• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh

BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008

Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi, maka dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan, terutama terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/P-IRT). Pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan dilakukan setiap tahun oleh BB/Balai POM di seluruh Indonesia (26 Propinsi). Pada saat melakukan pemeriksaan rutin tersebut dilakukan penilaian terhadap sarana produksi pangan dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan dan minuman (Form :A). Hasil pemeriksaan sarana tersebut dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan, dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form : RA). Form.A dan RA dapat dilihat pada Lampiran.1 dan 2

Pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi secara keseluruhan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dilakukan terhadap 11,144 sarana produksi pangan, meliputi sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas dan industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang produknya sudah mempunyai nomor persetujuan pendaftaran (MD, SP atau P-IRT) maupun sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar di Badan POM maupun Dinas Kesehatan setempat. Sarana yang diperiksa tersebut meliputi 1,645 sarana produksi pangan berskala menengah keatas, 6,831 sarana produksi pangan skala industri rumah tangga pangan (IRT-P), dan 2,668 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar.

Total sarana produksi pangan yang diperiksa merupakan gabungan hasil pemeriksaan dari tahun 2005 sampai 2008, dengan rincian seperti pada Tabel 1.

(2)

Tabel.1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun 2005-2008

NO. SARANA

TAHUN

2005 2006 2007 2008

1 Skala menengah keatas (MD) 383 385 433 444

2

Skala industri rumah tangga

(SP/P-IRT) 1,677 2,035 1,666 1,453

3 Produknya tidak terdaftar 520 765 715 668

Jumlah 2,580 3,185 2,814 2,565

Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun.

Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun skala IRT, dapat dijadikan sebagai indikator kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan. Cakupan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas maupun IRT-P, dari tahun 2005 sampai dengan 2008 cenderung turun. Dengan turunnya cakupan pemeriksaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan cenderung turun. Penurunan kinerja BB/Balai POM dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dapat terjadi diantaranya karena laju pertumbuhan atau perkembangan sarana produksi pangan yang tidak sebanding dengan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahunnya, terutama untuk sarana produksi skala IRT-P yang tumbuh kembangnya sangat pesat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut sudah tutup atau tidak

(3)

berproduksi lagi, namun jumlah yang terdata di BB/Balai POM ataupun Dinas Kesehatan setempat belum berubah, karena tidak ada laporan atau belum pernah dilakukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi persentase dari cakupan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, sehingga hasil kinerja BB/Balai POM menjadi turun. Selain hal tersebut penurunan cakupan pemeriksaan dapat juga disebabkan karena pemeriksaan dilakukan juga terhadap sarana produksi yang produknya tidak terdaftar, karena jangkauan pemeriksaan yang luas dengan lokasi yang sulit dijangkau, terbatasnya jumlah petugas pengawas pangan (food inspector) di BB/Balai POM, serta keterbatasan dana yang tersedia untuk pemeriksaan sarana produksi pangan. Lingkup kerja BB/Balai POM, selain melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, juga melakukan pemeriksaan terhadap obat, obat tradisional, kosmetika dan bahan berbahaya. Dengan adanya keterbatasan jumlah pengawas tersebut, seorang pengawas pangan tidak hanya melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, melainkan juga melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat, obat tradisional, kosmetik dan lain – lain, termasuk melakukan penelusuran kasus. Gambaran cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM dapat dilihat pada Gambar.1.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 Sarana MD (%) 17.6 15.8 16.4 15.9 Sarana IRT-P (%) 4.6 4.8 3.5 2.7 2005 2006 2007 2008

Gambar.1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM.(n=8,476), Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) = 2,783 sarana, sarana prduksi pangan skala IRT-P = 54,213 sarana

(4)

4.2. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini

Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini adalah data produk pangan yang terdaftar di Badan POM dengan menggunakan nomor MD serta di Dinas Kesehatan, dengan menggunakan nomor SP atau P-IRT yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia yang dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan. Data tersebut tidak semuanya dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, pengisian formulir pemeriksaan (form RA) yang tidak lengkap. Yang dimaksud dengan sarana produksi pangan yang tidak aktif yaitu sarana produksi pangan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas Balai Besar/Balai POM sedang tidak melakukan kegiatan produksi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena sarana sudah tutup dan tidak produksi lagi, sarana tidak produksi untuk sementara waktu, dan sarana pindah lokasi. Oleh karena itu tidak semua data sarana produksi yang diperiksa dievaluasi dalam kajian ini.

Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan tahun 2005 terhadap sebanyak 2,580 sarana, jumlah sarana yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 1,947 sarana, meliputi 344 sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas (MD) dan 1,603 sarana IRT-P. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap 633 sarana sisanya, yang terdiri dari 520 sarana yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi.

Untuk tahun 2006, dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan terhadap 3,185 sarana, hanya dilakukan evaluasi terhadap 2,309 sarana. Data pemeriksaan tahun 2006 yang tidak dapat dievaluasi sebanyak 876 sarana, meliputi 765 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap.

Jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa pada tahun 2007 adalah sebanyak 2,814 sarana, dari jumlah tersebut dilakukan evaluasi terhadap 1,968 sarana. Sedangkan jumlah sarana yang tidak dievaluasi sebanyak 846 sarana,

(5)

meliputi 715 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 131 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap.

Selanjutnya dari hasil pemeriksaan terhadap 2,565 sarana produksi pangan yang dilaporkan pada tahun 2008, hanya dapat dilakukan evaluasi terhadap 1,741 sarana. Sedangkan sarana yang tidak dievaluasi adalah 824 sarana, meliputi 668 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 156 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Perbandingan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa dan dievaluasi dapat dilihat pada Gambar.2.

-1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 MD 1,645 14.8 1,466 13.2 IRT-P 6,831 61.3 6,499 58.3 TTD 2,668 23.9 Jumlah % Jumlah % diperiksa dievaluasi

Gambar.2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008, dan yang dievaluasi, berdasarkan status pendaftaran (n=11,144).TTD = tidak terdaftar

Secara keseluruhan dari tahun 2005-2008, jumlah sarana produksi skala menengah ke atas yang dievaluasi adalah sebanyak 1,466 sarana, jumlah tersebut sudah mewakili 52.6% dari sarana produksi menengah ke atas yang ada (2,789 sarana). Sedangkan jumlah sarana produksi skala IRT-P yang dievaluasi sebanyak 6,499 sarana, hanya sebesar 12.0% dari sarana IRTP yang ada (54,213 sarana). Pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah ke atas rata-rata setiap tahun sekitar 13.2% dan untuk sarana produksi pangan skala IRT-P sebesar 3% setiap tahunnya.

