• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL EPIDEMI SEIV PENYEBARAN PENYAKIT POLIO PADA POPULASI TAK KONSTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL EPIDEMI SEIV PENYEBARAN PENYAKIT POLIO PADA POPULASI TAK KONSTAN"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL EPIDEMI SEIV

PENYEBARAN PENYAKIT POLIO

PADA POPULASI TAK KONSTAN

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

oleh

Yanuar Chaerul Umam 4150408013

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ii

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, Mei 2014

Yanuar Chaerul Umam NIM. 4150408013

(3)

iii

Model Epidemi SEIV Penyebaran Penyakit Polio pada Polpulasi Tak Konstan disusun oleh

Yanuar Chaerul Umam 4150408013

telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Jumat Tanggal : 16 Mei 2014 Panitia :

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Drs. Arief Agoestanto, M.Si

NIP. 196310121988031001 NIP. 196807221993031005

Ketua Penguji

Drs. Wuryanto, M.Si. NIP. 195302051983031003

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Muhammad Kharis,S.Si., M.Sc. Drs. Supriyono, M.Si.

(4)

iv

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Asy-Syarh: 5)”.

Berusaha menjadi lebih baik untuk kebaikan diriku sendiri, bukan untuk

mengalahkan orang lain.

Jangan patah semangat walaupun apapun yang terjadi, jika kita menyerah maka habislah sudah.

Skripsi ini aku persembahkan untuk : 1. Orang tuaku tercinta

2. Kakak-kakakku dan keluarga besarku 3. Teman-teman Matematika’08 UNNES 4. Semua sahabatku di EX kontrakan

5. Semua pihak yang telah menginspirasi, memotivasi dan membantuku dalam karya ini 6. Almamaterku.

(5)

v

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Model Epidemi SEIV Penyebaran Penyakit Polio Pada Populasi Tak Konstan”. Penulisan skripsi ini sebagai syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh penulis untuk memperoleh gelar sarjana sains di Universitas Negeri Semarang.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena adanya bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fahtur Rakhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si, Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si, Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang.

4. Muhammad Kharis, S.Si., M.Sc, Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan.

5. Drs. Supriyono, M.Si, Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan pengarahan.

6. Drs. Wuryanto, M.Si, Dosen Penguji Utama yang telah memberikan inspirasi, kritik, saran, dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

7. Ibu dan bapakku tercinta yang senantiasa mendoakan serta memberikan dukungan baik secara moral maupun spiritual.

(6)

vi

Simbah, Alip, Very, Borok, dan Nurul Ardiansyah) yang telah memberikan banyak motivasi, kritik, usulan yang menjadikan terselesaikannya penulisan skripsi ini.

10. Mahasiswa matematika angkatan 2008 yang telah memberikan dorongan dan motivasi.

11. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini. Penulis sadar dengan apa yang telah disusun dan disampaikan masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Mei 2014

(7)

vii

Utama Muhammad Kharis, S.Si., M.Sc dan Pembimbing Pendamping Drs. Supriyono, M.Si.

Kata kunci: Polio, epidemi SEIV, titik kesetimbangan, vaksinasi.

Penelitian ini membahas model matematika untuk penyebaran penyakit polio. Model matematika yang digunakan berupa model epidemi SEIV dengan laju rekruitmen tidak sama dengan laju kematian. Sebagai upaya dalam mencegah penyebaran penyakit polio maka dalam model juga diperhatikan faktor vaksinasi.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana membentuk model epidemi SEIV penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan, bagaimana menentukan titik kesetimbangan dan analisis kestabilan penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan, bagaimana simulasi model dan interpretasi perilaku model penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan menggunakan program Maple. Metode yang digunakan untuk menganalisis masalah adalah dengan studi pustaka. Langkah-langkah yang dilakukan adalah menentukan masalah, merumuskan masalah, studi pustaka, analisis pemecahan masalah, dan penarikan kesimpulan.

Sebagai hasil penelitian, model yang diperoleh adalah

Dari model tersebut diperoleh dua titik kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik. Analisis yang dilakukan menghasilkan angka rasio reproduksi dasar Setelah dianalisis kestabilan pada titik kesetimbangan, titik kesetimbangan bebas penyakit akan stabil asimtotis untuk R0 1. Sedangkan titik kesetimbangan endemik akan

stabil asimtotis jika R0 1 dan . Selanjutnya, untuk mengilustrasikan

model tersebut maka dilakukan simulasi model dengan menggunakan program

(8)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penulisan ... 4 1.4 Manfaat Penulisan ... 5 1.5 Batasan Masalah ... 5 1.6 Sistematika Penulisan ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Persamaan Diferensial ... 8

2.2 Sistem Persamaan Diferensial Linear dan Tak Linear ... 9

(9)

ix

2.7 Pemodelan Matematika ... 23

2.8 Pendekatan pada Pemodelan Matematika ... 24

2.9 Tahap Pemodelan ... 25

2.10 Model Epidemi SEIV ... 26

2.11 Penyakit Polio ... 27

2.12 Titik Kesetimbangan (Ekuilibrium) ... 33

2.13 Nilai Eigen dan Vector Eigen ... 34

2.14 Kriteria Routh-Hurwitz ... 35

2.15 Kriteria Kestabilan ... 39

2.16 Maple ... 40

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Menentukan Masalah ... 43

3.2 Merumuskan Masalah ... 43

3.3 Studi Pustaka ... 43

3.4 Analisis dan Pemecahan Masalah ... 44

3.5 Penarikan Kesimpulan ... 44

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Model Matematika untuk Penyebaran Penyakit Polio ... 45

4.2 Titik Kesetimbangan ... 49

(10)

x

5.1 Simpulan ... 69

5.2 Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(11)

xi

Gambar 2.1. Diagram Transfer Penyebaran Penyakit Polio ... 27 Gambar 2.2. Tipe Kestabilan dari Titik Kesetimbangan... 40 Gambar 4.1. Diagram Transfer Penyebaran Penyakit Polio ... 48 Gambar 4.2. Dinamika Populasi S(t), E(t), I(t) dan V(t) terhadap waktu t

pada saat dan

. ... 64 Gambar 4.3. Dinamika Populasi S*(t), E*(t), I*(t) dan V*(t) terhadap

(12)

xii

Tabel 2.1. Kriteria kestabilan berdasarkan nilai eigen ... 39

Tabel 4.1. Daftar Variabel-variabel ... 47

Tabel 4.2. Daftar Parameter-parameter ... 47

Tabel 4.3. Nilai Parameter Tetap untuk Simulasi Model ... 62 Tabel 4.4. Titik Kesetimbangan , Rasio Reproduksi Dasar R ... 63 0

(13)

xiii

Lampiran 1. Print Out Maple Model Epidemi SEIV Bebas Penyakit... 74 Lampiran 2. Print Out Maple Model Epidemi SEIV Endemik ... 75

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika bersifat universal dan sangat erat dengan kehidupan nyata, dan merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat deduktif. Konsep-konsep yang ada di dalam matematika bersifat hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks (Suherman, 1993:124). Setiap konsep dapat dibangun berdasarkan konsep terdahulu atau dengan kata lain konsep sebelumya sebagai prasyarat yang harus dipenuhi untuk dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.

