (II.16) (II.16)

Laju perubahan jumlah neutron dalam volume V pada dasarnya adalah besarnya Laju perubahan jumlah neutron dalam volume V pada dasarnya adalah besarnya penambahan neutron dikurangi oleh besarnya kehilangan neutron dalam volume penambahan neutron dikurangi oleh besarnya kehilangan neutron dalam volume tersebut.

tersebut.

Terdapat 3 mekanisme yang dapat menyebabkan bertambahnya jumlah neutron Terdapat 3 mekanisme yang dapat menyebabkan bertambahnya jumlah neutron dalam volume V, yaitu :

dalam volume V, yaitu : a.

a. Sumber neutron yang terdapat di dalam V, misalnya Sumber neutron yang terdapat di dalam V, misalnya reaksi fisi nuklirreaksi fisi nuklir b.

b. Neutron yang berasal dari luar V, kemudian masuk melalui permukaan SNeutron yang berasal dari luar V, kemudian masuk melalui permukaan S yang melingkungi volume V tersebut

(25)

c.

c. Neutron di dalam volume V mengalami reaksi hamburan (Neutron di dalam volume V mengalami reaksi hamburan (scatteringscattering),), sehingga berpindah keadaan dari (

sehingga berpindah keadaan dari ( E  E '',,

Ω

Ω

ˆˆ '') ke () ke ( E  E ,,

Ω

Ω

ˆˆ ))

Terdapat 2 mekanisme yang dapat menyebabkan berkurangnya jumlah neutron Terdapat 2 mekanisme yang dapat menyebabkan berkurangnya jumlah neutron dalam volume V, yaitu :

dalam volume V, yaitu : d.

d. Neutron keluar dari volume V melalui permukaan S yang melingkungiNeutron keluar dari volume V melalui permukaan S yang melingkungi volume tersebut

volume tersebut e.

e. Neutron mengalami reaksi penyerapan (Neutron mengalami reaksi penyerapan (absoptionabsoption) sehingga “menghilang”) sehingga “menghilang” dari V dan / atau reaksi hamburan (

dari V dan / atau reaksi hamburan (scatteringscattering), sehingga berpindah), sehingga berpindah keadaan dari (

keadaan dari ( E  E  ,,

Ω

Ω

ˆˆ ) ke () ke ( E  E '',,

Ω

Ω

ˆˆ ''))

Berikut ini adalah ekspresi matematis untuk kelima poin di Berikut ini adalah ekspresi matematis untuk kelima poin di atas :atas : a a ==

⎥⎥

Ω

Ω

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

∫ ∫ 

(( ,, ,, ˆˆ,, )) 33 ˆˆ d  d  dE  dE  r  r  d  d  t  t   E   E  r  r  ss V  V    (II.17) (II.17)

Ω

Ω

t t  d d r r   E   E  r  r 

ss ((,, ,, ˆˆ,, )) 33 fungsi kerapatan sumber (fungsi kerapatan sumber (source densitysource density) ) (II.18)(II.18)

Poin b dan poin d

Poin b dan poin d sama-sama membicarakan neutron yang melewati permukaan S,sama-sama membicarakan neutron yang melewati permukaan S, baik yang masuk maupun yang keluar dari volume V. Jadi kita dapat menuliskan baik yang masuk maupun yang keluar dari volume V. Jadi kita dapat menuliskan poin b dan d dalam

poin b dan d dalam satu ekspresi matematis sebagai berikut :satu ekspresi matematis sebagai berikut : net leakage net leakage

⎥⎥

Ω

Ω

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

Ω

Ω

⋅⋅

=

=

bb

∫ ∫ 

SS vv ˆˆ nn((,, E  E ,, ˆˆ,,)) dE dE ˆˆ S S     (II.19) (II.19)

Dengan menggunakan teorema Gauss berikut : Dengan menggunakan teorema Gauss berikut :

∫ ∫

⋅⋅

=

=

∫ ∫ 

⋅⋅

S S V V  r  r   A  A r  r  d  d  r  r   A  A S S d  d  (( )) 33 (())           (II.20) (II.20)

Maka integral permukaan (II.19) dapat ditulis dalam bentuk integral volume : Maka integral permukaan (II.19) dapat ditulis dalam bentuk integral volume :

Ω

Ω

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

Ω

Ω

⋅⋅

=

=

Ω

Ω

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

Ω

Ω

⋅⋅

∫ ∫ 

∫ ∫ 

ˆˆ (( ,, ,, ˆˆ,, )) ˆˆ 33 (( ,, ,, ,, )) ˆˆ d  d  dE  dE  t  t   E   E  r  r  n n vv r  r  d  d  d  d  dE  dE  t  t   E   E  r  r  n n vv S S d  d  V  V  S S           (II.21) (II.21)

Ω

Ω

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

⋅⋅

Ω

Ω

=

=

∫ ∫ 

33 ˆˆ (( ,, ,, ˆˆ,, )) ˆˆ d  d  dE  dE  t  t   E   E  r  r  n n vv r  r  d  d  b b d  d  V  V      (II.22) (II.22)

