• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resume. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan 2012 (Kode Melbourne)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Resume. Kode Internasional Tatanama Tumbuhan 2012 (Kode Melbourne)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Shohib Manzili Offering : H/2015

NIM : 150342607634

Resume

Kode Internasional Tatanama Tumbuhan 2012 (Kode

Melbourne)

Diadopsi oleh XVIII Kongres Botani International di Melbourne, Australia, pada Juli tahun 2011, isi Kode Internasional Tatanama Tumbuhan (KITT) adalah sebagai berikut :

a. Pembukaan

b. Bagian I Asas-asas

c. Bagian II Peraturan dan Saran-saran yang terdiri atas 9 pasal, terbagi dalam 62 bab, dengan masing-masing bab terbagi lagi dalam beberapa seksi

d. Bagian III Ketentuan-ketentuan untuk tata kelola kode e. Lampiran I Nama-nama hibrida

f. Lampiran II Nama-nama suku yang dilestarikan

g. Lampiran III Nama-nama marga yang dilestarikan dan ditolak h. Lampiran IV Nama-nama yang ditolak

A. PEMBUKAAN

Pembukaan KITT memuat lima butir yang penting , yaitu:

1. Dalam biologi memerlukan sistem tatanam yang tepat dan sederhana. Adanya kode ini bertujuan untuk menyediakan metode

(2)

yang tepat dalam pemberian nama dan menghindari penciptaan nama yang tidak benar.

2. Peraturan –peraturan dan saran-saran berlaku untuk semua makhluk yang diperlakukan sebagai tumbuhan (meliputi ganging, jamur dan tanaman), baik yang telah bersifat fosil maupun yang sekarang masih hidup.

3. Prinsip-prinsip membentuk dasar tata nama diatur oleh kode ini. 4. Ketentuan yang rinci dibagi menjadi aturab yang ditetapkan dalam

pasal (terkadang dengan klasifikasi dengan suatu catatan), saran/rekomendasi (Rec) dan ditambahkan dengan contoh (ex.). 5. Tujuan dari aturan ini adalah menempatkan penamaan dimasa

lampau dan menyediakan dimasa mendatang. Nama yang bertentangan dengan aturan tidak dapat dipertahankan.

B. BAGIAN I, ASAS-ASAS TATANAMA TUMBUHAN

Asas I  Tatanama ganggang, jamur dan tanaman tidak tergantung pada tatanama zoology dan tatanama bakteriologi.

Asas II  Penerapan nama-nama takson ditentukan dengan perantaraan tipe tatanamanya. Yang dimaksud dengan tipe tatanama adalah unsure suatu takson yang dikaitkan secara permanen dengan nama yang diberikan kepada takson itu.

Asas III  Tatanama takson didasarkan atas perioritas publikasinya. Bila suatu takson mempunyai lebih dari satu nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku. Tentu saja dalam hal ini pemberian nama telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Asas IV  Setiap takson dengan sirkum skripsi, dan tingkat tertentu hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, yaitu nama tertua yang sesuai dengan peraturan, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara khusus. Bila ditekankan pada hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, maka adanya sinonima merupakan suatu hal yang tidak dimungkinkan, namun dinyatakan pula bahwa hal itu ada pengecualiannya. Seperti beberapa nama suku yang secara eksplisit dinyatakan, bahwa suku-suku tadi mempunyai nama alternative. Nama-nama suku Gramineae, Palmae,

(3)

Umbelliferae, Compositae misalnya, berturut-turut boleh diganti dengan Poaceae, Arecaceae, Apiaceae, dan Asteraceae.

Asas V  Nama-nama ilmiah diperlakukan sebagai bahasa latin tanpa memperhatikan asal nya. Nama ilmiah adalah nama yang terdiri atas kata-kata yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, dan tidak tepat bila nama ilmiah disamakan dengan nama latin.

Asas VI  Peraturan tatanama berlaku surut kecuali bila dibatasi dengan sengaja.

C. BAGIAN II, PERATURAN-PERATURAN DAN SARAN-SARAN

BAB I . Tingkat-tingkat takson dan istilah-istilah untuk menyebutnya

Bab ini terdiri atas lima pasal. Pasal satu sampai lima yang memuat butir-butir utama sebagai berikut.

Pasal 1. Bahwa dalam taksonomi tumbuhan, setiap kelompok taksonomi dari kategori yang manapun disebut suatu takson.

Pasal 2. Bahwa dari tingkatan takson yang dijadikan unit dasar adalah kategori spesies.

