Dimethyl Ether Sebagai Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan
Pengganti Minyak Diesel
Suratno Lourentius
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala
Jl. Kalijudan 37 Surabaya 60114 Telp.(031)3891264,Fax.(031)3891267
e-mail : [email protected]
Intisari
Cadangan minyak bumi terbukti (proven reserves) di Indonesia saat ini sebesar 9 miliar barel. Dengan tingkat produksi sekitar, 500 juta barel per tahun, maka jika tidak ditemukan cadangan baru, cadangan tersebut akan habis dalam waktu sekitar 18 tahun. Cadangan Gas bumi cukup besar yakni 182 triliun kaki kubik, maka cadangan gas bumi masih tersisa selama kurang lebih 61 tahun. Demikian juga dengan batu bara, dari total perkiraan cadangan sebesar 57 miliar ton dengan tingkat produksi sebesar 130 juta ton per tahun, maka cadangan batubara diperkirakan akan habis selama kurang lebih 147 tahun. Dengan menipisnya sumber daya energi dalam negeri tersebut, perlu dicari sumber energi alternatif baru. Dimethyl ether merupakan bahan bakar alternatif yang
tidak mengandung belerang dan mudah terurai di lapisan troposfer dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Untuk itu telah diteliti konversi syngas menjadi dimethyl ether (DME). Sifat-sifat yang dimiliki DME hampir sama dengan sifat-sifat yang dimiliki minyak diesel khususnya dalam hal nilai angka setana, sehingga DME dapat dimanfaatkan sebagai pengganti minyak diesel pada masa mendatang. Dimetyl ether dapat
diproduksi dengan cara reaksi konversi katalitik dari syngas. Syngas diproduksi dengan bantuan katalis nikel dari gas alam yang mengandung sedikit hidrokarbon ringan. Gas CO dalam syngas dapat juga dibuat dengan cara gasifikasi batu bara menggunakan gas CO2. Penelitian konversi
syngas menjadi DME telah dilaksanakan dalam reaktor unggun tetap dengan kondisi proses: perbandingan mol hydrogen terhadap karbon monoksida (CO) =2/1, kecepatan aliran umpan CO 0,00117-0,00160 gmol/menit, suhu 240-3000C; berat katalis 3 gram dan tekanan 40 bar. Dengan menggunakan katalis Cu-Zn-Al/γ-Al2O3 dengan loading: Cu=9,49%, Zn=2,7% dan Al=2,9%
dicapai konversi CO = 0,9008, selektivitas DME=1 dan yield DME=0,6488.
Kata kunci: dimethyl ether, gas sintesis (syngas), hidrogen, karbon monoksida, katalis
1. Pendahuluan
Cadangan minyak bumi terbukti (proven reserves) di Indonesia saat ini diperkirakan sebesar 9 miliar barel. Dengan tingkat produksi rata-rata sebesar 500 juta barel per tahun, maka jika tidak ditemukan cadangan baru, cadangan tersebut akan habis dalam waktu kurang lebih 18 tahun. Untuk gas bumi, cadangannya masih cukup besar yaitu 182 triliun kaki kubik, maka cadangan gas bumi masih tersisa selama kurang lebih 61 tahun. Demikian juga dengan batu bara, dari total perkiraan cadangan sebesar 57 miliar ton dengan tingkat produksi sebesar 130 juta ton per tahun, maka cadangan barubara diperkirakan akan habis selama kurang lebih 147 tahun (Yusgiantoro, 2005). Selain itu, kedua jenis bahan bakar di atas, produksi batu bara pada tahun 2004 sebesar 144 juta ton per tahun, dan net coal export sebesar 112,8 juta ton per tahun (Susanto dkk., 2004). Cadangan gas bumi Indonesia, terbukti dan potensial, mengalami kenaikan secara nyata. Tahun 2004, total cadangan gas adalah 182,5 trillion cubic feet (TCF), terdiri dari 94,78 TCF cadangan terbukti, dan 87,73 TCF
Gambar 1.Cadangan Gas Bumi Terbukti dan Potensial Dalam Kurun Tahun 1980-2004
potensial, dapat diproduksi dalam jangka waktu 64 tahun. Cadangan gas tersebut terkonsentrasi di Indonesia bagian barat. Cadangan gas bumi terbukti dan potensial diilustrasikan dalam Gambar 1. (BP Migas, 2005). Keadaan cadangan maupun produksi gas bumi Indonesia mengalami peningkatan secara nyata dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas, 2005) mengadakan kegiatan eksplorasi dan melakukan pengembangan lapangan gas baru. Diperkirakan dengan status on-going and new Plan of Development (POD), produksi gas mencapai 7,8 bcfd (billion cubic feed per day) di tahun 2004. Produksi akan mencapai puncak pada tahun 2008, dengan volume 8,3 bcfd. Produksi gas bumi tersebut diilustrasikan dalam Gambar 2. berikut (BP Migas, 2005).