(26)

c c ==

⎥⎥

Ω

Ω

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Σ

Σ

Ω

Ω

∫ ∫

∫ ∫ 

∫ ∫ 

∞ ∞ ˆˆ )) ,, ˆˆ ,, ,, (( )) ˆˆ ,, (( '' ˆˆ 0 0 '' '' '' '' '' 4 4 '' 3 3 d  d  dE  dE  t  t   E   E  r  r  n n  E   E   E   E  vv dE  dE  d  d  r  r  d  d  V  V  ss   π  π  (II.23) (II.23) e e ==

⎥⎥

Ω

Ω

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

Σ

Σ

∫ ∫ 

(( ,, )) (( ,, ,, ˆˆ,, )) 33 ˆˆ d  d  dE  dE  r  r  d  d  t  t   E   E  r  r  n n  E   E  r  r  vv V  V  t  t      (II.24) (II.24)

Ω

Ω

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

∂∂

∂∂

∫ ∫ 

33 ˆˆ d  d  dE  dE  r  r  d  d  t  t  n n V  V  = = a a + + b b + + c c – – d d – – e e (II.25)(II.25)

∫ ∫ 

⎢⎢

⎣⎣

⎡⎡

Ω

Ω

Σ

Σ

+

+

⋅⋅

Ω

Ω

+

+

∂∂

∂∂

V  V  t  t nn r r  E  E  t t  vv n n vv t  t  n n r  r  d  d 33 ˆˆ  ((,, ,, ˆˆ,, )) (II.26)(II.26) 0 0 ˆˆ )) ,, ˆˆ ,, ,, (( )) ,, ˆˆ ,, ,, (( )) ˆˆ ˆˆ ,, (( '' ˆˆ 0 0 44 '' '' '' '' '' ''

Ω

Ω

=

=

⎥⎥

⎦⎦

⎤⎤

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Σ

Σ

Ω

Ω

∫ ∫ ∫ ∫ 

∞ ∞ d  d  dE  dE  t  t   E   E  r  r  ss t  t   E   E  r  r  n n  E   E   E   E  vv d  d  dE  dE  ss π  π     

Volume V dipilih secara sembarang, maka agar

Volume V dipilih secara sembarang, maka agar persamaan integral volume (II.26)persamaan integral volume (II.26) selalu terpenuhi, integran dalam persamaan tersebut harus bernilai nol, yaitu : selalu terpenuhi, integran dalam persamaan tersebut harus bernilai nol, yaitu :

∫ ∫ 

=

=

=

=

V  V  any any r  r   f   f  r  r   f   f  r  r  d  d 33 (()) 00 (()) 00 (II.27)(II.27)

Bila integran pada pesamaan (II.26) bernilai nol, maka : Bila integran pada pesamaan (II.26) bernilai nol, maka :

)) ,, ˆˆ ,, ,, (( ˆˆ nn vv nn  E  E  vv t  t  n n t  t 

Ω

Ω

Σ

Σ

+

+

⋅⋅

Ω

Ω

+

+

∂∂

∂∂

  (II.28) (II.28) )) ,, ˆˆ ,, ,, (( )) ,, ˆˆ ,, ,, (( )) ˆˆ ˆˆ ,, (( '' ˆˆ '' '' '' '' '' 4 4 00 '' '' t  t   E   E  r  r  ss t  t   E   E  r  r  n n  E   E   E   E  vv dE  dE  d  d 

Ω

Ω

Σ

Σ

ss

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

+

+

Ω

Ω

=

=

∫ ∫ ∫ ∫ 

∞ ∞     π  π 

Persamaan (II.28) diatas adalah persamaan yang menggunakan fungsi kerapatan Persamaan (II.28) diatas adalah persamaan yang menggunakan fungsi kerapatan angular

angular neutron neutron nn((r r ,, E  E ,,

Ω

Ω

ˆˆ,,t t )), dan dapat diubah menjadi persamaan yang, dan dapat diubah menjadi persamaan yang menggunakan fluks angular neutron

menggunakan fluks angular neutron ϕ ϕ ((r r ,, E  E ,,

Ω

Ω

ˆˆ,,t t )) dengan menggunakandengan menggunakan persamaan (II.13).

(27)

) , ˆ , , ( ) , ( ˆ 1 t   E  r   E  r  t  v

+

Ω

+

Σ

Ω

   ϕ  ϕ  ϕ  (II.29) ) , ˆ , , ( ) , ˆ , , ( ) ˆ ˆ , ( ˆ ' ' ' ' ' 4 0 ' ' t   E  r  s t   E  r   E   E  dE  d 

Ω

Σ

s

Ω

Ω

Ω

+

Ω

=

∫ ∫ 

∞   ϕ  π 

Syarat awal : ϕ (r , E ,

Ω

ˆ,0) = ϕ 0(r , E ,

Ω

ˆ) (II.30)

Syarat batas : ϕ (r s, E ,

Ω

ˆ,t )

=

0,

 

Ω

ˆ

ejika ˆs

<

untuk seluruh0 r s pada permukaan S (II.31)

Persamaan (II.29) diatas adalah persamaan transport neutron[9].

