• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRESENTASI KASUS TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRESENTASI KASUS TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

Disusun oleh:

Dwi Wicaksono 0906487764 Hanifah Rahmani Nursanti 0906487814 Herliani Dwi Putri Halim 0906487820

Narasumber:

(2)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMUANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA FEBRUARI 2013 BAB I ILUSTRASI KASUS 1.1.Identitas Nama : Tn. T Usia : 39 tahun No RM : 285-98-42 Tanggal masuk IGD : 8 Februari 2013

1.2.Keluhan Utama

Muntah darah delapan jam sebelum masuk rumah sakit.

1.3.Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat muntah darah 8 jam SMRS. Kemudian, pasien dibawa ke IGD RSCM dan muntah darah berwarna kehitaman sebanyak 4x, masing-masing sebanyak ± 200 cc. Keluhan disertai dengan nyeri ulu hati dan badan lemas. Buang air besar campur darah sebanyak dua kali, jumlah tidak tahu. Riwayat buang air kecil berwarna seperti teh dan mata kuning disangkal. Riwayat minum jamu dan alkohol disangkal.

1.4.Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi, DM, alergi, penyakit kuning disangkal. Riwayat operasi perlengketan usus tahun 2005.

1.5.Riwayat Penyakit Keluarga

(3)

1.6.Pemeriksaan Fisik

Berat badan: 71 kg Tinggi badan: 168 cm

Keadaan Umum : kompos mentis, tampak sakit sedang Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi nadi : 100x/menit Frekuensi pernapasan : 18x/menit

Kulit : sawo matang

Kepala : normosefal

Rambut : hitam, persebaran merata, tidak mudah tercabut Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/- Telinga, hidung, tenggorokan : dalam batas normal

Gigi dan mulut : oral hygiene cukup

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Paru : vesikuler +/+, ronkhi -, wheezing –

Perut : buncit, lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus normal Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus : feses hitam

Ekstremitas : akral hangat, edema -/-

KGB : tidak teraba

1.7.Pemeriksaan Penunjang

Radiologi: tidak tampak kelainan radiologis pada cor dan pulmo saat ini.

Hematologi rutin 8 Feb 2013 (pertama) pukul 16.18 WIB 8 Feb 2013 (kedua) pukul 22.29 WIB Nilai rujukan Hemoglobin 11,2 6,93 13,0-16,0 Hematokrit 32,4 19,6 40-48 Leukosit 11100 12600 5000-10000

(4)

Trombosit 94000 112000 150000-400000 MCV/ VER 80,6 79,5 82-92 MCH/ HER 28,0 28,0 27-31 MCHC/ KHER 28,0 35,3 32-36 Hemostasis PT 13,1 14,9 11-14 APTT 31,6 44,7 27,3-41 Elektrolit Natrium 143 135-145 Kalium 4 3,5-5,5 Klorida 111 Kimia darah Ureum 21,7 Kreatinin 0,88 SGOT 30 SGPT 19 GDS 120

Protein total 5,12 ↓; Albumin 2,70 ↓; Globulin 2,42 ; Bilirubin total 0,90; Bilirubin direk 0,32 ↑; Bilirubin indirek 0,54

1.8.Diagnosis Kerja

Hematemesis melena suspek PVO dd/ stress ulcer

1.9.Rencana Terapi 1.O2 2 lpm

(5)

2.IVFD NS/ 8 jam, omeprazole 8 mg/jam (2 ampul/10 jam), somatostatin 1 ampul/12 jam 3.Nat  alirkan 4.Vit. K 3x10 mg IV 5.Transamin 3x1 ampul 6.Sucralfat 4 CI 7.Cefotaxim 3x1 mg

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Fisiologi Keseimbangan Cairan Tubuh

Sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia, air dapat diperoleh dari makanan dan minuman. Kandungan air pada saat bayi baru lahir adalah sekitar 75% berat badan, sedangkan pria dewasa 60% dan wanita dewasa 50%. Sisanya adalah protein, lemak, karbohidrat, dan lain-lain. Dengan demikian persentase cairan di dalam tubuh selalu berubah sesuai dengan usia dan komposisi tubuh.1,2