(6)

Dari evaluasi jumlah sarana produksi pangan yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM, di beberapa propinsi masih terdapat jumlah pemeriksaan yang kurang dari 10,0% dari jumlah sarana produksi pangan menengah ke atas dan sarana produksi pangan skala IRT-P. Pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas yang kurang dari 10,0% terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, sedangkan untuk sarana IRT-P terdapat di 9 Propinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Kecilnya jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa, antara lain disebabkan karena jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang terlalu banyak dan lokasi sarana yang sebagian besar berada di wilayah kabupaten dan jauh dari ibukota Propinsi, sehingga tidak semua dapat terjangkau. Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan sarana IRT-P sudah diperiksa oleh petugas Distric Food Inspector (DFI) yang pernah dilatih oleh Badan POM, namun laporan pemeriksaannya berada di Dinas Kesehatan setempat (tidak dikirimkan/ditembuskan ke BB/Balai POM terkait). Hal lain yang dapat mempengaruhi kecilnya persentase pemeriksaan terhadap sarana IRT-P adalah tidak adanya laporan jika sarana IRT-P tersebut tutup atau tidak berproduksi lagi, sehingga diperlukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P secara berkala. Pendataan ulang tersebut sangat berguna untuk merencanakan target pemeriksaan selanjutnya.

Hasil evaluasi terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas di beberapa propinsi yaitu Sumatera Barat, Jambi, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali, NTB dan NTT selama 4 (empat) tahun, dari tahun 2005-2008 lebih besar dari 100%. Hal tersebut dapat terjadi karena data hasil pemeriksaan yang disajikan dan dievaluasi merupakan data kumulatif selama empat tahun. Hasil evaluasi data setiap tahun, di propinsi Sumatera Barat dilakukan pemeriksaan sarana produksi menengah keatas sebanyak 14 sarana (93.3%) pada tahun 2005, 5 sarana (31.3%) tahun 2006, tidak tercatat adanya data yang dievaluasi pada tahun 2006, dan pada tahun 2008 diperiksa sebanyak 5 sarana (29.4%). Hasil evaluasi data dari propinsi jambi, dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas sebanyak 8 sarana (72.7%) tahun 2005, 5 sarana (38.5%) tahun 2006, 2 sarana (15.4%) tahun 2007 dan 6 sarana (46.2%) pada tahun 2008. Untuk Propinsi D.I.Yogyakarta dilakukan pemeriksaan dari tahun

(7)

2005-2008, berturut-turut 12 sarana (60%), 17 sarana (85%), 18 sarana (78.3%) dan 16 sarana (66.7%). Pemeriksaan sarana produksi menengah keatas yang dilakukan di propinsi Kalimantan Barat berturut-turut dari tahun 2005-2008 sebanyak 17 sarana (89.5%), 5 sarana (22.7%), 5 sarana (18.5%), dan 6 sarana (18.8%). Sarana produksi pangan skala menengah keatas yang berada di Propinsi Bali dari tahun 2005-2008 diperiksa sebanyak 21 sarana (37.5%), 11 sarana (18%), 29 sarana (43.3%) dan 16 sarana (22.5%). Untuk propinsi Nusa Tenggara Barat tidak tercatat adanya pemeriksaan sarana produksi pangan pada tahun 2005. Pada tahun 2006-2008 berturut-turut dilakukan pemeriksaan sebanyak 4 sarana (50%), 4 sarana (40%), dan 8 sarana (72.7%). Hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat dari tahun 2005-2008 sebanyak 4 sarana (66.7%), 4 sarana (30.8%), 7 sarana (40%) dan 6 sarana (42.5%). Pemeriksaan sarana IRT-P di propinsi Bengkulu pada tahun 2005-2008 sebanyak 84 sarana (37.5%), 204 sarana (84.6%), 58 sarana (19.6%) dan 7 sarana (2.4%). Dari rincian sarana yang diperiksa dan dievaluasi setiap tahun dari tahun 2005-2008 hasilnya tidak ada yang melebihi 100%, namun ada kemungkinan pengulangan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, baik skala menengah keatas maupun sarana IRT-P di wilayah tersebut. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005 – 2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar, dapat dilihat pada Tabel.2. Sedangkan persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang diperiksa setiap tahun, dapat dilihat pada Lampiran. 3 dan 4.

(8)

Tabel.2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005 – 2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar.

NO PROPINSI MD IRT-P JUMLAH SARANA DIEVALU ASI % JUMLAH SARANA DIEVALU ASI % 1 NAD 19 10 52.6 817 104 12.7 2 Sumatera Utara 208 139 66.8 1,174 536 45.7 3 Sumatera Barat 17 24 141.2 2,439 210 8.6 4 Riau 71 47 66.2 1,012 213 21.0 5 Jambi 13 21 161.5 633 281 44.4 6 Sumatera Selatan 55 14 25.5 1,545 38 2.5 7 Bengkulu 10 9 90.0 296 353 119.3 8 Lampung 38 37 97.4 1,354 252 18.6 9 DKI Jakarta 327 317 96.9 1,700 226 13.3 10 Jawa Barat 832 198 23.8 5,551 950 17.1 11 Jawa Tengah 256 48 18.8 3,657 52 1.4 12 D.I.Yogyakarta 24 63 262.5 4,840 1,357 28.0 13 Jawa Timur 541 313 57.9 15,080 231 1.5 14 Kalimantan Barat 32 33 103.1 769 147 19.1 15 Kalimantan Tengah 6 1 16.7 1,058 18 1.7 16 Kalimantan Selatan 34 21 61.8 1,394 248 17.8 17 Kalimantan Timur 18 7 38.9 513 301 58.7 18 Sulawesi Utara 43 11 25.6 469 61 13.0 19 Sulawesi Tengah 19 9 47.4 447 58 13.0 20 Sulawesi Selatan 84 6 7.1 3,631 202 5.6 21 Sulawesi Tenggara 7 5 71.4 1,042 110 10.6 22 Bali 71 77 108.5 2,063 197 9.5 24 Nusa Tenggara Barat 11 16 145.5 1,145 179 15.6 25 Nusa Tenggara Timur 19 23 121.1 224 94 42.0 23 Maluku 11 4 36.4 140 9 6.4 26 Irian Jaya 23 13 56.5 1,220 72 5.9 Jumlah 2,789 1,466 52.6 54,213 6,499 12.0

Pada waktu melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, dilakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan CPMB. Penilaian pemenuhan CPMB tersebut meliputi 20 grup. Dari 20 grup tersebut, ada 5 (lima) grup yang disebut sebagai grup lima utama yaitu grup F (pabrik – ruang pengolahan), Grup J (pabrik – binatang perusak/serangga), grup K (peralatan), Grup L (suplai air) dan grup M (higiene perorangan).

(9)

Penilaian terhadap sarana produksi pangan tersebut diberikan dengan nilai baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan mendapatkan nilai B apabila 5 grup utama semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 grup mendapat nilai K. Nilai C diberikan kepada sarana produksi pangan yang 4 grup utama mendapat nilai B, dan hanya 3 grup lainnya mendapat nilai K. Sedangkan sarana yang mendapat nilai kurang adalah sarana produksi yang 2 atau 3 grup utama mendapat nilai K, dan grup lainnya banyak mendapat nilai K.