Gambar 2. Produksi Gas Bumi Dalam Kurun Tahun 1994-2015
Metode pengangkutan gas bumi umumnya dengan sistem perpipaan atau dalam bentuk cair yang diangkut dengan kapal tangker. Oleh karena gas bumi ditambang dalam bentuk gas, gas bumi lebih sulit ditransportasikan ke tempat pemanfaatan daripada minyak bumi atau batu bara. Sistem perpipaan adalah salah satu pilihan model transportasi, akan tetapi penyaluran gas lewat perpipaan dari ladang gas biayanya cukup mahal terutama jika melalui jarak yang cukup jauh. Hal tersebut selain tidak ekonomis juga rawan terhadap keamanan transportasinya. Gas bumi dimanfaatkan untuk kebutuhan eksport guna mendatangkan devisa bagi negara dan untuk kebutuhan domestik, sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 3. berikut (BP Migas, 2005).
Gambar 3. Pemanfaatan Gas Bumi Dalam Kurun Tahun 2002-2004
Berkenaan dengan ini pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik diilustrasikan dalam gambar 4. Pemanfaatan gas alam yang merupakan bagian dari gas bumi memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak bumi dan batu bara, karena gas hasil pembakarannya yang lebih bersih. Cadangan gas alam terdapat di dekat Arun (Nangro Aceh Darrussalam: NAD), sekitar Badak (Kalimantan Timut), dan sejumlah tempat di
Papua dan Natuna (Priyanto dan Bakri. 2002). Penjualan gas alam dalam fase cair (Liquified Natural Gas: LNG) seringkali lebih ekonomis dan keamanan suplainya lebih terjamin. Kendala yang dihadapi dalam pemanfatan gas alam adalah masalah transportasi gas yang membutuhkan biaya investasi yang cukup besar.
Gambar 4. Pemanfaatan Gas Bumi Domestik Dalam Kurun Tahun 2002-2004
Pemanfaatan teknologi Gas-To-Liquid atau disingkat GTL yang merupakan konversi gas alam ke gasolin dan konversi gas alam ke dimethyl ether (DME) dapat meningkatkan pemanfaatan gas alam. Teknologi tersebut sangat sesuai jika diterapkan di tempat terpencil yang tidak ekonomis jika diterapkan sistem perpipaan atau LNG. Sifat-sifat yang dimiliki dimethyl ether hampir sama dengan sifat-sifat yang dimiliki minyak diesel khususnya dalam hal nilai angka setana (cetane number). Angka setana dimethyl ether berkisar 55 sampai 60, sedangkan angka setana minyak diesel berkisar 40 sampai 55. Setana adalah nama lazim dari senyawa rantai hidrokarbon lurus heksadekana; C16H34 (Pudjaatmaka, 1999). Pada masa mendatang, dimethyl ether diharapkan dapat mensubstitusi penggunaan minyak diesel dengan harga yang cukup kompetitif.
Dimethyl ether secara struktur kimiawi merupakan senyawa ether yang paling sederhana. Pada mulanya dimethyl ether ini merupakan produk samping dari sintesis metanol pada tekanan tinggi yaitu sekitar 40 bar. Akan tetapi, dengan adanya pengembangan proses sintesis metanol dari tekanan tinggi yang beralih ke tekanan rendah, maka dimulailah penelitian-penelitian untuk memproduksi dimethyl ether ini. Salah satu kelebihan yang dimiliki dimethyl ether adalah kemampuannnya untuk dapat diperbarui karena gas sintesis yang memiliki penyusun karbon monoksida (CO) sebagai salah satu senyawa penyusun gas sintesis dapat diproduksi dari senyawa biomassa, selain dari gas alam. Selain itu, gas karbon monoksida dapat juga diproduksi dari proses gasifikasi batu bara dengan karbon dioksida. Konversi metana dalam gas alam menjadi gas sintesis (synthesis gas = syngas) sudah lazim dilaksanakan di industri. Jika sintesis gas dapat dikonversi menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih tinggi, maka tentu saja dapat meningkatkan nilai tambah dari syngas tersebut. Penelitian konversi gas alam menjadi syngas sudah banyak dilakukan (Cheng dan Kung, 1994), sedangkan penelitian konversi syngas menjadi dimethyl ether sedang dikembangkan selama satu dasa warsa terakhir.