Selain itu matematika juga dapat berperan sebagai ratu ilmu sekaligus pelayan (Suherman, 1993:127). Matematika dikatakan sebagai ratu ilmu karena matematika dapat tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu tanpa adanya bantuan dari ilmu lain. Selanjutnya matematika dikatakan sebagai pelayan ilmu lain karena matematika mendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu lain. Kajian matematika yang berperan sebagai pelayan ilmu-ilmu lain biasa disebut matematika terapan.

Kajian matematika yang konsep-konsepnya banyak diterapkan dalam bidang lain adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial merupakan cabang dari matematika yang cukup strategis karena berkaitan dengan bagian-bagian sentral dalam Analisis, Aljabar, Geometris dan lainnya yang akan sangat berperan dalam

(15)

pengenalan konsep maupun pemecahan masalah yang berkaitan dengan dunia nyata. Kebanyakan masalah-masalah yang muncul di dalam persamaan diferensial adalah bagaimana menemukan solusi eksak (analitik) dari model-model matematika yang diperoleh dari masalah nyata (Waluya, 2006: 1).

Dewasa ini semakin banyak disiplin ilmu yang menggunakan model matematika ataupun penalaran matematika sebagai alat bantu dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Penggunaan model matematika telah banyak membantu menyelesaikan masalah-masalah di berbagai bidang sains, ekonomi dan teknik. Secara umum pengertian model adalah suatu usaha menciptakan suatu replika/tiruan dari suatu fenomena alam. Pada model matematika replika/tiruan tersebut dilaksanakan dengan mendeskripsikan fenomena alam dengan satu set persamaan. Kecocokan model terhadap fenomena tersebut tergantung dari ketetapan formulasi persamaan matematis dalam mendeskripsikan fenomena alam yang ditirukan. Pemodelan matematika adalah suatu proses yang menjalani tiga tahap yaitu perumusan model matematika, penyelesaian dan/atau analisis model matematika dan pengiterpretasian hasil ke situasi nyata (Pamuntjak, 1990:1).

Salah satu cabang dari ilmu matematika modern yang penting dan mempunyai cakupan wilayah penelitian yang luas adalah persamaan diferensial. Persamaan diferensial merupakan salah satu persamaan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan pemodelan matematika dan juga merupakan cabang dari matematika yang cukup strategis karena berkaitan dengan bagian-bagian sentral dalam Analisis, Aljabar, Geometris dan lainnya yang akan sangat berperan dalam pengenalan konsep maupun pemecahan masalah yang berkaitan dengan dunia

(16)

nyata. Kebanyakan masalah-masalah yang muncul di dalam persamaan diferensial adalah bagaimana menemukan solusi eksak (analitik) dari model-model matematika yang diperoleh dari masalah nyata (Waluya, 2006:1).

Konsep persamaan diferensial juga seringkali digunakan untuk memodelkan masalah-masalah yang berkaitan dengan ilmu kesehatan. Ilmu kesehatan yang dibahas salah satunya adalah masalah penyebaran penyakit. Salah satu masalah penyebaran penyakit yang dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial adalah pemodelan matematika pada penyakit polio.

Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen. Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun. Gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki, tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf, sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Penyakit polio pertama terjadi di Eropa pada abad ke-18, dan menyebar ke Amerika Serikat beberapa tahun kemudian. Penyakit polio juga menyebar ke negara maju belahan bumi utara yang bermusim panas. Penyakit polio menjadi terus meningkat dan rata-rata orang yang menderita penyakit polio meninggal, sehingga jumlah kematian meningkat akibat penyakit ini. Penyakit polio menyebar luas di Amerika Serikat tahun 1952, dengan penderita 20,000 orang yang terkena penyakit ini (Miller, 2004 ).

Berdasarkan data dari WHO, penyebaran penyakit polio dapat ditekan dengan program vaksinasi. Sampai saat ini, program vaksinasi masih dipercaya

(17)

sebagai cara yang paling efektif dalam menekan penyebaran penyakit polio. Oleh karena itu, vaksinasi perlu diperhatikan dalam model sebagai upaya untuk mencegah meluasnya penyakit.

Pada karya ilmiah ini, model tersebut akan dikembangkan dengan memperhatikan kenyataan bahwa laju rekruitmen (penambahan populasi) sama dengan laju kematian (jumlah populasi konstan). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis mencoba melakukan pembahasan yang berjudul “Model Epidemi SEIV Penyebaran Penyakit Polio pada Populasi Tak Konstan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana membentuk model epidemi SEIV penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan?

2. Bagaimana menentukan titik kesetimbangan dan analisis kestabilan dari model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan?

3. Bagaimana simulasi model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan menggunakan program MAPLE?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Mengetahui model epidemi SEIV penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan.

(18)

2. Mengetahui kestabilan titik tetap dari model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan.

3. Mengetahui simulasi model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan menggunakan program Maple.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan mengenai pemodelan matematika khususnya dari model matematika penyebaran penyakit polio pada

populasi tak konstan sekaligus sebagai sarana untuk memenuhi syarat kelulusan program studi Matematika, S1 FMIPA Unnes.

2. Bagi Mahasiswa Matematika

Sebagai referensi untuk menambah wawasan mengenai pemodelan matematika khususnya dari model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan.

3. Bagi Pembaca

Sebagai wacana dan pengetahuan tentang model penyakit dalam kasus

penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan.

1.5 Batasan Masalah

(19)

menyederhanakan permasalahan konstanta pembanding laju kematian murni pada populasi infective akan digunakan sebagai konstanta pembanding untuk laju pengurangan populasi misalnya karena sudah melewati batas usia yang diamati.

1.6 Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan skripsi ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi. Berikut ini penjelasan masing-masing bagian skripsi:

1. Bagian awal skripsi

Bagian awal skripsi meliputi halaman judul, abstrak, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, daftar tabel, daftar lampiran.

2. Bagian isi skripsi

Secara garis besar bagian isi skripsi terdiri dari lima bab, yaitu:

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 LANDASAN SKRIPSI

Berisi tentang tinjauan pustaka yang meliputi persamaan differensial, persamaan diferensial linear dan tak linear, solusi persamaan diferensial, persamaan diferensial linear homogen dan tak

(20)

homogen, orde persamaan diferensial sistem persamaan diferensial, model epidemi SEIV, penyakit polio, titik kesetimbangan (ekuilibrium), nilai eigen dan vaktor eigen, kriteria routh-hurwitz, kriteria kestabilan, maple.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian untuk memecahkan masalah yang meliputi ruang lingkup penelitian, metode pengumpulan data, perumusan masalah, analisis dan pemecahan masalah, serta penarikan kesimpulan.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang konstruksi model matematika untuk penyakit polio, titik kesetimbangan, analisis kestabilan, hasil simulasi model dengan

software Maple.

BAB 5 PENUTUP

Bab ini dikemukakan simpulan dari pembahasan dan saran yang berkaitan dengan simpulan.

3. Bagian akhir skripsi

Bagian akhir skripsi berisi tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung skripsi.

(21)

8 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persamaan Differensial

Persamaan differensial adalah persamaan matematika untuk fungsi satu variabel atau lebih yang menghubungkan nilai fungsi itu sendiri dan turunannya dalam berbagai orde. Selain itu, persamaan diferensial juga didefinisikan sebagai persamaan yang memuat satu atau beberapa turunan fungsi yang tak diketahui (Waluya, 2006: 1). Menurut peubah bebas, persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu persamaan differensial biasa dan parsial sedangkan persamaan differensial dilihat dari bentuk fungsi atau pangkatnya juga dibedakan menjadi dua yaitu persamaan differensial linear dan persamaan differensial non linear.