Evaluasi terhadap laporan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun 2005-2008, secara keseluruhan didapatkan hasil sarana produksi yang mendapatkan nilai K cenderung menurun dari tahun 2005-2008, kecuali di tahun 2006. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

-20.0 40.0 60.0 80.0 B (%) 8.7 7.8 7.0 10.9 C (%) 53.6 51.8 60.3 58.8 K (%) 37.7 40.4 32.7 30.3 2005 2006 2007 2008

Gambar.3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil Baik (B), Cukup (C) dan Kurang (K) terhadap pemenuhan CPMB (n=7,965)

Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dinyatakan memenuhi syarat (MS) adalah sarana produksi pangan yang mendapat nilai B dan C, sedangkan yang mendapat nilai K dinyatakan tidak memenuhi syarat

(10)

(TMS). Sarana produksi pangan yang memenuhi syarat merupakan cerminan sarana produksi pangan yang telah melaksanakan cara produksi makanan yang baik (CPMB), sedangkan sarana produksi yang TMS bukan berarti bahwa sarana tersebut tidak melaksanakan CPMB. Sarana produksi dengan hasil pemeriksaan TMS tersebut kemungkinan sudah melaksanakan CPMB namun belum maksimal, atau pemahamannya tentang CPMB masih kurang, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut tentang CPMB, agar tidak terjadi kesalahan yang sama di pemeriksaan berikutnya.

Pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan pada tahun 2005, mendapatkan hasil memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,213 sarana (62.3%) dan tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 734 sarana (37.7%). Pada tahun 2006 dari 2,309 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana yang MS sebanyak 1,376 sarana (59.6%) dan TMS sebanyak 933 sarana (40.4 %) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,968 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,325 sarana (67.3%) dan 643 sarana (32.7 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,741 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 1,213 sarana (69.7 %) dan TMS 528 sarana (30,3 %). Persentase sarana produksi pangan yang ditemukan TMS dari tahun 2005 sampai dengan 2008, cenderung menurun, kecuali pada tahun 2006.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut secara keseluruhan, sarana produksi pangan yang memenuhi ketentuan penerapan CPMB cenderung meningkat, dan sarana produksi pangan yang TMS terhadap pemenuhan persyaratan CPMB cenderung menurun di setiap tahun, kecuali pada tahun 2006. Meskipun ada kecenderungan meningkatnya sarana produksi yang MS dan menurunnya temuan sarana produksi pangan yang TMS, belum bisa dinyatakan sepenuhnya bahwa ada perbaikan terhadap temuan–temuan sebelumnya, karena belum ada keseragaman jumlah sarana yang diperiksa, sarana yang diperiksa belum tentu merupakan sarana yang sama, demikian juga dengan jenis pangan dan skala industri dari sarana produksi yang diperiksa. Gambaran hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi dapat dilihat pada Gambar.4. Sedangkan hasil evaluasi pemeriksaan sarana produksi pangan secara rinci, dapat dilihat pada Lampiran.5. dan 6.

(11)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 MS (%) 62.3 59.6 67.3 69.7 TMS (%) 37.7 40.4 32.7 30.3 2005 2006 2007 2008

Gambar.4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB (n=7,965)

4.3. Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan cara produksi

pangan yang baik (CPMB)

Berdasarkan analisis data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Prodpinsi, tahun 2005-2008, dan dievaluasi dalam kajian ini, dilakukan pengelompokan dalam hal pemenuhan komponen CPMB 4.3.1. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB, berdasarkan

status pendaftaran atau skala industri

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang di evaluasi berdasarkan status pendaftaran atau skala industri pangan, meliputi :

4.3.1.1. Sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD)

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala menengah keatas (MD), yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 344 sarana dengan hasil MS sebanyak 292 sarana (84.9%) dan TMS sebanyak 52 sarana (15,1 %). Hasil pemeriksaan sarana produksi yang MS, meliputi 98 sarana memperoleh nilai baik (B) dan 194 sarana dengan nilai cukup (C), sedangkan yang TMS mendapat nilai kurang (K). Pada tahun 2006 dari 359 sarana produksi pangan, diperoleh hasil

(12)

pemeriksaan sarana MS sebanyak 304 sarana (84,7 %) meliputi 102 sarana memperoleh nilai B dan 202 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS dengan nilai K sebanyak 55 sarana (15,3 %) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 382 sarana dengan hasil MS sebanyak 323 sarana (84.5 %), meliputi 89 sarana dengan nilai B dan 234 sarana dengan nilai C, 59 sarana (15.4 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 381 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 327 sarana (85.8 %), meliputi 111 sarana dengan nilai B dan 216 sarana dengan nilai C, 54 sarana (14,2 %) ditemukan TMS.

Persentase sarana yang memenuhi syarat terhadap pemenuhan komponen CPMB, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, cenderung stabil (85-86%). Sarana produksi yang tidak memenuhi persyaratan pemenuhan komponen CPMB sebanyak 14-15%. Komponen CPMB dari grup 5 (lima) utama yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat pada sarana produksi pangan skala menengah keatas adalah higiene perorangan dan ruang pengolahan. Penyimpangan pemenuhan terhadap higiene perorangan diantaranya disebabkan karena tidak adanya petunjuk yang jelas tentang higiene, tidak pernah diadakan pelatihan yang berkaitan dengan higiene, tidak mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan produksi, perilaku karyawan (makan dan minum di ruang produksi), tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi. Selain hal tersebut, pada saat ini banyak pemilik sarana yang lebih memilih memperbanyak karyawan kontrak, yang pada umumnya diambil dari yang berpendidikan rendah (lulus SD atau SMP), sehingga lebih sulit untuk diberi pemahaman. Penyimpangan pada ruang pengolahan diantaranya adalah kebersihah lantai, dinding dan langit-langit, dan konstruksinya tidak sesuai dengan persyaratan sehingga sulit untuk dibersihkan. Gambaran hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar .5.

(13)

-20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 MS 84.9 84.7 84.6 85.8 TMS 15.1 15.3 15.4 14.2 2005 2006 2007 2008

Gambar 5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini. (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008. 4.3.1.2. Sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (SP atau P-IRT)

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan berskala industri rumah tangga, yang dilakukan pada tahun 2005 sebanyak 1,603 sarana dengan hasil MS sebanyak 921 sarana (57.4%), meliputi 71 sarana memperoleh nilai B dan 850 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS, dengan nilai K sebanyak 882 sarana (42.5%). Pada tahun 2006 dari 1,950 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana MS sebanyak 1,072 sarana (55.0%), meliputi 79 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 878 sarana (45,0%) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,586 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,002 sarana (63.2%), meliputi 49 sarana dengan nilai B dan 993 sarana dengan nilai C. Sarana yang TMS dengan nilai K ditemukan 584 sarana (36,8%). Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,360 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 886 sarana (65.1%), meliputi 78 sarana dengan nilai B dan 808 sarana dengan nilai C. Ditemukan sarana yang TMS, dengan nilai K sebanyak 474 sarana (34,8%).

