• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluation of the inspection of Food Production Facilities in 26 Provinces of Indonesia by the National Agency of Drug and Food Control (NADFC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluation of the inspection of Food Production Facilities in 26 Provinces of Indonesia by the National Agency of Drug and Food Control (NADFC)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

! " #$#

!

(3)
(4)

!./0 * . 1 . *%, 02 '

' 2 % * '

- 3%* '-4 . &*, 05*%, 6 *& 1*

*& 05*%,*& . .7*% %8&.7

, " , % * ' - 3%* '-4

& " 6

2 2

2 + + 9+ :7

3++9+ :74 2

, 2 8 7 387 4

++9+ :7 ##( 6 ##;

02

37 " &,4" " 3 4 , 2

87

, 2

6 3/74

/7 3;(<4

3 (<4 87 = 2 2 "

0 ! 2 % " 2 /7

87 =

6 2 =

87 " ! " " 5 % ,

7

,

3>)")<4" 2 3$?"$<4" 3$ ";<4" 3@")<4 3@" <4

7 2 87 /7

$> 2 A 3 2 6

$(<4 " ) 2 A 3 6

$( 6 ?)<4 ? 2 A 3 6

?)<4 5

" > 2 A $(

(5)

&*, 05*%, 6 *& 1* *& 05*%,*& . .7*% %8&.7

" + :

7 3+ :74 "

"

+ + 9+ :

7 3++9+ :74 "

" - 7+"

" "

2 "

++9+ :7"

- "

##( $@ <" ## $( ;<" ##@ $ ?<"

##; $( )< - 6

$ ?<

-&,6 " ##( ? <" ##

? ;<" ##@ > (<" ##; @< - 6

&,6 >")<

&,6 "

6 $# <

2

7 6 &, , 2 "

"

" "

3 &*4

2 37 4

(6)

- 7+ (? B (< &,6 - 7+

37 4

02 "

3,7 4 - 7+ &,6 "

37 4 ,7 - 7+ 3! 4"

,7 - 7+

37 4 &,6 3 % , + 4 .

- 7+

! , .

! ++9+ :7

##( B ##;" 2 $@

C C C

C C " C D C

" C 6 C C

C C C

C C

2

++9+ :7" @") (

" (

3>) ><4C

3$ ;<4C 3$? $<4C

3@ <4 B 3@ )<4 +

++9+ :7

" 7

6 &,

,7 ;( @<"

3*7 4

&,6 ,7 ;> $<

"

3 4" 3 4"

3 4" 6 3 4

,7 % , + "

,7 3@(<4 *7 &,6 ,7 3@# )<4

"

3 4" 3 4" 6 3

(7)

>

,7 - 7+

3 4

,7 - 7+ $(<" 3 4

,7 $( B ?)<" 3 4

,7 E (#<

$> " )

?

&,6 > " $(

(8)

*+ & ( " ( # (, ) #$ # * *)- *" &* ) & ( *) )-.*( %

(9)

% 7 F !

%& F ' ( ##(##)(

& 6 " 7

*

7 , 7

/ % " 7 % % " 7

(10)

6% ,

7

+ 7 ,

6 F

$ & 6 " 7

" 7 "

"

/ % " 7 "

> + : 7

? 7 7 G " * . " * " 7 "

( , 8 " 7 C " * " 7 5 7 "

*

, 6 "

: 7 " 6

@ 7 , "

; "

)

+ " #$#

(11)

7 ? ! $)(;

+ 5 * 7

' + ' 7 $)@@" $)@;

' ' . 2 * , $);@

" *

' * $);;

7 7 "

! : 7 3 :74"

$))$ ### :7 / %

3/ % 4" + : 7

## " + :7

+ " 7

(12)

vii HALAMAN

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Ruang Lingkup ... 1.3. Tujuan ... 1.4. Manfaat ...

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keamanan Pangan ... 2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan ... 2.3. Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) ... 2.4. Pengawasan ... 2.5. Laporan Pemeriksaan ... ...

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu ... 3.2. Bahan dan Alat ... 3.3. Metode Penelitian ...

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Cakupan Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan yang Dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 ... 4.2. Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi pangan yang

Dievaluasi ... 4.3. Profil Sarana Produksi Pangan dalam hal Pemenuhan CPMB ... 4.4. Pemetaan Pemenuhan CPMB Sarana Produksi

Pangan ...

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

viii

ix

xi

1 2 3 3

4 4 18 20 22

23 23 23

26

29

36

55

54 55

59

(13)

viii HALAMAN

1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun 2005-2008

2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar ...

3. Hasil evaluasi sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P di 26 Propinsi ...

4. Perbandingan jenis pangan yang dievaluasi dalam kajian ini di Propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan ...

5. Perbandingan jumlah sarana produksi yang diperiksa dan dievaluasi dalam kajian ini oleh propinsi Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, berdasarkan jenis pangan yang diproduksi ...

6. Persentase unsur-unsur yang berkontribusi terhadap tidak terpenuhinya penerapan CPMB pada sarana produksi menengah keatas (MD) dan IRT-P di Jawa Timur dan

Kalimantan Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan

BB/Balai POM tahun 2005-2008 ...

7. Hasil evaluasi jenis pangan yang diproduksi oleh sarana produksi skala menengah keatas dibandingkan dengan IRT-P, berdasarkan data dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008 ...

8. Jumlah jenis pangan yang paling sering diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008 di 26 Propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini ...

27

33

43

48

49

50

52

(14)

ix HALAMAN

1. Persentase cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas dan IRT-P yang dilakukan oleh BB/Balai POM ...

2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008, dan yang dievaluasi berdasarkan status pendaftaran ...

3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil baik, cukup dan kurang terhadap pemenuhan CPMB ...

4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB ...

5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 propinsi tahun 2005-2008 ...

6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 propinsi tahun 2005-2008 ...

7. Pemetaan kinerja industri pangan skala menengah keatas (MD) berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2005-2008 ...

8. Pemetaan kinerja industri pangan skala IRT-P berdasarkan pemeriksaan sarana produksi pangan tahun 2005-2008 ...

28

30

34

36

38

40

56

(15)

xi HALAMAN

1. Formulir laporan pemeriksaan sarana produksi pangan (Form : A)

2. Formulir Rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleg BB/Balai POM (Form : RA) ...

3. Persentase sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi ...

4. Persentase sarana produksi pangan skala IRT-P yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi ...

5. Jumlah sarana produksi yang diperiksa di 26 propinsi dari tahun 2005-2008, yang dievaluasi dalam kajian ini ...

6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan per propinsi, yang dievaluasi dalam kajian ini ...

7. Penggolongan jenis pangan berdasarkan SK Dirjen POM No.002240/B/SK/VII/II/91 dan berdasarkan data pendaftaran produk pangan di Badan POM ...

62

64

65

66

67

68

(16)

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia, baik dipandang dari segi kuantitas maupun kualitasnya, oleh karena itu tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Produsen yang memproduksi produk pangan bertanggung jawab penuh terhadap pangan yang diproduksi dan diedarkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat konsumen. Untuk menghasilkan produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, diperlukan kesadaran yang tinggi dari para produsen, agar pada waktu memproduksi makanan tersebut mentaati persyaratan dan peraturan yang berlaku dan menerapkan pedoman cara produksi makanan yang baik (CPMB).