II.3 Aproksimasi Difusi

Persamaan transport neutron (II.29) adalah persamaan yang relatif sulit untuk  dicari solusinya, karenanya pada bagian ini akan digunakan beberapa penyederhanaan dan juga aproksimasi difusi untuk mencari solusi bagi persamaan transport neutron.

Dari sudut pandang engineering, untuk keperluan perhitungan dan analisis teras reaktor, rincian lengkap mengenai kebergantungan fungsi keadaan neutron terhadap sudut

Ω

ˆ sebenarnya tidak terlalu signifikan, karenanya pertama-tama kita akan menghilangkan kebergantungan terhadap sudut

Ω

ˆ tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengintegralkan setiap suku pada persamaan transport neutron (II.29) terhadap seluruh sudut

Ω

ˆ , dan hasilnya adalah sebagai berikut : ) , , ( ) , ( ) , , ( 1 t   E  r   E  r  t   E  r   J  t  v t       φ  φ 

Σ

+

+

(II.32) ) , , ( ) , , ( ) ( ' ' 0 ' t   E  r  S t   E  r   E   E  dE 

Σ

s

+

=

∫ 

∞ φ 

(28)

) , ˆ , , ( ˆ ˆ ) , , ( 4 t   E  r  d  t   E  r   J 

=

Ω

Ω

Ω

 

∫ 

ϕ   π  (II.33) Persamaan (II.32) adalah persamaan kontinyuitas neutron[9].

Penyederhanaan selanjutnya adalah dengan menggunakan asumsi-asumsi berikut :

Seluruh neutron memiliki kecepatan (energi) yang sama (satu kecepatan)

Sumber (source) bersifat isotropik 

Interaksi hamburan (scattering) bersifat isotropik 

Maka persamaan (II.32) akan menjadi seperti berikut : ) , ( ) ( ) , ( 1 t  r  r  t  r   J  t  v t       φ  φ 

Σ

+

+

) , ( ) , (r t  S r t  s  

+

Σ

=

φ  (II.34) ) ( ) ( ) (r  sa r  t    

Σ

=

Σ

Σ

(II.35) ) , ( ) ( ) , ( 1 t  r  r  t  r   J  t  v a      φ  φ 

+

+

Σ

) , ( t r  S 

=

(II.36)

Agar persamaan (II.36) diatas dapat dipecahkan, maka kita harus mencari hubungan antara  J ( t r , )

dengan φ (r ,t ).

Pertama-tama kita akan mengalikan persamaan (II.29) dengan sudut

Ω

ˆ , kemudian mengintegralkan terhadap seluruh sudut

Ω

ˆ , dan hasilnya adalah sebagai berikut :

) , ( ) ( ) , ( 3 1 1 t  r   J  r  t  r  t   J  v tr       

Σ

+

+

φ  S1(r ,t ) 

=

(II.37) k  makroskopi transport  tion cross r  r  r  s tr  t ( )

Σ

( )

=

Σ

( )

sec

Σ

 μ    (II.38)

Suku kedua pada persamaan (II.37) diatas diperoleh dengan metode ekspansi fungsi fluks angular terhadap variabel

Ω

ˆ , kemudian menggunakan aproksimasi suku linier.

Ω

+

Ω

( , ) ˆ 4 3 ) , ( 4 1 ) , ˆ , (r  t  r  t   J  r  t  π  φ  π  ϕ  (II.39)

(29)

Kemudian dengan cara “mengurai”  J 

dan

Ω

ˆ ke vector base –nya, dan menggunakan prinsip simetri, maka akan diperoleh hasil berikut :

∫ 

∫ 

=

⎥⎦

⎢⎣

Ω

+

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

Ω

π  π  φ  π  φ  π  ϕ  4 4 ) , ( 3 1 ˆ 4 3 4 1 ˆ ˆ ˆ ) , ˆ , ( ˆ ˆ ˆ  J  d        (II.40)

Untuk mendapatkan solusi persamaan (II.36), selanjutkan akan digunakan aproksimasi difusi, dengan asumsi – asumsi sebagai berikut :

a. Fluks angular neutron dapat direpresentasikan dengan cukup baik dan valid oleh aproksimasi suku linier-nya saja, yaitu persamaan (II.39)

b. Seluruh neutron memiliki kecepatan (energi) yang sama

satu grup energi c. Sumber neutron bersifat isotropik 

d. Laju perubahan rapat arus neutron terhadap waktu adalah sangat kecil bila dibandingkan dengan frekuensi tumbukan neutron.