(14)

Persentase sarana produksi yang memenuhi syarat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berkisar antara 54 – 65 %. Persentase tersebut cenderung menurun pada tahun 2006, dan kemudian cenderung meningkat lagi di tahun 2007 dan 2008. Kecenderungan menurunnya persentase sarana yang memenuhi syarat belum bisa disimpulkan bahwa sarana produksi yang menerapkan CPMB menurun. Demikian juga untuk temuan sarana yang TMS cenderung naik, bukan berarti banyak sarana yang sengaja melanggar peraturan yang berlaku. Hal tersebut kemungkinan tejadi karena sarana yang diperiksa tidak sama dengan tahun sebelumnya, sarana yang diperiksa merupakan IRT-P yang baru sehingga pemahamannya mengenai CPMB masih kurang dan perlu adanya pembinaan lebih lanjut. Terdapat 4 (empat) komponen CPMB yang termasuk dalam grup 5 utama yang sering tidak dipenuhi oleh sarana produksi skala IRT-P yaitu ruang pengolahan, higiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, serta peralatan produksi, namun yang paling sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah ruang pengolahan dan higiene perorangan.

Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB (84 – 85%) cenderung lebih besar dari sarana IRT-P (57 – 65%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut diantaranya karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional, pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, demikian juga dengan kemampuannya, sehingga sulit untuk memenuhi unsur-unsur dalam penerapan CPMB dan memerlukan pembinaan yang berkesinambungan.

Selain kemampuan dan pengetahuan pemilik sarana dan karyawan, faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan pembinaan adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang berada di BB/Balai POM sebagai petugas Food Inspector dan District Food Inspector (DFI), serta di Dinas Kesehatan setempat, sebagai petugas DFI. Selain faktor SDM, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan kerjasama Dinas Kesehatan setempat agar dapat memberdayakan DFI di wilayahnya untuk mengawasi sarana produksi pangan skala IRT-P di wilayahnya,

(15)

sekaligus memberikan pembinaan terhadap sarana produksi tersebut dalam menerapkan persyaratan CPMB. Gambaran hasil pemeriksaan sarana tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar.6.

-10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 MS 57.5 55.0 63.2 65.1 TMS 42.5 45.0 36.8 34.9 2005 2006 2007 2008

Gambar 6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P, yang di evaluasi dalam kajian ini (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008.

4.3.2. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada

Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi pada kajian ini diperoleh dari laporan pemeriksaan sarana produksi pangan dalam wilayah kerja (catchment area) Balai Besar/Balai POM di 26 propinsi, meliputi propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimanta Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya, dari tahun 2005 – 2008. Sarana produksi pangan di 26 propinsi tersebut mencakup propinsi yang baru yaitu Kepulauan Riau (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Pekanbaru), Bangka

(16)

Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi Barat (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Makassar), Maluku Utara (masuk dalam wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun 2005 – 2008 belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun 2005 - 2006 belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun 2007 – 2008 sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).

Mengingat luasnya wilayah pemeriksaan BB/Balai POM dan adanya keterbatasan–keterbatasan, baik pengawas, maupun dana, maka pemeriksaan sarana produksi pangan dilakukan berdasarkan skala prioritas. Pemeriksaan diutamakan terhadap sarana produksi pangan yang produknya ditemukan tidak memenuhi syarat di sarana distribusi, sarana produksi yang belum pernah diperiksa dan sarana yang pada pemeriksaan sebelumnya masih mendapat nilai kurang atau tidak memenuhi syarat, termasuk penelusuran kasus.

Berdasarkan data yang dievaluasi dalam kajian ini, tidak tercatat adanya laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Sulawesi Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Tengah pada tahun 2005 – 2006, Jawa Timur dan Kalimantan Tengah tahun 2005, Kalimantan Selatan tahun 2006 serta Sumatera Barat tahun 2007. Tidak adanya laporan pemeriksaan bukan berarti tidak dilakukan pemeriksaan sarana produksi pangan di wilayah propinsi tersebut. Tidak adanya laporan bisa terjadi karena laporan yang dikirimkan tidak sampai, terlambat diterima, format laporan yang dikirimkan tidak sesuai dengan format yang ditentukan atau laporan dikirimkan melalui sistem informasi elektronik (SIE). Laporan yang dikirimkan dengan format yang berbeda dan melalui SIE tersebut tidak bisa di datakan dan di evaluasi karena tidak semua aspek - aspek penilaian tercakup dalam laporan tersebut.

Evaluasi terhadap data sarana produksi pangan di 26 propinsi dalam kajian ini, menunjukkan bahwa persentase rata-rata sarana produksi pangan skala

(17)

menengah keatas yang memenuhi syarat adalah 85.0% dan tidak memenuhi syarat adalah 15.0%, sedangkan sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat adalah 59.7% dan tidak memenuhi syarat 40.3%. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka bisa dikatakan bahwa secara umum, sarana produksi pangan skala menengah keatas mempunyai kondisi pemenuhan persyaratan CPMB yang lebih baik dibandingkan dengan sarana produksi skala IRT-P. Kecuali di beberapa Propinsi ditemukan sarana produksi skala menengah keatas yang tidak memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari IRT-P, yaitu di Jambi. Selain Hal tersebut, sarana produksi skala menengah keatas yang TMS penerapan CPMB sama banyaknya dengan IRT-P ditemukan di propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang memenuhi syarat CPMB lebih rendah dibandingkan dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas, dapat terjadi karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional. Pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, terutama pemahaman tentang pelaksanaan higiene perorangan. Tidak mudah untuk merubah perilaku karyawan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, untuk menerapkan praktek higiene, meskipun sudah ada petunjuk yang jelas. Alur proses produksi dari sarana produksi pangan skala IRT-P biasanya tidak jelas, sehingga memungkinkan adanya peluang terjadi kontaminasi silang. Selain hal tersebut, dapat juga disebabkan karena jumlah sarana yang diperiksa tidak sebanding dengan sarana produksi pangan skala menengah keatas. Sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa oleh BB/Balai POM selama tahun 2005 – 2008, sebanyak 6,499 sarana (12.0%) dari jumlah sarana produksi skala IRT-P yang produknya terdaftar (54,213 sarana), sedangkan jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang diperiksa sebanyak 1,466 sarana (52.6%) dari jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang produknya terdaftar (2,789 sarana).

Beberapa propinsi mempunyai sarana produksi dengan kondisi memenuhi syarat lebih besar dari 80%, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas, maupun IRT-P. Sarana produksi pangan tersebut terletak di dalam wilayah propinsi Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Sedangkan 2 propinsi

(18)

yang mempunyai sarana produksi pangan dengan temuan tidak memenuhi syarat lebih besar dari 70% yaitu berada di wilayah propinsi Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Propinsi yang sarana produksinya ditemukan paling banyak memenuhi syarat CPMB adalah propinsi Jawa Timur dan yang pemenuhannya terhadap komponen CPMB paling kecil adalah Kalimantan Selatan. Hasil evaluasi secara rinci dapat dilihat dalam Tabel.3.