Tabel 1.Persentase Cairan di Dalam Tubuh Sesuai dengan Usia1

Usia Kilogram berat (%)

Bayi prematur 80 3 bulan 70 6 bulan 60 1-2 tahun 59 11-16 tahun 58 Dewasa 58-60

Dewasa dengan obesitas 40-50

Dewasa kurus 70-75

Cairan tubuh berada dalam dua kompartemen besar yaitu intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah sekitar 2/3 total cairan tubuh atau 40% berat badan, sedangkan cairan ekstraseluler adalah sekitar 1/3 total cairan tubuh atau 20 % berat badan. Untuk selanjutnya, cairan ekstraseluler dibagi lagi menjadi plasma dan cairan interstisial. Elektrolit utama kompartemen intraseluler adalah kalium (K+), sedangkan ekstraseluler adalah (Na+), klorida (Cl-), dan bikarbonat (HCO3-). Kompartemen cairan ini bersifat dinamis yang dipisahkan oleh

membran sel yang sangat selektif.2,3,4

Pergerakan cairan berlangsung mengikuti gradien difusi yang difasilitasi pula oleh transporter atau pompa seluler.3,4 Perbedaan gradien ini membentuk tekanan osmotik yaitu

(7)

tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah perpindahan cairan melalui membran semipermeabel ke cairan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Adapun tekanan osmotik plasma adalah 285 ± 5 mOsm/L.2

Pergerakan antara cairan intraseluler dan ekstraseluler ini memenuhi hukum Starling yaitu:

Pergerakan cairan = Kx [(Pc-Pi) –(II c-II i)]

Dimana K= koofisien filtrasi kapiler, Pc=tekanan hidrostatik kapiler, Pi=tekanan hidrostatik interstisial, IIc =tekanan onkotik kapiler, dan II i =tekanan onkotik interstisial.3

Saat cairan keluar dari kapiler, tekanan hidrostatik dalam kapiler akan menurun, sedangkan tekanan onkotik akan meningkat. Peningkatan tekanan onkotik ini akan menyebabkan reabsorpsi cairan ke dalam lumen kapiler. Oleh karena itu, 90% cairan yang semulanya masuk ke interstisial akan kembali ke intravaskular, sisanya akan kembali melalui sistem limfatik.3

Volume sirkulasi cairan yang efektif dipengaruhi oleh:  saraf simpatis melalui baroreseptor,

 katekolamin,

 sistem renin-angiostensin-aldosteron,  ADH (anti diuretic hormone)4

Kebutuhan harian air adalah 50 ml/kgBB, natrium 2 mEq/kgBB, kalium 1 mEq/ kgBB. Ekskresi air hampir selalu disertai dengan ekskresi natrium baik melalui urin, tinja, atau keringat. Oleh karena itu, terapi kekurangan air (dehidrasi) selalu diberikan cairan infuse yang mengandung natrium. Selanjutnya, kadar kalium dalam plasma hanya 2% dari total kalium di dalam tubuh.2

2.2. Jenis Cairan Intravena

Cairan intravena terdiri dari tiga jenis, yaitu: 1. Cairan kristaloid

Cairan yang mengandung zat dengan berat molekul rendah (<8000 Dalton) dengan atau tanpa glukosa. Contoh kristaloid adalah ringer laktat, normal saline. Cairan ini memiliki sifat tekanan onkotik rendah sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang ekstraseluler.6 2. Cairan koloid

(8)

Cairan yang mengandung zat dengan berat molekul tinggi (>8000 Dalton) misalnya albumin, HES, dekstran. Cairan ini memiliki sifat tekanan onkotik tinggi sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di ruang intravaskular.6

3. Cairan khusus

Dapat digunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, misalnya NaCl 3% untuk kasus hiponatremia simtomatik berat, Biknat untuk asidosis, manitol untuk edema otak.6