Persamaan diferensial biasa adalah persamaan yang mengandung satu atau beberapa turunan dari variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas. Persamaan diferensial parsial adalah persamaan yang mengandung turunan parsial dari variabel tak bebas terhadap dua variabel bebas atau lebih. Berikut ini adalah beberapa contoh persamaan diferensial.

(1) y 4 y 0 merupakan persamaan diferesial biasa,orde satu (2) y y 2 y 0 merupakan persamaan diferensial biasa,orde dua

(3) 2 0 2 2 2 y u x u

merupakan persamaan diferensial parsial,orde dua

(4) x y

y u x u

(22)

2.2 Persamaan Diferensial Linear dan Tak Linear

Klasifikasi persamaan diferensial dilihat dari bentuk fungsi atau pangkatnya juga dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial linear dan persamaan diferensial non linear

Definisi 2.1

Diberikan persamaan diferensial biasa

, F dikatakan linear dalam variabel . Definisi serupa juga berlaku untuk persamaan diferensial parsial. Jadi secara umum persamaan diferensial biasa orde n diberikan dengan

Persamaan yang tidak dalam bentuk tersebut merupakan persamaan tak linear (Waluya, 2006).

Contoh:

(1) merupakan persamaan diferensial linear

(2) merupakan persamaan diferensial

tak linear, karena suku dan 2.3 Solusi Persamaan Diferensial

Definisi 2.2

Diberikan persamaan diferensial , dx f t x dt (2.1) , , ,..., n 0 F t y yy y y, ,..., yn 1 0 1 ... n n n a t y a t y a t y g t

(23)

Dimana f adalah fungsi dalam dua variabel yang diberikan. Sebarang fungsi terturunkan x t yang memenuhi persamaan ini untuk semua t dalam suatu

interval disebut solusi.(Waluya, 2006)

2.4 Persamaan Diferensial Linear Homogen dan Tak Homogen Definisi 2.3

Persamaan diferensial linear (PDL)

xa t x g t (2.2)

Dengan a t dan g t adalah fungsi dari waktu t. Pada saat a t a dengan a

adalah konstanta, maka a t disebut koefisen dari PDL. Jika g t 0maka persamaan (2.2) disebut PDL Homogen dan jika g t 0, disebut PDL tak homogen (Waluya, 2006).

2.5 Orde Persamaan Diferensial Definisi 2.4

Orde dari persamaan diferensial adalah derajat atau pangkat tertinggi dari turunan yang muncul dalam persamaan. Secara umum persamaan diferensial berorde n dapat dituliskan sebagai

'

, ,..., n 0

F t u t u t

Persamaan di atas menyatakan relasi antara variabel bebas dan nilai-nilai dari fungsi u t' ,...,un t (Waluya, 2006:4).

Untuk lebih kita tulis untuk u t , untuk u t dan seterusnya. Jadi persamaan '

(24)

'

, ,..., n 0

F t y y

Contoh:

1. 2y4 3y2 y 1( persamaan diferensial orde empat) 2. y3 6y2 3y 5( persamaan diferensial orde tiga) 3. y2 2y 4( persamaan diferensial orde dua) 2.5.1 Persamaan Diferensial Biasa Orde Satu Diberikan bentuk persamaan diferensial biasa

,

dx

f t x dt

Dimana f adalah fungsi dalam dua variabel, sembarang fungsi terturunkan x t

yang memenuhi persamaan itu untuk semua t disebut solusi persamaan diferensial biasa orde satu.

Contoh:

Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial berikut ini: 1. x 3t3 6t 5 2. 4 1 2 4 5 xt t t Penyelesaian: 1. Jelas 3 3 6 5 xt t 3 3 6 5 x t t dt 4 2 3 6 5 4 2 x t t t c

(25)

4 2

3

3 5

4

x t t t c

Jadi solusi umum untuk x 3t3 6t 5 adalah 3 4 3 2 5 4 x t t t c 2. Jelas 4 1 2 4 5 xt t t 4 1 2 4 5 x t t t dt 5 3 2 1 1 2 5 15 x t t t c

Jadi solusi untuk 4 1 2 4 5

xt t t adalah 1 5 1 3 2 2

5 15

x t t t c

2.5.1.1 Persamaan differensial eksak

Definisi 2.5

Persamaan diferensial orde satu berbentuk

, , 0

M x t dt N x t dx , (2.3)

Persamaan (2.3) disebut persamaan eksak apabila f x t, C sehingga

, , ,

df x t M x t dt N x t dx (2.4)

Dari definisi dan hubungan (2.4) terlihat bahwa df x t, 0.

Dengan mengintegralkan ini diperoleh solusi umum persamaan diferensial (PD) yaitu f x t, C . Selanjutnya dari definisi total, terlihat bahwa

, df M x t dt dan , df N x t dx (2.5)

(26)

2 dM f dx x t dan 2 dN f dx t x (2.6)

Jika f memiliki turunan parsial kedua yang kontinu maka

M N

x t (2.7)

Syarat (2.7) persamaan diferensial (2.3) dikatakan eksak. Juga syarat cukup , sehingga hubungan (2.3) dapat dipergunakan untuk menentukan f x t, C yang

merupakan solusi umum untuk PD (2.3) (Supriyono, 2012: 14). Contoh: Tinjau PD t 2 dx xdt 0 x ! Penyelesaian: Disini M 1, N 1 x t sehingga M N x t Maka PD t 2 dx xdt 0 x merupakan PD eksak.

Untuk menentukan solusi umum akan dicari f x t, C sehingga hubungan

, df M x t dt dan , df N x t dx berlaku. Solusi untuk t 2 dx xdt 0 x adalah , df M x t x dt sehingga Jelas f x t, xdt g x ' , f x t xt g x

(27)

Disisi lain df M x t, x dt sehingga Jelas df N x t, t 2 dx x ' df x g x dx Diperoleh g x' 2 x Jelas g x dt' 2dt x 2 ln g x x C

Jadi solusi umum f x t, xt 2 lnx C . 2.5.1.2 Faktor Integrasi

Definisi 2.6

Misalkan PD : M x t dt, N x t dx, 0 tidak eksak.

Fungsi x t sehingga , x t M x t dt, , x t N x t dx, , 0 PD eksak, ,

x t disebut faktor integrasi (Waluya, 2006).

Perhatikan langkah untuk menentukan faktor integrasi pada

, , 0

M x t dt N x t dx yang tidak eksak menjadi eksak yaitu

, , , , 0

x t M x t dt x t N x t dx .

Karena x t M x t dt, , x t N x t dx, , 0 PD eksak diperoleh

M N

x t atau

M N

M N

(28)

M N N M t x x t 1 M N N M t x x t diperoleh fakta, 1 M N N M t x x t (*)

sekarang kita tinjau beberapa kasus. a) Misalkan t , maka 0 x Jika 0 x , maka 1 M N N M t x x t 1 0 M N N t x t 1 M N N t x t 1 M N x t t N (**) Bila M N x t

N suatu fungsi dari t, sehingga

M N x t g t N , maka (**) 1 g t t atau g t dt Sehingga g t dt ln g t dt

(29)

g t dt

e

Diperoleh faktor integrasi e g t dt Contoh:

Perhatikan PD: 2

0

xdt xt t dx tidak eksak.