Masyarakat perlu mendapatkan jaminan bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan tersebut dapat diperoleh apabila produsen tersebut mengikuti persyaratan dan peraturan tentang mutu dan keamanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berwenang dan melaksanakan CPMB, sehingga konsumen bisa memilih produk pangan secara tepat, sesuai dengan kebutuhan dan tidak dirugikan dengan adanya persaingan dagang yang tidak sehat. Selain itu jaminan dapat juga diperoleh dengan adanya pengawasan terhadap produk pangan baik oleh produsen, pemerintah dan konsumen itu sendiri.

(17)

pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk sampling dan pengujian laboratorium, monitoring label dan iklan pangan serta penyidikan dan penegakkan hukum, setelah produk tersebut beredar di pasaran.

Pengawasan sarana produksi pangan dilakukan secara rutin oleh Balai Besar/Balai POM (BB/BPOM) di 26 propinsi di Indonesia. Pengawasan tersebut dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi yang produknya sudah terdaftar, dengan melakukan penilaian terhadap penerapan CPMB, pada setiap rantai proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai produk akhir dan pendistribusian, termasuk pelabelannya.

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan oleh BB/BPOM, baik untuk sarana produksi berskala menengah ke atas maupun skala industri rumah tangga, sampai saat ini masih banyak temuan sarana produksi pangan yang belum menerapkan CPMB secara optimal. Selain hal tersebut, sarana produksi pangan yang diperiksa setiap tahun bukan merupakan sarana yang sama, serta persentase cakupan pemeriksaannya terlalu kecil. Oleh karena itu diperlukan adanya evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana pengolahan pangan.

1.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari kajian ini adalah melakukan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang produknya terdaftar dengan nomor makanan dalam negeri (MD), sertifikat penyuluhan (SP) atau pangan industri rumah tangga (P-IRT) di 26 Propinsi di Indonesia, berdasarkan data pemeriksaan yang dikirim oleh BB/BPOM selama tahun 2005 sampai dengan 2008, dengan asumsi bahwa pemeriksaan tersebut telah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang ada.

(18)

wilayah kerja BPOM di Ambon) dan papua timur (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Jayapura). Pada tahun 2005 – 2008 belum ada pendataan secara terpisah untuk propinsi baru karena pada tahun 2005 - 2006 belum ada Balai POM di Propinsi Baru. Pada Tahun 2007 – 2008 sudah ada Balai POM di propinsi Banten, Batam, Bangka Belitung dan Gorontalo, namun petugas Balai POM Baru tersebut masih ditempatkan di BBPOM di DKI Jakarta, Pekanbaru, Palembang, Sulawesi Utara dan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).

1.3. Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk melihat cakupan pemeriksaan, mengetahui profil sarana produksi pangan dalam hal penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB) berdasarkan analisis hasil pemeriksaan sarana produksi pangan menurut status pendaftaran atau skala industri, lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada, jenis pangan; dan melakukan pemetaan terhadap pemenuhan persyaratan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia, berdasarkan data hasil pemeriksaan dari 26 BB/Balai POM tahun 2005 – 2008 yang dievaluasi dalam kajian ini.

1.4. Manfaat

(19)

2.1. Keamanan Pangan

Keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya kepada konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO 1997). Sedangkan definisi keamanan pangan menurut Undang – Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekatasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan peperiksaan laboratprium, dan pangan tercemar. Selain hal tersebut, di dalam peraturan yang sama juga disebutkan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, yang dapat merugikan, atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia.

Salah satu cara produsen untuk memenuhi ketentuan tersebut adalah mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk persyaratan sanitasi di setiap rantai pangan, yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan peredarannya serta penerapan cara produksi makanan yang baik (CPMB).

2.2. Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

Sisten jaminan mutu dan keamanan pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan dan atau pengawasan yang dilakukan terhadap proses produksi dan peredaran pangan, hingga pangan tersebut siap dikonsumsi, agar pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan terhadap proses produksi dilakukan mulai dari penerimaan bahan baku di sarana produksi, proses produksi, pengemasan, sampai produk siap untuk didistribusikan.

(20)

kesehatan manusia dan bermutu, yang lazimnya dilaksanakan sejak awal kegiatan produksi pangan sampai dengan siap untuk diperdagangkan, dan merupakan sistem pengawasan dan pengendalian mutu yang selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. [penjelasan pasal 20 ayat (2)], Undang – Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang Pangan.

- Jaminan keamanan pangan dilakukan oleh produsen, peritel dan pemerintah. Pihak yang paling bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan pangan adalah produsen yang memproduksi pangan. Ruang lingkup jaminan keamanan pangan yang dilakukan oleh produsen, yang utama yaitu pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi bahan yang bersangkutan, karena bahan baku yang memenuhi syarat keamanan dan mutu, ikut menentukan keamanan dan mutu produk jadi. Selain pemilihan bahan baku, produsen harus menjamin bahwa selama proses produksi terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik cemaran fisik, kimia maupun mikrobiologi, demikian juga pada saat pengemasan dan pelabelan produk. Produsen juga harus menjamin bahan baku dan produk akhir disimpan secara terpisah, didalam gudang yang aman, termasuk pengaturan suhu apabila diperlukan. Produsen bisa memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang diproduksi, dengan cara memenuhi peraturan dan standar yang berlaku, salah satunya termasuk melakukan penerapan cara produksi pangan yang baik (CPMB) dalam memproduksi pangan.

(21)

terkait dengan kondisi dan perlakuan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan seluruh tahapan pada setiap rantai pangan, dengan tujuan agar menghasilkan produk pangan yang aman dan layak untuk dikonsumsi. Kelayakan pangan adalah jaminan bahwa pangan dapat diterima untuk konsumsi manusia sesuai dengan penggunaannya. Penggunaan GHP lebih luas dibandingkan dengan GMP sehingga dapat diterapkan di mana – mana, termasuk industri kecil skala IRT-P dan street food.

Peritel atau sarana distribusi pangan harus bisa memberikan jaminan bahwa produk pangan yang dijual terhindar dari kemungkinan masuknya cemaran, baik pada saat penyimpanan maupun di dalam tempat peragaan (gerai), termasuk pengaturan tata letak dan suhu, apabila diperlukan. Pemerintah menyediakan peraturan – peraturan yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pelakua usaha. Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku usaha.

Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan di Indonesia, diwujudkan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah disusunnya peraturan – peraturan yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, dibentuknya jejaring keamanan pangan dan pengawasan pangan, yang merupakan koordinasi lintas sektor antar instansi terkait Peraturan – peraturan tersebut diperlukan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen. Koordinasi lintas sektor diperlukan karena banyaknya instansi yang berwenang dan terkait dalam pembinaan dan pengawasan makanan.

2.2.1. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan-peraturan yang terkait dengan masalah pangan adalah sebagai berikut :

2.2.1.1. Undang – Undang Republik Indonesia no 7, tahun 1996 tentang

Pangan.

Dalam peraturan ini dicantumkan mengenai tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah :

 Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi

kepentingan kesehatan manusia.

(22)

 Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan

terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat (pasal 3)

Ketentuan – ketentuan yang terkait dengan keamanan pangan, meliputi : 1) Sanitasi Pangan

Sanitasi pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan dan minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membehayakan manusia (pasal 1 ayat 9). Dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) dicantumkan bahwa dalam pengertian persyaratan sanitasi sudah tercakup pula persyaratan higienis.