Reaksi pembentukan dimethyl ether dari syngas (campuran CO dan H2) khususnya dengan perbandingan mol 1:2 sebagai berikut:
2 CO + 4 H2↔ CH3-O-CH3 + H2O (1) Reaksi tersebut secara termokimia adalah reaksi eksotermis dengan nilai panas reaksi, ∆H0 berkisar dari -217,9 kJ/gmol pada 2400C sampai -220,5 kJ/gmol pada 3000C. Penelitian ini bertujuan untuk menyiapkan katalis yang dipreparasi dari logam aktif paduan Cu, Zn, dan Al dengan penyangga gamma alumina (γ-Al2O3) dan menguji katalis tersebut untuk mengkonversi gas sintesis menjadi dimethyl ether serta menentukan kondisi proses yang relatif baik untuk konversi syngas menjadi dimethyl ether.
Manfaat penelitian adalah meningkatkan nilai tambah syngas untuk dikonversi menjadi dimethyl ether yang diharapkan dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti minyak diesel pada masa mendatang dan memberikan informasi tentang katalis bifungsional yang dipreparasi dari logam-logam aktif Cu, Zn dan Al sebagai promotor dan gamma alumina sebagai penyangga dapat mengkonversi syngas satu tahap menjadi dimethyl ether.
2. Metodologi
Sebagai bahan penyangga adalah gamma alumina (Al2O3) karena bahan ini memiliki luas permukaan spesifik tinggi sekitar 180 m2/gram dan tahan pada suhu tinggi. Sebagai logam aktif adalah logam tembaga (Cu), seng(Zn) dan aluminium (Al) yang ketiganya berasal dari garam-garam nitratnya Cu (NO3)2.3 H2O, Zn (NO3)2.6H2O dan Al(NO3).9H2O. Gas-gas yang dibutuhkan sebagai reaktan hidrogen (H2) grade UHP, karbon monoksida (CO) grade HP dan nitrogen (N2) grade HP.
Preparasi katalis dilakukan dengan merujuk pada Shikada dkk. (2000) melalui 4 tahap kegiatan yaitu: 1. Tahap Impregnasi. Mencampurkan larutan kupri nitrat, seng nitrat atau kobalt nitrat dan aluminium nitrat
dengan konsentrasi dan volum tertentu ke dalam larutan yang mengandung gamma alumina dengan berat tertentu selanjutnya diaduk pada suhu kamar selama sekitar 1 jam.
2. Tahap Pengeringan. Campuran diuapkan dalam water bath pada T = 80OC sambil diaduk sampai terbentuk pasta. Pasta dikeringkan dalam furnace pada T = 1200C selama 14 jam.
3. Tahap Kalsinasi. Padatan hasil pengeringan selanjutnya dikalsinasi pada T = 3500C selama± 6 jam sambil dialiri gas N2 dengan kecepatan 100 ml/menit;
4. Tahap Reduksi. Padatan hasil kalsinasi selanjutnya direduksi dengan dialiri gas H2 dengan kecepatan 100 ml/menit pada T = 230OC selama 4 jam.