Pasal 3. Bahwa tingkat-tingkat takson (kategori) yang pokok berturut-turut adalah kingdom (regnum), devisi atau filum, kelas, ordo, family, genus dan jenis (spesies).

Pasal 4. Bahwa bila dikehendaki jumlah tingkat takson yang lebih banyak dapat ditambahkan atau diantara takson-takson lama disisipkan takson-takson baru, asal hal itu tidak akan berakibat terjadinya kekeliruan atau kekacauan dengan ditambahkan awalah “sub”

Pasal 5. Bahwa urutan-urutan tingkat-tingkat takson (kategori) itu tidak boleh di ubah.

BAB II. Ketentuan umum untuk nama-nama takson

Bab ini terbagi dalam empat seksi yang seluruhnya memuat 10 pasal (pasal 6 sampai dengan 15).

(4)

Seksi 1 : status definisi

Pasal 6. Nama sah (legitimate), bila sesuai dengan bunyinya peraturan dan tidak sah (illegitimate) bila bertentangan dengan bunyinya peraturan.

Seksi 2 : Tipikasi

Pasal 7 : penerapam nama-nama takson tingkat suku didasarkan atas tatanamnya. Jenis dari nama asli seorang pengarang adalah sama dengan nama darimana ia berasal.

Pasal 8 : tipe tatanama adalah unsur suatu takson yang melekat secara permanen

Pasal 9 : spesimen atau unsur lain dipilih sebagai tipe tatanama disebut holotype

Pasal 10 : Jenis nama dari genus atau dari setiap subdivisi dari genus adalah jenis nama suatu spesies.

Seksi 3 : Prioritas nama

Pasal 11 : pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan asas 4

Pasal 12 : sebuah nama takson tidak memiliki status sesuai kode kecuali telah diterbitkan

Seksi 4 : pembatasan asas prioritas

Pasal 13 – 15 : nama-nama tumbuhan dari beberapa kategori yang dipublikasi pada tangggal-tanggal tertentu

BAB III. Tatanama takson sesuai dengan tingkatnya

Bab III ini terdiri atas 13 pasal yang dikelompokkan ke dalam 6 seksi. Seksi I : nama tingkat suku

Pasal 16 : Bahwa nama-nama takson di atas tingkat suku automatis dapat disebut mempunyai tipe tatanama bila nama-namanya didasarkan atas nama suatu marga yang tergolong di dalamnya, ditambah dengan akhiran yang sesuai untuk takson itu

(5)

Pasal 17 : secara otomatis dilambangkan dengan nama ordo maupun subordo yang berakhir pada –ales dan –ineae

Seksi II : Nama suku, anak suku, rumpun dan anak rumpun

Pasal 18 – 19 : Nama-nama suku merupakan satu kata sifat yang diperlakukan sebagai kata benda yang berbentuk jamak, biasanya diambil dari nama marga yang dipilih sebagai tipe tatanamanya ditambah dengan akhiran –aceae.

Seksi III : nama genus dan takson di bawahnya

Pasal 20 : Nama marga tidak boleh terdiri atas dua kata, atau kedua kata itu harus disatukan dengan tanda penghubung.

Pasal 21 : Nama subdivisi dari genus adalah kombinasi dari nama yang umum. Istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkatan tersebut. Pasal 22 : Nama yang sah mengadopsi dari genus untuk yang ditugaskan untuk mengulangi bahwa nama generik tidak berubah sebagai julukannya, dan tidak diikuti oleh seorang penulis kutipan. Seksi IV : nama-nama dari spesies

Pasal 23 : (1) Lambang yang merupakan bagian sebutan jenis harus ditranskripsikan, jadi nama Scandix pecten o L. harus ditulis Scandix pecten-veneris L., Veronica anagallis L. harus ditulis Veronica anagallis aquatica L. (2) Sebutan jenis tidak boleh terdiri atas kata yang merupakan ulangan yang sama atau hampir sama nama genus

Seksi V : nama-nama takson di bawah tingkat spesies

Pasal 24 : (1) Nama takson di bawah tingkat jenis terdiri atas nama jenis dan suatu sebutan yang dihubungkan dengan istilah untuk takson di bawah tingkat jenis yang dimaksud. (2) Kata-kata typcus, originalis, orginarius, genuinus, verus, dst, yang berarti tipikal, asli, atau sungguh, dan dimaksud untuk menunjukkan bahwa takson di bawah tingkat jenis itu memuat tipe tatanama takson yang berada setingkat di atasnya, justru sebutan-sebutan itu tidak dibenarkan untuk dipakai dan juga tidak dapat dipublikasikan.