Ketentuan mengenai sanitasi pangan, antara lain :

 Kewenagan pemerintah untuk menetapkan persyaratan sanitasi dalam

kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan [pasal 4, ayat (1)]

 Kewajiban bagi sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung

atau tidak langsung digunakan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran untuk memenuhi persyaratan sanitasi [pasal 5, ayat (1)]

 Kewajiban setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan

kegiatan dan proses produksi, penyimpanan, pengangkutan dan atau peredaran pangan, untuk :

- Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan dan atau keselamatan manusia

- Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala - Menyelenggarakan pengawasan dan pemenuhan persyaratan sanitasi

2) Bahan Tambahan Pangan

(23)

 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan,

untuk menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan [pasal 10, ayat (1)]

3) Rekayasa Genetika dan Radiasi Pangan

Yang dimaksud dengan rekayasa genetika pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.

Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhsdsp pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan pangan dari jasad renik patogen. Ketentuan mengenai rekayasa genetika dan iradiasi pangan antara lain :

 Kewajiban setiap orang yang memproduksi pangan, menggunakan bahan

baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika untuk terlebih dahulu memeriksa keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan. [pasal 13, ayat (1)]

 Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan

izin dari pemerintah. Kegiatan atau proses produksi yang digunakan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi wajib memenuhi persyaratan

kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan

radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. (pasal 14)

4) Kemasan Pangan

(24)

 Larangan bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan

untuk menggunakan bahan apapun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia [pasal 16, ayat (1)]

 Larangan bagi setiap orang untuk membuka kemasan akhir pangan untuk

dikemas kembali dan diperdagangkan, kecuali untuk pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar yang lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut (pasal 16)

5) Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium

Ketentuan mengenai jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium antara lain

 Kewajiban bagi setiap orang yang memproduksi pangan untuk

diperdagangkan untuk menyelenggarakan sistem jaminan mutu sesuai dengan panga yang diproduksi [pasal 20, ayat (1)

 Kewenanganan Pemerintah untuk menetapkan persyaratan agar pagan

tersebut terlebih dulu diuji secara laboratoris sebelum diedarkan [pasal 20 ayat(2)].

6) Pangan Tercemar

Ketentuan mengenai pangan tercemar antara lain, larangan bagi setiap orang untuk mengedarkan :

 Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat

merugikan atau membahayakan kesehatan jiwa manusia.

 Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas

maksimal yang ditetapkan.

 Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia.

 Pangan yang kedaluwarsa

(25)

2.2.1.2. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8, tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

Undang-Undang perlindungan konsumen disusun dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain :

 proses globalisasi ekonomi dapat berakibat semakin terbukanya pasar nasional

 diperlukan jaminan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat serta

kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan atau jasa yang beredar;

 perlu meningkatkan kesadaran dan kepedulian konsumen serta menumbuh

kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.

Hak konsumen yang terkait dengan keamanan pangan yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Kewajiban dari pelaku usaha antara lain adalah

 menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan

sesuai dengan standar mutu barang yang berlaku.

 wajib mencantumkan tanggal kadaluwarsa dalam label, serta mengikuti

ketentuan berproduksi secara halal, apabila mencantumkan kata "Halal" dalam label.

 wajib dituliskan dalam label ialah nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain yang diperlukan, mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia.

Larangan bagi pelaku usaha antara lain adalah :

 dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang, jasa yang tidak sesuai dengan standar, mutu, komposisi, proses pengolahan, kondisi dan jaminan seperti yang tercantum dalam label

 dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar

tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

(26)

perlindungan konsumen diantaranya adalah adanya upaya menciptakan iklim usaha yang sehat antara pelaku usaha dan konsumen. Pembinaan dan pengawasan dari penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh menteri teknis terkait, yaitu menteri perdagangan. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana.

2.2.1.3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan

Dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang – Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan tidak berlaku. Didalam undang-undang kesehatan yang baru memuat pasal-pasal yang terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan, yaitu :

 Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan melalui kegiatan pengamanan

makanan dan minuman (pasal 48, huruf o)

 Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan (pasal 47)

 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta

mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus menjamin agar aman bagi manusia, hewan yang dimakan manusia, dan lingkungan.(pasal 109)

 Setiap orang dan/atau badan hukum yang memproduksi dan mempromosikan

produk makanan dan minuman dan/atau yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil olahan teknologi dilarang menggunakan kata-kata yang mengecoh dan/atau yang disertai klaim yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.(pasal 110)

 Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan

pada standar dan/atau persyaratan kesehatan.(pasal 111 ayat 1)

 Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar

(27)

 Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang

berisi: nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.(pasal 111 ayat 3)

 Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan

kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(pasal 111 ayat 6)

 Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.(pasal 112)

2.2.1.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 69 tahun 1999

tentang Label dan Iklan Pangan.

Yang dimaksud dengan label pangan hádala setiap keterangan mengenai pengan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagiankemasan pangan. Sedangkan yang dimaksud dengan iklan pangan hádala setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan. Ketentuan mengenai label dan iklan pangan antara lain adalah :

 Kewajiban setiap orang yang memeproduksi atau memasukkan kedalam wilayah

Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan, untuk mencantumkan label pada, di dalam dan atau di kemasan pangan.

 Pada label sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang

(28)

 Keterangan pada label ditulis, dicetak atau ditampilkan secara tegas dan jelas

sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat dan menggunakan bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin.

 Larangan bagi setiap orang untuk memberikan keterangan atau pernyataan yang

tidak benar dan atau menyesatkan tentang pangan yang diperdagangkan pada label dan iklan

2.2.1.5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 2004

tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan

Ketentuan dalam peraturan tersebut diantaranya adalah :

 Didalam peraturan tersebut dicantumkan bahwa setiap orang yang

bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi,penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Persyaratan sanitasi diatur loleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan yang meliputi antara lain : sarana dan/atau prasarana; penyelenggaraan kegiatan; dan orang perseorangan.

 Pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan

dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik yang meliputi Cara Budidaya yang Baik; Cara Produksi Pangan Segar yang Baik; Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik; Cara Distribusi Pangan yang Baik; Cara Ritel Pangan yang Baik; Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik

 Pedoman-pedoman tersebut ditetapkan oleh Menteri terkait atau Kepala

Badan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

 Setiap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan, mutu dan gizi pangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

 Pangan segar yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya

(29)

bidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing.

 Pangan olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pengeluarannya

dari pabean hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pemasukan pangan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.

 Setiap pangan yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia wajib memenuhi

persyaratan keamanan pangan.

 Setiap orang yang mengeluarkan pangan dari wilayah Indonesia bertanggung

jawab atas keamanan, mutu dan gizi pangan.

 Dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan

olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran sebelum diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran.

 Pangan olahan yang dibebaskan dari kewajiban memiliki surat persetujuan

pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 atau sertifikat produksi pangan industri rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, yaitu pangan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar; dan/atau dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran; penelitian; atau konsumsi sendiri.

2.2.1.6. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta

Label dan Periklanan Makanan

(30)

coklat, kopi dan teh; minuman keras; rempah dan bumbu serta rempah-rempah dan bumbu.

2.2.2. Instansi yang terkait

Untuk memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan pangan yang beredar, pemerintah menetapkan peraturan, standar dan ketentuan – ketentuan yang harus dipenuhi oleh produsen yang memproduksi pangan untuk mencegah kemungkinan tercemarnya pangan dengan cemaran biologi, kimia dan fisik, serta cemaran lain yang membehayakan kesehatan manusia. Selain hal tersebut, pemerintah juga melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan dan pembinaan dilakukan secara terpadu antar instansi terkait sesuai dengan lingkup kerja dan tugas pokok masing – masing. Instansi yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan pangan terpadu tersebut adalah :

2.2.2.1. Departemen Kesehatan

Sesuai dengan lingkup tugasnya, Departemen Kesehatan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap makanan siap saji, seperti catering dan restoran. Menteri Kesehatan bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji yang Baik. Pedoman tersebut dibuat dengan memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, yaitu dengan cara mencegah tercemarnya produk pangan oleh cemaran biologi, kimia dan fisik yang dapat menjadikan makanan tersebut tidak aman dan membahayakan kesehatan, mencegah pertumbuhan mikroba, mengurangi jumlah mikroba serta mengendalikan proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku sampai dengan cara penyajian. Pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.

