• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer-23 Terhadap Berbagai Komposisi Vermikompos dengan Pupuk Anorganik (N,P,K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer-23 Terhadap Berbagai Komposisi Vermikompos dengan Pupuk Anorganik (N,P,K)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23

TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN

PUPUK ANORGANIK

SKRIPSI

Oleh :

EFRIDA SARI NASUTION 080301089

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

TANGGAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG VARIETAS P-23

TERHADAP BERBAGAI KOMPOSISI VERMIKOMPOS DENGAN

PUPUK ANORGANIK

SKRIPSI

Oleh :

EFRIDA SARI NASUTION 080301089

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer-23 Terhadap Berbagai Komposisi Vermikompos dengan Pupuk Anorganik (N, P, K)

Nama : Efrida Sari Nasution

NIM : 080301089

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Agronomi

Disetujui Oleh :

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Ir. Mariati, MSc.) (Ir. Asil Barus, M.S.

NIP. 1961 0109 1986 01 2 001 NIP. 1954 0424 1982 03 1 005 )

Mengetahui,

Ketua Program Studi Agroekoteknologi

(Ir. T. Sabrina, M. Agr. Sc., Ph.D. NIP. 1964 062 019980 32001

(4)

ABSTRAK

EFRIDA SARI NASUTION: Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer 23 terhadap Berbagai Komposisi Vermikompos dan Pupuk Anorganik (N, P, K), dibimbing oleh MARIATI SINURAYA dan ASIL BARUS.

Penelitian dilakukan untuk meneliti tanggap pertumbuhan dan produksi jagung dengan berbagai komposisi pupuk organik (vermikompos) dan pupuk anorganik (N,P,K) di Jl. Bunga Terompet, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan Maret sampai Juni 2012. Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya yaitu P0 (kontrol); P1 (vermikompos 2,5 kg/plot); P2 (pupuk N, P, K 100 %); P3 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 100 %); P4 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 75 %); P5 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 50 %); P6 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 25 %); P7 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 100 %); P8 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 75 %); P9 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 50 %); dan P10 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 25 %). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, diameter tongkol, bobot 100 biji, produksi per tanaman dan produksi per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter berpengaruh tidak nyata dengan komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) kecuali diameter batang dan bobot 100 biji.

Kata kunci : Jagung, vermikompos, pupuk anorganik

(5)

ABSTRACT

EFRIDA SARI NASUTION: The Response of Growth and Yield of Maize (Zea mays L.) Pioneer 23 Variety on Some Compotition of Vermicompost and Anorganic Fertilizer (N,P,K), supervised by MARIATI SINURAYA and ASIL BARUS.

The research has been conducted to investigate the response of growth and yield of maize on some compotition of organic (vermicompost) and anorganic (N,P,K) fertilizer at Bunga Terompet street, Sempakata village chief, Medan Selayang subdistrict head, with a height of 25 metre above sea level, began March until June 2012. The design of the research was a Randomized Block Design of one factor with eleven treatments and three replications. The treatments were P0 (control); P1 (vermicompost 2,5 kg/plot); P2 (N, P, K fertilizer 100 %); P3 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 100 %); P4 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 75 %); P5 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 50 %); P6 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 25 %); P7 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 100 %); P8 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 75 %); P9 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 50 %); and P10 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 25 %). Parameters observed were plant height, plant diameters, leave width, cob diameters, 100 grain weight, production per plant and production per hectare. The results showed that all parameters were unsignificantly effected by some compotition of vermicompost and anorganic fertilizer (N,P,K) except for plant diameters and 100 grain weight.

Key words : Maize, vermicompost, anorganic fertilizer

(6)

RIWAYAT HIDUP

Efrida Sari Nasution, lahir pada tanggal 25 Maret 1991 di Medan, Kelurahan Pangkalan Mashur, Kecamatan Medan Johor, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara, anak ke-4 dari 5

bersaudara, puteri dari ayahanda Pijor Nasution dan Ibunda Duma Sari Rambe.

Pendidikan formal yang pernah diperoleh penulis antara lain : tahun 1996-2002

menempuh pendidikan dasar di SD Swasta AL AZHAR Medan; tahun 2002-2005 menempuh pendidikan di SMP Negeri 2 Medan; tahun 2005-2008 menempuh pendidikan di SMA Negeri 1 Medan dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

pada tahun 2008 melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada Departemen Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten Laboratorium Morfologi dan Taksonomi Tumbuhan dan asisten Botani Umum pada tahun 2010-2011, menjadi asisten Perancangan Percobaan pada tahun 2010-2012 serta menjadi asisten Teknologi Budidaya

Tanaman Pangan pada tahun 2011-2012. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN IV Dolok Ilir pada bulan Juli – Agustus 2011.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Tanggap Pertumbuhan

dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer-23 Terhadap Berbagai Komposisi Vermikompos Dengan Pupuk Anorganik (N,P,K) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penelitian dan skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua penulis yang telah memberi dukungan serta motivasi baik materil maupun spiritual serta atas semua perjuangan yang diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Mariati Sinuraya, MSc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing dan Bapak Ir. Asil Barus, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi banyak saran, petunjuk, bimbingan, arahan serta kepercayaan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

Demikianlah, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2012

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

RIWAYAT HIDUP ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Iklim ... 5

Tanah... 6

Vermikompos ... 7

Pupuk Anorganik (N,P,K) ... 10

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan lahan ... 18

Pengapuran ... 18

Penanaman dan Aplikasi Vermikompos ... 18

Pemupukan ... 18

Pemeliharaan Tanaman ... 19

(9)

Penyiangan ... 19

Pembumbunan... 19

Pengendalian hama dan penyakit ... 20

Panen ... 20

Pengeringan dan Pemipilan ... 20

Parameter ... 20

Tinggi Tanaman (cm) ... 20

Diameter Batang (mm) ... 21

Luas Daun (cm2) ... 21

Diameter Tongkol (mm) ... 21

Bobot 100 Biji (g) ... 21

Produksi Per Tanaman (g) ... 21

Produksi Per Hektar (ton) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Pembahasan ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tinggi tanaman jagung umur 2 - 7 MST pada pemberian

berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik ... 23

2. Diameter batang jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian

berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik ... 25 3. Bobot 100 biji jagung pada pemberian berbagai

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada 2 – 7 MST dengan pemberian berbagai komposisi

vemikompos dengan pupuk anorganik ... 24

2. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi

vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap luas daun ... 26

3. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi

vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap diameter tongkol ... 27

4. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi

vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap bobot 100 biji ... 29

5. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi

vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per tanaman ... 29 6. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

1. Deskripsi Jagung Pioneer-23 ... 41

2. Bagan Lahan Penelitian ... 42

3. Bagan Jarak Tanam Dalam Plot ... 43

4. Perhitungan pupuk ... 44

5. Jadwal Kegiatan Mingguan ... 45

6. Analisis Tanah Lahan Penelitian ... 46

7. Analisis Vermikompos ... 47

8. Data Cuaca di Kel. Sempakata Padang Bulan dan sekitarnya (BMG) ... 48

9. Tabel Rangkuman Hasil Sidik Ragam Parameter Pertumbuhan dan Produksi Jagung Akibat Pemberian Beberapa Komposisi Vermikompos dengan Pupuk Anorganik (N, P, K) ... 49

10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST (cm) ... 50

11. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST ... 50

12. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm) ... 51

13. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ... 51

14. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm) ... 52

15. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ... 52

16. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm) ... 53

17. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ... 53

18. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST (cm) ... 54

19. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST ... 54

(13)

