PATOFISIOLOGI SYOK HIPOVOLEMIK
Pembimbing
dr. Mas Wishnuwardhana M, Sp.A
Disusun oleh :
Alvian Reza Muhammad 030.09.009
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 27 November 2014 – 3 Januari 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
TINJAUAN PUSTAKA SYOK HIPOVOLEMIK
A. Definisi
Syok hipovolemik adalah sebuah diagnosis klinis yang disebabkan oleh banyak sebab. Syok hipovolemik sendiri berarti kondisi syok atau renjatan yang disebabkan oleh berkurangnya komponen cairan intravaskular sehingga terjadi gangguan fungsi tubuh secara general. Renjatan tersebut terjadi akibat adanya kegagalan sirkulasi sehingga transport oksigen dan nutrisi tidak bisa mencapai organ target. Otak sebagai sentral dari tubuh memberi respon untuk mengatasi kondisi tersebut. Oleh karena itu akan timbul tanda-tanda syok pada pasien.[1]
B. Epidemiologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari RSU DR. Sutomo, bahwa sekitar 6-8% pasien anak yang datang ke unit gawat darurat menderita syok hipovolemik. Secara umum, di dunia terjadi sebanyak 6-20 Juta kematian di seluruh dunia akibat syok hipovolemik dan syok ini merupakan kegawatan pada anak dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yaitu >20%.[3]
C. Etiologi
Kehilangan cairan yang cepat dapat menurunkan cardiac output sehingga terjadi kegagalan sirkulasi. Beberapa sebab yang mungkin terjadi adalah diantaranya sebagai berikut[1][2][3]
Kehilangan Cairan
dan Elektrolit Perdarahan
Kehilangan Plasma dan Kebocoran Kapiler
Diare Ruptura Hepar/Lien Luka Bakar
Diabetes Insipidus Fraktur Tulang Panjang Sindroma Nefrotik
Renal Loss Trauma Ileus
D. Patofisiologi
Patofisiologi pada syok hipovolemik sangat tergantung dari penyakit primer yang menyebabkannya. Namun secara umum, prinsipnya sama. Jika terjadi penurunan tekanan darah yang cepat akibat kehilangan cairan, kebocoran atau sebab lain, maka tubuh akan mengadakan respon fisiologis untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke seluruh tubuh. Secara umum, tubuh melakukan kontrol terhadap tekanan darah melalui suatu sistem respon neurohumoral yang melibatkan beberapa reseptor di tubuh. Reseptor tersebut diantaranya adalah [1][2][3]
1. Baroreseptor (Reseptor Tekanan)
Reseptor ini peka terhadap rangsang yaitu perubahan tekanan di dalam pembuluh darah. Reseptor ini masih peka terhadap penurunan hingga 60 mmHg. Reseptor ini terletak di sinus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan serta arteri dan vena pulmonalis. Jika terjadi penurunan tekanan darah maka terjadi 2 mekanisme oleh baroreseptor yaitu :
1. Perangsangan terhadap fungsi jantung untuk meningkatkan kemampuan sirkulasi, heart rate dan kekuatan pompa dinaikkan. 2. Perangsangan fungsi pembuluh darah untuk meningkatkan
resistensi perifer (vasokonstriksi) untuk meningkatkan tekanan darah. [1][2][3]
2. Kemoreseptor (Reseptor Kimia)
Reseptor ini bekerjasama dengan baroreseptor untuk mengatur sirkulasi. Kemoreseptor dirangsang oleh perubahan pH darah. Jika mencapai kondisi asidosis, kemoreseptor memberikan rangsangan untuk mempercepat sirkulasi dan laju pernafasan. Dan sebaliknya apabila terjadi alkalosis, responnya adalah memperlambat sirkulasi dan pernafasan. [1][2][3]