(31)

2.2.2.2. Departemen Perindustrian

Selain memberikan izin industri, lingkup tugas Departemen Perindustrian dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan adalah melakukan pembinaan yang berkaitan dengan penerapan cara produksi pangan yang baik, terhadap sarana produksi pangan skala menengah keatas, serta menyusun pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB). Penyusunan pedoman tersebut dengan memperhatikan aspek – aspek keamanan pangan, salah satunya adalah mengendalikan proses, termasuk pemilihan bahan baku, bahan tambahan pangan, pengolahan pangan, pengemasan, penyimpanan serta pengangkutan pangan tersebut ke sarana distribusi.

2.2.2.3. Departemen Perdagangan

Lingkup tugas Departemen Perdagangan dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan selain melakukan pembinaan terhadap sarana distribusi pangan adalah menyusun pedoman Cara Distribusi Pangan Baik (CDPB). Aspek keamanan pangan yang terkait dengan penyusunan pedoman tersebut adalah cara melakukan bongkar muat pangan sehingga tidak menimbulkan kerusakan, mengendalukan kondisi lingkungan distribusi dan penyimpanan, termasuk pengaturan suhu, kelembaban dan tekanan udara. Pedoman tersebut juga mengatur bagaimana caranya mengendalikan sistem pencatatan, agar dapat melakukan penelusuran kembali terhadap produk pangan yang didistribusikan, apabila diperlukan pada saat terjadi kasus ( misal : kasus keracunan, adanya produk yang rusak dan tercemar).

2.2.2.4. Departemen Pertanian

(32)

Penerapan cara budi daya yang baik diterapkan pada budi daya hasil ternak dan pertanian. Aspek – aspek keamanan pangan yang diperhatikan pada budi daya hasil ternak dan pertanian meliputi mencegah penggunaan lahan yang lingkungannya berpotensi mengancam keamanan pangan, mengendalikan cemaran biologis, hama dan penyakit hewan serta tanaman. Selain hal tersebut juga mengendalikan penggunaan pupuk kimia, pestisida pada tumbuhan dan hormon pertumbuhan dan antibiotika pada hewan ternak.

Penerapan cara produksi pangan segar yang baik untuk hasil pertanian meliputi cara pemanenan, penyimpanan dan pengangkutan. Sedangkan untuk hasil peternakan cara produksi pangan segar yang baik diterapkan mulai dari cara penyembelihan hewan ternak sampai dengan pengangkutannya, termasuk sanitasi rumah potong hewan (RPH) dan peralatannya.

2.2.2.5. Departemen Kelautan dan Perikanan

Lingkup tugas dari Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan pengendalian terhadap produk – produk perikanan, sesuai dengan yang tercantum dalam PP 28 tahun 2004 adalah menyiapkan Pedoman Cara Budi Daya yang Baik, Cara Produksi Pangan Segar yang Baik, dan Cara Produksi Pangan Olahan yang baik. Pedoman Budi Daya yang baik untuk ikan mulai dari penebaran benih ikan sampai dengan pemanenan, termasuk sanitasi kolam, tambak dan keramba tempat ikan di budi dayakan serta melakukan pengendalian terhadap bahan kimia yang tidak tepat guna, misalnya penggunaan antibiotika dalam tambak udang, sehingga akan meninggalkan residu antibiotika tersebut pada udang pada saat pemanenan.

(33)

2.2.3. Peran Badan POM

Secara hukum Badan POM merupakan salah satu lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pangan di Indonesia, dengan ruang lingkup tugas sesuai yang tercantum di PP 28 tahun 2004. Seperti yang sudah diuraikan dalam latar belakang bahwa dalam memberikan jaminan mutu dan keamanan terhadap rroduk yang beredar, Badan POM melakukan 2 tahap pengawasan yaitu pre-market evaluation dan post-market vigillance. Pre – market evaluation dilakukan dengan cara melakukan pendaftaran terhadap produk pangan sebelum diedarkan. Post-market vigilancemerupakan pengawasan produk sesudah beredar di pasar dengan cara melakukan sampling, pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi pangan, termasuk melakukan penyidikan dan penegakan hukum, terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, apabila produknya yang beredar di pasar melanggar ketentuan standar dan peraturan yang berlaku.

Selain hal tersebut diatas, Badan POM juga bertanggung jawab menyiapkan Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk pangan olahan tertentu dan Pedoman Cara Ritel yang Baik. Yang dimaksud dengan pangan olahan tertentu adalah pangan olahan untuk konsumsi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut. Contoh makanan olahan tertentu yaitu susu diet, susu dan makanan bayi.

2.3. Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB)

(34)

Ruang lingkup penerapan CPMB meliputi disain dan fasilitas pabrik, proses pengolahan, bahan pengemas, mutu produk akhir, keterangan produk, higiene dan kesehatan karyawan, pemeliharaan dan program sanitasi, penyimpanan, transportasi, laboratorium dan pemeriksaan, manajemen dan pengawasan, dokumentasi/pencatatan, penarikan produk serta pelatihan dan pembinaan. Disain dan fasilitas pabrik harus disesuaikan dengan produk pangan yang akan diproduksi. Bangunan, peralatan dan fasilitas pabrik harus didisain sedemikan rupa untuk menjamin pencemaran terhadap produk pangan dapat dicegah, disain dan tata letak pabrik mempermudah pemeliharaan dan pembersihan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pencemaran. Bahan baku yang digunakan dalam produksi pangan tidak boleh merugikan atau membahayakan. Bahan tambahan pangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan atau standar yang berlaku. Air yang digunakan dalam proses harus memenuhi persyaratan air bersih. Apabila dalam proses pengolahan digunakan es, maka es yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum.

Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan yang akan diedarkan, maka perlu dilakukan pengawasan pada setiap tahapan proses produksi. Pengawasan yang dilakukan termasuk pengawasan terhadap bahan, suhu pada saat pemasakan atau pendinginan. Setelah selesai proses produksi, sebaiknya produk langsung dikemas, baik dalam wadah maupun dengan pembungkus. Wadah dan pembungkus yang digunakan harus dapat melindungi dan mempertahankan mutu pangan yang dibungkus, tidak beracun, tidak menimbulkan reaksi dengan produk pangan yang kontak langsung dengan wadah atau pembungkus.