Dari PD di atas kita dapatkan M x t, x M 1

x dan 2 , N x t xt t N 2xt 1 t sehingga 2 1 2 1 M N xt x t N xt t 2 2 2xt xt t 2 2 1 xt t xt 2 1 1 xt t xt 2 t g t

Jadi faktor integrasi pada PD di atas adalah

2 2 2 ln ln dt g t dt t t t e e e e Sehingga x 2 12 x . b) Misalkan x , maka 0 t sehingga

(30)

1 M N N M t x x t 1 0 M M N x x t M M N x x t M N x t x M M N x t x M Jika fungsi M N x t g x

M suatu fungsi dari x, maka Jelas g x x

ln g x x

g x x

e

Jadi e g x xadalah faktor integrasi untuk kasus x .

Contoh:

Dipunyai PD 2xtdt x2 3t2 dx 0. Tentukan faktor integrasinya!

Penyelesaian: Jelas M x t, 2xt

(31)

2 M t x 2 2 , 3 N x t x t 6 N t t Sehingga 2 6 2 M N t t x t M xt 8 2 M N t x t M xt 4 M N x t g x M x

Jadi faktor integrasi untuk PD di atas adalah 4

4 ln 4 1 dx x x e e x c) Misalkan x t ,

Dengan substitusi y xt diperoleh

. y x x t y t y t y dan . y t t x y x y x y Sehingga 1 N M M N t x x t diperoleh 1 M N xN tM y y x t 1 M N xN tM y x t

(32)

1 M N x t y xN tM Disimpulkan jika , , M N x t h y y xt

xN tM maka faktor integrasi adalah

ln h y dy e . Contoh: Dipunyai PD 3 4 3 0 xdt t t x dx . Tentukan faktor integrasinya!

Penyelesaian: Jelas M x t, x 1 M x 3 4 , 3 N x t t t x 2 4 1 9 N t x t Sehingga M N 1 1 9t x2 4 x t 2 4 9t x 3 5 3 xN tM xt t x xt 3 5 3t x Jadi 2 4 3 5 9 3 M N t x x t xN tM t x

(33)

3

xt

3

g y y

Jadi faktor integrasi PD di atas adalah

3 3 3ln ln 3 3 1 dy g y dy y y y e e e e y y Jadi 13 1 3 y xt

Berikut ini contoh penerapan faktor integrasi untuk mencari solusi umum PD orde satu.

Contoh:

Tentukan solusi dari persamaan diferensial biasa linear orde satu dari

dx x t dt Penyelesaian: Dari dx x t dt diperoleh g t 1 dan q t t

Diperoleh faktor integralnya e p t dt e 1dt e t

Selanjutnya kedua ruas kita kalikan dengan t

e diperoleh t dx t e x e t dt t dx t t e e x e t dt t t d e x e t dt

(34)

t t e x e tdt t t t e x e t e dt t t t e x e t e c 1 ct x t e 1 1 x t c Jadi dari dx x t

dt diperoleh solusi x t 1 c dengan1 c suatu kontanta. 1

2.6 Sistem Persamaan Differensial

Sistem persamaan differensial adalah suatu persamaan differensial berorde n dan telah di nyatakan sebagai suatu sistem dari n persamaan berorde satu (Conte & Boor, 1993: 359). Persamaan itu dapat ditulis dalam bentuk: )) ( .., ),. ( ), ( , (x y x y x y 1 x f yn n (2.8)

Secara umum, suatu sistem n persamaan orde pertama mempunyai bentuk sebagai berikut:

) ..., , , , ( ) ..., , , , ( ) ..., , , , ( 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 1 n n n n n n y y y x f dx dy y y y y x f dx dy y y y y x f dx dy y  (2.9)

Sistem persamaan differensial merupakan persamaan differensial yang mempunyai lebih dari satu persamaan yang harus konsisten serta trivial.

(35)

Sistem persamaan differensial adalah gabungan dari n buah persamaan differensial dengan n buah fungsi tak diketahui, dalam hal ini, n merupakan bilangan bulat positif 2. Sistem persamaan differensial juga dibedakan menjadi dua yaitu sistem persamaan differensial linear dan tak linear.

Sistem persamaaan diferensial linear adalah persamaan yang terdiri dari lebih dari satu persamaan yang saling terikat. Sistem dari dua persamaan diferensial dengan dua fungsi yang tak diketahui berbentuk.

t f x t a x t a x t f x t a x t a x 2 2 22 1 21 2 1 2 12 1 11 1 (2.10)

Dimana koefiensi a11,a12,a21,a22 dan f1, f2 merupakan fungsi

t

yang kontinu pada selang I dan x1, x2 adalah fungsi

t

yang tak diketahui. Sistem (2.10) memiliki penyelesaian eksplisit jika koefisien a11,a12,a21, dana22 semuanya konstanta. Sistem persamaan diferensial linear dengan n buah fungsi-fungsi yang tak

diketahui berbentuk: t f x t a x t a x t a x t f x t a x t a x t a x t f x t a x t a x t a x n n nn n n n n n n n ... ... ... 2 2 1 1 2 2 2 22 1 21 2 1 1 2 12 1 11 1 

Atau secara singkat:

n i t f x t a x i i n j ij i 1 , 1,2,...,

(36)

Sistem persamaan yang terdiri dari n buah persamaan differensial tak linear dengan n buah fungsi tak diketahui. Bentuk umum sistem persamaan differensial tak linear dapat ditulis:

) , , ( ) , , ( t y x G dt dy t y x F dt dx

dengan F (x, y, t) dan G (x, y, t) adalah fungsi-fungsi tak linier dari x dan y secara kualitatif dibanding kuantitatif (Waluya, 2006: 159).

2.7 Pemodelan Matematika

Pemodelan matematika merupakan bidang matematika yang berusaha untuk mempresentasi dan menjelaskan sistem-sistem fisik atau problem pada dunia real dalam pernyataan matematik, sehingga diperoleh pemahaman dari dunia real ini menjadi lebih tepat. Representasi matematika yang dihasilkan dari proses ini dikenal sebagai model matematika. Kontruksi, analisis dan penggunaan model matematika dipandang sebagai salah satu aplikasi matematika yang paling penting.

Model matematika digunakan dalam banyak disiplin ilmu dan bidang studi yang berbeda. Kita dapat mencari aplikasi model matematika di bidang-bidang seperti fisika, ilmu biologi dan kedokteran, teknik, ilmu sosial dan politik, ekonomi, bisnis dan keuangan, juga problem-problem jaringan komputer. Bidang dan tipe aplikasi yang berbeda menghendaki bidang-bidang matematika yang berbeda (Widowati & Sutimin, 2007:1).

(37)

2.8 Pendekatan Pada Pemodelan Matematika

Perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan pendekatan pemodelan

matematika dalam memformulasikan model matematika. Terdapat beberapa jenis-jenis model matematika yang meliputi model empiris, model simulasi, model stokastik dan deterministik.

a. Model Empiris

Pada model empiris, data yang berhubungan dengan problem menentukan peran yang penting. Dalam pendekatan ini, gagasan yang utama adalah mengkonstruksi formula (persamaan) matematika yang dapat menghasilkan grafik yang terbaik untuk mencocokan data.

b. Model Simulasi

Dalam pendekatan ini program komputer dituliskan didasarkan aturan-aturan. Aturan-aturan ini dipercaya untuk membentuk bagaimana suatu proses atau fenomena akan berjalan terhadap waktu dalam kehidupan nyata. Program komputer ini dijalankan terhadap waktu sehingga implikasi interaksi dari berbagai variabel dan komponen yang dikaji dan diuji.

c. Model Deterministik dan Stokastik

Model deterministik meliputi penggunaan persamaan atau himpunan persamaan untuk merepresentasikan hubungan antara berbagai komponen (variabel) suatu sistem atau problem. Misalnya persamaan differensial biasa yang menjelaskan bagaimana suatu kuantitas (yang dinyatakan oleh variabel tak bebas dari persamaan) dan waktu sebagai variabel bebas. Diberikan syarat

(38)

awal yang sesuai, persamaan differensial dapat diselesaikan untuk memprediksi perilaku sistem model.