Reaksi-reaksi yang terjadi selama tahap kalsinasi adalah reaksi peruraian dari garam-garam nitrat membentuk oksida logam dan sisa asam (nitrogen dioksida). Reaksi-reaksi yang berlangsung selama tahap reduksi adalah reaksi oksida logam dengan gas hidrogen membentuk logam aktif dan gas(uap) air. Katalis yang sudah dibuat diuji dengan peralatan XRD (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui keberadaan logam aktif yang terimpregnasikan dalam penyangga dan diuji dengan AAS (ICPS) untuk menentukan persen logam aktif dalam katalis. Konversi syngas menjadi dimethyl ether dilaksanakan dalam reaktor unggun tetap dengan kondisi; perbandingan mol H2/CO=2/1; kecepatan aliran total 80-183 ml/menit (diukur pada tekanan 1 atm dan 300C); suhu reaksi 220-3000C; berat katalis 3 gram dan tekanan 30 bar. Diameter dalam reaktor 9 mm terbuat dari pipa kaca pyrex panjang reaktor 300 mm. Pipa kaca pyrex diperkuat dengan pipa stainless stell dengan diameter 12,7 mm di bagian luarnya. Reaktor dilengkapi dengan jaket pemanas dari kawat nikelin 750 watt. Peralatan untuk konversi syngas menjadi DME disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5.Rangkaian Alat Konversi Gas sintesis Menjadi Dimethyl Ether
Konversi gas sintesismenjadi dimethyl ether dilaksanakan dalam reaktor unggun tetap bertekanan dengan kondisi; perbandingan mol H2/CO=2/1; kecepatan aliran total bervariasi (diukur pada tekanan 1 atm); suhu reaksi 240-3000C; berat katalis 1 gram, dan tekanan 40 bar. Diameter dalam reaktor 10 mm terbuat dari
stainless stell panjang reaktor 300 mm. Reaktor dilengkapi dengan jaket pemanas dari kawat nikelin 750 watt.
Produk reaksi yang berupa gas diuji dengan alat Gas Chromatography. (GC) dengan kolom tipe packing MS 5A dengan detector TCD untuk menganalisis CO dan H2. GC dengan tipe packing Porapaq-Q dengan detector FID untuk menganalisis DME, metana dan penyusun lain yang terbentuk. Hasil analisis dengan kedua alat GC ditunjukkan dalam khromatogram, dan ini digunakan umtuk menghitung komposisi baik umpan maupun produk reaksi serta konversi reaksi CO dan selektivitas DME.
3 4 5 11 10 7 13 6 1 2 15 12 14 16 8 9 Keterangan Gambar 1. Tabung gas CO 2. Tabung gas hidrogen 3. Metering valve gas CO 4. Metering valve gas H2 5. Pencampur gas H2 dan CO 6. Reaktor tipe unggun tetap 7. Tempat katalis 8. Indikator tekanan 9. Safety valve 11. Indikator suhu 12. Rotameter 13. Tabung sampler 14. Pendingin bola 15. Ice batch 16. Penyerap gas
3. Hasil dan diskusi
Hasil uji konversi disajikan dalam Tabel 1 dan 2 serta diperjelas dengan Gambar 5, 6, 7 dan 8. Tabel 1. Hubungan Suhu Terhadap Konversi CO dan Selektivitas DME
Kecepatan Alir Umpan, ml/men
88 98 109 121 Suhu. C Konversi CO. Selektivitas DME. Konversi CO. Selektivitas DME. Konversi CO. Selektivitas DME. Konversi CO. Selektivitas DME. 240 260 280 300 0,9008 0,9176 0,8881 0,8813 1,0000 0,7228 0,6874 0,6190 0,7595 0,8149 0,7818 0,6930 0,8382 0,7996 0,7346 0,5678 0,5793 0,4665 0,3633 0,5769 1,0000 0,7994 0,7345 0,5876 0,4168 0,4057 0,2573 0,5839 0,8443 0,6257 0,7349 0,5608 Dari Tabel 1. dapat dibuat gambar hubungan antara suhu terhadap konversi CO untuk berbagai kecepatan aliran umpan sebagai berikut.