(35)

2.4. Pengawasan

Untuk menjamin mutu dan keamanan produk pangan, ada persyaratan – persyaratan yang harus dipenuhi oleh produsen, maka untuk jaminan terhadap pemenuhan tersebut diperlukan pengawasan. Pengawasan bisa dilakukan oleh produsen, pemerintah dan konsumen. Sesuai dengan lingkup tugasnya, Badan POM melakukan pengawasan terhadap sarana produksi pangan. Pengawasan tersebut dilakukan secara rutin oleh BB/BPOM di 26 propinsi di Indonesia, baik terhadap sarana produksi yang berskala menengah keatas, maupun yang berskala industri rumah tangga.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang dimaksud dengan industri rumah tangga pangan adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Perusahaan berskala IRT yang memproduksi pangan diwajibkan mengikuti penyuluhan untuk memperoleh sertifikat penyuluhan, yang nomor sertifikatnya harus dicantumkan dalam label produk pangan. Nomor sertifikat penyuluhan tercantum pada label produk pangan IRT dengan nomor sertifikat penyuluhan (SP). Nomor sertifikat penyuluhan diberikan kepada sarana IRT yang mendapatkan nilai baik dalam penyuluhan, dan nomor tersebut bisa digunakan untuk semua produk pangan yang diproduksi oleh IRT tersebut. Seiring dengan berkembangnya sarana IRT, pemberian nomor sertifikat penyuluhan disesuaikan dengan jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRT tersebut, untuk setiap jenis pangan yang diproduksi diberikan satu nomor dengan kode P-IRT

Sarana produksi pangan skala menengah ke atas adalah sarana yang memproduksi pangan, yang wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran produknya dari Badan POM, sebelum diedarkan. Surat persetujuan pendaftaran diterbitkan oleh Kepala Badan berdasarkan hasil penilaian keamanan, mutu dan gizi pangan. Produk pangan yang sudah mendapatkan persetujuan pendaftaran dari Badan POM, diberi nomor registrasi dengan kode MD, untuk makanan produksi dalam negeri.

(36)

berbagai aspek, diantaranya mulai dari kerjasama dan pengetahuan pimpinan tentang pengolahan pangan modern, kondisi fisik pabrik, sarana pembuangan limbah padat dan cair, cara pengendalian infest, kondisi lingkungan pabrik secara umum, kondisi ruang pengolahan dan fasilitasnya, sarana pembuangan sampah dan perawatannya, pembersihan atau sanitasi, investasi, peralatan dan sumber air yang digunakan untuk produksi pangan, hygiene karyawan, pengelolaan gudang bahan baku, kemasan, produk jadi dan gudang dingin atau beku, jika diperlukan serta tindakan pengawasannya. Penilaian terhadap sarana produksi secara rutin yang dilakukan oleh petugas Balai Besar/Balai POM menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi (Form A). Dalam melakukan tugasnya, Badan POM berwenang melakukan pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan yang beredar, termasuk mengambil contoh pangan yang beredar; dan/atau melakukan pengujian terhadap contoh pangan.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM mencakup sarana produksi

pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan di

Badan POM dengan nomor MD dan sarana produksi pangan skala IRT, yang

menggunakan nomor sertifikat penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan

industri rumah tangga (P-IRT). Jumlah sarana produksi pangan yang produknya

mendapat persetujuan pendaftaran di Badan POM dengan nomor MD sampai tahun

2005 adalah sebanyak 2,170 sarana. Jumlah tersebut pada tahun 2006 bertambah

menjadi 2,441 sarana, pada tahun 2007 menjadi sebanyak 2,646 sarana, dan

hingga tahun 2008 mencapai 2,789 sarana. Sedangkan pertambahan jumlah sarana industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang menggunakan nomor sertifikat

penyuluhan (SP), maupun nomor persetujuan pangan industri rumah tangga (P-IRT)

yang terdata di BB/Balai POM pada tahun 2005 tercatat sebanyak 36,669 sarana,

tahun 2006 bertambah menjadi 42,353 sarana, tahun 2007 bertambah menjadi

47,778 sarana, dan sampai tahun 2008, mencapai 54,213 sarana.

(37)

dikenal dengan pengawas pangan nasional (National Food Inspector/NFI). Dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (IRT-P), yang letaknya tersebar di wilayah kabupaten di seluruh Indonesia, maka sangat sulit untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh sarana produksi tersebut, sehingga untuk memperluas cakupan kinerja pengawasan terhadap produk pangan, BPOM bekerja sama dengan Pemerintah Daerah setempat untuk melatih petugas pengawas pangan yang direncanakan khusus melakukan pengawasan dan bimbingan terhadap sarana produksi pangan skala IRT, yang disebut dengan Distict Food Inspector(DFI). Petugas DFI tersebut berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jumlah tenaga pengawas pangan yang ada sampai saat ini adalah 169 orang NFI dan 1,829 orang DFI, yang tersebar di seluruh Indonesia.

2.5. Laporan Pemeriksaan

Pada saat pengawas pangan melakukan tugasnya memeriksa sarana produksi pangan, salah satu perangkat yang harus dibawa adalah formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan (Form : A). Penilaian terhadap sarana produksi pangan yang tercakup dalam form A terdiri dari 20 grup, mulai dari grup A sampai dengan grup T. Unsur – unsur yang dinilai dari grup tersebut yaitu pimpinan, sanitasi lingkungan : fisik, sanitasi lingkungan : pembuangan/limbah, sanitasi lingkungan : infestasi, Pabrik – umum, pebrik – ruang pengolahan, fasilitas pabrik, pabrik – pembuangan sampah, pabrik – pembersihan, pabrik – binatang perusak/serangga, peralatan, suplai air, higiene perorangan, gudang tidak dingin, gudang dingin, penyimpanan kemasan produk, tindakan pengawasan, bahan mentah dan produk akhir, hasil uji swab bakteri dan tindakan pengawasan. Penilaian yang diberikan pada masing – masing unsur yaitu baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Apabila tidak diperlukan adanya unsur tersebut dalam suatu sarana, maka nilai yang diberikan adalah T.

(38)

3.1. Tempat dan Waktu

Pelaksanaan kajian tugas akhir dilakukan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM, Jakarta dari bulan Juni 2008 - Oktober 2009.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam melakukan kajian tugas akhir ini adalah data sekunder berupa data laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan dari 26 Balai Besar dan Balai POM di seluruh Indonesia, tahun 2005 – 2008.

Data laporan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan tersebut dikirimkan oleh BB/BPOM setiap triwulan, dalam bentuk formulir hasil pemeriksaan sarana produksi pangan (Form RA). Form RA tersebut sesuai dengan petunjuk teknis dari Badan POM, sehingga sudah ada keseragaman formulir. Oleh karena itu dalam kajian ini tidak dinggunakan kuesioner tambahan sebagai alat pengumpul data.

3.3. Metode Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian adalah pengumpulan data sekunder, pengolahan data, menganalisa kondisi sarana produksi pangan yang dilakukan dengan cara mengelompokan sarana produksi pangan ke dalam kategori memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) pemenuhan unsur-unsur cara produksi pangan yang baik (CPMB) berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, menurut status pendaftaran atau skala industri, lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada, jenis pangan yang diproduksi dan melakukan pemetaan terhadap pemenuhan persyaratan CPMB sarana produksi pangan di Indonesia.

3.3.1. Pengumpulan data sekunder

(39)

dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi pangan, yang dikirimkan oleh BB/Balai POM (Form : RA)

Data sarana produksi skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor persetujuan pendaftaran di Badan POM, diperoleh dari data registrasi makanan dan minuman di Badan POM. Data sarana produksi skala industri rumah tangga (IRT-P), merupakan data sarana IRT-P yang ada di BB/Balai POM di 26 Propinsi.

3.3.2. Pengolahan data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa agar dapat digunakan sebagai bahan pembahasan dalam melakukan kajian ini. Pengolahan data menggunakan

software Microsoft Office Excel dan Microsoft Access

3.3.3. Pengelompokan sarana produksi pangan kedalam kategori MS dan TMS

pemenuhan unsur-unsur CPMB

Penetapan kriteria MS dan TMS dilakukan berdasarkan hasil akhir dari penilaian terhadap unsur-unsur yang dipersyaratkan dalam penerapan CPMB. Penilaian yang diberikan pada sarana produksi pangan terhadap pemenuhan unsur-unsur CPMB adalah baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan dinilai baik apabila 5 (lima) grup utama, yaitu pemenuhan terhadap unsur-unsur pada ruang pengolahan, binatang perusak/serangga, peralatan, suplai air dan higiene perorangan, semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 (enam) grup mendapat nilai kurang. Sarana produksi pangan dinilai cukup apabila 4 (empat) grup utama maendapat nilai baik, dan hanya 3 (tiga) grup lainnya mendapat nilai kurang. Sedangkan sarana produksi dinilai kurang apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) grup utama mendapat nilai kurang dan grup lainnya banyak yang mendapoat nilai kurang.