Dalam model deterministik, variasi random diabaikan. Dengan kata lain persamaan ini digunakan untuk menyatakan problem dunia nyata yang diformulasikan berdasarkan pada hubungan dasar faktor-faktor yang terlibat dalam problem ini (Widowati & Sutimin, 2007:1-2).

2.9 Tahap Pemodelan

Tahapan mencari solusi permasalahan kehidupan sehari-hari maupun pada ilmu-ilmu lain dengan menggunakan bantuan matematika diberikan sebagai berikut.

1. Pemodelan matematika untuk menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari diawali dengan mengenali masalah tersebut terlebih dahulu yaitu melalui beberapa langkah yaitu identifikasi masalah, lambang, satuan dan variabel atau konstanta serta menentukan besaran yang terlibat, selain itu dalam proses penterjemahan masalah selalu terdapat hukum yang mengendalikan.

2. Menentukan variabel atau konstanta yang penting dan merinci keterkaitan antara variabel atau konstanta tersebut sehingga dapat disusun model matematika. Model matematika yang terbentuk harus bebas satuan.

3. Dengan memanfaatkan teori-teori dalam matematika dapat diperoleh solusi model.

4. Dengan menginterpretasikan solusi model ditentukan solusi masalah. Pada proses ini satuan muncul kembali (Nagle & Staff, 1993:3).

(39)

2.10 Model Epidemi SEIV

Model epidemi memodelkan epidemi dalam populasi terbuka. Hal dasar dalam model epidemi adalah jika penyebab penyakit menjangkiti satu individu dalam suatu populasi, maka pertanyaan berikutnya (Diekmann, 2000):

(1) apakah hal tersebut menyebabkan epidemi

(2) jika menyebabkan epidemi, dengan kecepatan berapa banyaknya individu yang terinfeksi bertambah

(3) apakah populasi pada akhirnya akan terinfeksi seluruhnya.

Pembentukan model epidemi SEIV didasari oleh adanya penyakit menular yang memiliki periode laten. Misal, populasi yang diberikan dibagi ke dalam empat kelas, yakni kelas populasi rentan (susceptibles), kelas populasi laten (exposed), kelas populasi terinfeksi (infectious), dan kelas populasi vaksinasi (Vaccination). Perhatikan diagram alir perubahan keadaan suatu populasi akibat adanya penyebaran penyakit pada Gambar 2.1(Agarawal & Bhadauria, 2011).

Gambar 2.1 Diagram Transfer Penyebaran Penyakit Polio.

S E I S E I V V

γs

(40)

Dari Gambar 2.1 diperoleh model dalam bentuk sistem persamaan diferensial berikut.

2.11 Penyakit Polio

Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus. Ini menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Individu yang terkena polio mempunyai gejala demam disertai lumpuh layuh mendadak dan pada pemeriksaan tinja ditemukan virus polio.

2.11.1 Etiologi

Penyakit Polio disebabkan oleh infeksi polio virus yang berasal dari genus Enterovirus dan family Picorna viridae. Virus ini menular melalui kotoran(feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi. Virus polio masuk melalui ludah sehingga menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi dengan mudah bila tangan terkontaminasi atau benda-benda yang terkontaminasi dimasukkan ke dalam mulut. Jenis – jenis Polio antara lain :

1. Polio Non-Paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, saki perut, lesu dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.

(41)

2. Polio Paralisis Spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang dan neuron motor yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan neuron motor. Neuron motor tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

3. Polio Bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung neuron motor yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol

(42)

pergerakan bola mata saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka, saraf auditori yang mengatur pendengaran, saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbgai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher (Wilson, 2001 ).

Ketiga jenis tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah di isolasi , diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang diisolasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah adalah tipe 1, sedangkan kasus yang dihubungkan dengan vaksin yang disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.

2.11.2 Penularan

Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke system saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

Penularan terutama terjadi dari orang ke orang melalui rute orofekal, virus lebih mudah dideteksi dari tinja, dalam waktu jangka panjang dibandingakan dengan dari secret tenggorokan. Di daerah dengan sanitasi lingkungan yang baik, penularan terjadi melalui secret faring daripada melalui rute orofekal. Walaupun jarang, susu makanan dan barang-barang yeng tercemar dapat berperan sebagai media penularan. Belum ada bukti serangga dapat menularkan virus polio. Air dan limbah jarang sekali dilaporkan sebagai sumber penularan.

(43)

2.11.3 Gejala dan tanda

Virus polio masuk kedalam tubuh manusia melalui mulut dan berkembang biak ditenggorokan dan usus. Berkembang biak selama 4 sampai 35 hari, kemudian akan dikeluarkan melalu tinja selama beberapa minggu kemudian.

Gejala awal biasanya terjadi selama 1-4 hari, yang kemudian menghilang. Gejala lain yang biasanya muncul adalah nyeri tenggorokan, rasa tidak enak diperut disertai demam ringan, lemas dan nyeri kepala ringan.

Gejala klinis yang mengarah pada serangan virus polio adalah adanya demam dan kelumpuhan akut, kaki biasanya lemas tanpa gangguan saraf perasa, terutama terjadi pada tungkai bawah, asimetris dan dapat menetap selamanya yang bisa disertai dengan segala nyeri kepala dan muntah. Biasanya terdapat kekakuan pada leher dan punggung setelah 24 jam.

Kelumpuhan sifatnya mendadak dan layuh, sehingga sering dihubungkan dengan lumpuh layu akut, (AFP, acud flacide paralysis)menyerang satu tungkai lemas sampai tidak ada gerakan. Otot biasanya mengecil, reflex fisiologis dan reflex patologis negative.

WHO mengatakan bahwa kelumpuhan dapat disebabkan oleh lebih dari 100 macam penyebab. Namun di Indonesia sampai saat ini di laporkan disebebkan oleh 23 penyakit. Sebanyak 60%-70% kelumpuhan disebabkan oleh Gulain Baree

Syndrome (GBS). Untuk membuktikan apakah kelumpuhan disebabkan oleh polio

atau bukan, harus dilakukan pembuktian dan pemeriksaan laboratorium yang sudah terakreditasi WHO yaitu laboratorium Biofarma, BBLK Surabaya dan laboratorium puslit penyakit Jakarta.

(44)

Diagnosis banding yang mirip dengan polio adalah Mielitis Transversa, yaitu tentang peradangan sum-sum tulang belakang . kumpulan layu biasanya menyerang kedua tungkai, bersifat akut, dan lemas flefleksi fisiologi dan reflex patologis negative, bisa disertai dengan gangguan buang air kecil dan besar.

Diagnosis banding lainnya adalah GBS, dimana terjadi demam disertai gejala khas kelumpuhan yang berangsur dari ujung jari naik keatas dengan batas tegas bila sudah sampai pergelangan membentuk gambaran seperti sarung tangan/kaki (glove phenomenon). Kelumpuhan menyerang kedua tungkaim, reflex fisiologis negative sedangkan reflex patologi positif bila kelumpuhan menyerang otot saluran pernafasan, maka penderita dapat mengalami sesak nafas sampai meninggal.