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 220 240 260 280 300 320 Suhu , C K o n ve rs i CO kecepatan umpan 88 ml/mnt kecepatan umpan 98 ml/mnt kecepatan umpan 109 ml/mnt kecepatan umpan 121 ml/mnt
Gambar 6. Hubungan antara suhu terhadap konversi CO untuk berbagai kecepatan umpan
Dari Tabel 1. dan Gambar 6. terlihat bahwa untuk suhu tertentu makin tinggi kecepatan aliran dari 88-121 mL/menit. maka konversi reaksi semakin kecil . Hal ini disebabkan karena makin tinggi kecepatan umpan, waktu tinggal reaktan dalam katalis makin singkat, sehingga kesempatan reaktan untuk teradsopsi oleh katalis dan bereaksi membentuk produk juga makin kecil. Dengan demikian konversi CO juga makin kecil. Untuk kecepatan rendah konversi pada suhu rendah (2400C) lebih tinggi daripada konversi pada suhu yang lebih tinggi hal ini terkait dengan sifat termodinamik bahwa untuk reaksi pembentukan DME bersifat eksotermis di mana makin tinggi suhu maka konversi reaksi makin rendah. Pada kecepatan 109-121 ml/menit pada suhu 240-2800C, konversi CO mengalami penurunan hal ini sesuai dengan sifat termodinamika kesetimbangan. Akan tetapi pada 280-3000C konversi juga mengalami kenaikan; hal ini disebabkan bahwa pada suhu tinggi peluang untuk terjadinya reaksi samping pembentukan CH4 semakin besar sehingga konversi CO total
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 220 240 260 280 300 320 Suh u,C S e le k ti v it a s DM E kecepatan umpan 88 ml/mnt kecepatan umpan 98 ml/mnt kecepatan umpan 109 ml/mnt kecepatan umpan 121 ml/mnt
meningkat. Dari Tabel 1. dapat juga dibuat Gambar 7 hubungan antara suhu terhadap selektivitas DME Dari Gambar 7. terlihat bahwa secara keseluruhan selektivitas DME akan menurun dengan meningkatnya suhu. Hal ini disebabkan pada suhu yang semakin tinggi juga terjadi reaksi samping yaitu CO+3H2↔CH4+H2O. Dengan demikian selektivitas akan menurun pada suhu tinggi. Hubungan antara suhu dengan yield DME disajikan dalam Tabel 2. dan Gambar 8 di bawah ini. Dari Tabel 2. dan Gambar 8 dapat ditentukan kondisi reaksi yang relatif baik yaitu suhu 2400C dan kecepatan umpan = 88 ml/menit dengan yield tertinggi = 0,6488.
Tabel 2. Hubungan Antara Suhu Terhadap Yield DME Untuk Berbagai Kecepatan Aliran Umpan Kecepatan Aliran Umpan, ml/mnt
Suhu, C 88 98 109 121 240 260 280 300 0,6488 0,5545 0,5211 0,4854 0,4989 0,5216 0,4770 0,3616 0,4172 0,2985 0,2216 0,3076 0,2748 0,2249 0,1570 0,3022 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 220 240 260 280 300 320 Suhu, C Y ie ld D M E
kecepatan umpan 88 ml/mnt kecepatan umpan 98 ml/mnt kecepatan umpan 109 ml/mnt kecepatan umpan 121 ml/mnt
Gambar 8. Hubungan Antara Suhu Terhadap Yield DME Untuk Berbagai Kecepatan Aliran Umpan
4. Kesimpulan
1. Katalis yang telah dipreparasi dan berhasil untuk mengkonversi gas sintesis menjadi DME adalah Cu-Zn-Al/γ-Al2O3 dengan loading: Cu=11%, Zn=1,74% dan Al=2,0%.
2. Kondisi proses yang relatif baik untuk konversi syngas dengan perbandingan mol CO/H2=1/2 sebagai berikut: pada suhu 2400C, tekanan 40 bar, dan kecepatan volumetris umpan=88 ml/menit (diukur pada 300C dan 1 atm) dicapai konversi CO = 0,9008, selektivitas DME=1 dan yield DME=0,6488.
Daftar Pustaka
BP Migas, 2005, “Laporan Sumber Daya Energi Tahun 2004”, BP. Migas, Jakarta
Cheng, W. and Kung, H.H., 1994, “Methanol Production and Use”, pp.1-132, Marcel Dekker Inc., New York Priyanto, U. dan Bakri, SK., 2002, “Peranan Gas Batubara Sebagai Sumberdaya Energi di Indonesia pada
pada Abad 21”, Prosiding SNTI XI Paradigma Baru Energi di Era Pasar Bebas, FTI ITS, Surabaya
Pudjaatmaka, A.H. dan Qodratillah, M.T., 1999, “Kamus Kimia”, hlm. 773, Balai Pustaka. Jakarta Shikada, et al., (2000), “Method and Apparatus for Producing Dimethyl Ether”. US Patent 6147125, New York
Susanto, Suwarna, N., dan Panggabean, H.., (2004), “Potensi Energi Fossil Fuel dan Energi Alternatif
Pangganti di Indonesia”, Mineral dan Energi, Vol.2, No.4., pp.22-30,
Yusgiantoro, P., (2005), “Kebijakan Energi Nasional”, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Jakarta