(40)

3.3.4. Pengelompokan sarana produksi pangan menurut status pandaftaran

atau skala industri

Hasil analisa pemeriksan sarana produksi pangan dikelompokan menurut status pendaftarannya, yaitu nomor MD untuk produk yang terdaftar di Badan POM dan SP atau P-IRT untuk produk yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupate/Kota. Sedangkan yang dimaksud dengan status industri adalah sarana produksi pangan skala menengah keatas, yang produknya mendapat nomor MD dan skala IRT-P yang produknya terdaftar dengan nomor SP atau P-IRT.

3.3.5. Pengelompokan sarana produksi pangan menurut jenis pangan

Pengelompokan jenis pangan yang digunakan pada kajian ini, mengacu pada data pendaftaran produk pangan di Badan POM, yang merupakan pengembangan dari Pedoman Persyaratan Makanan dan Minuman, berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (SK Dirjen POM) Nomor 02240/B/SK/VII/91 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Pangan.

3.3.6. Pemetaan pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan

(41)

4.1. Cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh

BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005-2008

Untuk memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa produk pangan yang beredar aman dan layak untuk dikonsumsi, maka dilakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan, terutama terhadap sarana yang produknya terdaftar, baik di Badan POM (MD), maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (SP/P-IRT). Pemeriksaan secara rutin terhadap sarana produksi pangan dilakukan setiap tahun oleh BB/Balai POM di seluruh Indonesia (26 Propinsi). Pada saat melakukan pemeriksaan rutin tersebut dilakukan penilaian terhadap sarana produksi pangan dengan menggunakan formulir laporan pemeriksaan umum sarana produksi makanan dan minuman (Form :A). Hasil pemeriksaan sarana tersebut dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan, dengan menggunakan formulir rekapitulasi hasil pemeriksaan sarana produksi makanan dan minuman (Form : RA). Form.A dan RA dapat dilihat pada Lampiran.1 dan 2

Pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi secara keseluruhan, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 dilakukan terhadap 11,144 sarana produksi pangan, meliputi sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas dan industri rumah tangga pangan (IRT-P), baik yang produknya sudah mempunyai nomor persetujuan pendaftaran (MD, SP atau P-IRT) maupun sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar di Badan POM maupun Dinas Kesehatan setempat. Sarana yang diperiksa tersebut meliputi 1,645 sarana produksi pangan berskala menengah keatas, 6,831 sarana produksi pangan skala industri rumah tangga pangan (IRT-P), dan 2,668 sarana produksi pangan yang tidak terdaftar.

(42)

Tabel.1. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi, selama tahun 2005-2008

NO. SARANA

TAHUN

2005 2006 2007 2008

1 Skala menengah keatas (MD) 383 385 433 444

2

Skala industri rumah tangga

(SP/P-IRT) 1,677 2,035 1,666 1,453

3 Produknya tidak terdaftar 520 765 715 668

Jumlah 2,580 3,185 2,814 2,565

Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas, tahun 2005 sebesar 17.6%, tahun 2006 sebesar 15.8%, tahun 2007 sebesar 16.4%, dan tahun 2008 sebesar 15.9%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas adalah sebesar 16.4% setahun. Cakupan pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P, tahun 2005 sebesar 4.6%, tahun 2006 sebesar 4.8%, tahun 2007 sebesar 3.5%, dan tahun 2008 sebesar 2.7%. Cakupan rata-rata pemeriksaan sarana produksi skala IRT-P adalah 3,9% setahun. Dari cakupan pemeriksaan terhadap sarana produksi skala menengah keatas dan IRT-P tersebut, maka diperkirakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana produksi pangan yang produknya terdaftar adalah rata-rata sebesar 10.2% setahun.

(43)

berproduksi lagi, namun jumlah yang terdata di BB/Balai POM ataupun Dinas Kesehatan setempat belum berubah, karena tidak ada laporan atau belum pernah dilakukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi persentase dari cakupan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM, sehingga hasil kinerja BB/Balai POM menjadi turun. Selain hal tersebut penurunan cakupan pemeriksaan dapat juga disebabkan karena pemeriksaan dilakukan juga terhadap sarana produksi yang produknya tidak terdaftar, karena jangkauan pemeriksaan yang luas dengan lokasi yang sulit dijangkau, terbatasnya jumlah petugas pengawas pangan (food inspector) di BB/Balai POM, serta keterbatasan dana yang tersedia untuk pemeriksaan sarana produksi pangan. Lingkup kerja BB/Balai POM, selain melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan, juga melakukan pemeriksaan terhadap obat, obat tradisional, kosmetika dan bahan berbahaya. Dengan adanya keterbatasan jumlah pengawas tersebut, seorang pengawas pangan tidak hanya melakukan pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi pangan, melainkan juga melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat, obat tradisional, kosmetik dan lain – lain, termasuk melakukan penelusuran kasus. Gambaran cakupan pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM dapat dilihat pada Gambar.1.

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0

Sarana MD (%) 17.6 15.8 16.4 15.9 Sarana IRT-P (%) 4.6 4.8 3.5 2.7 2005 2006 2007 2008

(44)

4.2. Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam

kajian ini

Data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini adalah data produk pangan yang terdaftar di Badan POM dengan menggunakan nomor MD serta di Dinas Kesehatan, dengan menggunakan nomor SP atau P-IRT yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia yang dilaporkan kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan setiap triwulan. Data tersebut tidak semuanya dapat dievaluasi, diantaranya karena sarana produksi pangan yang diperiksa sedang tidak aktif, pengisian formulir pemeriksaan (form RA) yang tidak lengkap. Yang dimaksud dengan sarana produksi pangan yang tidak aktif yaitu sarana produksi pangan, yang pada saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas Balai Besar/Balai POM sedang tidak melakukan kegiatan produksi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena sarana sudah tutup dan tidak produksi lagi, sarana tidak produksi untuk sementara waktu, dan sarana pindah lokasi. Oleh karena itu tidak semua data sarana produksi yang diperiksa dievaluasi dalam kajian ini.

Dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan tahun 2005 terhadap sebanyak 2,580 sarana, jumlah sarana yang dapat dievaluasi adalah sebanyak 1,947 sarana, meliputi 344 sarana produksi pangan dengan skala menengah keatas (MD) dan 1,603 sarana IRT-P. Sedangkan hasil pemeriksaan terhadap 633 sarana sisanya, yang terdiri dari 520 sarana yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap, tidak dilakukan evaluasi.

Untuk tahun 2006, dari hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan terhadap 3,185 sarana, hanya dilakukan evaluasi terhadap 2,309 sarana. Data pemeriksaan tahun 2006 yang tidak dapat dievaluasi sebanyak 876 sarana, meliputi 765 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 113 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap.

(45)

meliputi 715 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 131 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap.