Kristaloid

1. Ringer laktat

Ringer laktat merupakan cairan yang umum digunakan dalam replacement therapy untuk syok hipovolemik, diare, trauma, dan luka bakar. Ringer laktat merupakan cairan paling fisiologis jika dibutuhkan volume yang besar. Laktat dalam RL dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki asidosis metabolik. RL tidak cukup untuk rumatan pada hipokalemia. Jika digunakan sebagai rumatan, RL harus ditambah glukosa untuk mencegah ketosis.1,7

2. Ringer

Komposisi Ringer mendekati RL, namun kadar ion kloridanya teralu tinggi sehingga dalam jumlah besar menimbulkan asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia. Ringer tidak mengandung laktat sehingga tidak diindikasikan untuk memperbaiki asidosis.1,7

3. Normal saline

Normal saline (NaCl 0,9%) digunakan sebagai cairan resusitasi pada kasus kadar ion natrium rendah, alkalosis, retensi kalium, pilihan untuk kasus trauma kepala, dan mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi. Cairan NS tidak mengandung ion bikarbonat dan kalium. Kadar ion natrium dan klorida relatif tinggi sehingga dapat terjadi asidosis hiperkloremia, asidosis dilusional, dan hipernatremia.1,7

4. Dekstrosa

Sediaan dekstrosa ada yang 5% dan 10%. Dekstrosa 5% dalam air (D5W) digunakan untuk mengganti kekurangan air dan cairan rumatan untuk pasien dengan restriksi natrium. Dekstrosa 5% tidak boleh diberikan pada pasien trauma kapitis, karena dekstrosa dan air dapat berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Sekali berada dalam sel otak, dekstrosa dinetabolisme dengan sisa air, menyebabkan edema otak.1

(9)

Tabel 2.Komposisi Cairan Kristaloid1

Koloid

1. Albumin

Albumin 5% digunakan ketika kristaloid gagal mempertahankan volume plasma untuk beberapa saat. Albumin digunakan ketika terdapat kebocoran atau kekurangan protein dari celah vaskular, misalnya peritonitis atau luka bakar ekstensif.7

2. Produk darah

Terutama digunakan jika ada perdarahan.1

3. Fraksi protein plasma7 4. Koloid sintetik (dextran)

(10)

Dextran meningkatkan aliran darah melalui mikrosirkulasi, dengan menurukan viskositas darah. Dextran juga memiliki efek antiplatelet.7

Tabel 3. Perbandingan Koloid dan Kristaloid:1,6,7

Koloid Kristaloid

1. Molekul besar 2. Tidak larut sempurna 3. Mikroemboli

4. Tahan 4-6 jam dalam IV

5. Cepat meningkat dalam sirkulasi 6. Protein mahal

7. Jumlah koloid sebanding dengan volume darah yang hilang

8. Dapat menimbulkan anafilaksis 9. Koagulopati

10. Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok

1. Molekul kecil 2. Larut sempurna 3. Membuat sumbatan 4. Tahan 2-3 jam dalam IV 5. Lambat

6. Elektrolit/ karbohidrat 7. Murah

8. Jumlah kristaloid 3-4 kali vol darah yang hilang

9. Menimbulkan edema sehingga ekspansibilitas dinding dada menurun 10. Jarak kapiler-sel bertambah sehingga

oksigenasi jaringan terganggu

2.3. Indikasi Terapi Cairan

Apabila homeostasis cairan terganggu, maka akan terjadi pergerakan cairan dari interstisial menuju intravaskular seperti dalam dehidrasi dan penyebab turunnya tekanan darah lainnya. Sebaliknya, kelebihan cairan atau hipoalbuminemia akan menyebabkan pergerakan cairan dari intravaskular menuju interstisial.3

Untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, maka diperlukan terapi rumatan cairan. Rumatan cairan dan elektrolit mempertimbangkan cairan yang hilang dari rerata

insensible losses, rerata metabolisme dan pengeluaran energi, rerata hilangnya cairan dari urin

(11)

Tabel 4. Indikasi terapi penggantian cairan1 Terapi Penggantian Cairan

Perdarahan Tiap 1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3 mL cairan kristaloid isotonis seimbang atau 1 mL cairan koloid/darah

Third space losses Digantikan dengan cairan kristaloid isotonis seimbang (contoh: Ringer Laktat)

Keringat berlebihan Digantikan dengan D5W ¼ NS dengan 5 mEq KCl/L

Gastric and colonic losses Digantikan dengan D5W ½ NS dengan 30 mEq KCl/L

Bile, pancreas, and small bowel losses

Digantikan dengan cairan kristaloid isotonis seimbang (contoh: Ringer Laktat)

Dalam menentukan banyaknya cairan yang hilang dapat melalui:

1. berat badan merupakan informasi penting dalam terapi penggantian cairan. Perubahan berat badan yang cepat menunjukkan perubahan total cairan tubuh.