Dengan menggunakan asumsi (c), maka :

0 ) , ( ) , ˆ , (r 

Ω

isotropic source

S1 r t 

=

s    (II.41)

Dan dengan menggunakan asumsi (d), maka : 0 1 1

=

Σ

<<

t   J  v v t   J   J  t     (II.42)

Dengan kedua hasil diatas, maka persamaan (II.37) dapat ditulis dalam bentuk  berikut : 0 ) , ( ) ( ) , ( 3 1

+

Σ

=

t  r   J  r  t  r  tr       φ  (II.43) ) , ( 3 ) ( ) , ( ) ( 3 1 ) , ( r t  r  r t  r  t  r   J  tr  tr          φ  λ  φ 

 ⎠

 ⎞

⎝ 

⎛ 

=

⎟⎟

 ⎠

 ⎞

⎜⎜

⎝ 

⎛ 

Σ

=

(II.44)

Σ

=

) ( 1 ) ( r  r  tr  tr   

(30)

Sekarang akan didefinisikan koefisien difusi neutron D(r ), yaitu : 3 ) ( ) ( 3 1 ) ( r  r  r   D tr  tr     λ 

=

Σ

=

(II.46) ) , ( ) ( ) , (r t   D r  r t   J  

=

φ   (II.47)

Dengan persamaan (II.47) diatas, berarti kita berhasil menentukan hubungan antara  J ( t r , )

dengan φ ( t r , ), maka persamaan (II.36) dapat ditulis dalam bentuk  berikut : ) , ( ) , ( ) ( ) , ( ) ( 1 t  r  S t  r  r  t  r  r   D t  v a       

=

Σ

+

φ  φ  φ  (II.48)

Persamaan (II.48) diatas dikenal sebagai   persamaan difusi neutron satu kecepatan (satu grup)[9].

Persamaan (II.48) didapat berdasarkan beberapa asumsi dan aproksimasi, sehingga validitas-nya terbatas. Persamaan (II.48) tidak lagi valid untuk kondisi-kondisi berikut :

1. Dekat perbatasan material, atau daerah dimana sifat-sifat material berubah secara drastis pada interval jarak yang se-orde dengan mfp neutron

2. Dekat pusat sumber neutron (localized source)

3. Pada material yang memiliki kemampuan besar untuk menyerap neutron

Persamaan (II.48) adalah one equation with one unknown, sehingga solusi untuk  fluks neutron φ (r ) tentu dapat dicari.

II.4 Difusi Multigrup

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan mengenai teori difusi neutron, juga telah diturunkan persamaan difusi neutron satu kecepatan (satu grup). Model tersebut cukup baik untuk memahami konsep-konsep dasar analisis neutronik teras reaktor nuklir. Namun demikian, untuk melakukan analisis yang lebih akurat, model

(31)

Penurunan persamaan difusi satu grup dilakukan berdasarkan dua asumsi yang sangat penting :

1. diasumsikan bahwa fluks angular tidak terlalu dipengaruhi variabel sudut, sehingga efek transport tidak terlalu berperan dan aproksimasi difusi berlaku valid.

2. diasumsikan bahwa seluruh neutron di dalam teras reaktor memiliki energi yang sama (satu kecepatan/grup).

Asumsi pertama diatas biasanya memiliki validitas yang baik untuk kasus teras reaktor yang cukup besar, dengan pengecualian khusus (karena efek transport yang kuat) di daerah perbatasan, pusat sumber neutron, dan material absorber .

Asumsi yang kedua diatas merupakan kelemahan utama model difusi satu grup, karena neutron-neutron di dalam teras reaktor sebenarnya terdistribusi pada spektrum energi yang sangat lebar, yaitu dari sekitar 0.01 eV sampai sekitar 10 MeV, suatu rentang energi dengan lebar 8 orde. Selain itu, nilai cross section reaksi nuklir juga sangat dipengaruhi oleh energi neutron yang datang. Karena hal-hal tersebut diatas, maka diperlukan teknik penanganan yang lebih realistis agar bisa dilakukan analisis neutronik yang lebih akurat.

Untuk mengakomodasi variabel energi ke dalam persamaan difusi neutron, pertama kita akan mempartisi spektrum kontinyu energi neutron menjadi interval-interval energi yang diskrit, atau grup energi.

Gambar II.5 Konsep grup energi neutron

Untuk menurunkan persamaan difusi multigrup, kita akan menggunakan konsep keseimbangan neutron[9](neutron balance),sebagai berikut :

(32)

laju perubahan kebocoran absorpsi neutron muncul neu

j umlah neut ro n n eut ron dari su mber

= - - +

-neutron dari sistem di grup g neutron

digrupg (leakage) digrupg

tron neutron terhambur terhambur +

keluar dari masuk ke

grup g grup g

Berdasarkan persamaan diatas, maka terdapat dua faktor yang menambah jumlah neutron dalam suatu grup :

1. neutron muncul dalam grup g dari sumber neutron, sumber neutron ini terutama adalah reaksi fisi nuklir.

2. neutron dengan sembarang energi mengalami reaksi hamburan nuklir (scattering), sehingga energinya berubah dan termasuk dalam interval energi grup g.

Dan terdapat 3 faktor yang mengurangi jumlah neutron dalam suatu grup : 1. kebocoran neutron, yaitu neutron keluar dari teras reaktor.

2. absorpsi, yaitu neutron diserap oleh material di dalam teras reaktor

3. neutron dalam grup g mengalami reaksi hamburan nuklir (scattering), sehingga energinya berubah dan keluar dari interval energi grup g.