22. Data Pengamatan Diameter Batang 2 MST (mm) ... 56

23. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 2 MST ... 56

24. Data Pengamatan Diameter Batang 3 MST (mm) ... 57

25. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 3 MST ... 57

26. Data Pengamatan Diameter Batang 4 MST (mm) ... 58

27. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST ... 58

28. Data Pengamatan Diameter Batang 5 MST (mm) ... 59

29. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 5 MST ... 59

30. Data Pengamatan Diameter Batang 6 MST (mm) ... 60

31. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST ... 60

32. Data Pengamatan Diameter Batang 7 MST (mm) ... 61

33. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 7 MST ... 61

34. Data Pengamatan Luas Daun (cm2) ... 62

35. Daftar Sidik Ragam Luas Daun ... 62

36. Data Pengamatan Diameter tongkol (mm) ... 63

37. Daftar Sidik Ragam Diameter Tongkol ... 63

38. Data Pengamatan Bobot 100 Biji (g) ... 64

39. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 Biji ... 64

40. Data Pengamatan Produksi Per Tanaman (g) ... 65

41. Daftar Sidik Ragam Produksi Per Tanaman ... 65

42. Data Pengamatan Produksi Per Hektar (ton) ... 66

43. Daftar Sidik Ragam Produksi Per Hektar ... 66

(14)

45. Foto Brangkasan Kering Tanaman Jagung Beserta Tongkol ... 68 46. Foto Hasil Tongkol Tanaman Jagung Per Plot ... 69

(15)

ABSTRAK

EFRIDA SARI NASUTION: Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas Pioneer 23 terhadap Berbagai Komposisi Vermikompos dan Pupuk Anorganik (N, P, K), dibimbing oleh MARIATI SINURAYA dan ASIL BARUS.

Penelitian dilakukan untuk meneliti tanggap pertumbuhan dan produksi jagung dengan berbagai komposisi pupuk organik (vermikompos) dan pupuk anorganik (N,P,K) di Jl. Bunga Terompet, Kelurahan Sempakata, Kecamatan Medan Selayang, dengan ketinggian tempat ± 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan Maret sampai Juni 2012. Rancangan penelitian adalah Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya yaitu P0 (kontrol); P1 (vermikompos 2,5 kg/plot); P2 (pupuk N, P, K 100 %); P3 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 100 %); P4 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 75 %); P5 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 50 %); P6 (vermikompos 2,5 kg/plot + pupuk N, P, K 25 %); P7 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 100 %); P8 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 75 %); P9 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 50 %); dan P10 (vermikompos 2 kg/plot + pupuk N, P, K 25 %). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter batang, luas daun, diameter tongkol, bobot 100 biji, produksi per tanaman dan produksi per hektar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua parameter berpengaruh tidak nyata dengan komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) kecuali diameter batang dan bobot 100 biji.

Kata kunci : Jagung, vermikompos, pupuk anorganik

(16)

ABSTRACT

EFRIDA SARI NASUTION: The Response of Growth and Yield of Maize (Zea mays L.) Pioneer 23 Variety on Some Compotition of Vermicompost and Anorganic Fertilizer (N,P,K), supervised by MARIATI SINURAYA and ASIL BARUS.

The research has been conducted to investigate the response of growth and yield of maize on some compotition of organic (vermicompost) and anorganic (N,P,K) fertilizer at Bunga Terompet street, Sempakata village chief, Medan Selayang subdistrict head, with a height of 25 metre above sea level, began March until June 2012. The design of the research was a Randomized Block Design of one factor with eleven treatments and three replications. The treatments were P0 (control); P1 (vermicompost 2,5 kg/plot); P2 (N, P, K fertilizer 100 %); P3 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 100 %); P4 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 75 %); P5 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 50 %); P6 (vermicompost 2,5 kg/plot + N, P, K fertilizer 25 %); P7 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 100 %); P8 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 75 %); P9 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 50 %); and P10 (vermicompost 2 kg/plot + N, P, K fertilizer 25 %). Parameters observed were plant height, plant diameters, leave width, cob diameters, 100 grain weight, production per plant and production per hectare. The results showed that all parameters were unsignificantly effected by some compotition of vermicompost and anorganic fertilizer (N,P,K) except for plant diameters and 100 grain weight.

Key words : Maize, vermicompost, anorganic fertilizer

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung adalah komoditi strategis kedua setelah padi, karena di beberapa daerah jagung

merupakan bahan makanan pokok setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia, karena merupakan bahan baku pada industri pangan

maupun pakan ternak terutama pakan ayam. Proporsi penggunaan jagung adalah 67% untuk bahan pakan, 25% bahan pangan, sedangkan di negara berkembang paling banyak digunakan sebagai bahan pangan (Adisarwanto dan Widyastuti, 2004).

Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2007 adalah sebesar 13.279.794 ton pipilan kering atau naik sebesar 1.670.331 ton dibandingkan dengan produksi tahun 2006 yaitu

11.609.463 ton (Badan Pusat Statistik, 2008). Produksi jagung nasional diproyeksikan tumbuh 4,63% per tahun yaitu pada tahun 2009 mencapai 13,98 juta ton dan pada tahun 2015 produksi diharapkan mencapai 17,93 juta ton (Departemen Pertanian, 2005). Peluang peningkatan

produksi jagung dalam negeri masih sangat terbuka baik melalui peningkatan produktivitas yang sekarang masih rendah (3,43 t/ha) (Zubachtirodin, dkk, 2012).

Upaya peningkatan produksi jagung baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi selalu diiringi oleh penggunaan pupuk terutama pupuk anorganik untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Namun, peningkatan produktivitas tanaman dengan menggunakan pupuk

anorganik atau pupuk buatan saja bukan merupakan langkah yang bijaksana. Sebab penggunaan pupuk NPK yang sangat intensif dapat mengakibatkan tingkat pencemaran dan kerusakan

lingkungan di lingkungan pertanian (terjadinya degradasi lahan) serta produksi justru cenderung menurun karena rendahnya bahan organik dalam tanah (Isroi, 2009 dalam

(18)

(bahan organik) secara periodik yang mengandung hara lengkap yang sekarang semakin jarang dilakukan petani.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah pemberian pupuk organik seperti vermikompos. Mashur (2001) dalam

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa vermikompos dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman hortikultura, seperti jagung manis, mentimun, melon, dan padi. Hasil analisis menunjukkan bahwa vermikompos mempunyai sifat-sifat kimia yang lebih unggul.

Hal ini dapat dilihat dari sifat-sifat kimia tanah dan vermikompos seperti kandungan unsur hara N dan P didalam vemikompos lebih tinggi, begitu pula dengan C-organik dan bahan organik

tanah. Atas dasar sifat-sifat vermikompos tersebut dapat diharapkan pemberian vemikompos ini dapat meningkatkan status hara N, P dan K serta serapannya untuk tanaman jagung. Jagung membutuhkan pupuk organik atau kompos sebanyak 1-2 genggam atau 50-75 gr/tanaman,

sehingga takaran pupuk kandang atau kompos yang diperlukan adalah 3,5-5 ton/ha (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008).

Sirwin, dkk (2007) mengemukakan bahwa vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh

cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah.

Oleh karena itu, penggunaan bahan organik perlu mendapat perhatian dalam budidaya tanaman mengingat banyaknya lahan yang telah mengalami degradasi bahan organik. Di samping mahalnya pupuk anorganik (urea, ZA, SP-36 dan KCl), penggunaan pupuk anorganik

secara terus-menerus tanpa tambahan pupuk organik dapat menguras bahan organik tanah dan menyebabkan degradasi kesuburan hayati tanah (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

(19)

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul tanggap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) varietas Pioneer-23 terhadap

pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K).

Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan komposisi pupuk yang tepat dan sesuai dari

pemberian berbagai vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) varietas Pioneer-23.

Hipotesis Penelitian

Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) varietas

Pioneer-23.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan untuk mendapatkan informasi tentang komposisi vermikompos dan pupuk anorganik yang tepat yang mampu memberikan pertumbuhan dan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tanaman Jagung

Klasifikasi tanaman jagung dalam Rukmana (1997) sebagai berikut : Kingdom : Plantae ;

Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ; Class : Monocotyledoneae ; Ordo : Graminales ; Family : Graminaceae ; Genus : Zea dan Spesies : Zea mays L.

Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Mulanya setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku

pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat yang membantu menyangga tegaknya tanaman.