Selanjutnya dari hasil pemeriksaan terhadap 2,565 sarana produksi pangan yang dilaporkan pada tahun 2008, hanya dapat dilakukan evaluasi terhadap 1,741 sarana. Sedangkan sarana yang tidak dievaluasi adalah 824 sarana, meliputi 668 sarana produksi pangan yang produknya tidak terdaftar dan 156 sarana produksi pangan yang sedang tidak aktif dan data tidak lengkap. Perbandingan jumlah sarana produksi pangan yang diperiksa dan dievaluasi dapat dilihat pada Gambar.2.

-1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000

MD 1,645 14.8 1,466 13.2 IRT-P 6,831 61.3 6,499 58.3

TTD 2,668 23.9

Jumlah % Jumlah %

diperiksa dievaluasi

Gambar.2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008, dan yang dievaluasi, berdasarkan status pendaftaran (n=11,144).TTD = tidak terdaftar

[image:45.612.104.518.107.756.2]
(46)

Dari evaluasi jumlah sarana produksi pangan yang menjadi sasaran pemeriksaan BB/Balai POM, di beberapa propinsi masih terdapat jumlah pemeriksaan yang kurang dari 10,0% dari jumlah sarana produksi pangan menengah ke atas dan sarana produksi pangan skala IRT-P. Pemeriksaan sarana produksi skala menengah keatas yang kurang dari 10,0% terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan, sedangkan untuk sarana IRT-P terdapat di 9 Propinsi yaitu Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku dan Irian Jaya. Kecilnya jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang diperiksa, antara lain disebabkan karena jumlah sarana produksi pangan skala IRT-P yang terlalu banyak dan lokasi sarana yang sebagian besar berada di wilayah kabupaten dan jauh dari ibukota Propinsi, sehingga tidak semua dapat terjangkau. Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan sarana IRT-P sudah diperiksa oleh petugas Distric Food Inspector (DFI) yang pernah dilatih oleh Badan POM, namun laporan pemeriksaannya berada di Dinas Kesehatan setempat (tidak dikirimkan/ditembuskan ke BB/Balai POM terkait). Hal lain yang dapat mempengaruhi kecilnya persentase pemeriksaan terhadap sarana IRT-P adalah tidak adanya laporan jika sarana IRT-P tersebut tutup atau tidak berproduksi lagi, sehingga diperlukan pendataan ulang terhadap sarana produksi pangan skala IRT-P secara berkala. Pendataan ulang tersebut sangat berguna untuk merencanakan target pemeriksaan selanjutnya.

(47)
(48)

Tabel.2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005 – 2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar.

NO PROPINSI

MD IRT-P

JUMLAH SARANA

DIEVALU

ASI %

JUMLAH SARANA

DIEVALU

ASI %

1 NAD 19 10 52.6 817 104 12.7 2 Sumatera Utara 208 139 66.8 1,174 536 45.7 3 Sumatera Barat 17 24 141.2 2,439 210 8.6 4 Riau 71 47 66.2 1,012 213 21.0 5 Jambi 13 21 161.5 633 281 44.4 6 Sumatera Selatan 55 14 25.5 1,545 38 2.5 7 Bengkulu 10 9 90.0 296 353 119.3 8 Lampung 38 37 97.4 1,354 252 18.6 9 DKI Jakarta 327 317 96.9 1,700 226 13.3 10 Jawa Barat 832 198 23.8 5,551 950 17.1 11 Jawa Tengah 256 48 18.8 3,657 52 1.4 12 D.I.Yogyakarta 24 63 262.5 4,840 1,357 28.0 13 Jawa Timur 541 313 57.9 15,080 231 1.5 14 Kalimantan Barat 32 33 103.1 769 147 19.1 15 Kalimantan Tengah 6 1 16.7 1,058 18 1.7 16 Kalimantan Selatan 34 21 61.8 1,394 248 17.8 17 Kalimantan Timur 18 7 38.9 513 301 58.7 18 Sulawesi Utara 43 11 25.6 469 61 13.0 19 Sulawesi Tengah 19 9 47.4 447 58 13.0 20 Sulawesi Selatan 84 6 7.1 3,631 202 5.6 21 Sulawesi Tenggara 7 5 71.4 1,042 110 10.6 22 Bali 71 77 108.5 2,063 197 9.5 24 Nusa Tenggara

Barat 11 16 145.5 1,145 179 15.6 25 Nusa Tenggara

Timur 19 23 121.1 224 94 42.0 23 Maluku 11 4 36.4 140 9 6.4 26 Irian Jaya 23 13 56.5 1,220 72 5.9 Jumlah 2,789 1,466 52.6 54,213 6,499 12.0

[image:48.612.142.533.132.573.2]
(49)

Penilaian terhadap sarana produksi pangan tersebut diberikan dengan nilai baik (B), cukup (C) dan kurang (K). Sarana produksi pangan mendapatkan nilai B apabila 5 grup utama semuanya mendapat nilai baik, dan grup lainnya maksimum 6 grup mendapat nilai K. Nilai C diberikan kepada sarana produksi pangan yang 4 grup utama mendapat nilai B, dan hanya 3 grup lainnya mendapat nilai K. Sedangkan sarana yang mendapat nilai kurang adalah sarana produksi yang 2 atau 3 grup utama mendapat nilai K, dan grup lainnya banyak mendapat nilai K.

Evaluasi terhadap laporan pemeriksaan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Propinsi di Indonesia tahun 2005-2008, secara keseluruhan didapatkan hasil sarana produksi yang mendapatkan nilai K cenderung menurun dari tahun 2005-2008, kecuali di tahun 2006. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

-20.0 40.0 60.0 80.0

B (%) 8.7 7.8 7.0 10.9

C (%) 53.6 51.8 60.3 58.8

K (%) 37.7 40.4 32.7 30.3

2005 2006 2007 2008

Gambar.3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil Baik (B), Cukup (C) dan Kurang (K) terhadap pemenuhan CPMB (n=7,965)

[image:49.612.118.499.370.587.2]
(50)

(TMS). Sarana produksi pangan yang memenuhi syarat merupakan cerminan sarana produksi pangan yang telah melaksanakan cara produksi makanan yang baik (CPMB), sedangkan sarana produksi yang TMS bukan berarti bahwa sarana tersebut tidak melaksanakan CPMB. Sarana produksi dengan hasil pemeriksaan TMS tersebut kemungkinan sudah melaksanakan CPMB namun belum maksimal, atau pemahamannya tentang CPMB masih kurang, sehingga perlu adanya pembinaan lebih lanjut tentang CPMB, agar tidak terjadi kesalahan yang sama di pemeriksaan berikutnya.

Pemeriksaan sarana produksi yang dilakukan pada tahun 2005, mendapatkan hasil memenuhi syarat (MS) sebanyak 1,213 sarana (62.3%) dan tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 734 sarana (37.7%). Pada tahun 2006 dari 2,309 sarana produksi pangan, diperoleh hasil pemeriksaan sarana yang MS sebanyak 1,376 sarana (59.6%) dan TMS sebanyak 933 sarana (40.4 %) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 1,968 sarana dengan hasil MS sebanyak 1,325 sarana (67.3%) dan 643 sarana (32.7 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 1,741 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 1,213 sarana (69.7 %) dan TMS 528 sarana (30,3 %). Persentase sarana produksi pangan yang ditemukan TMS dari tahun 2005 sampai dengan 2008, cenderung menurun, kecuali pada tahun 2006.