Tabel.3. Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi. NO. PROPINSI MD IRT-P DIEVA LUASI MS % TMS % DIEVA LUASI MS % TMS % 1 NAD 10 7 70,0 3 0,0 104 40 38,5 64 61,5 2 Sumatera Utara 139 133 95,7 6 4,3 536 482 89,9 54 10,1 3 Sumatera Barat 24 22 91,7 2 8,3 210 122 58,1 88 41,9 4 Riau 47 45 95,7 2 4,3 213 129 60,6 84 39,4 5 Jambi 21 10 47,6 11 52,4 281 214 76,2 67 23,8 6 Sumatera Selatan 14 13 92,9 1 7,1 38 26 68,4 12 31,6 7 Bengkulu 9 6 66,7 3 33,3 353 95 26,9 258 73,1 8 Lampung 37 31 83,8 6 16,2 252 154 61,1 98 38,9 9 DKI Jakarta 317 303 95,6 14 4,4 226 156 69,0 70 31,0 10 Jawa Barat 198 157 79,3 41 20,7 950 780 82,1 170 17,9 11 Jawa Tengah 48 39 81,3 9 18,8 52 14 26,9 38 73,1 12 D.I.Yogya karta 63 41 65,1 22 34,9 1.357 524 38,6 833 61,4 13 Jawa Timur 313 281 89,8 32 10,2 231 225 97,4 6 2,6 14 Kalbar 33 20 60,6 13 39,4 147 69 46,9 78 53,1 15 Kalteng 1 1 100,0 - - 18 10 55,6 8 44,4 16 Kalsel 21 3 14,3 18 85,7 248 42 16,9 206 83,1 17 Kaltim 7 6 85,7 1 14,3 301 189 62,8 112 37,2 18 Sulawesi Utara 11 11 100,0 - - 61 45 73,8 16 26,2 19 Sulteng 9 9 100,0 - - 58 37 63,8 21 36,2 20 Sulsel 6 6 100,0 - - 202 175 86,6 27 13,4 21 Sultra 5 5 100,0 - - 110 81 73,6 29 26,4 22 Bali 77 59 76,6 18 23,4 197 117 59,4 80 40,6 23 NTB 16 4 25,0 12 75,0 179 52 29,1 127 70,9 24 NTT 23 22 95,7 1 4,3 94 66 70,2 28 29,8 25 Maluku 4 2 50,0 2 50,0 9 6 66,7 3 33,3 26 Irian Jaya 13 10 76,9 3 23,1 72 31 43,1 41 56,9 JUMLAH 1.466 1.246 85,0 220 15,0 6.499 3.881 59,7 2.618 40,3

(19)

Dalam rangka pemenuhan penerapan CPMB, Sarana produksi pangan memerlukan pembinaan secara berkesinambungan. Dalam melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan, petugas pengawas pangan (Food Inspector) juga melakukan pembinaan secara langsung terhadap sarana produksi pangan yang ditemukan tidak menerapkan CPMB, sehingga banyaknya tenaga pengawas pangan diperkirakan dapat mempengaruhi keberhasilan sarana produksi dalam menerapkan CPMB.

Propinsi Kalimantan Selatan, yang sarana produksinya banyak ditemukan tidak memenuhi syarat, ternyata sampai tahun 2006 hanya mempunyai 1 orang tenaga pengawas pangan tingkat dasar, yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda. Demikian juga di Propinsi Nusa Tenggara Barat, pada tahun 2007 dan 2008 baru tercatat adanya 3 orang pengawas pangan (1 orang pengawas tingkat dasar dan 2 orang pengawas muda). Sementara di propinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur mempunyai sumber daya manusia (SDM) yang baik. Tenaga pengawas pangan yang dimiliki oleh kedua propinsi tersebut meliputi pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya. Selain keterbatasan SDM, hal lain yang dapat mempengaruhi penerapan CPMB, khususnya pada sarana produksi pangan skala IRT-P adalah koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait untuk memberikan pembinaan terhadap sarana IRT-P.

Hasil evaluasi dalam kajian ini menunjukkan bahwa terdapat dua propinsi yang pemenuhan persyaratan CPMB, mendapatkan hasil yang ekstrim, yaitu di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang berada di propinsi Kalimantan Selatan, baik yang berskala menengah keatas, maupun skala IRT-P menunjukkan bahwa keduanya mendapatkan temuan TMS pemenuhan CPMB lebih besar dari 80%. Sedangkan di propinsi Jawa Timur keduanya mendapatkan hasil memenuhi syarat lebih besar dari 80%. Oleh karena itu dalam kajian ini dibahas secara khusus sarana produksi pangan yang berlokasi di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.

(20)

4.3.2.1. Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Jawa Timur yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dari tahun 2005-2008, yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 313 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 231 sarana IRT-P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Jawa Timur sebanyak 541 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 15,080 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 57.9% dan sarana IRT-P sebesar 1.5% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Jawa Timur. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 89.9% dan IRT-P sebesar 97.4%.

Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P, yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB lebih besar dari 80%, sehingga dapat dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh BBPOM di Surabaya dan instansi terkait berhasil. Keberhasilan dari pembinaan yang dilakukan, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM), dalam hal ini adalah tersedianya tenaga pengawas pangan di BBPOM di Surabaya, sampai dengan tahun 2008 BBPOM di Surabaya memiliki tenaga pengawas pangan tingkat dasar, muda dan madya.

Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 17 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; daging dan hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; lain – lain; makanan bayi dan anak; makanan ringan; rempah dan bumbu; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya serta tepung dan hasil olahnya. Jenis pangan yang sama, di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, yang sarananya diperiksa meliputi 7 jenis pangan yang sama, yaitu sarana produksi coklat, kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain-lain; makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya.

Dalam kajian ini hanya akan dibahas 3 jenis pangan yang sama, yang sarananya diperiksa, karena jumlah sarana produksi pangan yang dievaluasi

(21)

dianggap lebih mewakili. Ketiga jenis pangan tersebut adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Jawa Timur meliputi produk kacang olahan, keripik dan kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk air minum dalam kemasan (AMDK), minuman rasa dan minuman serbuk, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, bumbu dan saus.

4.3.2.2. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB di Kalimantan Selatan

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan di Kalimantan Selatan yang dilakukan oleh BBPOM di Banjarmasin dari tahun 2005-2008, yang dievaluasi dalam kajian ini meliputi 21 sarana produksi pangan skala menengah keatas dan 248 sarana IRT-P. Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas yang ada di Kalimantan Selatan sebanyak 34 sarana, sedangkan sarana IRT-P sebanyak 1,394 sarana. Hasil pemeriksaan yang dievaluasi pada sarana produksi menengah keatas tersebut sebesar 61.8% dan sarana IRT-P sebesar 17.8% dari keseluruhan sarana produksi pangan yang ada di propinsi Kalimantan Selatan. Sarana produksi pangan yang dinyatakan memenuhi syarat penerapan CPMB, untuk skala menengah keatas adalah 14.3% dan IRT-P sebesar 16.9%.

Sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di Kalimantan Selatan, masih banyak ditemukan yang memenuhi syarat penerapan CPMB. Hal tersebut dapat disebabkan karena kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di Banjarmasin dan instansi terkait, serta ketidak patuhan dari pemilik sarana produksi. Kurang berhasilnya pembinaan terhadap sarana produksi pangan tersebut, dapat disebabkan karena jumlah sumber daya manusia (SDM) kurang, dalam hal ini adalah banyaknya pengawas pangan yang ada di BBPOM di Kalimantan Selatan. Jumlah tenaga pengawas pangan di Kalimantan Selatan sampai tahun 2006 hanya 1 orang pengawas pangan tingkat dasar (asisten pengawas), yang lulus dalam pelatihan penjenjangan pengawas pangan, dan tahun 2007 tercatat adanya penambahan jumlah pengawas pangan, menjadi 8 orang pengawas tingkat dasar dan 1 orang pengawas tingkat muda.

(22)

Sarana produksi pangan yang diperiksa meliputi 7 jenis pangan yaitu buah dan hasil olahnya; coklat kopi dan teh; gula, madu dan kembang gula; lain – lain; makanan ringan; rempah dan bumbu; serta tepung dan hasil olahnya. Ketiga jenis pangan yang dibahas lebih lanjut dalam kajian ini adalah makanan ringan, minuman ringan serta rempah dan bumbu. Sarana produksi makanan ringan yang diperiksa di Kalimantan Selatan adalah kerupuk. Sarana produksi minuman ringan yang diperiksa adalah produk AMDK dan minuman rasa, sedangkan untuk jenis pangan rempah dan bumbu yang diperiksa adalah produk kecap, garam beryodium, dan saus.

Dari hasil evaluasi tersebut diatas, terlihat adanya kesamaan dari jenis yang sarana produksinya diperiksa oleh BBPOM di Surabaya dan Banjarmasin, demikian juga dengan produknya, ada kesamaan produk yang dihasilkan oleh sarana produksi pangan yang diperiksa oleh kedua BBPOM di wilayah propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan CPMB di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan. Pembinaan yang dilakukan di Jawa Timur dalam hal pemenuhan CPMB lebih berhasil dibandingkan dengan di Kalimantan Selatan dapat disebabkan karena jumlah dan kwalitas SDM di Jawa Timur lebih baik daripada di Kalimantan Selatan.

Kelemahan dari bahasan tersebut diatas adalah adanya ketidak seimbangan antara jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa di Jawa Timur (1.5%) dan di Kalimantan Selatan (17.8%), adanya ketidak lengkapan data hasil pemeriksaan dari BBPOM di Surabaya (tahun 2005) dan Banjarmasin (tahun 2006). Perbandingan antara jenis pangan dan jumlah sarana produksi yang diperiksa di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan dapat dilihat secara rinci pada Tabel. 4. dan 5. .

(23)

Tabel. 4. Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan

NO JENIS PANGAN

JAWA TIMUR KALIMANTAN SELATAN

DI EVA LU ASI MS TMS EVADI LU ASI MS TMS

IRT MD IRT MD IRT MD IRT MD

1

Buah dan Hasil

Olahnya 8 5 3 - - -

-2 Coklat, Kopi dan Teh

15 3 10 1 1 11 2 1 7 1

3

Daging dan Hasil

Olahnya 17 9 5 1 2 - - - -

-4

Gula, Madu dan

Kembang Gula 26 5 21 - - 1 - - 1

-5

Ikan dan Hasil

Olahnya 9 2 7 - - -

-6

Jem dan

Sejenisnya 6 2 4 - - -

-7

Kelapa dan Hasil

Olahnya 3 3 - - - -8 Lain - lain 73 25 43 - 5 4 2 - 2 -9 Makanan Bayi dan Anak 1 - 1 - - - -10 Makanan ringan 63 47 15 - 1 48 8 1 37 2 11 Minuman Beralkohol 11 - 11 - - - -12 Minuman Ringan 89 19 61 - 9 76 7 1 62 6 13 Minyak dan Lemak 17 6 11 - - - -14 Rempah dan Bumbu 57 19 31 - 7 53 7 - 40 6 15

Sayur dan Hasil

Olahnya 1 1 - - -

-16

Susu dan Hasil

Olahnya 21 2 18 - 1 - - - -

-17

Tepung dan

Hasil Olahnya 127 77 40 4 6 76 16 - 57 3

(24)

Tabel.5. Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi

NO JENIS PANGAN

JAWA TIMUR KALIMANTAN SELATAN SARANA DIEVA

LUASI % SARANA

DIEVA LUASI %

1 Buah dan Hasil Olahnya 13 8 61.5 - -

-2 Coklat, Kopi dan Teh 39 15 38.5 1 2 200.0

3 Daging dan Hasil Olahnya 23 17 73.9 - -

-4 Gula, Madu dan Kembang Gula 67 26 38.8 - -

-5 Ikan dan Hasil Olahnya 39 9 23.1 - -

-6 Jem dan Sejenisnya 21 6 28.6 - -

-7 Kelapa dan Hasil Olahnya 10 3 30.0 - -

-8 Lain - lain 196 73 37.2 1 -

-9 Makanan Bayi dan Anak 5 1 20.0 - -

-10 Makanan ringan 84 63 75.0 4 3 75.0

11 Minuman Beralkohol 21 11 52.4 - -

-12 Minuman Ringan 188 89 47.3 19 7 36.8

13 Minyak dan Lemak 18 17 94.4 1 -

-14 Rempah dan Bumbu 92 57 62.0 7 6 85.7

15 Sayur dan Hasil Olahnya 24 1 4.17 - -

-16 Susu dan Hasil Olahnya 32 21 65.6 - -

-17 Tepung dan Hasil Olahnya 100 127 127.0 6 3 50.0

JUMLAH 972 544 56.0 39 21 53.8

Berdasarkan hasil evaluasi dalam kajian ini, secara umum pemenuhan unsur-unsur CPMB pada sarana produksi pangan yang berada di propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, skala menengah ke atas (MD), lebih baik daripada sarana produksi pangan skala IRT-P. Selain hal tersebut pemenuhan unsur-unsur CPMB sarana produksi pangan yang berada di wilayah Jawa Timur lebih baik dari Kalimantan Selatan, baik untuk sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) maupun IRT-P. Kelompok lima utama yang paling banyak TMS pemenuhan CPMB, pada sarana produksi skala menengah keatas dan IRTP adalah unsur ruang pengolahan, higiene karyawan dan infestasi.

Unsur-unsur CPMB yang sering tidak dipenuhi pada sarana produksi skala IRT-P selain yang termasuk dalam kelompok lima utama, baik di Jawa Timur maupun di Kalimantan Selatan adalah sanitasi lingkungan fisik dan pabrik secara umum. Penyimpangan yang ditemukan lebih besar dari 50%.

(25)

Penyimpangan persyaratan CPMB terhadap unsur gudang tidak dingin atau gudang biasa, sering dijumpai pada sarana produksi skala IRT-P karena persyaratan sarana IRT-P yang memperbolehkan menjadi satu dengan rumah tinggal, pada umumnya tidak mempunyai gudang yang terpisah antara bahan baku, kemasan dan produk jadi. Selain hal tersebut, karena skala produksinya yang pada umumnya berjumlah sedikit dan hanya untuk memenuhi permintaan di wilayah sekitar lokasi sarana produksi, maka bahan baku yang dibeli langsung diolah dan dipasarkan, sehingga tidak diperlukan gudang yang terpisah, namun sanitasi dari ruang penyimpanan harus tetap diperhatikan. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun 2005-2008 dapat dilihat pada Tabel.6.

