• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lilin

Lilin atau malam, awalnya terbuat dari sarang lebah dengan penghuni ± 30000 ekor lebah, oleh karena itu disebut lilin lebah. Lilin lebah dibentuk melalui proses kimia dengan madu sebagai bahan baku dan bahan perekat yang disebut propolis. Untuk membuat satu kilogram malam diperlukan empat kilogram madu. (Rismunandar, 1990).

Perkembangan selanjutnya, lilin sudah dapat dibuat dengan mengkombinasi stearin dan parafin. Hal ini untuk mengurangi biaya yang terlalu mahal bila menggunakan stearin saja ataupun dengan lilin lebah (beeswax) (Saraswati, 1985).

Lilin adalah padatan parafin yang tengahnya diberi sumbu tali yang berfungsi sebagai alat penerang. Sebagai bahan baku untuk pembuatan lilin adalah parafin padat, yaitu suatu campuran hidrokarbon padat yang diperoleh dari minyak mineral (bumi). Pada tahun 1970-1971, ekspor parafin padat sebanyak 28.000 ton, sedangkan tahun 1976 berjumlah 32.860 ton. Berdasarkan hasil percobaan, sebatang lilin dengan diameter 1,5 cm dan panjang 17 cm (berat 30 gr) punya kekuatan menyala selama rata-rata lima jam. Karakteristik lilin adalah sebagai berikut:

a. Ciri umum : Tidak berbau, tidak memiliki rasa, warna putih sampai

kuning, bila dirabah sedikit licin, terbakar dengan nyala terang, jika dilebur menghasilkan cairan yang tidak berfluorosensi.

b. Titik cair : 42-60◦C.

c. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95%, tetapi larut dalam chloroform dan eter.

(2)

Lilin aromaterapi adalah salah satu bentuk diversifikasi dari produk lilin, yaitu aplikasi lain dari cara inhalasi atau penghirupan aromaterapi yang biasa dilakukan dengan mencampurkan beberapa tetes minyak esensial ke dalam wadah berisi air panas, kemudian menutupi kepala dengan handuk sambil menghirup uap minyak tersebut selama beberapa menit. Aroma yang muncul pada saat lilin dibakar akan memberi rasa tenang, rileks, dan nyaman. Fungsi ganda yang dimiliki lilin ini sebagai produk yang diharapkan dapat diminati dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. 2.2 Stearin

Pada “The Merck Index” disebutkan bahwa stearin (tristearin, gliseril, tristearat) dengan rumus kimia mempunyai bentuk berupa serbuk berwarna putih

dengan titik cair ±55 oC. lemak ini terdapat dalam lemak nabati atau hewani. Stearin juga dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam stearat dengan gliserol pada kondisi tertentu (Djanaka et al, 1984).

Stearin ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan lilin, cat atau oleochemical. Minyak kelapa sawit kasar (CPO) pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu stearin (fraksi padat) dan olein (fraksi cair). Dalam proses fraksinasi dapat diperoleh minyak makan (olein) sebanyak 70% dan stearin sebanyak 30%. Stearin Indonesia yang berbentuk pasta menunjukkan kandungan oleinnya masih tinggi (sekitar 40%) (Somaatmadja, D. 1981).

Stearin hasil fraksinasi bersifat tidak murni, melainkan campuran dari berbagai asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh, dengan komponen terbanyak adalah asam palmitat (Djanaka dan Ressytustra, 1985). Komposisi berbagai asam lemak di dalam stearin terlihat pada tabel 2.1

(3)

Tabel 2.1 Komposisi Berbagai Asam Lemak Dalam Stearin.

Jenis asam lemak Stearin

1 2 Asam laurat % 0,1 0,1 Asam miristat 1,3 1,1 Asam palmitat 55,2 47,5 Asam stearat 5,3 5,2 Asam oleat 29,5 35,8 Asam linoleat 8,0 9,5 Asam linileat 0,2 0,2 Asam arakhidat 0,3 0,3

Stearin yang digunakan juga harus sesuai standar Refined Bleached Deodorized (RBD) palm stearin yang tercantum dalam SP-159-1984(Direktorat standarisasi dan pengendalian mutu (1986)), seperti yang terlihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Standar RBD palm stearin menurut SP-159-1984

Karakteristik Syarat

Asam lemak bebas (sebagai palmitat), % (b/b) maksimal 0,2 Kadar air dan kotoran, % (b/b) maksimal 0,15