(51)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0

MS (%) 62.3 59.6 67.3 69.7

TMS (%) 37.7 40.4 32.7 30.3

2005 2006 2007 2008

Gambar.4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM, yang dievaluasi dalam kajian ini, dengan hasil MS dan TMS pemenuhan CPMB (n=7,965)

4.3. Profil sarana produksi pangan dalam hal pemenuhan cara produksi

pangan yang baik (CPMB)

Berdasarkan analisis data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang dilakukan oleh BB/Balai POM di 26 Prodpinsi, tahun 2005-2008, dan dievaluasi dalam kajian ini, dilakukan pengelompokan dalam hal pemenuhan komponen CPMB

4.3.1. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB, berdasarkan

status pendaftaran atau skala industri

Hasil pemeriksaan sarana produksi pangan yang di evaluasi berdasarkan status pendaftaran atau skala industri pangan, meliputi :

4.3.1.1. Sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD)

[image:51.612.125.496.87.303.2]
(52)

pemeriksaan sarana MS sebanyak 304 sarana (84,7 %) meliputi 102 sarana memperoleh nilai B dan 202 sarana dengan nilai C. Sarana yang ditemukan TMS dengan nilai K sebanyak 55 sarana (15,3 %) . Hasil pemeriksaan sarana tahun 2007 sebanyak 382 sarana dengan hasil MS sebanyak 323 sarana (84.5 %), meliputi 89 sarana dengan nilai B dan 234 sarana dengan nilai C, 59 sarana (15.4 %) ditemukan TMS. Sedangkan pada tahun 2008, dari 381 sarana produksi pangan yang diperiksa, diperoleh hasil MS sebanyak 327 sarana (85.8 %), meliputi 111 sarana dengan nilai B dan 216 sarana dengan nilai C, 54 sarana (14,2 %) ditemukan TMS.

Persentase sarana yang memenuhi syarat terhadap pemenuhan

komponen CPMB, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, cenderung stabil (85-86%). Sarana produksi yang tidak memenuhi persyaratan pemenuhan komponen CPMB sebanyak 14-15%. Komponen CPMB dari grup 5 (lima) utama yang sering ditemukan tidak memenuhi syarat pada sarana produksi pangan skala

menengah keatas adalah higiene perorangan dan ruang pengolahan.

(53)

-20.0 40.0 60.0 80.0 100.0

MS 84.9 84.7 84.6 85.8

TMS 15.1 15.3 15.4 14.2

[image:53.612.146.515.87.306.2]

2005 2006 2007 2008

Gambar 5. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala menengah

keatas (MD) yang dievaluasi dalam kajian ini. (n=7,965), berdasarkan

data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008.

4.3.1.2. Sarana produksi pangan skala industri rumah tangga (SP atau P-IRT)

(54)

Persentase sarana produksi yang memenuhi syarat dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 berkisar antara 54 – 65 %. Persentase tersebut cenderung menurun pada tahun 2006, dan kemudian cenderung meningkat lagi di tahun 2007 dan 2008. Kecenderungan menurunnya persentase sarana yang memenuhi syarat belum bisa disimpulkan bahwa sarana produksi yang menerapkan CPMB menurun. Demikian juga untuk temuan sarana yang TMS cenderung naik, bukan berarti banyak sarana yang sengaja melanggar peraturan yang berlaku. Hal tersebut kemungkinan tejadi karena sarana yang diperiksa tidak sama dengan tahun sebelumnya, sarana yang diperiksa merupakan IRT-P yang baru sehingga pemahamannya mengenai CPMB masih kurang dan perlu adanya pembinaan lebih lanjut. Terdapat 4 (empat) komponen CPMB yang termasuk dalam grup 5 utama yang sering tidak dipenuhi oleh sarana produksi skala IRT-P yaitu ruang pengolahan, higiene perorangan, pencegahan binatang pengerat dan serangga, serta peralatan produksi, namun yang paling sering ditemukan tidak memenuhi syarat adalah ruang pengolahan dan higiene perorangan.

Jumlah sarana produksi pangan skala menengah keatas (MD) yang memenuhi syarat CPMB (84 – 85%) cenderung lebih besar dari sarana IRT-P (57 – 65%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak sarana IRT-P yang belum memenuhi persyaratan CPMB jika dibandingkan dengan sarana produksi skala menengah keatas (MD). Kurangnya pemenuhan persyaratan CPMB pada sarana produksi pangan skala IRT-P tersebut diantaranya karena secara umum proses produksi yang dilakukan oleh sarana produksi pangan skala IRT-P masih secara tradisional, pengetahuan dari pemilik sarana maupun karyawan sangat terbatas, demikian juga dengan kemampuannya, sehingga sulit untuk memenuhi unsur-unsur dalam penerapan CPMB dan memerlukan pembinaan yang berkesinambungan.

Selain kemampuan dan pengetahuan pemilik sarana dan karyawan, faktor yang ikut mempengaruhi keberhasilan pembinaan adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang berada di BB/Balai POM sebagai petugas Food Inspectordan

(55)

sekaligus memberikan pembinaan terhadap sarana produksi tersebut dalam menerapkan persyaratan CPMB. Gambaran hasil pemeriksaan sarana tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar.6.

-10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

MS 57.5 55.0 63.2 65.1

TMS 42.5 45.0 36.8 34.9

2005 2006 2007 2008

Gambar 6. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan skala IRT-P, yang di evaluasi dalam kajian ini (n=7,965), berdasarkan data hasil pemeriksaan BB/Balai POM di 26 Propinsi tahun 2005 – 2008.

4.3.2. Profil sarana produksi pangan dalam pemenuhan CPMB berdasarkan

lokasi (propinsi) tempat sarana produksi berada

[image:55.612.153.521.154.367.2]
(56)

Belitung (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Palembang), Banten (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Bandung), Gorontalo (masuk dalam wilayah kerja BBPOM di Manado), Sulawesi

Gambar

Gambar.2. Jumlah sarana yang diperiksa oleh BB/Balai POM tahun 2005-2008,
Tabel.2. Persentase sarana produksi pangan yang dievaluasi dalam kajian ini, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan dari BB/Balai POM di 26 Propinsi, tahun 2005 – 2008, dari sarana produksi pangan yang terdaftar.
Gambar.3. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM,
Gambar.4. Persentase hasil pemeriksaan sarana produksi pangan oleh BB/Balai POM,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rujukan Surat penetapan pemenang Pelelangan Umum nomor:B/10.13/V/2015/Ro Sarpras tanggal 22 Mei 2015 tentang Penetapan pemenang paket pekerjaan Pengadaan Kapor Polri Tutup

[r]

Pokja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Bima pada saat Klarifikasi dan Pembuktian Kualifikasi penyedia jasa diharuskan untuk membawa

NIDN/NAMA DOSEN/BID ILMU JAFUNG/GOLRU/TMMD PEND./UMUR/MK GRUP KETERANGAN CATATAN SISTEM PENGUSULAN.. 60 - 60 - Sistem Sertifikasi Pendidik untuk Dosen

Pada hari ini Rabu tanggal Tiga bulan Juni tahun Dua Ribu Lima Belas Pokja Polres Lombok Timur pada Pekerjaan Pembangunan Rumah Dinas Polsek Jerowaru telah melaksanakan.

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja IV LPBJ Kabupaten Lampung Tengah menurut ketentuan – ketentuan yang berlaku, maka berdasarkan

Pada hari ini, Jum’at Tanggal Lima Bulan Juni Tahun Dua ribu lima belas, kami Pokja Jasa Konstruksi Layanan Pengadaan Polda NTB, telah mengadakan perubahan jadwal Pemilihan

pada saat Pembuktian Kualifikasi penyedia jasa yang hadir adalah yang tercantum dalam akta perusahaan dengan membawa surat kuasa dari pimpinan perusahaan bermaterai Rp. 6000,