TABEL.6. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan BB/Balai POM tahun 2005-2008

NO. UNSUR-UNSUR CPMB SBY BMS

IRT MD IRT MD

1 Pimpinan 16.7 3.1 25.2 11.1

2 Sanitasi Lingkungan - Fisik 50.0 25.0 63.1 38.9

3 Sanitasi Lingkungan - Pembuangan/Limbah - 12.5 18.0 16.7

4 Sanitasi Lingkungan - Infestasi - 28.1 45.6 33.3

5 Pabrik - Umum 50.0 25.0 51.9 33.3

6 Pabrik - Ruang Pengolahan 66.7 46.9 68.4 50.0

7 Pabrik - Fasilitas 16.7 3.1 35.0 16.7

8 Pabrik - Pembuangan Sampah 33.3 18.8 29.4 22.2

9 Pabrik - Pembersihan 33.3 21.9 36.9 22.2 10 Pabrik - Infestasi 66.7 46.9 50.5 50.0 11 Peralatan - 9.4 31.6 11.1 12 Suplai Air - - 17.0 5.6 13 Hygiene Perorangan 66.7 46.9 67.5 50.0 14 Gudang Biasa 33.3 21.9 61.7 44.4 15 Gudang Dingin - - - -16 Gudang Kemasan - - - 50.0 17 Tindakan Pengawasan - 28.1 -

-18 Bhn Mentah dan Produk Akhir - 12.5 -

-19 Hasil Uji - 3.1 -

(26)

-4.3.3. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan jenis pangannya

Penggolongan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, mengacu pada daftar produk makanan dan minuman yang terdaftar di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari penggolongan jenis pangan yang dimuat dalam Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan. Penggolongan tidak mengacu pada kategori pangan yang baru, karena data produk pangan yang terdaftar di Badan POM sampai saat ini masih mengacu pada SK Dirjen POM tersebut.

Jenis pangan yang sarananya diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 propinsi dari tahun 2005 – 2008, yang di evaluasi dalam kajian ini meliputi 17 jenis pangan yaitu makanan ringan; minuman ringan; rempah dan bumbu; tepung dan hasil olahnya; buah dan hasil olahnya; coklat, kopi dan teh; daging & hasil olahnya; gula, madu dan kembang gula; lain – lain; ikan dan hasil olahnya; jem dan sejenisnya; kelapa dan hasil olahnya; makanan bayi dan anak; minyak dan lemak; sayur dan hasil olahnya; susu dan hasil olahnya dan minuman beralkohol. Rincian produk yang termasuk dalam jenis pangan tersebut dapat dilihat pada Lampiran.5.

Hasil evaluasi terhadap pemenuhan penerapan CPMB dari masing-masing jenis produk yang diproduksi oleh sarana skala menengah keatas, semuanya MS (lebih besar dari 75.0%). Sedangkan hasil evaluasi terhadap pemenuhan CPMB oleh sarana produksi skala IRT-P adalah diatas 50.0%, kecuali sarana produksi lain-lain (42.5%), kelapa dan hasil olahnya (41.5%) dan minuman beralkohol (0%). Jumlah sarana produksi minuman beralkohol yang diperiksa hanya 1 sarana, dan dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sarana produksi lain-lain yang sering ditemukan TMS dalam hal pemenuhan CPMB adalah sarana yang memproduksi kedelai olahan, yaitu tahu dan tempe. Sedangkan untuk kelapa dan hasil olahnya, yang sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB yaitu sarana produksi geplak. Sarana produksi tahu dan tempe, serta geplak sering ditemukan TMS pemenuhan CPMB karena produk tersebut merupakan makanan tradisional (makanan daerah) yang

(27)

pada umumnya proses produksinya masih sangat tradisional, demikian juga dengan cara berpikir serta pengetahuan dari pelaku usaha masih sangat sederhana, sehingga memerlukan pembinaan yang berkesinambungan untuk dapat memperbaiki proses produksi sesuai dengan penerapan CPMB. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut diatas dapat dinyatakan bahwa secara nasional dalam hal pemenuhan CPMB, sarana produksi skala menengah keatas lebih baik dibandingkan dengan sarana IRT-P. Evaluasi hasil pemeriksaan, dapat dilihat secara rinci pada Tabel.7.

Tabel.7. Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRT-P, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008

NO. JENIS PANGAN DIEVALUASI MD IRT

JML MS % TMS % JML MS % TMS % 1 Tepung dan Hasil Olahnya 3,130 191 163 85.3 28 14.7 2,939 1,810 61.6 1,129 38.4 2 Makanan ringan 1,335 63 53 84.1 10 15.9 1,272 761 59.8 511 40.2 3 Minuman Ringan 1,120 462 370 80.1 92 19.9 658 368 55.9 290 44.1 4 Lain - lain 632 128 114 89.1 14 10.9 504 214 42.5 290 57.5 5 Rempah dan Bumbu 606 140 106 75.7 34 24.3 466 269 57.7 197 42.3 6 Coklat, Kopi dan

The 247 82 69 84.1 13 15.9 165 114 69.1 51 30.9

7 Daging dan

Hasil Olahnya 199 46 43 93.5 3 6.5 153 110 71.9 43 28.1 8 Gula, Madu dan

Kembang Gula 118 66 66 100.0 - - 52 39 75.0 13 25.0

9 Kelapa dan

Hasil Olahnya 115 9 9 100.0 - - 106 44 41.5 62 58.5

10 Susu dan Hasil

Olahnya 114 91 79 86.8 12 13.2 23 14 60.9 9 39.1

11 Buah dan Hasil

Olahnya 99 25 23

92.0 2

8.0 74 63 85.1 11 14.9

12 Ikan dan Hasil

Olahnya 80 45 41 91.1 4 8.9 35 32 91.4 3 8.6 13 Minyak dan Lemak 69 38 38 100.0 - - 31 24 77.4 7 22.6 14 Minuman Beralkohol 63 62 55 88.7 7 11.3 1 - - 1 100.0 15 Jem dan Sejenisnya 31 13 13 100.0 - - 18 17 94.4 1 5.6 16 Makanan Bayi dan Anak 5 5 4 80.0 1 20.0 - - - 17 Sayur dan Hasil

Olahnya 2 - - - 2 2 100.0 - Grand Total 7,965 1,466 1,246 85.0 220 15.0 6,499 3,881 59.7 2,618 40.3

(28)

Hasil evaluasi lebih lanjut terhadap pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, menunjukkan adanya 5 (lima) jenis pangan yang paling sering diperiksa pada tahun 2005-2008, yaitu sarana produksi tepung dan hasil olahnya (39.3%); makanan ringan (16.8%); minuman ringan (14.1%); rempah dan bumbu (7.6%) dan lain – lain (7.9%). Banyak dan seringnya sarana produksi tersebut diperiksa oleh BB/Balai POM diantaranya karena jenis pangan tersebut ada di setiap propinsi, baik yang terdaftar sebagai produk MD maupun SP dan P-IRT. Sehingga selanjutnya akan dibahas khusus tentang 5 (lima) jenis pangan yang sering diperiksa tersebut.