2. riwayat kehilangan cairan melalui muntah, diare, urin yang harus dipertajam mengenai frekuensi dan volumenya.

3. pemeriksaan fisik berupa status mental, tekanan darah, frekuensi nadi, membran mukosa, turgor kulit, dan warna kulit.

4. pemeriksaan laboratorium dilihat dari kimia serum, hematokrit, dan analisis urin.4

Sebagai contoh, terapi penggantian cairan diberikan pula pada pasien syok yang ditandai dengan hipoperfusi multi organ dan hipoksia jaringan. Adapun tanda-tanda syok adalah mean

arterial pressure yang menurun, takikardia, takipneu, perubahan status mental, akral dingin,

oliguri, dan asidosis laktat. Penyebab syok adalah penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan resistensi vaskular sistemik, atau keduanya. Untuk selanjutnya, syok dikategorikan menjadi hipovolemik, kardiogenik, dan curah jantung yang tinggi/ resistensi vaskular sistemik

(12)

yang menurun seperti pada syok septik. Syok hipovolemik sendiri ditandai dengan akral dingin dan capillary refill yang lambat.5

2.4. Terapi Cairan Perioperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi penggantian:1,8

- defisit cairan sebelumnya yaitu akibat puasa sebelum pembedahan, - kebutuhan rutin cairan selama pembedahan

- hilangnya cairan akibat perdarahan maupun perpindahan cairan ke ruang ketiga Kebutuhan rutin cairan

Untuk memperkirakan besar kebutuhan rutin cairan digunakan perhitungan dengan aturan 4-2-1 sebagai berikut:

Berat Tubuh Kebutuhan Cairan

Untuk 10 kg pertama (0-10 kg) 4 ml/kg/jam

Untuk 10 kg berikutnya (11-20 kg) tambah 2 ml/kg/jam Setiap 1 kg berikutnya (>20 kg) tambah 1 ml/kg/jam

Contoh : Pada laki-laki dengan berat badan 60 kg, maka besar kebutuhan rutin cairannya adalah: (10 kg x 4 ml/kg/jam) + (10 kg x 2 ml/kg/jam) + (40 kg x 1 ml/kg/jam) = 100 ml/jam Defisit cairan

Perkiraan jumlah kekurangan cairan sebelum operasi didasari oleh besar kebutuhan cairan rutin dan lamanya puasa sebelum operasi. Sehingga pada laki-laki dengan berat badan 60 kg yang berpuasa selama 6 jam sebelum operasi, besar kekurangan cairannya adalah 6 jam x 100 ml/jam yaitu 600 ml.1

Kehilangan Cairan saat Pembedahan

Saat pembedahan, kehilangan cairan dapat terjadi akibat perdarahan, penguapan, dan redistribusi cairan tubuh ke ruang ketiga. Perdarahan selama pembedahan sering diperkirakan dengan perhitungan jumlah kasa yang menyerap darah. Diperkirakan kassa berukuran 4x4 dapat menyerap 10 ml darah, sedangkan kassa yang besar dapat menyerap 100-150 ml darah.