Berdasarkan aproksimasi difusi, maka ekspresi matematis dari persamaan keseimbangan neutron diatas adalah sebagai berikut :

' ' ' 1 ( , ) 1 ( ) ( , ) ( ) ( , ) ( , ) ( ) ( , ) ( ) ( , ) g g g ag g g G g g sg g sgg g g eff  r t  D r r t r r t   v t  S r t r r t r r t   k  φ  φ φ   χ  φ φ  =

=

∇ ⋅

+ Σ

+

− Σ

+ Σ

      (II.49)

dengan scattered-out cross section :

' ' 1 ( ) ( ) G sg sgg g r r  =

Σ

=

Σ

 (II.50)

dan suku sumber (source term) :

' ' ' ' 1 ( , ) ( ) ( , ) G g fg g g S r t v r φ  r t   =

=

Σ

   (II.51)

(33)

Pada persamaan (II.49) diatas, didefinisikan besaran cross section baru, yaitu group-transfer cross section :

Σ

sg g ' dan

Σ

sgg'. Cross section ini menggambarkan probabilitas bahwa neutron akan mengalami reaksi hamburan dan kemudian energinya berubah, sehingga berpindah grup energi, yaitu masuk atau keluar dari grup energi g.

Bila persamaan (II.49) disusun ulang, maka akan berbentuk seperti berikut :

' ' ' ' ' ' 1 ' 1 ( , ) 1 ( ) ( , ) ( ) ( , ) ( ) ( , ) ( ) ( , ) g g g tg g g G G g sgg g g fg g g eff  g r t  D r r t r r t   v t  r r t v r r t   k  φ  φ φ   χ  φ φ  = =

− ∇ ⋅

+ Σ

=

Σ

+

Σ

      (II.52)

dengan cross section total :

( ) ( ) ( )

ag r sg r tg r 

Σ

+ Σ

= Σ

Persamaan (II.52) diatas adalah   persamaan difusi multigrup[9]. Dengan menggunakan persamaan ini, maka hasil perhitungan yang diperoleh akan menjadi lebih realistis dan akurat, karena variabel energi juga telah terakomodasi.

II.5 Perhitungan Termal Hidrolik Teras Reaktor II.5.1 Pendahuluan

Bila distribusi fluks neutron φ (r ) dalam teras reaktor telah diketahui, maka distribusi kerapatan daya (  power density) dalam teras reaktor dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

) ( ) ( '' ' r   E  r  q 

=

 f 

Σ

 f φ   (II.53)

) ( '' ' r 

q  kerapatan daya volumetrik ( Watt / cm3 )

 f 

 E  energi yang dilepaskan pada satu reaksi fisi ( Joule )

(34)

Dan daya termal total teras reaktor adalah : core average t 

q

 MW 

=

''' (II.54)

 MW  daya termal teras reaktor ( Watt atau MegaWatt )

'' ' average

q

kerapatan daya rata-rata ( Watt / cm3 )

core

V  volume teras reaktor (cm3)

Teras reaktor pada umumnya berbentuk silinder, karena bila ditinjau dari faktor kebocoran neutron (neutron leakage) dan aliran coolant (coolant flow), maka geometri silinder adalah yang paling optimal dan reliable[9].

Gambar II.6 Geometri silinder teras reaktor

Berdasarkan gambar II.6 diatas, maka volume teras reaktor adalah :  H 

 R

core

=

(π  core2 ) (II.55)

Di dalam teras reaktor terdapat bermacam-macam komponen, seperti batang bahan bakar (  fuel rod ), batang kendali (control rod ),   fuel assembly, moderator,

z r Rcore 2  H  2  H 

(35)

berbagai sensor, dan lain sebagainya. Fuel rod  berbentuk menyerupai tongkat silinder dengan diameter yang biasanya kurang dari 1 cm, dan berikut ini adalah salah satu contoh gambar penampang lintangnya :

Gambar II.7 Penampang Lintang Fuel Rod

Terlihat pada gambar II.7 diatas, suatu fuel rod terdiri dari 3 komponen, yaitu : 1. fuel pellet, yang merupakan bahan bakar reaktor

2. gap, celah antara fuel pellet dan clad, biasanya diisi dengan gas inert 3. clad, selubung logam, biasanya terbuat dari zirconium alloy

Fuel rods pada fuel assembly di dalam teras reaktor dapat disusun dalam 2 jenis formasi[9], yaitu formasi segi empat (rectangular lattice geometry) dan formasi segi tiga (triangular lattice geometry). Formasi segi empat biasanya digunakan pada reaktor jenis Light Water Reactor (LWR) termal, sedangkan formasi segitiga digunakan pada reaktor jenis Fast Breeder Reactor  (FBR). Untuk perhitungan homogenisasi sel (dikerjakan menggunakan SRAC), formasi segi empat menggunakan model square cell, sedangkan formasi segi tiga menggunakan model hexagonal cell.

fuel pellet

gap

clad

(36)

Coolant di dalam teras reaktor mengalir melalui coolant channel, yaitu celah-celah diantara susunan fuel rods.