Akar ini tumbuh di atas permukaan tanah, rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Batang jagung berbentuk padat (solid) yang mempunyai jumlah ruas antara 8-21 ruas

tetapi pada umumnya adalah 14 ruas. Tinggi batang jagung tergantung pada varietasnya, yang normal adalah antara 2-3 meter dan untuk penampang batangnya sekitar 3-4 cm. Pada tiap buku

jagung terdapat satu daun, dimana kelopak daun membungkus batangnya (Tobing, dkk, 1995). Daun jagung memiliki lebar yang agak seragam dan tulang daunnya terlihat jelas dengan banyak tulang daun kecil sejajar dengan panjang daunnya. Pelepah daun jagung terbentuk pada

buku dan membungkus rapat-rapat panjang batang utama. Kedudukan daun jagung berselang-seling dan bentuknya seperti rumput (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

(21)

salah satu ketiak daun. Bunga betina berbentuk gada, putih panjang dan biasa disebut rambut jagung (Tobing, dkk, 1995).

Buah jagung berupa tongkol yang ditutupi oleh kelobot. Tongkol jagung stadium muda disebut jagung semi atau baby corn (Rukmana, 1997).

Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada tongkol sesuai dengan letak bunga (rambut

jagung). Biji dibungkus oleh perikarp yang terdiri dari embrio dan endosperm dimana embrio terdiri dari plumula, radikula, dan skutellum. Bentuk biji jagung tergantung varietasnya, ada

yang bulat, berbentuk gigi dan sebagainya. Sama halnya dengan warna biji jagung yang bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange dan merah atau pun hampir hitam yang tergantung varietasnya juga (Tobing, dkk, 1995).

Syarat Tumbuh Iklim

Walaupun asal tanaman jagung berada di daerah tropis tetapi karena banyaknya tipe-tipe dan variasi sifat-sifat yang dimilikinya, jagung dapat menyebar luas dan dapat tumbuh baik pada berbagai iklim (Tobing, dkk, 1995).

Untuk pertumbuhannya tanaman jagung dapat hidup baik pada suhu antara 26,5 - 29,50C.

Bila suhu diatas 29,50C maka air tanah cepat menguap sehingga mengganggu penyerapan unsur hara

oleh akar tanaman. Sedangkan suhu dibawah 16, 50C akan mengurangi kegiatan respirasi

(Irfan, 1999).

Tanaman akan tumbuh normal pada curah hujan yang berkisar 250-500 mm pertahun.

Curah hujan kurang atau lebih dari angka yang di atas akan menurunkan produksi. Air banyak dibutuhkan pada waktu perkecambahan dan setelah berbunga. Tanaman membutuhkan air lebih

(22)

mulai kuning, air tidak diperlukan lagi. Idealnya tanaman jagung membutuhkan curah hujan 100-125 mm perbulan dengan distribusi merata (Tobing, dkk, 1995).

Kekurangan air dalam waktu singkat pada umumnya dapat di toleransi dan hanya berpengaruh kecil terhadap perkembangan biji. Namun, kekurangan air yang berkepanjangan setelah penyerbukan dapat secara nyata menurunkan bobot kering biji. Pada kondisi tersebut,

pertumbuhan biji sebagian disokong oleh mobilisasi asimilat yang tersimpan di batang (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanaman jagung menghendaki penyinaran sinar matahari yang penuh. Di tempat-tempat yang teduh, pertumbuhan jagung akan merana dan tidak mampu membentuk tongkol (Najiyati dan Danarti, 1995).

Tanah

Jagung di Indonesia kebanyakan ditanam di dataran rendah baik di tegalan tadah hujan

maupun sawah irigasi. Sebagian terdapat juga di daerah pegunungan ketinggian 1000-1800 m di atas permukaan laut. Hampir semua tanah dapat digunakan untuk menanam jagung, tetapi tanah geluh (lempung) yang gembur adalah tanah yang terbaik. Selain itu tanah yang dikehendaki

adalah tanah yang gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerase dan drainase yang baik (Tobing, dkk, 1995).

Pada tanah berpasir, tanaman jagung hibrida bisa tumbuh dengan baik asalkan kandungan unsur hara cukup tersedia. Pada tanah berat atau sangat berat, seperti tanah grumosol, jagung hibrida masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila drainase dan aerasi diperbaiki.

(23)

Kemasaman tanah (pH) yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal tanaman jagung adalah antara 5,5-6,5, tetapi yang paling baik adalah 6,8. Kemasaman tanah di bawah 5,5 kurang

baik untuk pertanaman jagung sehingga tanah tersebut perlu dikapur (Tobing, dkk, 1995).

Vermikompos

Mashur (2001) dalam

Bahan organik mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kesuburan fisik,

kimia, dan biologi tanah. Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih porous sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan dengan tanah yang

mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar (Susanto, 2002).

Sirwin, dkk (2007) mengemukakan bahwa vermikompos adalah

kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau

pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain.

Yuwono (2002) dalam

Selanjutnya dinyatakan juga bahwa bahan organik mengurangi keracunan kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah masam dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ Astuti (2010) mengemukakan bahwa dekomposisi pupuk organik

mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesuburan tanah. Pengaruh langsung disebabkan karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi, sedangkan pengaruh tidak

(24)

dan Hg2+ serta kation-kation unsur mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya (Samosir, 1994 dalam

Vermikompos dapat meningkatkan hara dalam tanah karena mengandung nitrogen, fosfor, kalium dan unsur-unsur mikro seperti sulfur, boron, dan zinc, yang dapat meningkatkan kapasitas tukar kation. Vermikompos dapat meningkatkan porositas tanah, meningkatkan

kemampuan mengikat air, menstabilkan struktur tanah seperti mengurangi pemadatan tanah,

meningkatkan infiltrasi, dan menurunkan pengaruh logam-logam berat

(Samosir, 1994

Arif, 2006).

dalam

Marinari et al. (1999) Arif, 2006).

dalam

Menggunakan vermikompos banyak manfaat dan keunggulannya, karena vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn,

AI, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan. Vermikompos juga merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah dimana dengan nutrisi tersebut mikroba pengurai

bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Vermikompos juga banyak mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu campuran yang komplit, terdiri atas bahan-bahan yang berwarna

gelap yang tidak larut dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat organik yang larut (asam-asam dan gula). Kesuburan tanah ditemukan oleh kadar humus pada lapisan olah

tanah. Makin tinggi kadar humus (humic acid) makin subur tanah tersebut. Kesuburan seperti ini Arif (2006) menunjukkan bahwa pada tanaman jagung (Zea mays), penambahan vermikompos dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim tanah yang

menguntungkan seperti asam fosfatase, dehydrogenase dan protease BAA. Aktivitas enzim tersebut berkorelasi dengan sifat fisik tanah seperti porositas, yaitu meningkatkan pori makro

(25)

dapat diwujudkan dengan menggunakan pupuk organik berupa vermikompos, karena vermikompos mengandung humus sebesar 13,88% (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup, 2007).

Selain itu, menurut Edwards and Neuhauser (1988) bahwa kelebihan vermikompos tidak hanya komposisi hara yang lebih baik, tapi juga perannya dalam meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama serta vermikompos diyakini mempunyai kelebihan dalam

pengkayaan mikroorganisme dalam tanah. Penelitian Subler, Edwards dan Metzger (1998) menunjukkan bahwa vermikompos mempunyai komunitas mikrobiologi yang berbeda dan

aktivitas mikroba kumulatif yang lebih besar dibanding kompos.

Kandungan Nitrogen vermikompos berasal dari perombakan bahan organik yang kaya Nitrogen dan perkembangan mikroba yang bercampur dengan tanah dalam sistem pencernaan

cacing tanah. Peningkatan kandungan Nitrogen dalam bentuk vermikompos selain disebabkan adanya proses perombakan bahan organik yang kaya akan mineral dari cacing tanah yang telah

mati, juga oleh urin (cairan dan kotoran) yang dihasilkan, dan proses pencernaan bahan organik dari tubuhnya yang kaya Nitrogen (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup, 2007).