Kemoreseptor Sistem Kardiovaskular
3. Cerebral Ischemic Receptor
Reseptor di otak ini mulai bekerja ketika aliran darah di otak turun <40 mmHg. Akan terjadi respon massive sympathetic discharge untuk merangsang sistem sirkulasi jauh lebih kuat. [1][2][3]
4. Humaral Response
Saat kondisi hipovolemik, sistem hormonal tubuh mengeluarkan hormon stres untuk membantu memacu sirkulasi. Hormon tersebut diantaranya adrenalin, glukagon dan kortisol. Hormon-hormon tersebut juga membantu terjadinya respon kardiologis yaitu takikardi, vasokonstriksi namun terdapat efek
hiperglikemia. Pada kondisi tubuh yang stress, hormon ADH juga dikeluarkan sehingga restriksi cairan makin kuat. Produksi urin turun. [1][2][3]
5. Sistem Kompensasi Ginjal (Retensi Air dan Garam)
RAA System ini sangat membantu dalam kondisi syok. Jika terjadi hipoperfusi ke ginjal maka akan terjadi pengeluaran hormon renin oleh aparatus juxtaglomerolus untuk mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi Angiotensin II oleh ACE (angiotensin converting enzyme). Angiotensin II memiliki fungsi yaitu vasokonstriktor kuat, kemudian juga merangsang aldosteron untuk meningkatkan absorpsi Natrium di Tubulus Ginjal. [1][2][3]
Jalur Renin Angiotensin Aldosteron
6. Autoperfusi
Saat terjadi syok, dapat terjadi mekanisme autoperfusi untuk memindahkan cairan intraselular ke dalam vaskular. Pada keadaan hipovolemik, maka tekanan hidrostatik intravaskular menurun sehingga memungkinkan untuk
terjadi perpindahan dari intrasel ke vaskular sampai terjadi kesetimbangan atar keduanya. Hal ini ditunjukkan dengan klinis yaitu turgor yang menurun.[3]
Skema Proses Refleks Kardiovaskular Saat Terjadi Hipotensi
Keseluruhan proses ini bekerja secara stimulan, dan hampir bersamaan sehingga menciptakan suatu respon yang adekuat untuk mengatasi kondisi hipovolemik. Akibat dari semua proses ini adalah vasokonstriksi yang luas, sebagai akibatnya maka tekanan diastolik akan meningkat pada fase awal sehingga tekanan nadi menyempit. [3][4][5]
Proses kompensasi ini juga menyebabkan kondisi metabolisme anaerob, terjadi asidosis metabolik. Proses hipovolemia akan menyebabkan pertukaran O2 dan CO2
melambat. Maka lama-kelamaan akan terjadi metabolisme anaerobik. Hal inilah yang menjadi cikal bakal kegagalan sirkulasi pada syok hipovolemia.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka metabolisme lama-lama menjadi anaerob dan tidak efektif. Metabolisme anaerobik hanyak menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa. Sedangkan pada metabolisme aerob menghasilkan ATP sebanyak 36 molekul. Akibat dari metabolisme anaerobik adalah penumpukan asam laktat yang bisa menyebabkan kondisi asidosis. Lama-kelamaan metabolisme ini tidak mampi menyediakan energi yang cukup untuk mempertahankan homeostasis seluler. Terjadi kerusakan pompa ionik, permeabilitas kapiler juga terganggu, sehingga terjadi influx dan eflux elektrolit yang tidak seimbang, dan pada akhirnya terjadi kematian sel. Jika kematian sel meluas, maka terjadi banyak kerusakan jaringan, kemudian terjadi multiple organ failure atau kegagalan organ multipel dan kejang yang irreversibel.