Berikut ini adalah gambar rectangular lattice geometry :

Gambar II.8 Formasi Segi Empat ( Rectangular ) Fuel Rods

Berikut ini adalah gambar triangular lattice geometry :

Gambar II.9 Formasi Segi Tiga (Triangular ) Fuel Rods

Terlihat pada gambar II.8 dan II.9 diatas, bahwa area penampang lintang coolant channel tidak berbentuk lingkaran, sedangkan untuk keperluan analisis termal

Coolant Channel Fuel Rod  pitch  p

diameter   fuel d 

Coolant Channel Fuel Rod  pitch  p

diameter   fuel d 

(37)

hidrolik, akan lebih mudah bila coolant channel berbentuk pipa silinder. Hal ini dapat diatasi dengan mendefinisikan diameter hidrolik ekuivalen D .h

Persamaan D untuk rectangular lattice geometry :h

⎟⎟

 ⎠

 ⎞

⎜⎜

⎝ 

⎛ 

=

4 1 2 F  F  h d   p d   D π  (II.56)

Persamaan D untuk triangular lattice geometry :h

⎟⎟

 ⎠

 ⎞

⎜⎜

⎝ 

⎛ 

=

2 3 1 2 F  F  h d   p d   D π  (II.57)

Dengan menggunakan konsep diameter hidrolik ekuivalen diatas, maka kita dapat melakukan perhitungan termal hidrolik, dengan menganggap coolant mengalir didalam suatu pipa silinder.

II.5.2 Konduksi panas radial pada fuel elemen

Pada bagian ini akan dibahas mengenai gradasi penurunan temperatur pada fuel elemen, dan untuk menyederhanakan perhitungan, maka akan digunakan beberapa asumsi[9], yaitu :

1. Konduksi termal pada arah radial dapat diabaikan

2. Energi fisi terdistribusi secara merata di seluruh bagian fuel 3. Transfer panas berlangsung pada keadaan tunak (steady state)

Penurunan persamaan konduktivitas termal tidak akan dibahas disini, tetapi kita akan langsung menuliskan hasilnya, yaitu :

'' '

2

'

q

FUEL

q

=

π 

(II.58) F  FUEL k  q T  π  4 '

=

Δ

(II.59)

(38)

G F  GAP h r  q T  π  2 '

=

Δ

(II.60) C  C  F  CLAD k  t  r  q T  π  2 '

=

Δ

(II.61) ) ( 2 ' C  F  S COOL t  r  h q T 

+

=

Δ

π  (II.62)

+

+

+

+

=

Δ

) ( 1 2 2 ' C  F  S F  C  C  G F  F  F  FL CL TOTAL t  r  h r  k  t  h k  r  r  q T  T  T  π  (II.63)

q'

kerapatan daya linier fuel

jari-jari fuel pellet

konduktivitas termal rata-rata pada fuel pellet

hG

koefisien transfer panas pada gap

ketebalan clad

konduktivitas termal clad

hS

koefisien transfer panas konvektif clad surface - coolant flow

CL

centerline temperature, temperatur pada pusat sumbu silinder fuel pellet

FL

 flow temperature, temperatur aliran coolant

Persamaan(II.59) sampai(II.62) diatas digunakan untuk menghitung distribusi temperatur pada fuel pellet, gap, clad, dan coolant, perhitungan ini diperlukan untuk menjamin bahwa tidak ada limit termal (thermal limitation) yang dilanggar. Dan persamaan(II.63) menghitung perbedaan temperatur (total) antara pusat sumbu fuel pellet (centerline) dengan aliran coolant (coolant  flow).

II.5.3 Konveksi panas aksial pada fuel elemen

Pada saat coolant mengalir melewati   fuel rods melalui coolant channel, maka akan terjadi proses perpindahan panas secara konveksi “paksa” ( forced  convection heat transfer ) dari permukaan  fuel rod  ke aliran coolant .

(39)

Gambar II.10 Aliran Coolant Pada Teras Reaktor

Untuk menghitung kenaikan temperatur coolant ketika melalui coolant channel, digunakan persamaan kesetaraan energi, dimana energi yang dihasilkan fuel sepanjang dz sama dengan energi yang diserap coolant ketika mengalir sejauh dz.

'( , ) P wc dT

=

q r z dz (II.64) atau '( , ) wdh q r z dz

=

(II.65)

w

laju aliran masa coolant (gr/sec)

cP

kapasitas panas molar (J/gr.C)

dT 

perubahan temperatur coolant (Celcius)

dh

perubahan enthalpy coolant (J/gr)

q r z'( , )

kerapatan daya linier (W/cm)

Hubungan laju aliran massa coolant dengan diameter hidrolik ekuivalen adalah sebagai berikut : 2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) channel H   m A 

=

ρ r v r  

=

π ρ  r r v r    (II.66) fuel rod coolant flow coolant channel 2  H   z

=

2  H   z

=

(40)

2 mass flow (gr/sec), konstan sepanjang channel

area penampang lintang coolant channel (cm ) flow rate (cm/sec)

radius hidrolik ekuivalen (0.5D ) channel  H H  m  A v r 

=

=

=

=

Pada PWR, dimana terjadi aliran coolant satu fase, kenaikan te mperatur coolant di dalam teras reaktor tidak boleh melebihi temperatur saturasi, agar coolant tidak  mendidih (boiling). Sedangkan pada BWR, dimana terjadi aliran coolant dua fase, kenaikan temperatur justru harus melebihi temperatur saturasi, agar terjadi fase uap coolant pada teras reaktor.