Mutu atau kualitas vermikompos tergantung pada jenis bahan atau pakan yang

digunakan, jenis cacing dan umur pembuatan vermikompos. Vermikompos yang dihasilkan dengan menggunakan cacing tanah Eisenia foetida mengandung unsur-unsur hara seperti: N total

1,4 - 2,2%, P 0,6-0,7%, K 1,6 - 2,1%, C/N rasio 12,5 - 19,2; Ca 1,3 - 1,6%, Mg 0,4 - 0,95, pH 6,5 - 6,8 dengan kandungan bahan organik mencapai 40,1 – 48,7% sedangkan vermikompos dari cacing tanah Lumbricus rubellus mengandung unsur hara: C 20,20%. N 1,58%, C/N 13, P 70,30

mg/100g, K 21,80 mg/100g, Ca 34,99 mg/100g, Mg 21,43 mg/100g, S 153,70 mg/kg, Fe 13,50 mg/kg, Mn 661,50 mg/kg, AI 5,00 mg/kg, Na 15,40 mg/kg, Cu 1,7 mg/kg, Zn 33,55 mg/kg, Bo

(26)

komposnya berwarna hitam kecoklatan hingga hitam, tidak berbau, bertekstur remah dan matang (C/N < 20) (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup, 2007).

Pupuk Anorganik (N, P, K)

Tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah. Hara N, P, dan K diperlukan dalam jumlah lebih banyak dan sering kekurangan, sehingga

disebut hara primer. Hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang dan disebut hara sekunder. Hara primer dan sekunder lazim disebut hara makro. Hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan

Cl diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit, disebut hara mikro. Unsur C, H, dan O diperoleh dari air dan udara (Syafruddin, dkk, 2006).

Pada tanaman jagung, faktor yang harus diperhatikan adalah ketersediaan air, unsur hara

dan penyinaran. Karena kekeringan dan kekurangan nutrisi 10-14 hari sebelum keluarnya bunga betina akan sangat mengurangi jumlah bakal biji yang terbentuk. Awal fase generatif sampai

terjadi persarian merupakan fase kritis kedua selama pertumbuhan tanaman jagung. Kerusakan umumnya terjadi pada fase ini umumnya permanen (Tobing, dkk, 1995).

Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfir, yang takarannya mencapai 78 persen volume, dan sumber lainnya senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui menjadi komponen pelikan oleh karena

wataknya yang mudah larut air. Watak ini juga menjadikan endapan-endapan nitrogen yang cukup banyak hanya ditemui di daerah beriklim kering dan itupun terbatas secara setempat (Mas’ud, 1999).

(27)

2) Dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau.

3) Meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman 4) Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan

5) Meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah

(Sutedjo, 2002).

Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3- atau NH4+ dari tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah 2 %- 4% berat kering. Tanaman dilahan kering umumnya menyerap ion nitrat NO3- relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ion NH4+ (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui pencucian atau penguapan. Daerah dengan curah hujan tinggi, pencucian merupakan penyebab kehilangan nitrogen yang terbesar

begitu juga dengan erosi tanah. Hai ini disebabkan umumnya nitrogen bermuatan negatif (nitrat) sehingga tidak terpegang oleh mineral liat yang sama muatan listriknya. Walaupun ion ammonium yang bermuatan positif dapat diserap oleh partikel liat, namun ion ini dapat berubah

dengan cepat ke bentuk nitrat (Ashari, 1995).

Tanaman akan tumbuh dengan lambat bila mana kekurangan nitrogen, tampak kurus,

kerdil dan berwarna pucat dibanding dengan tanaman sehat. Kekurangan nitrogen membatasi produksi protein dan bahan-bahan penting lainnya dalam pembentukan sel-sel baru. Kecepatan pertumbuhan tanaman berjalan proporsional dengan suplai nitrogen (Nyakpa, dkk, 1988).

(28)

dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis (Lingga dan Marsono, 2001).

Sumber dan cadangan posfor (P) alam adalah kerak bumi yanag kandungannya mencapai 0,12 % P, dalam bentuk batuan, fosfat, endapan guano dan endapan fosil tulang. Pelikan organik tanah yang mengandung P antara lain: asam nukleat, fitin dan turunannya, fosfolida,

fosfoprotein, fosfat inositol dan fosfat metabolik (Mas’ud, 1999).

Peranan Fosfor untuk tanaman adalah dapat mempercepat dan memperkuat pertumbuhan

tanaman muda menjadi tanaman muda pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dapat meningkatkan produksi biji-bijian (Kartasapoetra dan Sutedja, 2005).

Phospor diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO42- atau tergantung dari nilai pH tanah. Phospor sebagian besar berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber

phospor didalam tanah cukup banyak (Novizan, 2005).

Di dalam tanaman Fosfor merupakan unsur yang mobil dan bilamana terjadi kekurangan unsur ini pada suatu tanaman maka Fosfor pada jaringan-jaringan tua akan di translokasikan ke

jaringan yang masih efektif. Apabila terjadi kekurangan unsur Fosfor akan menghambat pertumbuhan tanaman dan gejalanya sulit diketahui sebagaimana gejala-gejala yang kelihatan

pada tanaman-tanaman yang kurang unsur Nitrogen dan Kalium (Nyakpa, dkk., 1988).

Damanik, dkk (2010) menyatakan bahwa pada tanah asam kelarutan daripada unsur Fe, Al dan Mn sangat tinggi sehingga cenderung mengikat ion-ion fosfat menjadi fosfat tidak larut

(29)

Anion-anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al dan Fe dari dalam larutan tanah kemudian membentuk senyawa komplek yang bersifat sukar larut.

Fungsi utama kalium (K) ialah membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium pun berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah, tidak mudah gugur (Lingga dan Marsono, 2001).

Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Di dalam tanah, ion tersebut bersifat sangat dinamis. Kandungan kalium sangat tergantung pada jenis mineral pembentuk tanah dan

kondisi cuaca setempat. Kaliumlah yang jumlahnya paling melimpah di permukaan bumi (Novizan, 2005).

Gejala yang terjadi pada daun terjadi secara setempat-setempat. Pada permulaannya

tampak agak mengerut dan kadang-kadang mengkilap. Gejala yang terdapat pada batang, yaitu batangnya lemah dan pendek-pendek, sehingga tanaman tampak kerdil (Kartasapoetra dan

Sutedjo, 2005).

Hubungan dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan

akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman (Agustina, 1990 dalam Sutardi, 2007). Dan Goenadi (2006) dalam Tuherkih dan Sipahutar (2008) menyatakan bahwa pemupukan P yang

(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Bunga Terompet Kelurahan Sempakata Padang

Bulan, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2012 (4 bulan).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung varietas Pioneer-23 (deskripsinya dapat dilihat pada lampiran 1), Pupuk Urea, SP-36, KCl, vermikompos, pestisida

dan air.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sabit, knapsack, gembor,

meteran, timbangan analitik, tugal, pacak sampel, label, moisturize tester, tali plastik, ember, pisau, plastik bening, plakat nama, alat tulis dan kalkulator.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial dengan 11 perlakuan dan 3 ulangan dimana :

Aplikasi I, II dan III.