2.11.4 Vaksinasi

Pencegahan dan pemberantasan virus polio sebenaraya sangat mudah karena sudah ada vaksin yang sangat bagus dan efektif yaitu vaksin polio oral (OPV) dan vaksin polio inaktif (IPV), dan hanya manusia satu-satunya reservoire untuk penyebaran virus polio. Penyebaran virus polio melalui fecal-oral. Anak yang terinfeksi virus polio mengekskresi virus polio melalui feces selama 14 hari, tetapi dapat juga ditemukan sampai 30 hari meskipun kemungkinannya sangat kecil. OPV biasa digunakan di negara berkembang karena harganya terjangkau dan mudah pemberiannya, sedangkan IPV biasa digunakan di negara maju karena efektivitasnya tinggi, tidak menimbulkan masalah kelumpuhan pada penerima vaksin (WHO, 2008).

Vaksin polio pertama kali dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955 dan Albert Sabin pada tahun 1962. Sejak saat itu, jumlah kasus polio menurun

(45)

tajam. Saat ini upaya imunisasi di banyak negara dibantu oelh Rotary International UNICEF dan WHO untuk mempercepat eradikasi global polio (Widoyono, 2008).

Dalam World Health Assembly tahun 1998 yang diikuti oleh sebagian besar negara di penjuru dunia dibuat kesepakatan untuk melakukan Eradikasi Polio (Erapo) tahun 2000, artinya dunia bebas polio tahun 2000. Program Eropa pertama yang dilakukan adalah

1. Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh

2. Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997. Pemberian imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4 kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1½ tahun, 5 tahun, dan usia 15 tahun

3. Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.

4. Melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya (WHO, 2005).

2.12 Titik Kesetimbangan (Ekuilibrium) Definisi 2.7

Titik n

R

x disebut titik ekuilibrium x f(x) jika f(x) 0 (Perko, 1991). Definisi 2.8

(46)

(a) Stabil lokal jika untuk setiap 0 terdapat d 0sedemikian hingga untuk setiap solusi x(t) yang memenuhi x(t0) x berlaku x )(t x untuk

setiap t t0.

(b) Stabil asimtotik lokal jika titik ekuilibrium n

R

x stabil dan terdapat 0 0 sedemikian hingga untuk setiap solusi x(t) yang memenuhi x(t0) x 0

berlaku x t x

t ( )

lim .

(c) Tidak stabil jika titik ekuilibrium n

R

x tidak memenuhi a (Wiggins, 2003). Definisi 2.9

Diberikan fungsi f (f1,,fn) pada sistem x f(x) dengan

n i E C fi ( ), 1,2,, . Matriks ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )) ( ( 2 1 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 x x f x x f x x f x x f x x f x x f x x f x x f x x f x f J n n n n n n       (2.12)

dinamakan matriks Jacobian dari f di titik x(Kocak & Hole, 1991). Definisi 2.10

Sistem linear x Jf(x)(x x) disebut linearisasi sistem x f(x) di sekitar titik x (Perko, 1991).

Teorema 2.1

Diberikan matriks Jacobian Jf(x) dari sistem nonlinear x f(x), dengan nilai eigen .

(47)

(a) Jika semua bagian real nilai eigen dari matriks Jf(x) bernilai negatif, maka titik ekuilibrium x dari Sistem nonlinear x f(x) stabil asimtotik lokal. (b) Jika terdapat paling sedikit satu nilai eigen matriks Jf(x) yang bagian realnya

positif, maka titik ekulibrium x dari sistem nonlinear x f(x) tidak stabil (Olsder, 1994).

2.13 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Misalkan A adalah matriks n x n, maka suatu vektor taknol x di dalam n disebut vektor eigen dari A, jika untuk suatu skalar λ, yang disebut nilai eigen dari A, berlaku:

Ax = λx. (2.13)

Vektor x disebut vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen λ. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran n x n, maka persamaan (2.13) dapat dituliskan sebagai berikut:

(λI - A) x = 0. (2.14)

Dengan I matriks identitas. Persamaan (2.13) mempunyai solusi tak nol jika dan hanya jika,

det(λI - A) = 0. (2.15)

Persamaan (2.15) disebut persamaan karakteristik (Anton, 1995: 277). 2.14 Kriteria Routh-Hurwitz

Untuk menguji sifat kestabilan diperlukan perhitungan untuk menentukan nilai-nilai eigen dari matriks Jacobian di titik ekuilibrium. Sebagai alternatif untuk menentukan nilai eigen tersebut digunakan kriteria Routh-Hurwitz.

(48)

Teorema 2.2

Jika pembuat nol pada persamaan

n n n a z a z a z P( ) 0 1 1 ... (2.16)

Mempunyai bagian real negatif, maka 0 ,..., 0 , 0 0 0 2 0 1 a a a a a a n (2.17) (Hanh, 1967).

Selanjutnya tanpa mengurangi keumuman diambil a positif sehingga 0

seluruh koefisien dari polinomial (2.16) bertanda sama, sehingga dapat dibentuk

6 40 4 30 2 20 0 10 a ,c a ,c a ,c a c 7 41 5 31 3 21 1 11 a ,c a ,c a ,c a c Misalkan 1 0 2 a a r 7 2 6 32 5 2 4 22 3 2 2 12 a r a ,c a r a ,c a r a c ... Misalkan 1 , 1 2 , 1 j j j a a r 1 , 1 2 , 1j j i j i ij c r c c ; dengan i 1,2,... dan j 3,3,..., . 1n cnn c Jika n = 2m maka cm 1,0 cm 1,2 an,cm 1,1 cm 1,3 0. Jika n = 2m maka cm 1,0 cm 1,2 an,cm 1,1 cm 1,3 0.

(49)

Teorema 2.3

Pembuat nol dari polinomial (2.16) mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika pertidaksamaan (2.17) dipenuhi dan

0 ,..., 0 , 0 12 1 11 c cn c (2.18) (Grantmacher, 1959). Teorema 2.4

Diberikan polinomial (2.16), dengan a positif dan 0 a bilangan real, k k 1,2,3,...,n. Matriks Hurwitz untuk persamaan (2.16) didefinisikan sebagai matriks bujur sangkar berukuran n x n yang berbentuk sebagai berikut.

n n n a a a a a a a a a a a a a H 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 2 3 4 5 0 1 2 3 0 1             (2.19)

Determinan Hurwitz tingkat ke-k, dinotasikan dengan k;k 1,2,,nyang dibentuk dari matriks Hurwitz (2.19), didefinisikan sebagai berikut.

1 1 a 2 3 0 1 1 a a a a  , 0 3 4 5 1 2 3 0 1 1 a a a a a a a a

(50)

n n n a a a a a a a a a a a a a H 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 2 3 4 5 0 1 2 3 0 1             (Grantmacher, 1959).

Berikut ini teorema yang menjamin pembuat nol Polinomial (2.16) mempunyai bagian real negatif.