II.5.4 Distribusi densitas coolant

Temperatur coolant di dalam teras reaktor tidaklah homogen, melainkan berbeda-beda mengikuti distribusi kerapatan daya yang dihasilkan bahan bakar. Dan sebagaimana diketahui, densitas suatu fluida sangat dipengaruhi oleh temperaturnya, karena itu densitas coolant di dalam teras reaktor juga tidak  homogen, melainkan mengikuti distribusi temperaturnya.

Hubungan antara densitas coolant dengan temperaturnya adalah sebagai berikut :

[

]

0 0

( )T 1 (T T )

ρ

=

ρ

α  

(II.67)

koefisien perubahan densitas α 

=

Subskrip nol pada persamaan diatas menyatakan nilai referensinya.

II.5.5 Penurunan tekanan coolant

Ketika coolant mengalir melalui coolant channel, maka akan terjadi penurunan tekanan, atau yang biasa disebut sebagai pressure drop.

Terdapat 4 faktor yang menyebabkan penurunan tekanan coolant[9], yaitu : 1. friksi dari permukaan fuel rod ( friction factor ).

(41)

3. friksi pada jalur masuk dan keluar coolant di teras reaktor, yaitu efek  kontraksi dan ekspansi coolant (inlet-exit factor ).

4. elevasi atau ketinggian, yaitu pengaruh gravitasi (elevation factor ).

Ekspresi matematis dari keempat faktor diatas adalah sebagai berikut : Untuk friction factor : 2 2 ( ) ( ) ( ) ( )  friction  H  L r v r f r   P r   D  ρ 

Δ

=

    (II.68) 3

penurunan tekanan (bar) panjang channel (cm)

densitas coolant (gr/cm ) kecepatan aliran coolant (cm/s)

faktor friksi

diameter hidrolik ekuivalen (cm)  friction  H  P  L v f fanning  D  ρ 

Δ

=

=

=

=

=

=

Pada umumnya, aliran coolant di dalam teras reaktor (terutama jenis PWR) bersifat turbulen[9], oleh karena itu faktor friksi  fanning diatas biasanya dihitung dengan persamaan empiris yang dikenal sebagai Blasius Formula[9] :

0.25 5

0.0791Re , 2100 Re 10

 f 

=

<

<

(II.69)

Re bilangan Reynolds

=

Untuk grids factor dan inlet-exit factor :

Kedua faktor ini biasanya disebut sebagai   form factor , karena keduanya sama-sama diakibatkan oleh berubahnya momentum coolant karena perubahan geometri coolant channel. 2 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 2

form grids inlet exit  

 form n n P r P r P r   K r v r   P r  ρ  +

Δ

=

Δ

+ Δ

Δ

=

      (II.70)

form friction factor n

(42)

Nilai K n didapat dari hasil eksperimen, dan nilainya berbeda-beda untuk

masing-masing disain struktrur geometri.

Untuk elevation factor : ( ) ( ) elevation P r  ρ  r gdz

Δ

=

 (II.71) 2 konstanta gravitasi (cm/s ) g

=

Dengan demikian, maka penurunan tekanan total adalah jumlah dari penurunan tekanan karena masing-masing faktor diatas, yaitu :

total friction form elevation

P P P P

Δ

=

Δ

+ Δ

+ Δ

(II.72)

II.6 Perhitungan Perpindahan Panas ( Heat Transfer)

Sumber energi pada sistem PLTN terletak pada teras reaktor, dimana energi yang dimaksud adalah berupa energi panas/termal hasil reaksi fisi nuklir. Energi termal ini tidak bisa secara langsung diekstrak menjadi energi listrik, melainkan harus dikonversi dulu menjadi energi kinetik oleh turbin, yang selanjutnya dikonversi lagi menjadi energi listrik oleh generator.

Energi termal tersebut disalurkan ke turbin melalui beberapa sistem aliran (loop) fluida, sehingga sangat penting untuk dibahas mengenai mekanisme penukar panas melalui aliran fluida tersebut.

II.6.1 Perpindahan panas aliran fluida pada geometri silinder

Modul penukar panas (heat exchanger module) aliran fluida pada sistem pembangkit daya pada umumnya dirancang memiliki bentuk dasar pipa-pipa dengan geometri silinder, walaupun ada juga yang mengunakan sistem pelat, atau sistem lainnya.

(43)

Gambar II.11 Diagram skematik transfer panas pada geometri silinder

Perhatikan gambar (II.11) diatas, tabung dengan panjang L, radius dalam r1 dan

radius luar r2, terbuat dari material homogen dengan konduktivitas termal λ .

Fluida yang lebih panas dengan temperatur tf1 dan koefisien transfer panas α 1 mengalir di dalam tabung,, dan fluida yang lebih dingin dengan temperatur tf2dan

koefisien transfer panas α  di luar tabung; temperatur dinding dalam tabung2 adalah tw1dan temperatur dinding luar tabung adalah tw2.