Skema Terjadinya Syok Hipovolemik
Berdasarkan skema diatas, terjadinya syok hipovolemik terjadi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi dan fase syok ireversibel. Masing-masing kondisi ini memiliki tampilan klinis yang berbeda. Berikut akan dijelaskan perbedaan antar fase tersebut. [1][2][3]
Penurunan
Volume Darah
Fase Kompensasi
(Vasokonstriksi
Takikardi, Takipnu)
Metabolisme
Anaerob
Meningkat
Penumpukan
Asam Laktat -->
Asidosis
ATP yang
dihasilkan sedikit
Energi Untuk
Kompensasi Habis
Fase
Dekompensasi
Mulai Timbul
Kematian Sel -->
Jaringan --> Organ
Multi Organ
Failure -->
Irreversible Shock
1. Fase Kompensasi : Pada fase ini metabolisme masih dapat dipertahankan. Mekanisme sirkulasi dapat dilindungi dengan meningkatkan aktivitas simpatik. Sistem sirkulasi ini mulai menempatkan organ-organ vital sebagai prioritas untuk mendapatkan perfusi yang baik. Tekanan darah sistolik normal, sedangkan diastolik meningkat karena mulai timbul tekanan perifer.
[1][2][3]
2. Fase Dekompensasi : Pada fase ini metabolisme anaerob sudah mulai terjadi dan semakin meningkat. Akibatnya sistem kompensasi yang terjadi sudah tidak lagi efektif untuk meningkatkan kerja jantung. Produksi asam laktat meningkat, produksi asam karbonat intraseluler juga meningkat sehingga terjadi asidosis metabolik. Membran sel terganggu, akhirnya terjadi kematian sel. Terjadi juga pelepasan mediator inflamasi seperti TNF. Akhirnya sistem vaskular mulai tidak dapat mempertahankan vasokonstriksi. Sehingga terjadi vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah turun dibawah nilai normal dan jarak sistol-diastol menyempit. [1][2][3]
3. Fase Syok Irreversibel : Saat energi habis, kematian sel mulai meluas,
kemudian cadangan energi di hati juga lama-kelamaan habis. Kerusakan pun meluas hingga ke level organ,. Pada fase ini, walaupun sirkulasi sudah diperbaiki, defisit energi yang terlambat diperbaiki sudah menyebabkan kerusakan organ yang ekstensif. Akhirnya terjadi gagal sirkulasi, nadi tidak teraba, dan gagal organ multipel. [1][2][3]
E. Diagnosis
Syok merupakan diagnosis klinik yang tidak memiliki diagnosis banding. Diagnosis banding hanya ada pada penyebab syok ini. Gejala yang timbul juga berbeda di setiap fase yang ada. Berikut adalah gejala klinis dari masing-masing fase syok yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik.
a. Fase Kompensasi Nadi cepat.
Suhu tubuh turun. CRT memanjang. Anak gelisah atau apatis. b. Fase Dekompensasi
Takikardi bertambah
Tekanan darah menurun dibawah normal.
Perfusi memburuk, akral dingin, kebiruan, CRT memanjang. Oliguria sampai anuria
Asidosis, Pernafasan kusmaull Kesadaran Menurun.
c. Fase Irreversibel
Nadi tidak terukur. Penurunan Kesadaran Anuria
Kegagalan Organ lain (misal : Ginjal , Ureum Kreatinin meningkat tajam, hematuria) [3][6]
Pemeriksaan Penunjang
Syok hipovolemik membutuhkan penatalaksanaan yang cepat. Pemeriksaan penunjang juga penting untuk mendiagnosis kausa yang menyebabkan syok. Persiapan pemeriksaan penunjang dilaksanakan bersamaan dengan penatalaksanaan. Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah lengkap : penting untuk menilai kausa dari kejang hipovolemik, seperti pada misalnya kasus DHF, trombositopenia dapat terdeteksi. Selain itu HB, HT juga bisa menjadi indikator hipovolemia.
2. Urine Lengkap: Penting untuk menilai fungsi ginjal, apakah sudah ada kerusakan organ atau belum. Mencakup pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis.
3. Analisis Gas Darah (Astrupp) : Penting untuk menilai kondisi asidosis pada pasien, sekaligus menilai PaO2, PaCO2, dan HCO3.