Teorema 2.5

Pembuat nol dari Polinomial (2.16) mempunyai bagian real negatif jika dan hanya jika Pertidaksamaan (2.17) dipenuhi dan

0 , , 0 , 0 , 0 2 3 1  n (2.20) (Grantmacher, 1959). Contoh:

Diberikan polinomial berderajat 3 : k0 3 k1 2 k2 k3 0. Matriks Hurwitz dari polinomial tersebut adalah

3 1 2 3 0 1 0 0 0 k k k k k k H

Dari matriks H diperoleh

1 1 1 k k 3 0 2 1 2 3 0 1 1 k k k k k k k k

(51)

) ( 0 0 0 3 0 2 1 3 3 1 2 3 0 1 1 k k k k k k k k k k k

Agar semua akar polinomial tersebut mempunyai bagian real negatif maka harus memenuhi: 0 0 1 1 k 0 0 1 2 0 3 2 k k k k 0 0 ) ( 0 3 1 2 0 3 3 3 k k k k k k 0 0 0 0 1 k k k 0 0 2 0 2 k k k 0 0 3 0 3 k k k

Jadi semua akar polinomial 2 2 3 0

1 3

0 k k k

k mempunyai bagian real

negatif apabila

1. k0 0,k1 0,k2 0,dan k3 0. 2. k1k2 k0k3 0.

2.15 Kriteria Kestabilan

Menurut Bellomo & Presziosi (1995), kriteria kestabilan dapat ditentukan dengan mencari nilai eigen dari matriks J(x). Kriteria kestabilan berdasarkan nilai eigen matriks Jacobian J(x) disajikan dalam Tabel 2.1.

(52)

Tabel 2.1 menunjukan bahwa sistem akan stabil asimtotis jika kedua nilai eigen matriks Jacobian J(x) berupa bilangan real negatif atau bilangan kompleks dengan bagian real bernilai negatif. Jika salah satu atau kedua nilai eigen berupa bilangan real positif atau bilangan kompleks dengan bagian real bernilai positif maka sistem akan tidak stabil.

Tipe kestabilan dari titik kesetimbangan pada Tabel 2.1 dapat dilihat dengan mengamati trayektori pada bidang fase. Gambar 2.2 menunjukan contoh trayektori dari tipe kestabilan yang telah disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kriteria kestabilan berdasarkan nilai eigen

Nilai eigen Nama Kestabilan

real, tidak sama, bertanda sama

simpul

stabil asimtotik: semuanya negatif tidak stabil: semuanya positif real, tidak sama,

berlawanan tanda

sadel tidak stabil

real, sama simpul

stabil asimtotik: semuanya negatif tidak stabil: jika semuanya positif kompleks konjugate

bukan imajiner murni

spiral

stabil asimtotik: bagian real negatif tidak stabil: bagian real positif imajiner murni pusat stabil

(53)

Gambar 2.2 Tipe kestabilan dari titik kesetimbangan

Gambar 2.2 menunjukan titik pusat (kanan atas), titik sadel (kiri atas), titik spiral stabil (kanan bawah) dan titik spiral yang tak stabil (kiri bawah).

2.16 Maple

Maple merupakan salah satu perangkat lunak (software) yang dikembangkan oleh Waterloo Inc. Kanada. Maple sering digunakan untuk keperluan ComputerAlgebraic System (CAS). Menu-menu yang terdapat pada tampilan program Maple ini terdiri dari menu File, Edit, View, Insert, Format,

Spreadsheet, Option, Window, dan Help. Sebagian besar menu-menu di atas

merupakan menu standar yang dikembangkan untuk program aplikasi pada system operasi Windows.

(54)

Maple sering digunakan untuk keperluan penyelesaian permasalahan persamaan diferensial dan visualisasinya, karena Maple memiliki kemampuan menyederhanakan persamaan, hingga suatu solusi persamaan diferensial dapat dipahami dengan baik. Keunggulan lain dari Maple untuk aplikasi persamaan diferensial adalah kemampuan melakukan animasi grafik dari suatu fenomena gerakan yang dimodelkan ke dalam persamaan diferensial yang memiliki nilai awal dan syarat batas (Kartono, 2001).

Pernyataan yang sering digunakan untuk keperluan menyelesaikan permasalahan persamaan diferensial antara lain: diff digunakan untuk mendiferensialkan (menurunkan) suatu fungsi, dsolve digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial, evalf memberikan nilai numeric dari suatu persamaan, dan simplify digunakan untuk menyederhanakan suatu persamaan. Namun tentu saja pernyataan-pernyataan awal seperti restart dan deklarasi variabel/konstanta yang diperlukan tidak boleh diabaikan. Untuk membuat grafik pada Maple digunakan perintah plot, plot2d, plot3d, tergantung dimensi dari pernyataan yang dimiliki. Untuk membuat gerakan animasi digunakan perintah

animate3d (Kartono, 2001).

Bahasa yang digunakan pada Maple merupakan bahasa pemrograman yang sekaligus sebagai bahasa aplikasi, sebab pernyataan atau statement yang merupakan input pada Maple berupa deklarasi pada bahasa program dan perintah (command) yang sering digunakan pada bahasa aplikasi.

(55)

42 BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut:

3.1 Menentukan Masalah

Dalam tahap ini dilakukan pencarian sumber pustaka dan memilih bagian dalam sumber pustaka tersebut yang dapat dijadikan sebagai permasalahan yang akan dikaji.

3.2 Merumuskan Masalah

Tahap ini dimaksudkan untuk merumuskan permasalahan dengan jelas sehingga mempermudah pembahasan, permasalahan yang dibahas adalah:

(1) bagaimana model matematika epidemi SEIV penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan,

(2) bagaimana menentukan titik kesetimbangan dan analisis kestabilan model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan, dan

(3) bagaimana simulasi model dan interpretasi perilaku model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan menggunakan program

Maple.

3.3 Studi Pustaka

Studi pustaka adalah menelaah sumber pustaka yang relevan digunakan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Studi pustaka diambil dengan mengumpulkan sumber pustaka yang dapat berupa buku, teks,

(56)

makalah, dsb. Setelah sumber pustaka terkumpul dilanjutkan dengan penelaahan dari sumber pustaka tersebut. Pada akhirnya sumber pustaka ini dijadikan landasan untuk menganalisis permasalahan.

3.4 Analisis dan Pemecahan Masalah

Dari berbagai sumber pustaka yang menjadi bahan kajian, diperoleh suatu pemecahan masalah diatas. Selanjutnya dilakukan langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut:

(1) Menjelaskan bagaimana model matematika epidemi SEIV penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan.

(2) Menjelaskan bagaimana menentukan titik kesetimbangan dan analisis kestabilan model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan.

(3) Menjelaskan bagaimana simulasi model dan interpretasi perilaku model matematika penyebaran penyakit polio pada populasi tak konstan menggunakan program Maple.

Dalam proses pemecahan masalah tersebut, diterangkan berbagai cara menyelesaikan masalah dengan pendekatan yang ditetapkan sebelumnya berdasarkan tinjauan pustaka yang sudah ada.

3.5 Penarikan Kesimpulan

Hasil dari pembahasan ini dituangkan dalam bentuk simpulan akhir yang menyimpulkan secara umum pemecahan masalah tersebut. Simpulan ini dijadikan sebagai hasil kajian akhir dan merupakan hasil akhir dari proses penulisan ini.

(57)

44 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Model Matematika Penyakit Polio

Model yang diturunkan dan dibahas pada bab ini adalah model SEIV (Susceptibles, Exposed, Infectious, Vaccination) penyakit polio pada populasi tak konstan dengan memperhatikan fakta- fakta dan asumsi-asumsi.

4.1.1 Fakta-fakta

(1) Informasi mengenai masa inkubasi pada penyebaran penyakit polio diperoleh dari Paul (2004) dan Kunoli (2013). Dalam Paul (2004) dan Kunoli (2013) disebutkan masa inkubasi penyakit polio umumnya 7-14 hari.