Pada keadaan tunak (steady state), jumlah panas yang berpindah dari fluida panas ke dinding dalam tabung, kemudian konduksi pada dinding tabung, dan selanjutnya perpindahan panas dari dinding luar tabung ke fluida dingin, adalah bernilai sama[10], yaitu :

fluida panas ke dinding dalam : Q L q /

=

L

=

α π 1 d t t  1( 1f

1w) (II.73) laju perpindahan panas ( / )

laju perpindahan panas linier ( / . )  L

Q J s

q J s cm

=

=

konduksi pada dinding : 1 2 2 1 2 ( ) ln( / ) w w  L t t  q d d  πλ 

=

(II.74)

(44)

Dengan demikian, selisih temperatur dapat dihitung sebagai berikut : 1 1 1 1 1  L  f w q t t  d  π α 

=

(II.76) 2 1 2 1 1 ln 2  L w w q d  t t  d  π λ 

=

(II.77) 2 2 2 2 1  L w f  q t t  d  π α 

=

(II.78)

Maka, selisih temperatur fluida panas dengan fluida dingin dapat dihitung dengan menggabungkan ketiga persamaan diatas :

2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 ln 2  L  f f  q d  t t  d d d  π α λ α  

=

+

+

(II.79) 1 2 1  L  f f   L q t t  k  π 

=

(II.80) 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 ln 2  L d  k  d d d  α λ α  −

=

+

+

(II.81)

linear over-all heat transfer coefficient ( / . . )  L

k

=

J s Ccm

Dengan menggunakan k  L, laju perpindahan panas linier dapat dihitung sebagai

berikut :

1 2

( )

L L f f  

q k t t  

=

π 

(II.82)

Mekanisme perpindahan panas aliran fluida melalui tabung silinder, seperti telah dijelaskan diatas, secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis[11]:

1. fluida panas dan fluida dingin mengalir sejajar dalam arah yang sama ( parallel flow)

2. fluida panas dan fluida dingin mengalir sejajar dalam arah yang berlawanan (counter flow)

(45)

II.6.2 Sistem parallel flow

Gambar II.12 Sistem parallel flow

Beberapa persamaan dan konsep dasar yang digunakan dalam penurunan persamaan perpindahan panas parallel flow adalah sebagai berikut[10]:

Persamaan perpindahan panas :

1 2

( )

Q kF T T  

=

(II.83)

2

2 laju perpindahan panas (J/s)

over-all heat transfer coefficient (J/s.cm .C) area perpindahan panas (cm )

temperatur fluida (C) Q k  F  T 

=

=

=

=

Persamaan keseimbangan panas :

1 1 1  p 1( '1 1'') 2 2 2 p2( 2' 2'')

Q w f c T T

=

γ

=

w f c T T  γ 

(II.84)

2

3 laju perpindahan panas (J/s) kecepatan fluida (cm/s)

area penampang lintang aliran (cm ) densitas fluida (gr/cm )

specific heat capacity (J/gr.C) ' temperatur masuk (C) '' temperat  p Q w  f  c T  T  γ 

=

=

=

=

=

=

=

ur keluar (C)

Konsep water equivalent dari suatu fluida : (J/s.C)  p W w f c

=

γ  (II.85) 1 1 1 2 2 2 2 1 ' '' '' ' T T T W   T T T W   δ  δ 

=

=

(II.86)

Gambar

Gambar II.4 Diagram skematik reaktor nuklir PWR
Gambar II.6 Geometri silinder teras reaktor
Gambar II.7 Penampang Lintang Fuel Rod
Gambar II.9 Formasi Segi Tiga (Triangular ) Fuel Rods
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Ogan Komering Ilir No... Kabupaten Ogan Komering

Pengumpulan data Early Childhood Caries diperoleh dari hasil pemeriksaan gigi pada anak dan motivasi ibu tentang keseharan gigi diperoleh dengan menggunakan

Gambaran radiografi ameloblastoma multikistik pada CT scan yang paling sering yaitu lesi multilokular de- ngan gambaran soap bubbles bila lesi besar dan gam- baran honeycomb bila

Di dalam proses produksi pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Unit Usaha Adolina, bahan baku yang digunakan adalah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang diperolah

Kebijakan legislative mengenai perlindungan kepda saksi pelapor tindak pidana pornografi pada tingkat penyidikan dalam bentuk undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang

memasukan data fluida yang sudah dibuat ke dalam model slimtube .Simulasi dijalankan menggunakan tekanan yang berbeda pada setiap komposisi kemurnian CO 2 gas

Berdasarkan angket yang diberikan dapat dilihat bahwa jumlah pendapat yang menyatakan menyenangkan adalah 55% dan 21% menya- takan sangat menyenangkan ini berarti

saham biasa. Pada 1 Juli 2001 diberikan 500 lembar opsi saham dan setiap lembar dapat ditukar dengan 1 lembar saham biasa dengan membayar Rp. Harga pasar rata-rata saham