(13)

Perhitungan yang lebih akurat adalah dengan mengurangi berat kassa setelah menyerap darah dengan kassa saat masih kering. Pada durasi pembedahan yang panjang dilakukan pemeriksaan hematokrit atau hemoglobin serial untuk memperkirakan besar kehilangan darah.8

Sedangkan penguapan selama pembedahan berkaitan dengan luasnya luka yang terpajan selama prosedur pembedahan dan lamanya pembedahan berlangsung. Kemudian, perpindahan cairan ke ruang ketiga yaitu antara lain ke rongga peritoneum atau pun ke luar tubuh.1,8

Besar kehilangan cairan selama pembedahan akibat redistribusi dan penguapan diperkirakan sebagai berikut:1,8

Derajat Trauma Tambaan Kebutuhan Cairan Ringan (cth. Herniorafi) 0-2 ml/kg/jam

Sedang (cth. Apendektomi) 2-4 ml/kg/jam Berat (cth. reseksi usus) 4-6 ml/kg/jam

Sehingga diperkirakan besar kehilangan cairan akibat redistribusi dan evaporasi selama pembedahan pada laki-laki dengan berat badan 60 kg yang menjalani operasi apendektomi adalah 3 ml/kg/jam x 60 kg = 180 ml/jam.

Transfusi darah untuk menggantikan sejumlah darah yang hilang selama pembedahan dilakukan bila risiko anemia melebihi risiko transfusi. Yaitu pada pasien normal tanpa penyakit penyerta, pemberian kristaloid atau koloid perlu ditambahkan dengan transfusi darah bila konsentrasi Hb kurang dari 7-8 g/dl atau Ht kurang dari 21-24%, atau terjadi kehilangan darah sebanyak 10-20% dari total volum darah. Keadaan klinis pasien dan prosedur pembedahan tetap harus diperhatikan untuk mengambil keputusan. Jumlah kehilangan darah (average blood loss) yang dapat menjatuhkan nilai hematokrit hingga 30% dapat diperkirakan dengan menghitung

estimated blood volum (EBV), dan red blood cell volume (RBCV).1

Contoh: Laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg menjalani operasi apendektomi. Nilai hematokrit sebelum operasi 35%. Maka besar kehilangan darah yang dapat menyebabkan hematokrit pasien turun menjadi 30% adalah

EBV = 75 ml/kg x 60 kg = 4500 ml RBCV35% = 4500 * 35% = 1575 ml

(14)

RBCV 30% = 4500 * 30% = 1350 ml ABL 30% = 1575-1350 = 225 ml

Allowable blood lost = 3 x 225 ml = 675 ml

Sehingga bila kehilangan darah sudah mencapai kisaran 675 ml maka transfusi darah dilakukan. Satu unit darah dapat meningkatkan Ht sebesar 2-3% dan setiap 10 ml/kg transfusi sel darah merah dapar meningkatkan konsentrasi Hb 3g/dl dan Ht sebesar 10%.

2.5. Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik

Tujuan dari resusitasi cairan adalah mempertahankan distribusi oksigen ke jaringan. Besar volum cairan yang hilang serta jenis cairan yang digunakan mempengaruhi jumlah cairan yang diberikan. Perbandingan cairan kristaloid dengan volum cairan yang hilang adalah 3:1. Sedangkan perbandingan cairan koloid dengan volum cairan yang hilang adalah 1:1. Lebih dianjurkan cairan yang diberikan ialah garam seimbang seperti Ringer’s laktat (RL) 2-4 L dalam 20-30 menit. Penggunaan resusitasi dengan garam isotonus (NaCL 0,9%) harus diwaspadai efek samping asidosis hiperkloremik.5

Pada syok hipovolemik akibat perdarahan secara langsung dilakukan pemasangan akses intravena dengan kateter berukuran besar untuk memasukkan cairan/darah secara cepat. Secara bersamaan dicari sumber perdarahan dan ditatalaksana. Dilakukan pengukuran hemoglobin, bila > 9 g/dl maka dilanjutkan pemberian cairan kristaloid seimbang (Nacl 0.9% atau RL), namun bila < 9 g/dl maka dilakukan transfusi hingga Hb mencapai 9 g/dl. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap tekanan vena sentral. TVS > 8 mmHg dan MAP > 60 mmHg menandakan kecukupan cairan. Sedangkan, bila TVS <8 mmHg, maka pembrian bolus cairan sedikitnya 20 ml/kg NaCl atau RL diulang. Bila TVS > 8 mmHg namun MAP masih < 60 mmHg maka diberikan vasopressor norepinefrin atau dopamin.9