1. P0 = Tanpa pupuk (perlakuan kontrol) 2. P1 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha)

3. P2 = 150 g urea/plot (300 kg/ha) + 50 g SP-36/plot (100 kg/ha) + 25 g KCl/plot (50 kg/ha) 4. P3 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 150 g urea/plot (300 kg/ha) + 50 g SP-36/plot (100

kg/ha) + 25 g KCl/plot (50 kg/ha)

(31)

6. P5 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 75 g urea (150 kg/ha) + 25 g SP-36 (50 kg/ha) + 12,5 g KCl (25 kg/ha)

7. P6 = 2,5 kg vermikompos/plot (5 ton/ha) + 37,5 g urea (75 kg/ha) + 12,5 g SP-36 (25 kg/ha) + 6,25 g KCl (12,5 kg/ha)

8. P7 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 150 g urea/plot (300 kg/ha) + 50 g SP-36/plot (100 kg/ha) + 25 g KCl/plot (50 kg/ha)

9. P8 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 112,5 g urea (225 kg/ha) + 37,5 g SP-36 (75 kg/ha) + 18,75 g KCl (37,5 kg/ha)

10. P9 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 75 g urea (150 kg/ha) + 25 g SP-36 (75 kg/ha) + 12,5 g KCl (25 kg/ha)

11. P10 = 2 kg vermikompos/plot (4 ton/ha) + 37,5 g urea (75 kg/ha) + 12,5 g SP-36 (25 kg/ha) + 6,25 g KCl (12,5 kg/ha)

Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah plot : 33 plot

Ukuran plot : 250 cm x 200 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 75 cm

Jumlah tanaman/plot : 32 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 1056 tanaman Jumlah sampel/plot : 5 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 165 tanaman

Jarak tanam : 70 cm x 25 cm

(32)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yij = μ + ρi + αj + ∑ij

Yij = Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat perlakuan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik (N, P, K) pada taraf ke-j

μ = Nilai tengah ρi = Efek dari blok ke-i

αj = Efek perlakuan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik

(N, P, K) pada taraf ke-j

∑ij = Galat percobaan dari blok ke-i dan pemberian berbagai komposisi vermikompos

dengan pupuk anorganik (N, P, K) pada taraf ke-j

(33)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan untuk penelitian diolah dengan menggunakan cangkul dengan

kedalaman olah tanah 15-25 cm. Pengolahan dilakukan hingga tanah menjadi gembur, rata dan bersih dari sisa-sisa gulma dan perakaran. Dibuat plot-plot percobaan dengan ukuran 250 cm x

200 cm dengan pembatas parit di sekeliling lahan dengan lebar 50 cm yang berfungsi sebagai saluran drainase dan batas antar plot 30 cm. Bagan lahan penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.

Pengapuran

Setelah plot-plot percobaan dibuat, dilakukan pengapuran dikarenakan hasil analisis

tanah penelitian memiliki pH yang rendah yaitu 4,6. Pengapuran dilakukan dengan menaburi dolomite dengan dosis 1 kg/ plot (2 ton/ha) di atas plot-plot penelitian lalu tanah diolah dengan menggunakan cangkul agar dolomite tercampur merata dengan tanah. Setelah itu dibiarkan 1

minggu sebelum penanaman dilakukan.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan menugal sedalam 5 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 70 cm x 25 cm. Setiap lubang ditanam dua biji jagung. Jagung ditanam dengan barisan tegak lurus dengan arah matahari terbit atau sejajar dengan arah Utara – Selatan. Bagan

penanaman dalam plot dapat dilihat pada lampiran 3.

Pemupukan

(34)

masing-masing. Cara pengaplikasian pupuknya adalah dengan cara larikan dimana jaraknya sekitar 5 cm dari tanaman.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan pada sore hari mulai dari penanaman sampai umur 3 MST

(penyiraman tidak dilakukan pada musim hujan). Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan selama tanaman berumur 2 MST. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya tidak baik. Bahan sisipan diambil dari

bibit tanaman cadangan yang sama pertumbuhannya dengan tanaman di lapangan.

Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada umur 2 MST dengan cara memotong salah satu tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dengan pisau dan setiap lubang tanam ditinggalkan satu tanaman.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan 1-2 kali seminggu mulai dari penanaman sampai tanaman jagung

berumur 7 MST dengan cara manual atau menggunakan cangkul dan sabit dengan membersihkan gulma yang ada di lahan penelitian.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan pada saat penyiangan dilakukan. Tujuan pembumbunan adalah untuk menutup akar yang terbuka dan membuat pertumbuhan tanaman menjadi tegak atau kokoh

(35)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis

dengan konsentrasi 0,5 cc/l dan fungisida Antracol dengan dosis 3 gr/l air pada 4 MST.

Panen

Jagung dipanen pada umur 14 MST (96 hari) yaitu tanaman telah ditandai dengan daun

mengering, kelobot berwarna kuning, biji kering dan mengkilat serta bila ditekan dengan kuku tidak meninggalkan bekas. Cara panen jagung adalah dengan memutar tongkol berikut

kelobotnya atau dengan mematahkan tangkai buah jagung.

Pengeringan dan Pemipilan

Setelah panen, dilakukan pengeringan tongkol jagung selama 3 hari di bawah sinar

matahari dan kadar air biji pipilan diukur di Laboratorium dengan mouisturize tester dimana hasil kadar air yang diperoleh adalah 11 %. Penjemuran dilakukan di atas lantai dengan cara

diserakkan secara merata.

Parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi yaitu dengan menggunakan meteran. Pengukuran pertama dilakukan pada umur 2 Minggu Setelah Tanam

(MST) sampai 7 MST dengan interval satu minggu.

Diameter Batang (mm)

Diameter batang tanaman jagung diukur dengan menggunakan jangka sorong sebanyak 2

(36)

berkisar 15 cm dari permukaan tanah. Pengukuran pertama mulai dilakukan pada umur 2 Minggu Setelah Tanam (MST) dengan interval satu minggu sekali sampai 7 MST.

Luas Daun (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan secara manual dengan menggunakan rumus : (panjang x lebar) x 0,75. Daun yang diukur adalah daun ke-7 dengan cara mengukur panjang dari pangkal

sampai ujung daun dan lebar bagian daun yang terlebar dengan alat meteran kain. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 7 MST.

Diameter Tongkol (mm)

Diameter tongkol diukur pada bagian tengah tongkol terbesar setelah kelobot dikupas. Pengukuran diambil dengan menggunakan alat jangka sorong dan dilakukan setelah pemanenan.

Bobot 100 Biji (g)

Diambil 100 biji secara acak per sampel dari tongkol jagung yang telah dijemur dan

dipipil. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dimana kadar air biji jagung adalah 11 %.

Produksi per tanaman (g)

Produksi pipilan kering per tanaman dihitung dengan menimbang biji pipilan masing-masing tongkol per tanaman dimana kadar airnya 11 %.

Produksi per Hektar (Ton)

Produksi pipilan kering per hektar merupakan proyeksi dari produksi pipilan kering per

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman pada umur 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 minggu setelah tanam

(MST) dicantumkan pada Lampiran 10, 12, 14, 16, 18 dan 20, sedangkan sidik ragam masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 11, 13, 15, 17, 19 dan 21. Berdasarkan sidik

[image:37.612.71.472.352.570.2]

ragam tersebut terlihat bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman (cm). Perkembangan tinggi tanaman secara ringkas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinggi tanaman jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik

Perlakuan Tinggi Tanaman

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST ………...cm…...……… P0 35,27 53,73 84,18 125,69 164,03 199,71 P1 33,47 50,05 78,42 120,35 162,63 208,72 P2 35,74 55,65 86,48 127,19 166,24 206,90 P3 33,49 50,95 80,74 121,68 166,82 210,21 P4 34,69 53,56 83,97 128,09 172,29 211,81 P5 33,63 49,75 78,53 120,35 160,93 200,65 P6 36,53 54,61 85,13 130,73 174,28 214,21 P7 31,74 48,83 74,08 112,00 152,06 194,93 P8 38,01 56,93 89,01 131,51 172,56 214,18 P9 32,70 49,11 78,03 118,53 157,43 198,55 P10 34,45 53,62 82,85 125,25 165,22 206,05

Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa tinggi tanaman jagung tertinggi terdapat di perlakuan P6 yaitu 214,21 cm. Sedangkan yang terendah terdapat di perlakuan P7 pada semua umur dari

(38)

Kurva pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada 2 – 7 MST dengan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada 2 – 7 MST dengan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik

Diameter Batang (mm)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam dari parameter diameter batang pada umur 2 – 7 MST dapat dilihat pada Lampiran 22 – 33. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa

pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman (mm). Diameter batang (mm) pada umur 2, 3, 4, 5, 6, dan 7

[image:38.612.79.445.150.416.2]
(39)
[image:39.612.73.471.100.377.2]

Tabel 2. Diameter batang jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik

Perlakuan Diameter Batang

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST ………..mm………..