Pasal 25 : Untuk tujuan tatanama spesies/takson dibawah tingkat spesies dianggap sebagai takson paling bawah.

(6)

Pasal 27 : Julukan akhir dalam nama takson infraspesifik mungkin tidak mengulangi perubahan julukan dari nama yang benar dari spesies yang takson ditugaskan kecuali dua nama memiliki tipe yang sama Seksi VI : nama tumbuhan budidaya

Pasal 28 : Tumbuhan dari keadaan liar yang kemungkinan dibudidayakan , mempertahankan nama seperti yang diberikan kepada takson itu ketika masih tumbuh di alam.

BAB IV. Publikasi yang berlaku

Bab ini dibagi dalam 2 seksi yang seluruhnya mencakup 3 pasal yaitu: Seksi I : kondisi publikasi yang efektif

Pasal 29 – 30 : Publikasi dipengaruhi Kode dibawah ini, dengan distribusi barang cetakan.

Seksi II : kondisi dan tanggal publikasi yang berlaku

Pasal 31 : Tanggal publikasi yang efektif adalah tanggal dimana cetakan atau bahan elektronik menjadi tersedia

BAB V. Publikasi hama yang valid

Pada bab lima ini menjelaskan tata cara dan aturan yang memandu peneliti untuk dapat mempublikasikan dengan valid atau legal suatu organisme atau takson yang baru. Bab ini dibagi dalam 4 seksi yang memuat 15 pasal yaitu:

Seksi I : Ketentuan umum yang terdiri dari Pasal 32 sampai dengan pasal 37

Seksi II : Nama dari takson baru yang terdiri dari Pasal 38 sampai dengan pasal 40

Saksi III : kombinasi baru, nama-nama tingkatan baru, nama pengganti yang terdiri dari satu pasal yaitu Pasal 41

(7)

Seksi IV : Nama-nama dalam kelompok tertentu yang terdiri dari Pasal 42 sampai dengan pasal 45

BAB VI. Kutipan

Pada Bab enam ini menjelaskan bagaimana mengutip nama penulis yang bersangkutan dengan publikasi taksonomi dan nomenklatur. Bab VI ini terdiri dari 2 seksi memuat 6 pasal yaitu:

Seksi I : Penulisan kutipan yang terdiri atas Pasal 46 sampai pasal 50 Seksi II : Rekomendasi / saran umum tentang kutipan terdiri atas subpasal Pasal 50A sampai subpasal 50G

BAB VII. Penolakan Nama

Pada bab ini menjelaskan nama-nama dalam nomenklatur yang dapat dan tidak dapat dilegalkan. Pada bab ini terdapat 7 pasal yaitu dari Pasal 51 sampai dengan pasal 58

BAB VIII. Nama Jamur Anamorfik atau jamur dengan siklus hidup

pleomorfik.

Pada bab ini menjelaskan tentang nomenklatur Jamur Anamorfik dan jamur pleomorfik. Pada bab ini terdapat satu pasal yaitu Pasal 59

BAB IX. Ortografi dan jenis kelamin dari nama

Pada bab ini menjelaskan bahwa ejaan asli dari nama yang harus dipertahankan kecuali untuk koreksi kesalahan ketik atau otografi dan standarisasi disamping itu, terkadang penulis memberi sebuah nama dalam nomenklatur tanpa tromenklatur tanpa tradisi tatanama yang mempertahankan jenis kelamin. Bab ini terdiri dari 2 seksi yang memuat 3 asal yaitu:

(8)

Seksi II : Jenis kelamin yang hanya terdiri dari satu pasal yaitu Pasal 62

D. KETENTUAN UNTUK TATA KELOLA KODE

DIV III . 1 Kode ini hanya dapat diubah hanya dengan rapat paripurna oleh Botanical Kongres Internasional bagian nomenklatur

DIV III . 2 Komite nomenklatur didirikan dibawah naungan Asosiasi Internasional Taksonomi Tumbuhan (IAPT)

E. LAMPIRAN. Nama Hibrida

Pada lampiran ini menjelaskan tentang cara penulisan nama hibrida yang terdiri dari Pasal H.1 sampai dengan pasal H.12

F. PERTANYAAN

1. Mengapa setiap orang yang berkecimpung dalam bidang tumbuh-tumbuhan atau tanaman, perlu mempelajari dan memahami cara penulisan tata nama tumbuhan dan tanaman sesuai dengan aturan ICBN atau ICNCP

Jawab  Setiap orang yang berkecimpung dalam bidang tumbuh-tumbuhan atau tanaman, perlu mempelajari dan memahami cara penulisan tata nama tumbuhan dan tanaman sesuai dengan aturan ICBN atau ICNCP karena berperan antara lain dalam membantu memandu cara penulisan nama ilmiah tumbuh-tumbuhan dan nama teknis tanaman budidaya yang benar; dan menunjukkan perbedaan antara varietas dan kultivar secara konsepsional sehingga pemakaiannya betul-betul proporsional disertai dengan ketentuan ilmiah yang berlaku secara internasional.