Propinsi yang paling sering melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi tepung dan hasil olahnya yaitu propinsi D.I.Yogyakarta. dari 1,420 sarana produksi yang diperiksa, sarana produksi tepung dan hasil olahnya diperiksa sebanyak 956 sarana (67.32%). Sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa oleh BBPOM di Yogyakarta, antara lain meliputi produk – produk khas daerah yang banyak beredar, yaitu bakpia, yangko, tiwul, wingko, dan lain – lain. Selain produk – produk tersebut sarana produksi tepung dan hasil olahnya yang diperiksa di propinsi yang lain yaitu produk roti, kue dan mie.

Untuk produk minuman ringan yang paling banyak diperiksa oleh BB/Balai POM adalah produk air minum dalam kemasan. Selain AMDK, diperiksa juga sarana produksi sirup, minuman ringan berkarbonasi, minuman serbuk, dll. Produk makanan ringan yang paling banyak diperiksa adalah kerupuk, keripik dan kacang. Sedangkan yang paling banyak diperiksa untuk produk rempah dan bumbu adalah sarana produksi saus, kecap dan garam. Selanjutnya yang paling banyak diperiksa untuk produk lain – lain adalah sarana produksi Tahu, tempe, dan BTP. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, secara rinci dapat dilihat pada Tabel.8.

(29)

Tabel.8. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005 – 2008 di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini

NO PROPINSI DIEVALUASI JENIS PANGAN TEPUNG DAN HASIL OLAHNYA MAKANAN RINGAN MINUMAN RINGAN LAIN -LAIN REMPAH DAN BUMBU 1 NAD 114 44 1 37 7 4 2 Sumatera Utara 675 306 82 103 43 34 3 Sumatera Barat 234 64 64 32 30 9 4 Riau 260 101 49 40 29 15 5 Jambi 302 114 94 18 21 25 6 Sumatera Selatan 52 10 8 9 6 11 7 Bengkulu 362 73 116 14 126 13 8 Lampung 289 57 127 30 15 24 9 DKI Jakarta 543 121 27 135 41 51 10 Jawa Barat 1,148 410 259 119 61 109 11 Jawa Tengah 100 12 15 29 11 15 12 D.I.Yogyakarta 1,420 956 157 78 34 59 13 Jawa Timur 544 127 63 89 73 57 14 Kalimantan Barat 180 48 37 42 15 22 15 Kalimantan Tengah 19 6 2 7 2 2 16 Kalimantan Selatan 269 76 48 76 4 53 17 Kalimantan Timur 308 152 72 39 1 27 18 Sulawesi Utara 72 43 4 4 10 4 19 Sulawesi Tengah 67 30 12 7 9 6 20 Sulawesi Selatan 208 89 8 59 1 24 21 Sulawesi Tenggara 115 47 24 11 9 14 22 Bali 274 82 26 63 15 11 23 NTB 195 82 27 21 39 10 24 NTT 117 58 5 27 5 4 25 Maluku 13 4 3 4 2 26 Irian Jaya 85 18 5 27 25 1 Jumlah 7,965 3,130 1,335 1,120 632 606 Persentase (%) 39.3 16.8 14.1 7.9 7.6

(30)

4.4. Pemetaan pemenuhan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dikirimkan oleh BB/Balai POM di 26 propinsi yang di evaluasi dalam kajian ini dipetakan berdasarkan kondisi sarananya. Pemetaan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) kriteria warna, yaitu hijau, kuning dan merah. Warna hijau digunakan untuk memberikan tanda terhadap propinsi dengan kondisi sarananya dianggap baik yaitu sarana dengan temuan TMS kurang dari 15 %. Warna kuning digunakan untuk propinsi dengan kondisi sarana sedang, yaitu sarana dengan temuan TMS antara 15 – 49%, sedangkan untuk yang berwarna merah, diasumsikan sebagai propinsi yang kondisi sarana produksi pangannya rendah atau kurang, yaitu sarana dengan temuan TMS sebesar 50% keatas (> 50%). Kriteria pewarnaan tersebut diberlakukan sama, antara sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P.

Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala menengah ke atas,

dengan kriteria tersebut, menunjukkan warna hijau sebanyak 13 propinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Nusa Tenggara Timur. Warna kuning sebanyak 9 propinsi yaitu NAD, Bengkuku, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Bali dan Irian Jaya. Selanjutnya warna merah meliputi 4 propinsi yaitu Jambi, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Maluku. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.7.

Hasil pemetaan terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P, menunjukkan warna hijau sebanyak 3 propinsi yaitu Sumatera Utara, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Warna kuning sebanyak 15 propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Selanjutnya warna merah meliputi 8 propinsi yaitu NAD, Bengkulu, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Irian Jaya. Gambaran pemetaan tersebut dapat dilihat pada Gambar.8.

(31)

Gambar.7. Pemetaan kinerja industrinpangan skala menengah keatas(MD) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2005 – 2008. Baik (hijau): TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 – 49%, kurang (merah) : TMS > 50%.

Gambar.8. Pemetaan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini. Baik (hijau) : TMS < 15%, sedang (kuning) : TMS 15 – 49%, kurang (merah) : TMS > 50%

Gambar

Gambar 5. Persentase hasil pemeriksaan  sarana produksi pangan skala menengah  keatas  (MD)  yang  dievaluasi  dalam  kajian  ini
Gambar  6.  Persentase  hasil  pemeriksaan  sarana  produksi  pangan  skala  IRT-P,  yang  di  evaluasi  dalam  kajian  ini  (n=7,965),  berdasarkan  data  hasil  pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Tujuan dari Perjanjian Kerja Sama ini adalah wujud partisipasi PARA PIHAK dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi perumahan dan

tuberkulosis dengan meningkatkan penyuluhan untuk memperbaiki pemahaman dan memberikan motivasi bagi penderita tuberkulosis yang berpendidikan rendah agar lebih

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa pemberian etinil estradiol sebagai hormon estrogen kontrasepsi oral pada uterus tikus putih

Secara umum dari data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Jember, produksi beberapa sayuran mengalami kenaikan produksi dibandingkan dengan tahun

Dari kelima faktor karakteristik sosio-ekonomi yang ditemukan mempengaruhi kecenderungan penghuni dalam melakukan perubahan perumahan di Rusun Pekunden, jumlah anggota

Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Riduwan dan Kuncoro (2011: 2) “model path analysis digunakna untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Faktor Budaya dan Tingkat

Dalam penentuan nilai ambang pada Tugas Akhir ini, digunakan penjumlahan dua parameter statistik, yaitu rerata dan simpangan baku dari hasil pengujian sebelumnya