(15)

BAB III PEMBAHASAN

Pasien dengan riwayat muntah darah 8 jam sebelum masuk rumah sakit, berwarna kehitaman sebanyak empat kali (masing-masing sebanyak 200 cc), disertai buang air besar berdarah dua kali. Riwayat hipertensi, DM, alergi, atau hepatitis disangkal. Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, ditemukan konjungtiva anemis dan feses berwarna hitam pada pemeriksaan anus. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit serta peningkatan kadar leukosit. Adanya riwayat hematemesis melena menandakan bahwa pasien ini mengalami kehilangan cairan dari perdarahan yang kemudian menyebabkan syok hipovolemik yang ditandai oleh takikardi, takipneu, dan hipotensi.

Untuk menjaga distribusi oksigen ke jaringan maka perlu dilakukan terapi cairan. Setiap 1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3 mL cairan kristaloid isotonis seimbang atau 1 mL cairan koloid/darah. Sebelumnya, untuk mengetahui persentase kehilangan darah pada pasien dapat dihitung perkiraan volum darah (EBV) yaitu 75 ml/kg x 71 kg = 5325 ml. Perkiraan besar volum darah yang telah hilang adalah + 1000 ml atau sebanyak 18%. Sedangkan allowable blood

loss selanjutnya adalah 3 x 5325 x (32,4%-30%) = 383,4 ml.

Pada keadaan awal yaitu ketika Hb 11,2 g.dl dan Ht 32,4% pasien dapat diberikan terapi cairan awal yaitu Normal Saline 2-4 L selama 30 menit untuk mengembalikan keadaan hemodinamik. Sementara dilakukan uji crossmartched terhadap darah donor yang akan diberikan bila memenuhi indikasi transfusi. Pada pemeriksaan darah kedua Hb turun menjadi 6,93 dan Ht 19,6 sehingga perlu dilakukan transfusi PRC.

Dalam hal ini, terapi cairan yang akan diberikan adalah normal saline (kristaloid). Pemilihan koloid dan kristaloid didasari atas indikasinya. Pada pasien dibutuhkan cairan dengan tekanan onkotik rendah sehingga terdistribusi ke seluruh ruang ekstraselular. Efek samping dari koloid antara lain anafilaksis yang membahayakan jika pasien memiliki riwayat alergi yang tidak diketahui sebelumnya. Pada pasien dapat diberikan normal saline, RL, maupun dekstrosa 5%. Pilihan normal saline sudah tepat karena pasien tidak berada dalam kondisi yang merugikan penggunaan normal saline. Pada pasien ini cocok diberikan RL atau D5W juga.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Fluid management & transfusion. In: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. ed. Morgan's clinical anesthesiology. 4th Edition. Philadelphia: Mc-Graw Hill; 2005.

2. Terapi cairan pada pembedahan. Dalam: Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi FKUI; 2001. 3. Ruth JL, Wassner SJ. Body composition: salt and water. Pediatrics in Review. Pediatr.

Rev. 2006;27;181-188.

4. Symons. Clinical fluid and electrolyte management. Rev. 4/05.

5. Fauci et al. Harrison’s manual of medicine. 18th ed. USA: Mc.Graw-Hill; 2013, p.36-7. 6. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. Semarang: SMF Anestesi dan Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2004;4-10.

7. Intravascular Fluid & Electrolyte Physiology. In: Miller (e-book).

8. Vacanti CA, Sikka PK, Urman RD, Dershwitx M, Segal SB. Clinical anesthesia. New York : Cambridge University Press. 2011; p 383-7

9. Kollef M, Isakow W. The Washington Manual of Critical Care. 2nd ed. Philadelphia: Lippincot Wiliams & Wilkins. 2012; p. 4-7

Gambar

Tabel 1.Persentase Cairan di Dalam Tubuh Sesuai dengan Usia 1
Tabel 2.Komposisi Cairan Kristaloid 1
Tabel 3. Perbandingan Koloid dan Kristaloid: 1,6,7
Tabel 4. Indikasi terapi penggantian cairan 1 Terapi Penggantian Cairan

Referensi

Dokumen terkait