2. Jelaskan apa saja yang dipelajari pada sistematika tumbuhan! Jawab  Sistematika tumbuhan mempelajari :

 Identifikasi Tumbuhan

Ilmu tentang pengenalan suatu jenis tumbuhan dengan cara membandingkannya dengan jenis tumbuhan yang telah ada.  Tata Nama Tumbuhan

(9)

Ilmu tentang cara pemberian nama suatu tumbuhan, baik yang sudah berupa fosil maupun yang masih ada, dilengkapi dengan deskripsinya.

 Klasifikasi Tumbuhan

Ilmu tentang pengelompokan semua macam ragam tumbuhan, dengan system tertentu, sehingga diperoleh ihktisar gambaran silsilah tumbuhan tersebut.

3. Apakah ada faktor untuk mengubah kode-kode diatas, bagaimanakah sistematika perubahan nya?

 Ada, misalnya terdapat kesalahan saat pemberian nama. Bisa juga dengan ditemukannya varietas atau jenis tumbuhan yang baru sehingga nama tumbuhan tersebut harus diubah. Tata cara mengubahnyapun sudah diatur dalam Chapter D Dev.III yang berbunyi “Kode ini hanya dapat diubah hanya dengan rapat paripurna oleh Botanical Kongres Internasional bagian nomenklatur”.

(10)

Habitat merupakan tempat tinggal suatu organisme untuk melaksanakan

kehidupannya serta saling berinteraksi antar satu organisme dengan yang lain dan saling mempengaruhi, yang terdiri atas makro habitat dan mikro habitat. Makro habitat bersifat global dengan kondisi lingkungan yang bersifat umum dan luas, misalnya gurun pasir, pantai berbatu karang, hutan hujan tropika, dan sebagainya, sebaliknya habitat mikro merupakan habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang bersifat setempat yang tidak terlalu luas, misalnya, kolam, rawa payau berlumpur lembek dan dangkal, danau, dan sebagainya.

Habitus Tumbuhan merupakan perawakan tumbuhan atau wujud bentuk fisik

tumbuhan secara keseluruhan (bentuk wujud fisik tumbuhan secara keseluruhan ; hal ini menggambarkan mengenai keseluruhan morfus dalam sistem organ tumbuhan) dan juga sdapat diartikan sebagai bentuk kehidupan tumbuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini bertujuan untuk menilai keberkesanan pelaksanaan Program Bina Insan Guru (BIG) peringkat Institut Pendidikan Guru dari aspek kurikulum dan aktiviti

Terjadinya perubahan setelah mengikuti layanan konseling individual dengan teknik pengkondisian aversi pada siswa dalam kelompok treatment tersebut, Griffiths (Young

NAMA DAN TANDA TANGAN KPU KOTA MALANG NAMA DAN TANDA TANGAN SAKSI PARTAI POLITIK.. LILIK

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi peran struktur geologi sesar terhadap kondisi airtanah, menentukan Type (fasies) dan arah aliran airtanah

Muzdalifah dan Jamaluddin.. neni Iriany M, Roy Effendi, Muzdalifah, Nining Andayani dan Sri Sunarti.. neni Iriany M, Roy Effendi, Muzdalifah, Nining.. Bambang P, Nining Nurini

SATU TUHAN BEKERJA DENGAN CARA YANG MISTERIUS Nabi Muhammad saw. bersabda : ―Seburuk-buruk Ulama adalah Ulama yang mengunjungi penguasa, dan sebaik-baik Penguasa adalah Penguasa yang mengunjungi

Tujuan dalam riset ini adalah untuk memperoleh deskripsi atau penjelasan yang padat menggunakan angka valid mengenai pengaruh strategi komunikasi media massa,

penting karena dilakukan dengan intensitas waktu yang disediakan (24 jam) dan tenaga rohaniawan yang cukup. Melihat kondisi yang demikian maka penulis tertarik untuk meneliti