(2) Informasi mengenai individu yang terinfeksi polio tidak dapat sembuh dan tidak mematikan diperoleh dari Wilson(2001). Disebutkan bahwa individu yang terjangkit polio jenis paralisis spinal tidak akan sembuh disebabkan vaksinasi hanya dapat dilakukan sebelum tertular. Strain poliovirus jenis ini menyerang saraf tulang belakang yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada kaki secara permanen. Akan tetapi polio jenis ini tidak mematikan karena tidak menyerang organ vital.

4.1.2 Asumsi-asumsi

Dalam pembentukan model ini dibatasi oleh beberapa asumsi. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model penyakit polio sebagai berikut.

(1) Jumlah populasi diasumsikan cukup besar.

(58)

(3) Penyakit polio memiliki masa inkubasi.

(4) Individu yang terinfeksi tidak dapat sembuh dan tidak mematikan.

Selanjutnya, asumsi yang digunakan terhadap vaksinasi dalam model ini adalah sebagai berikut.

(1) Vaksin hanya diberikan pada individu yang baru lahir.

(2) Keampuhan vaksinasi adalah 100%. Hal tersebut berarti setiap individu yang telah mendapatkan vaksin akan kebal dari penyakit.

(3) Kekebalan yang terjadi karena vaksin bersifat permanen. Hal tersebut berarti individu yang mendapat vaksin tidak dapat terinfeksi oleh penyakit yang sama sampai waktu yang tidak terbatas.

(4) Biaya vaksin tidak diperhatikan dalam model sehingga pemberian vaksin diasumsikan tidak terkendala oleh faktor biaya.

Dari asumsi-asumsi dan fakta-fakta di atas, pembentukkan model matematika untuk penyakit polio pada populasi tak konstan dapat dibatasi.

4.1.3 Pembentukkan Model Matematika

Pembentukan model epidemi SEIV didasari oleh adanya penyakit menular yang memiliki periode laten. Populasi yang diberikan dibagi ke dalam empat kelas yakni kelas sub populasi rentan (susceptibles), kelas sub populasi laten (exposed), kelas sub populasi terinfeksi (infectious), dan kelas sub vaksinasi(Vaccination).

Adapun variabel-variabel dan parameter-parameter yang digunakan dalam modelpenyakit polio disajikan dalam Tabel 4.1 danTabel 4.2 berikut:

(59)

Tabel 4.1Daftar Variabel-variabel

No Variabel Keterangan

1. S(t)

Banyak individu yang rentan terinfeksi penyakit pada waktu t

2. E(t)

Banyak individu terinfeksi pada waktu t

3. I(t)

Banyak individu yang terinfeksi penyakit pada waktu t

4. V(t)

Banyak individu yang mendapat vaksinasi pada waktu t

Tabel 4.2Daftar Parameter-parameter

No Parameter Keterangan Syarat

1. µ Laju kematian alami

2.

Probabilitas penularan penyakit akibat kontak dengan individu

laten

3.

Probabilitas penularan penyakit akibat kontak dengan individu

terinfeksi

4.

Laju transfer individu dari kelas rentan menjadi kelas vaksinasi

(60)

5.

Laju transfer individu dari kelas laten menjadi kelas terinfeksi

6. A Laju pertambahan populasi A>1

Secara skematis proses penyebaran penyakit polio dengan vaksinasi dalam suatu populasi dapat disajikan dalam diagram transfer pada

Gambar 4.1 Diagram Transfer Penyebaran Penyakit polio. Model Matematika

Model matematika yang dibentuk merupakan suatu sistem persamaan diferensial diberikan di bawah ini

(4.1) S E I S E I V V

γs

(61)

4.2 Titik Kesetimbangan

Dari sistem (4.1) dapat dicari titik kesetimbangannya, sebagai berikut:

Persamaan ketiga dari sistem (4.2) dapat menjadi

(4.3) Substitusikan persamaan (4.3) kedalam persamaan kedua dari sistem (4.2)

(4.4)

Untuk kasus E=0.

Persamaan (4.3) dapat diperoleh

Persamaan pertama dari sistem (4.2) dapat diperoleh

(62)

Persamaan keempat dari sistem (4.2) dapat diperoleh

Dengan demikian diperoleh titik kesetimbangan bebas penyakit yaitu

Selanjutnya, untuk menentukan titik kesetimbangan endemik, diasumsikan .

Misalkan merupakan titik kesetimbangan endemik, sehingga sistem (4.1) menjadi

(63)

Untuk kasus , dari persamaan (4.4) diperoleh (4.6) Penyederhanaan persamaan (4.6)

(4.7) Persamaan keempat dari sistem (4.5) dapat menjadi .

Maka diperoleh

Persamaan ketiga dari sistem (4.5) dapat menjadi (4.8) Substitusikan persamaan (4.8) ke persamaan pertama dari sistem (4.5)

Maka diperoleh

(4.9)

Substitusikan persamaan (4.7) ke persamaan (4.9) Maka diperoleh

(64)

Substitusikan persamaan (4.7) ke persamaan (4.8) Maka diperoleh

Jadi diperoleh titik kesetimbangan endemik dengan

4.3 Angka Rasio ReproduksiDasar

Untuk menentukan angka rasio reproduksi dasar yaitu dengan mengasumsikan . Berdasarkan titik kesetimbangan endemik diperoleh

Gambar

Gambar 2.1  Diagram Transfer Penyebaran Penyakit Polio.
Tabel 2.1 menunjukan bahwa sistem akan stabil asimtotis jika  kedua nilai  eigen  matriks  Jacobian  J(x)  berupa  bilangan  real  negatif  atau  bilangan  kompleks  dengan  bagian  real  bernilai  negatif
Gambar 2.2  Tipe kestabilan dari titik kesetimbangan
Tabel 4.2Daftar Parameter-parameter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Josiah Obaghwarhievwo Adjene dkk mengenai pengaruh konsumsi soft drink dengan dosis 50 ml/tikus/hari secara kronis pada

Jawab : “iya mas saya memberikan contoh, seperti membiasakan anak bertanya kepada orang lain apabila berpapasan di jalan, semuat aja seperti itu apalagi kita sebagai

Dapat disimpulkan bahwa hasil analisis inefisiensi teknis usaha pertanian padi di kecamatan kebakkramat kabupaten karanganyar, petani organic lebih banyak

Pada variabel “kehidupan sosial keagamaan” yang berkenaan dengan eksternalisasi individu terhadap ajaran agamanya dalam bentuk amaliah yang melibatkan --atau

Maka penelitan ini dalam jangka pendek atau secara khusus ingin menemukan perbedaan konsep paradigma pengetahuan yang mempengaruhi metodologi, ukuran keabsahan dan

Renungan hari ini: Tiada siapa yang boleh mengasihi kita seperti Tuhan Yesus kerana tidak mungkin ada sesiapa dalam dunia ini yang sanggup mengorbankan nyawanya demi diriku....

Pembebasan Biaya Pendidikan yang mencakup: Uang Satuan kredit semester/sics selama 2 (dua) semester kepada 48 (empat puluh delapan) orang mahasiswa yang memiliki Indeks

Dari 7 kota pantauan IHK di Provinsi Jawa Barat, tercatat sebagian besar kota mengalami inflasi, hanya Cirebon yang mengalami deflasi.. Inflasi tertinggi terjadi di Kota