4. Pemeriksaan elektrolit : penting untuk menilai kadar elektrolit dan segera melakukan koreksi apabila diperlukan.
5. Pemeriksaan Fungsi Ginjal : Penting untuk menilai apakah terjadi kerusakan faal ginjal. Dapat bermakna ketika ureum dan kreatinin meningkat masif. 6. Pemeriksaan lain untuk menentukan kausa primer. [1][2][3][5]
F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada syok hipovolemik adalah mengatasi semua kegawatdaruratan yang ada. Prinsip ABC selalu didahulukan untuk memastikan jalan nafas, dan sirkulasi. Di waktu yang sama, pemakaaian terapi obat-obat darurat serta terapi cairan juga diberikan.
a. Periksa ABC, pastikan semua jalan nafas bebas dari sumbatan, siapkan suction bila perlu, berikan oksigen 2-4 liter/menit
b. Pasang akses vaskular secepatnya. Berikan segera loading cairan kristaloid atau koloid 20 cc/kgBB dalam 10-15 menit. Dapat diulang 2-3 kali. Sekaligus ambil
sampel darah untuk melakukan pemeriksaan yang diperlukan. Jika cairan sudah diberikan namun belum ada respon yang signifikan, maka pertimbangkan pemeriksaan analisis gas darah untuk menilai asidosis dan koreksi bila perlu. c. Jika respon tubuh masih belum muncul signifikan, ini menandakan adanya
renjatan refrakter terhadap cairan dan ada kecenderungan perburukan, berikan obat inotropik yaitu dobutamin dengan dosis 5-20mg/kgBB.
d. Jika masih juga belum muncul respon, berikan adrenalin untuk memacu semua sistem vaskular. Berikan 0,1g/kgBB/Menit secara intravena, bisa ditingkatkan bertahap hingga 2-3gr/kgBB/menit
e. Jika terdapat tanda insufisiensi renal, dapat diberikan kortikosteroid hidrokortison dengan dosis shock dose yaitu 50mg/kgBB bolus IV. Dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam infus 24 jam.[3][5]
Alur Tatalaksana Syok Hipovolemik
G. Komplikasi
Komplikasi dari syok hipovolemik adalah Multi Organ Failure. Kondisi hipoperfusi yang terus menerus dapat menyebabkan kegagalan fungsi pada hepar, lien, ginjal, bahkan otak. Kerusakan dapat bersifat reversibel maupun irreversibel. Semakin cepat ditangani, maka semakin kecil pula risiko untuk terjadinya gagal organ multipel ini.
[1][4]
H. Prognosis
Syok hipovolemik merupakan kondisi dengan morbiditas yang cukup tinggi. Apabila penatalaksanaan dilakukan dengan cepat dan tepat, kondisi dapat segera membaik dan pasien pulih tanpa gejala sisa. Namun seringkali karena pasien datang terlambat ke sarana kesehatan, syok hipovolemik menyebabkan kematian. [1][2][3]
DAFTAR PUSTAKA
1. Medscape Reference, Shock in Pediatrics [Internet] Acessed on November 4 2014. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1833578-overview
2. Bentham Open Online Journal Publishing, Peciatric Section Pediatric Hypovolemic Shock, Accessed on November 4 2024, available at http://benthamopen.com/topedj/articles/V007/SI0001TOPEDJ/10TOPEDJ.pdf
3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Airlangga Surabaya. Continuing Medical Education. Current Update on Hypovolemic Shock, Available at. http://old.pediatrik.com/pkb/20060220-rf7ui3-pkb.pdf
4. Pediatric Education on Prehospital Professional. Hypovolemic Shock in Children, Accessed on November 4 2014, Available at. https://www.peppsite.com/docs/26540_CH04_83.pdf
5. Boluyt, N et al. Fluid resuscitation in neonatal and pediatric hypovolemic shock: a Dutch Pediatric Society. evidence-based clinical practice guideline. Intensive Care Med, DOI 10.1007/s00134-006-0188-4 Online Publishing at http://umanitoba.ca/faculties/medicine/units/pediatrics/sections/neonatology/media/G uidelineShock.pdf
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Panduan Pelayanan Medis Bagian Syok Hipovolemik pada Anak, Accessed on November 4 2014 Available at http://idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf