BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penanaman modal atau investasi merupakan segala kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia1. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang
memiliki sumber daya alam melimpah dari pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, maupun pertambangan, tidak serta merta sumber daya alam melimpah, dapat diambil dengan sendirinya ataupun diolah. Oleh karena itu perlu dibangun infrastruktur sarana prasarana dalam mengolahnya oleh negara Indonesia melalui pemerintah. Keberhasilan sebuah negara dalam mencapai tujuannya diukur dari tingkat
kemampuan mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.1 Hal ini dapat
dilakukan melalui proses pembangunan yang dilaksanakan secara berkesinambungan tahap demi tahap sebagai alur dari upaya – upaya
nyata untuk mencapai sasaran pembangunan nasionalnya.
Pembangunan yang dilaksanakan membutuhkan modal dalam jumlah yang cukup besar serta tersedia dalam waktu yang tepat disaat dibutuhkan. Eksistensi modal ini dapat disediakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat luas, khususnya dunia usaha swasta, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
1Edi Suharto, “Negara Kesejahteraan dan Reinventing Depsos”, www. policy. hu> Suharto>
Perekonomian dunia saat ini sedang mengalami globalisasi dan dapat dilihat dari semakin maraknya penanaman modal asing pada suatu perusahaan. Penanaman modal asing yang pesat meniadakan batasan hubungan ekonomi internasional. Efek yang terjadi dari globalisasi ekonomi salah satunya adalah arus informasi yang begitu cepat kemasyarakat semakin terlihat dengan berkembangnya perekonomian suatu negara. Perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi di berbagai belahan dunia mendorong banyak perusahaan-perusahaan di negara pengekspor modal melakukan efisiensi perekonomiannya agar stabilitas dan peningkatan produktivitasnya dapat terjamin. Hal ini
menimbulkan persaingan yang ketat dalam perdagangan dunia .2
Dikaitkan dengan ini, perusahaan sebagai pelaku utama ekonomi akan berusaha untuk terus meningkatkan efisiensi dan efektivitas bisnisnya dan berusaha mengembangkan usahanya sampai melewati batas jurisdiksi suatu negara, yang mana untuk mengatur jalannya bisnis tersebut, perlu membentuk seperangkat aturan yakni hukum penanaman modal sebagai payung hukumnya.
Aspek hukum penanaman modal menjadi bagian yang sangat penting dari sistem penanaman modal karena bersifat sangat kompleks sehingga tidak setiap jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan perbuatan lain sekedar menghasilkan keuntungan termasuk kedalam
2
konsep penanaman modal. Kehadiran penanam modal asing ke dalam suatu negara yang berdaulat menimbulkan pendapat dengan argumentasi masing-masing antara lain seperti kehadiran penanam modal asing dapat mengancam industri dalam negeri sendiri dan mengancam kedaulatan negara, sehingga perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian
sesuai dengan peraturan hukum penanaman modal.3
Iklim investasi di Indonesia pada masa-masa sebelum mengalami krisis ekonomi di tahun 1997 dipandang cukup menarik bagi investor baik asing maupun dalam negeri karena lingkungan politik yang relatif stabil, meskipun stabilitas tersebut hanya semu. Namun para investor tampaknya masih menahan diri untuk menunggu adanya perkembangan politik yang lebih stabil untuk memulai atau memperluas investasinya. Dalam hal ini Indonesia harus membuat kebijakan-kebijakan yang dapat menarik para investor. Dengan harapan bahwa investasi tersebut akan dapat memulihkan kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk, dan pastinya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berangkat dari era setelah krisis sampailah pada tahap Indonesia memasuki era globalisasi. Sedikitnya ada dua perubahan besar yang diakibatkan oleh globalisasi. Pertama adalah bahwa era globalisasi yang diwarnai dengan tumbuhnya kawasan bebas perdagangan, jasa dan modal
(missal : NAFTA, European Community, dan terakhir AFTA), transaksi Internasional telah bertumbuh dengan pesatnya baik dari sisi frekuensi maupun volumenya. Kedua dengan masuknya investasi asing ke suatu negara dalam bentuk portofolio investment dan foreign direct
investment mengakibatkan implikasi yang luas baik dari sisi sosial,
ekonomi, hukum dan keamanan terhadap negara pengimpor modal (importing capital countries) seperti Indonesia.
Secara garis besar, foreign direct investment terhadap pembangunan bagi negara berkembang dapat diperinci menjadi lima. Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat penanaman modal dan pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif. Kelima, bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabrik baja, alat-alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan
sebagainya.4 Selama ini penanam modal domestik di negara berkembang enggan melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan membuka lahan baru dalam sektor minyak dan gas bumi, maka hadirnya penanam modal asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan
sumber-sumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan membuka
kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan kerja, inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya kehadiran penanam modal asing. Transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja setempat menjadi terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja dan
pendapatan nasional.5
Kehadiran penanam modal asing khususnya foreign direct investment bagi negara berkembang sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Kegiatan hulu migas merupakan salah satu
4
Jonker Sihombing, 2009, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT. Alumni, Bandung, hlm. 43.
5
Ana Rokhimatussa’dyah dan Suratman, 2009, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.78.
kegiatan dengan tingkat risiko tinggi namun juga menjanjikan keuntungan tinggi. Risiko dan kerugian pada tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk bekerjasama dalam pengelolaan terhadap sumber daya alam dan potensi ekonomi yang ada.
Sesuai dengan tujuan investasi yang hendak dicapai Indonesia tersebut, ditentukanlah 10 asas dalam penanaman modal atau investasi.
Kesepuluh asas tersebut diantaranya6:
a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; e. kebersamaan;
f. efisiensi berkeadilan; g. berkelanjutan;
h. berwawasan lingkungan; i. kemandirian;dan
j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dalam melakukan investasi langsung di Indonesia, investor asing dapat melakukannya dalam bentuk joint venture dengan perusahaan asing lainnya dan perusahaan lokal. Umumnya, perusahaan ini berbentuk penanaman modal asing dan berbadan hukum Indonesia sehingga perusahaan penanaman modal asing adalah Wajib Pajak dalam negeri
(resident taxpayer). Selain itu, perusahaan asing dapat menjalankan
usahanya melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Apabila investor asing menjalankan bisnisnya di Indonesia melalui Bentuk Usaha
6
Tetap (a permanent establishment) berarti bahwa perusahaan tersebut tidak berbadan hukum Indonesia. Dalam Undang-Undang Penanaman Modal pemerintah membatasi investasi asing harus dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah
Indonesia.7
Namun demikian masih dimungkinkannya pengecualian bentuk investasi asing sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penanaman
Modal yaitu dalam Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi.8 Dalam
ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi dinyatakan bahwa:
” Bentuk Usaha Tetap hanya dapat melaksanakan usaha hulu.” Dalam ketentuan tersebut, pemerintah memberikan stimulus kepada para investor asing untuk dapat menginvestasikan modalnya ke Indonesia, mengingat kegiatan usaha dalam sektor minyak dan gas bumi merupakan kategori investasi dengan tingkat risiko tinggi dan memerlukan dana yang relatif besar. Selain daripada itu, ketentuan tersebut juga memberikan kemudahan dalam birokrasi pendirian badan usaha.
Selain daripada itu pengaturan mengenai Bentuk Usaha Tetap juga terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yakni kedudukan Bentuk Usaha Tetap sebagai Subjek Pajak. Peluang ini
7 Pasal 5 ayat ( 2) Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 8
mungkin saja akan menjadi harapan baru untuk masa depan dunia investasi bagi bangsa Indonesia sebagai negara pengimpor modal, sehingga dengan adanya perekonomian yang dapat menunjang tentu keamanan yang selama ini menjadi titik lemah bangsa ini pun menjadi teratasi. Mencermati hal tersebut untuk itu perlu kiranya bagi peneliti untuk mengkajinya lebih jauh mengenai aturan- aturan dan pemecahan permasalahan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan investasi asing dalam bentuk usaha tetap tersebut. Untuk itu peneliti mengagas uraian permasalahan tersebut dalam judul “ TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INVESTASI ASING KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS BUMI MELALUI BENTUK USAHA
TETAP BERDASARKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN.”. B. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan Undang-Undang Pajak Penghasilan
terhadap investasi asing kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)?
2. Apakah ketentuan investasi asing melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) sudah sesuai dengan Undang-Undang Penanaman Modal?
C. Keaslian Penelitian
Sebelum melakukan penelitian tentang investasi asing melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari perspektif Undang-Undang Pajak Penghasilan, terlebih dahulu penulis melakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Terdapat beberapa penelitian mengenai Pajak Penghasilan (PPh) diantaranya :
1. Kebijakan Insentif PPh dalam Sistem Keuangan9, dengan rumusan
masalah kebijakan insentif Pajak Penghasilan dalam sistem keuangan negara. Adapun kesimpulan penelitian meliputi :
1) Pada awal realisasi kebijakan insentif pajak penghasilan orang pribadi yaitu pada tahun 2001 mengakibatkan pendapatan Negara berkurang terutama pendapatan Negara dari sektor pajak, hal ini dikarenakan adanya hambatan-hambatan dalam realisasi insentif pajak penghasilan orang pribadi baik hambatan teknis maupun non teknis yang belum mampu diatasi oleh pemerintah. Namun pada tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2002 sampai tahun 2005 realisasi insentif pajak penghasilan orang pribadi membawa pengaruh positif, bukan hanya terhadap pendapatan pajak secara makro tetapi juga mempengaruhi pendapatan nasional bruto dan ekonomi makro di Indonesia. Realisasi intensif pajak penghasilan
9 Anas Puji Istianto,2008, Kebijakan Insentif PPh dalam Sistem Keuangan, Fakultas Hukum UGM,
ini merupakan stimultant bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Dengan perkembangan perekonomian yang baik yaitu pada tahun 2001 sampai tahun 2005 akan membawa pengaruh bagi pendapatan Negara baik dari sektor pajak maupun non pajak.
Posisi insentif pajak penghasilan orang pribadi adalah
mengoptimalkan peluang yang ada guna mendorong perekonomian untuk lebih meningkat.
2) Pranata hukum tentang insentif pajak penghasilan orang pribadi belum sesuai dengan sistem perekonomian di Indonesia karena bertentangan dengan tujuan dari kebijakan makro ekonomi. Tujuan dari kebijakan makro ekonomi adalah mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi dalam lingkup negara, contohnya pencapaian tingkat penggunaan tenaga kerja (kesempatan kerja) penuh tanpa inflasi dan menghindari masalah inflasi. Dengan adanya kebijakan intensif pajak penghasilan orang pribadi maka peluang untuk terjadinya inflasi di Indonesia semakin besar karena jumlah uang yang beredar di masyarakat akan meningkat. Namun kebijakan insentif pajak penghasilan orang pribadi mendukung dalam meningkatkan permodalan masyarakat serta berdampak positif bagi stabilitas permintaan dan penawaran di pasar. Pranata hukum tentang insentif pajak penghasilan orang pribadi memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sistem
perekonomian di Indonesia tetapi sistem perekonomian hanya mempengaruhi secara tidak langsung terhadap pajak yaitu berupa besar kecilnya pendapatan pajak, perekonomian juga dapat mempengaruhi isi maupun muatan dari pranata hukum yang akan dibuat di bidang perpajakan.
3) Kebijakan intensif pajak penghasilan orang pribadi belum sesuai dengan sistem keuangan negara karena kebijakan intensif pajak penghasilan orang pribadi memiliki dampak negatif bagi keuangan negara yaitu pendapatan negara dari sektor pajak berpotensi untuk berkurang pada awal relaisasi saja. Kebijakan intensif pajak penghasilan orang pribadi dapat berjalan selaras dengan sistem keuangan negara karena tujuan dari kebijakan intensif pajak penghasilan orang pribadi adalah mengoptimalkan pemasukan negara dari sektor pajak, meningkatkan kepatuhan WP untuk membayar pajak dan meminimalisasi penggelapan pajak oleh WP. 2. Pungutan PPh Terhadap Obligasi Reksa Dana Dalam Peningkatan
Investasi di Indonesia10, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah pranata hukum PPh obligasi reksa dana di Indonesia sudah sesuai dengan prinsip-prinsip investasi?
2) Mengapa reksa dana menjadi objek PPh?
10 Bramandityo Adhi Baskoro,2010, Pungutan PPh Terhadap Obligasi Reksa Dana Dalam
3) Bagaimana realisasi PPh reksa dana dalam peningkatan investasi di Indonesia?
Adapun kesimpulan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1) Pranata hukum PPh atas obligasi reksa dana diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi. Dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip investasi, dapat diketahui bahwa investasi merupakan suatu tindakan untuk memperoleh keuntungan atau profit sehingga adanya PPh yang dikenakan terhadap obilgasi reksa dana dapat mengurangi pendapatan investasi. Oleh karena itu adanya penerapan PPh atas obligasi reksa dana tidak sesuai dengan prinsip-prinsip investasi. 2) Latar belakang reksa dana menjadi objek PPh, yaitu karena reksa
dana berperan sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Oleh karena itu, reksa dana dapat meningkatkan peranan penerimaan negara dari sektor pajak dalam jangka menengah dan jangka panjang, dan dalam rangka menghadapi perkembangan perekonomian dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional kea rah
peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini juga berkaitan dengan prinsip equal treatment atau prinsip equlity dalam ketentuan perpajakan yang dilakukan oleh fiskus yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dikarenakan sistem perpajakan nasional pada dsarnya tetap berpegang teguh pada salah satu asas perpajakan yang menyatakan bahwa ketentuan perpajakan harus berlaku sama bagi setiap WP yang berada dalam kasus-kasus perpajakan yang pada hakekatnya sama.
3) Realisasi PPh reksa dana dalam peningkatan investasi di Indonesia belum optimal. Hal ini dikarenakan perubahan peraturan perundang undangan mengenai pengenaan pajak terhadap obligasi reksa dana belum dapat berjalan efektif karena pemerintah menerapkan tarif nol persen (0%) hingga tahun 2010, sehingga belum ada laporan pemasukan penerimaan PPh obligasi reksa dana sampai dengan tahun 2010. Kemudian, diprediksikan bahwa para investor akan melakukan redemption karena adanya PPh tersebut dapat
mengurangi pendapatan dari investasi mereka. Dalam
merealisasikan PPh obligasi reksa dana tersebut, terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan dari berlakunya peraturan perundang-undangan mengenai PPh obligasi reksa dana yang terdapat pada fiskus maupun masyarakat sehingga harus dibenahi agar masalah dalam realisasi PPh obligasi reksa dana dapat
diminimalisir, sedangkan faktor pendukung yaitu faktor-faktor yang dapat memperalancar keefektifan dari berlakunya peraturan perundang-undangan mengenai PPh obligasi reksa dana sehingga harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan agar implementasi obligasi reksa dana tersebut dapat berjalan efektif.
3. Kebijakan Insentif PPh Bagi Emiten Pasar Modal Dalam Sistem
Keuangan11, dengan rumusan masalah yaitu realisasi kebijakan
pemberian insentif PPh bagi emiten di pasar modal. Adapun kesimpulan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
1) Realisasi pemberian insentif PPh bagi emiten pasar modal merupakan sebuah kebijakan pemerintah yang masih terhitung baru. Menurut sumber yang ada, kebijakan tersebut baru efektif pada tahun pajak 2008, sehingga karena keberadaan kebijakan yang masih relatif baru menyebabkan kebijakan ini belum berjalan optimal. Hal tersebut juga dikarenakan masih terdapat beberapa kendala yang menghambat pelaksanaan kebijakan intensif PPh. Hambatan tersebut berasal dari pihak perusahaan sebagai pelaku bisnis, maupun pihak pemerintah. Diperlukan jangka waktu tertentu agar dapat mewujudkan tujuan kebijakan pemberian intensif PPh bagi emiten.
11 Wida Kusumastuti, 2010, Kebijakan Insentif PPh Bagi Emiten Pasar Modal Dalam Sistem
2) Dampak yang ditimbulkan dengan adanya pemberian insentif PPh bagi emiten pasar modal dalam sistem keuangan Negara adalah adanya penurunan pendapatan pemerintah sebesar Rp 8,5 Triliun yang dihitung sebagai cost untuk penurunan tariff PPh Badan yang menjadi satu kesatuan dengan fasilitas intensif PPh bagi emiten. Berdasarkan penurunan penerimaan tersebut maka DJP berusaha menutup kekurangan di sektor penerimaan pajak dengan cara menambah jumlah WP. Sementara itu ada kecenderungan pemberian intensif pajak PPh bagi emiten hanya dinikmati oleh perusahaan besar yang bukan merupakan sasaran kebijakan pemberian insentif PPh tersebut. Hal itu menyebabkan kebijakan insentif PPh belum dapat dilaksanakan secara efektik. Disisi lain, sistem keuangan negara yang harusnya disusun dan di implementasikan untuk kepentingan masyarakat umum harus dikurangi dengan pemberian intensif PPh bagi emiten yang mementingkan kepentingan golongan.
3) Kebijakan insentif PPh bagi emiten tidak sejalan dengan fungsi budgetair pajak karena pelaksanaannya kurang menyerap banyak perusahaan untuk go public, sehingga belum banyak emiten yang memberi pemasukan keuangan negara. Disisi lain pemerintah mengalami loss untuk menjalankan program ini. Sampai tahun 2009, secara berkala pemerintah akan mengalami penurunan
pendapatan yang seharusnya masuk ke kas negara namun dialokasikan untuk intensif PPh bagi emiten. Secara singkat dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah belum dapat menyerap dana yang diharapkan dari pemberian intensif PPh ini karena belum ada uang dari emiten yang masuk pada kas Negara atas pemberian intensif PPh. Hal itu disebabkan oleh emiten belum sepenuhnya memanfaatkan fasilitas ini.
Dari ketiga penulisan hukum tersebut belum ada yang membahas mengenai investasi asing melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebagaimana akan Penulis lakukan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, ide serta pengetahuan di bidang hukum pada umumnya, dan hukum penanaman modal pada khususnya. Selain itu juga dapat menjadi pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat pada umumnya, dan menjadi bahan masukan untuk pemerintah dalam memberikan
perlindungan kepada investor dengan tetap mengutamakan
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan berupa ide, informasi, serta wacana kepada pemerintah untuk menarik investor ke dalam negeri dan kepada investor khususnya investor asing yang hendak menginvestasikan modalnya ke Indonesia.
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaturan Undang–Undang Pajak Penghasilan terhadap investasi asing yang berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT). 2. Untuk menganalisis kesesuaian ketentuan investasi asing melalui Bentuk