P0 20,77 54,00 125,33 166,33 195,67 240,67 P1 22,40 60,00 156,00 193,00 235,67 264,00 P2 21,47 58,00 142,67 205,00 231,00 259,83 P3 21,47 61,33 142,67 197,33 223,33 249,33 P4 21,30 58,67 155,00 191,00 230,33 254,33 P5 21,30 60,67 137,67 201,67 231,00 259,33 P6 23,07 75,00 155,67 212,00 238,33 269,33 P7 21,97 46,67 140,67 194,80 225,00 262,67 P8 20,87 66,67 158,00 213,67 227,33 259,00 P9 21,10 65,33 142,33 200,00 216,67 250,67 P10 19,40 64,67 156,33 215,33 243,33 271,33 Keterangan :

Kontras 1 = P0 vs (P1-P10) Kontras 5 = P4 vs (P5-P10) Kontras 9 = P8 vs (P9-P10) Kontras 2 = P1 vs (P2-P10) Kontras 6 = P5 vs (P6-P10) Kontras 10 = (P9 vs P10) Kontras 3 = P2 vs (P3-P10) Kontras 7 = P6 vs (P7-P10)

Kontras 4 = P3 vs (P4-P10) Kontras 8 = P7 vs (P8-P10)

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa diameter batang tanaman jagung tertinggi di perlakuan P6 yaitu 269,33 mm. Sedangkan diameter batang tanaman jagung terendah terdapat di perlakuan

P0 pada semua umur dari tanaman jagung.

Berdasarkan hasil sidik ragam yang dapat dilihat pada Lampiran 23, 25, 27, 29, 31 dan 33

dapat diketahui bahwa C7 (P6 vs (P7-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 2 MST, C7 (P6 vs (P7-P10)) dan C8 (P7 vs (P8-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 3 MST serta C1 (P0 vs (P2-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 4, 5, 6 dan

7 MST.

Luas Daun (cm2)

(40)
[image:40.612.77.466.130.340.2]

Histogram dari pengaruh berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap luas daun ditampilkan pada gambar 2.

Gambar 2. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap luas daun

Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa luas daun (cm2) tanaman jagung tertinggi terdapat di perlakuan P4 (767,56 cm2), sedangkan yang terendah pada P9 (710,63 cm2).

Diameter Tongkol (mm)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap diameter tongkol

jagung (mm) (lampiran 36 – 37).

Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk

(41)
[image:41.612.80.470.81.305.2]

Gambar 3. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap diameter tongkol

Dari Gambar 3. dapat dilihat bahwa, diameter tongkol (mm) jagung tertinggi terdapat di perlakuan P10 (448,77 mm) sedangkan yang terendah pada P2 (437,10 mm).

Bobot 100 Biji (g)

Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam parameter bobot 100 biji (g) dapat dilihat pada Lampiran 38 – 39. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai

(42)
[image:42.612.77.471.101.364.2]

Tabel 3. Bobot 100 biji jagung pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik

Perlakuan Rataan

P0 27.80

P1 28.27

P2 29.03

P3 30.47

P4 32.37

P5 30.03

P6 31.40

P7 29.17

P8 31.27

P9 30.13

P10 31.40

Keterangan :

Kontras 1 = P0 vs (P1-P10) * Kontras 6 = P5 vs (P6-P10) tn

Kontras 2 = P1 vs (P2-P10) * Kontras 7 = P6 vs (P7-P10) tn

Kontras 3 = P2 vs (P3-P10) * Kontras 8 = P7 vs (P8-P10) *

Kontras 4 = P3 vs (P4-P10) tn Kontras 9 = P8 vs (P9-P10) tn

Kontras 5 = P4 vs (P5-P10) * Kontras 10 = (P9 vs P10) tn

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa pada C1, C2, C3 C5 dan C8 memberi pengaruh yang

nyata terhadap bobot 100 biji. Pada C1 disimpulkan perlakuan yang diberi pupuk lebih baik tanpa yang diberi pupuk, pada C2 dan C3 disimpulkan perlakuan yang diberi berbagai komposisi

vermikompos dengan pupuk anorganik lebih baik dengan perlakuan yang hanya diberi pupuk organik maupun pupuk anorganik. Dan pada C5 disimpulkan bahwa perlakuan (P5-P10) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P4 serta pada C8 disimpulkan perlakuan (P8-P10) lebih

baik dibandingkan dengan perlakuan P7.

Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk

(43)
[image:43.612.77.454.66.236.2]

Gambar 4. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap bobot 100 biji

Dari Gambar 4. dapat dilihat bahwa perlakuan yang terbaik terdapat di perlakuan P4 yaitu 2,5 kg vermikompos + 112,5 g urea + 37,5 g SP-36 + 18,75 g KCl.

Produksi Per Tanaman (g)

Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per tanaman (g). Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran

40 – 41.

Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk

anorganik terhadap produksi per tanaman ditampilkan pada gambar 5.

[image:43.612.85.464.505.683.2]
(44)

Dari Gambar 5. dapat dilihat bahwa produksi per tanaman jagung tertinggi terdapat di perlakuan P4 (163,03 g) sedangkan yang terendah terdapat di perlakuan P7 (145,68 g).

Produksi Per Hektar (ton)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per hektar (ton) (Lampiran 42 – 43).

[image:44.612.72.455.257.425.2]

Histogram dari pengaruh berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per hektar ditampilkan pada gambar 6.

Gambar 6. Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap produksi per hektar

Dari Gambar 6. dapat dilihat bahwa produksi per hektar jagung tertinggi terdapat di perlakuan P4 (9,32 ton) sedangkan yang terendah terdapat di perlakuan P7 (8,32 ton).

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, luas

daun, diameter tongkol, produksi per tanaman, produksi per hektar kecuali diameter batang dan bobot 100 biji.

Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak

(45)

antara masing-masing perlakuan (Tabel 1). Hal ini diduga karena curah hujan cukup tinggi selama umur 2 – 7 MST (Lampiran 8) sehingga pupuk N mudah tercuci dan pengaruh pemberian

dari pupuk anorganik tidak begitu terlihat untuk semua perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ashari (1995) yang menyatakan bahwa nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui pencucian atau penguapan. Daerah dengan curah hujan tinggi, pencucian merupakan

penyebab kehilangan nitrogen yang terbesar begitu juga dengan erosi tanah. Sedangkan peran unsur N sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dimana hal ini sejalan dengan

Sutedjo (2002) yang menyatakan fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah sebagai berikut: untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman; dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau; meningkatkan kadar protein dalam

tubuh tanaman; meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan dan meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah.

Dari hasil penelitian bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap diameter batang tanaman, hal ini diduga karena berkaitan dengan ketersediaan fosfor di dalam tanah dimana ketersediaannya dipengaruhi oleh pH dan

jumlah serta tingkat pelapukan bahan organik. Pada umur 2 MST C7 (P6 vs (P7-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang, hal ini diduga karena bahan organik (vermikompos) 2

kg/plot telah cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman pada saat umur 2 MST dibanding 2,5 kg/plot sehingga walau diberi 2,5 kg/plot kemampuan tanaman untuk menyerap tidak bisa lagi. Hal tersebut diduga juga karena peranan utama pemberian bahan organik adalah untuk

memperbaiki dan meningkatkan kesuburan, baik kimia, fisik maupun biologi tanah. Hal ini sesuai

dengan pendapat Yuwono (2002) dalam Astuti (2010) yang mengemukakan bahwa dekomposisi

(46)

pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan akumulasi pupuk organik tanah yang pada gilirannya

akan meningkatkan penyediaan unsur hara bagi tanaman. Pengaruh langsung dan tidak langsung

dapat terjadi jika kadar pupuk organik dalam tanah dapat dipertahankan. Hal tersebut juga diduga

karena pemberian dosis pupuk yang lebih belum tentu memberikan hasil yang baik. Hal ini sejalan

dengan Agustina (1990) dalam Sutardi (2007) yang menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk

dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya

hasil tanaman. Pada C7 (P6 vs (P7-P10)) dan C8 (P7 vs (P8-P10)) berpengaruh nyata pada diameter batang umur 3 MST, disimpulkan bahwa pengkomposisian vermikompos dengan pupuk anorganik yang baik terdapat di perlakuan P8-P10, hal ini diduga karena bahan organik

yang diberi mampu mengikat Al, Fe, Mn pada tanah dimana kandungan P dalam tanah termasuk tinggi sehingga tidak mengikat fosfor lagi. Sedangkan pupuk anorganiknya tidak terlalu nampak,

hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan Samosir (1994) dalam Arif (2006) yang menyatakan bahwa bahan organik mengurangi keracunan kation-kation seperti Al3+ dan Fe3+ pada tanah-tanah masam dan bereaksi dengan ion-ion racun seperti Cd2+ dan

Hg2+ serta kation-kation unsur mikro lain yang berada pada konsentrasi tinggi dan mengurangi ketersediaannya. Damanik, dkk (2010) menyatakan bahwa pada tanah asam kelarutan daripada

unsure Fe, Al dan Mn sangat tinggi sehingga cenderung mengikat ion-ion fosfat menjadi fosfat tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah melalui hasil pelapukannya yaitu asam-asam organik dan

CO2. Anion-anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al dan Fe dari dalam larutan tanah kemudian membentuk senyawa komplek yang bersifat sukar larut. Sedangkan pada 4, 5, 6

(47)

membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga perlakuan yang diberi pupuk lebih baik tanpa yang diberi pupuk.

Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap luas daun (cm2) dimana rataan luas daun (cm2) tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (767,56 cm2) sedangkan yang terendah pada P9 (710,63 cm2). Pada perlakuan P4, pupuk N diberikan sebesar 112,5 g urea sedangkan P9 sebesar 75 g urea. Ini menandakan bahwa penyerapan unsur N tidak nampak pengaruh yang nyata untuk perlakuan yang diberikan

dikarenakan selama penelitian berlangsung curah hujan untuk per bulannya di atas curah hujan yang dibutuhkan oleh tanaman jagung sehingga pupuk Urea yang diberikan pun tidak nampak pengaruhnya bagi tanaman secara statistik. Hal ini sejalan dengan Mas’ud (1999) yang

menyatakan bahwa nitrogen mempunyai watak yang mudah larut air.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai komposisi vermikompos

dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap diameter tongkol (mm). Rataan diameter tongkol (mm) tertinggi terdapat pada perlakuan P10 (448,77 mm) sedangkan yang terendah pada P2 (437,10 mm). Pada perlakuan P10, diberikan 2 kg vermikompos dan pupuk

anorganik dengan pemakaian 25% dari dosis anjuran sedangkan P2 hanya mendapat pupuk anorganik. Ini menandakan bahwa pemberian pupuk anorganik saja tidak memberi hasil yang

baik sebab tanaman jagung membutuhkan paling kurang 13 unsur hara yang diserap melalui tanah (Syafruddin, dkk, 2006).

Pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh nyata

terhadap bobot 100 biji (g) dimana C1, C2, C3 C5 dan C8 memberi pengaruh yang nyata terhadap bobot 100 biji. Pada C1 disimpulkan perlakuan yang diberi pupuk lebih baik tanpa yang

(48)

vermikompos dengan pupuk anorganik lebih baik dengan perlakuan yang hanya diberi pupuk organik maupun pupuk anorganik. Dan pada C5 disimpulkan bahwa perlakuan (P5-P10) lebih

baik dibandingkan dengan perlakuan P4 serta pada C8 disimpulkan perlakuan (P8-P10) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P7. Dari hal tersebut, bahwa ada pengaruh nyata antara yang diberi pupuk dan tidak diberi pupuk, antara pupuk anorganik dan pupuk organik dengan

perlakuan komposisi pupuk organik dengan anorganik serta pengaruh antara dosis pupuk anorganik yang diberikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemupukan dengan pupuk anorganik

saja tidak memberi hasil yang baik jika dibandingkan dengan pengkomposisian antara pupuk organik dan anorganik. Hal ini dapat diduga bahwa bahan organik (vermikompos) mampu membuat ketersediaan unsur P dalam tanah menjadi tersedia dimana kandungan P dalam tanah

tinggi. Hal ini sesuai dengan Kartasapoetra dan Sutedja (2005) yang menyatakan bahwa salah satu peranan fosfor untuk tanaman adalah dapat meningkatkan produksi biji-bijian.

Pemberian vermikompos yang dicampur dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap produksi per tanaman (g) maupun produksi per hektar (ton). Rataan produksi per tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (163,03 g) sedangkan yang terendah terdapat pada

perlakuan P7 (145,68 g). Rataan produksi per hektar tertinggi terdapat pada perlakuan P4 (9,32 ton) sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P7 (8,32 ton). Ini menandakan bahwa

perlakuan P4 lebih baik daripada perlakuan P7 dimana P4 (2,5 kg vermikompos + pupuk anorganik 25 %) dan P7 (2 kg vermikompos + pupuk anorganik dosis penuh). Namun perlakuan P4 dan P3 cenderung tidak nampak perbedaannya padahal pemberian pupuk lebih banyak pada

perlakuan P3 tetapi hasil yang lebih baik diperoleh terdapat pada perlakuan P4. Hal ini menandakan bahwa pemberian pupuk anorganik yang dosis anjuran dapat diefesiensikan sebesar

(49)

tersedia jadi walaupun diberi unsur hara dengan dosis yang lebih tinggi, kemampuan tanaman tersebut untuk menyerap lagi tidak bisa sehingga perlakuan P4 dan P3 tidak nampak

perbedaannya begitu juga dengan perlakuan P7 dan P4. Dimana kandungan P dalam tanah tinggi dan pemberian pupuk anorganik yang diberi juga tinggi sehingga membuat perlakuan P7 bisa menurunkan hasil produksi yang dihasilkannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goenadi

(2006) dalam Tuherkih dan Sipahutar (2008) yang menyatakan pemupukan P yang dilakukan terus menerus tanpa menghiraukan kadar P tanah yang sudah jenuh telah pula mengakibatkan

menurunnya tanggap tanaman terhadap pemupukan P. Dimana peran unsur P berperan dalam pengisian biji. Hal ini sejalan dengan Kartasapoetra dan Sutedja (2005) yang menyatakan bahwa peranan Fosfor untuk tanaman adalah dapat mempercepat dan memperkuat pertumbuhan

tanaman muda menjadi tanaman muda pada umumnya, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah, dapat meningkatkan produksi biji-bijian. Hal tersebut juga

dapat diduga karena kurangnya unsur hara bagi tanaman akibat curah hujan yang tinggi (Lampiran 8) dimana setelah jagung masuk ke awal generatif sangat membutuhkan unsur hara yang cukup untuk perkembangan tongkol dan pengisian biji. Hal ini sejalan dengan Tobing, dkk

(1995) yang menyatakan bahwa kekeringan dan kekurangan nutrisi 10-14 hari sebelum keluarnya bunga betina akan sangat mengurangi jumlah bakal biji yang terbentuk. Awal fase

(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Vermikompos dengan pupuk anorganik berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman,

luas daun, diameter tongkol, produksi per tanaman dan produksi per hektar tetapi berpengaruh nyata terhadap diameter batang dan bobot 100 biji.

2. Walaupun perlakuan berpengaruh tidak nyata tetapi produksi jagung tertinggi dihasilkan oleh perlakuan P4 (2,5 kg vermikompos + 112,5 g urea + 37,5 g SP 36 + 18,75 g KCL) sebesar 9,32 ton/ha dan terendah dihasilkan oleh perlakuan P7 (2 kg vermikompos + 150

g urea + 50 g SP 36 + 25 g KCL) sebesar 8,32 ton/ha.

Saran

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. dan Y. E. Widyastuti. 2004. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah, dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Arif, A. 2006. Penggunaan vermikompos dalam meningkatkan mutu inokulum cendawan mikoriza arbuskula untuk jati muna (Tectona grandis Linn f.). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta.

Astuti, L. T. W. 2010. Pertumbuhan, produksi dan kualitas beberapa varietas ubi jalar (Ipomoea batatas L.) pada aplikasi kompos dan pupuk KCl. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Badan Pusat Statistika. 2008. Harvested area, yield rate and production of maize by province,

2006-2007. http:

BPPP. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Pustaka. Jakarta.

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. 51 p.

Edwards, C. A. dan E. F. Neuhauser. 1988. Earthworms in waste and environmental management. SPB Academic Publishing. The Hague, The Netherlands.

http://bengkulu.litbang.deptan.go.id., 2012. Chapter I. [05 Februari 2012].

Irfan, M. 1999. Respon tanaman jagung (Zea mays L.) terhadap pengolahan tanah dan kerapatan tanam pada tanah andisol dan ultisol. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kartasapoetra, A.G. dan Sutedjo. 2005. Pupuk dan Cara Pemupukannya. Rineka Cipta. Jakarta. Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Penebar Swadaya.

Jakarta.

(52)

Najiyati, S. dan Danarti. 1995. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, A.P. Mamat, A.G. Amran, Ali M., G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. 2007. Vermikompos, Peran Dari Cacing. PPLH Seloliman, Mojokerto.

Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 1997. Bercocok Tanam Jagung Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rubatzky, V. E. danYamaguchi. 1998. World Vegetables. Van Nostrand Reinhold A division of International Thompson Publishing.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

Sirwin, R.M., Mulyati, dan E. S. Lolita. 2007. Peranan kascing dan inokulasi jamur mikoriza terhadap serapan hara tanaman jagung. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian. Unram. Subler, S., C. Edwards, dan J. Metzger. 1998. Comparing Vermicomposts and Composts.

Biocycle.

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Sutardi. 2007. Kajian waktu panen dan pemupukan fosfor terhadap pertumbuhan dan produksi Asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) di dataran tinggi. Tesis. BALITTRO. Bogor.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Syafruddin, Faesal, dan M. Akil. 2006. Pengelolaan hara pada tanaman jagung. Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. 205-218. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Tobing, M. P. L., O. Ginting, S. Ginting, dan R. K. Damanik. 1995. Agronomi Tanaman Makanan I. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tuherkih, E. dan I. A. Sipahutar. 2008. Pengaruh pupuk NPK majemuk (16:16:15) terhadap pertumbuhan dan hasil jagung (Zea mays L) di tanah inceptisols. Hal 77-88. Balai Penelitian Tanah.

(53)
(54)

Lampiran 1. Deskripsi Jagung Pioneer-23

Asal : F1 dari silang tunggal (single cross) antara galur murni F30B80 dengan M30B80, keduanya adalah galur murni tropis yang dikembangkan Pioneer Hi-Breed (Thailand) Co.,Ltd. Dan Pioneer Philippines, Inc.

Golongan : Hibrida silang tunggal Umur tanaman : Berumur agak dalam

- 50% polinasi : 56 hari - 50% keluar rambut : 58 hari

- Masak fisiologi : 95 hari (< 600 m dpl) 118 hari (> 600 m dpl) Tinggi tanaman : 225 cm

Keragaman tanaman : Sangat seragam

Batang : Besar dan kokoh

Warna Batang : Hijau Kerebahan : Tahan rebah

Daun : Setengah tegak dan lebar Warna Daun : Hijau tua

Bentuk malai : Besar, tegak dan agak terbuka Warna sekam (glume) : Hijau keunguan

Warna benangsari (Anther) : Ungu

Warna rambut : Hijau terang/putih dengan warna kemerahan di ujungnya

Perakaran : Baik

Tongkol : Sedang, panjang dan silindris

Kedudukan tongkol : Sedang, di pertengahan tinggi tanaman (100 cm) Kelobot : Menutup biji dengan sangat baik

Baris biji : Lurus dan rapat Jumlah baris/tongkol : 12 – 14 baris Bentuk biji : Setengah mutiara

Warna biji : Oranye

Bobot 100 butir : 301 gram

Rata-rata hasil : 10,5 ton/ha pipilan kering

Ketahanan penyakit : Tahan terhadap karat daun, cukup tahan terhadap bercak daun kelabu Cercospora zea-maydis, berketahanan sedang terhadap busuk tongkol Diplodia, virus dan perkecambahan tongkol

(55)

Lampiran 2. Bagan Lahan Penelitian U S 31,5 m

P0

2 m 75 cm 30 cm 50 cm 2,5 m

P6

P2

P3

P8

P4

P7

P9

P5

P1

P10

P1

P3

P5

P9

P2

P10

P8

P0

P6

P4

P7

P0

P10

P2

P9

P5

P7

P3

P4

P1

P6

P8

(56)

Lampiran 3. Bagan Jarak Tanam Dalam Plot

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

X X X X

70 cm

X = Tanaman sampel. Pengambilan tanaman sampel dilakukan secara acak tanpa mengikutsertakan tanaman pada barisan terluar plot 75 cm

25 cm

(57)

Lampiran 4. Perhitungan Pupuk

Keterangan dosis per Ha :

Vermikompos : 5 ton/ha Pupuk Urea : 300 kg/ha Pupuk SP-36 : 100 kg/ha Pupuk KCL : 50 kg/ha

Maka, dikonversikan ke lahan dengan ukuran plot 2,5 m x 2 m adalah :

• Vermikompos 5.000 kg

10.000 m2 5 m2

= x maka x = 2,5 kg (per plot)

• Pupuk Urea 300.000 gr

10.000 m2 5 m2

= x maka x = 150 gr Urea (per plot)

• Pupuk SP-36 100.000 gr

10.000 m2 5 m2

= x maka x = 50 gr SP-36 (per plot)

• Pupuk KCL 50.000 gr

10.000 m2 5 m2

(58)

Lampiran 5. Jadwal Kegiatan Mingguan

Jenis Kegiatan

Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Persiapan Lahan X

Gambar

Tabel 1. Tinggi tanaman jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik
Gambar 1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman jagung  pada 2 – 7 MST dengan pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik
Tabel 2. Diameter batang jagung umur 2 – 7 MST pada pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik
Gambar 2.  Histogram dari pengaruh pemberian berbagai komposisi vermikompos dengan pupuk anorganik terhadap luas daun
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari satu sisi, keharusan menegakkan keadilan menuntut Nabi untuk memberi putusan, tetapi disisi lain, karena mereka sebenarnya bukan menuntut keadilan, maka jika Nabi

25 Mina Wuwu Demen, Sriharjo, Imogiri, Bantul induk lele 2 paket. 26 Mino Lestari Kediwung, Mangunan, Dlingo induk lele

Paparan diawali degan formulasi intregasi perencanaan strategis dan fungsi SDM sebagai langkah awal strategi kompetitif, dilanjutkan bagaimana memilih intregasi yang

Dari sisi pengguna wifi maka prinsip kerjanya akan berbeda terutama pada bagian max485, dimana max485 akan mengubahkan sinyal serial yang didapat dari arduino menjadi

Data kapasitas kendaraan dan data lokasi pelanggan menjadi langkah awal untuk menentukan perancangan jadwal pengiriman, selain itu di dukung juga oleh data ketersediaan

Judul Penelitian : Pemanfaatan Daun Kelor ( Moringa oleifera Lamk ) Pada Pembuatan Permen Karamel Dari Susu. Hasnudi, MS) Ketua Program Studi Peternakan.. Tanggal

Peningkatan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berfikir Kreatif Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Pada Materi Kenekaragaman Makluk

Suatu kantor hukum merupakan suatu bentuk permitraan yang digunakan dalam bidang komersial, dimana dalam hal ini adalah suatu usaha pelayanan/jasa yang didirikan