Bilangan iodine (Wijs), maksimal 40

Titik lunak, oC minimal 48

Warna, merah / R, maksimal Kuning / Y, maksimal

3 30

Rasa Normal

Direktorat standarisasi dan pengendalian mutu (1986) Normal = Rasa khas untuk minyak kelapa sawit (bland)

Crude palm stearin (CPS) di definisikan di dalam SP-157-1984 sebagai lemak

berwarna kuning sampai jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari fraksinasi minyak daging buah tanaman Ellais guinensis JACQ. Karakteristik CPS menurut SP-157-1984 disajikan pada Tabel 2.3

(4)

Tabel 2.3 Karakteristik CPS menurut SP-157-1984

Karakteristik Syarat

Asam lemak bebas (sebagai palmitat) Maks. 5.0 % (b/b)

Kadar air dan kotoran Maks. 5.0 % (b/b)

Bilangan iodine (wijs) 40

Titik lunak Minimum 48oC

Menurut Pantzariz (1997), stearin memiliki slep melting point pada kisaran 46 oC – 56 oC. Titik ini lebih tinggi dibandingkan fraksi olein, yang hanya 13 oC – 23 oC. Untuk indeks bilangan iod Wijs stearin adalah 21,6 – 46,0, sedangkan untuk olein adalah 58,1 – 60,8. Berdasarkan Hamilton (1986), stearin merupakan gliserida yang memiliki titik cair tinggi. Kandungan yang tinggi ini menyebabkan stearin berada pada kondisi pasta-padat pada suhu kamar.

2.3 Asam Stearat (Stearic Acid)

Crude Palm Oil (CPO) termasuk golongan lemak dan merupakan bahan baku

pembuatan RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin). Secara umum pembuatan dan pemurnian RBDPS melalui tahapan pengolahan awal CPO yang mencakup tahap degumming dan pemucatan (bleaching), deodorisasi dan fraksinasi basah atau kering atas fraksi olein dan stearin (RBDPS). Pengolahan ini bertujuan untuk menekan kandungan impurities (bahan pengotor) serendah mungkin, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan asam stearat berbasis RBDPS (C

18 = 37 –

42 %) bermutu premium pada industri oleokimia. Asam stearat yang diproduksi pada industri oleokimia sangat luas pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, khususnya asam stearat berbasis RBDPS banyak dimanfaatkan untuk pembuatan : sabun, lilin,

krayon, kosmetik, pelumas, penyetabil PVC, monogliserida, bahan pengkilat, obat – obatan, metil stearat, pengemulsi makanan (Thomas, 1985).

(5)

Salah satu route proses pembuatan dan modifikasi asam lemak yang digunakan untuk pembuatan asam stearat berbasis RBDPS (C

18 = 37 – 42 %), ditampilkan pada

diagram balok Gambar 2.1. Route proses ini juga dapat digunakan untuk pembuatan asam stearat berbasis CPO (C

18 = 50 – 56 %) dan asam stearat berbasis PKO (C18 =

62 – 70 %).

Gambar 2.1 : Pembuatan dan modifikasi asam stearat berbasis RBDPS

(C

18 = 37- 42%) (PT. Flora Sawita Chemindo)

Catatan : RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin ); DRBDPS (Degummed RBDPS ) ;

SRBDPSFA (Spllited RBDPS Fatty Acid)

Jenis asam stearat di atas merupakan sebagian kecil dari jenis asam stearat yang dapat diroduksi sampai saat ini pada industri oleokimia dan masih banyak yang ragamnya. Asam stearat lainnya dapat dibuat dari bahan baku yang berbeda dengan mutu yang berbeda pula (Ritonga, M Y. 2004).

Perbedaan mutu tidak saja disebabkan oleh perbedaan bahan baku, tetapi juga disebabkan oleh perbedaan tahapan pengolahan yang dilakukan dan kemampuan fasilitas pemurnian. Asam stearat yang merupakan fraksi tunggal dengan kemurnian di atas 90 % dapat dibuat melalui proses fraksinasi sebagai tahap pemurnian lanjut setelah distillasi (Ritonga, M Y. 2007).

(6)

2.4 Minyak Atsiri

Secara alamiah, minyak atsiri yang masi murni mempunyai nilai sifat-sifat fisik dan kimia tertentu. Sifat-sifat akan berubah akibat pengaruh dariberbagai faktor terutama karena kerusakan akibat oksidasi, hidrolisa, polimerisasi, dan pencampuran (adulteration). Khusus pencampuran minyak atsiri dengan persenyawaan kimia tertentu sukar dideteksi secara organoleptik dan analisa fisik, namun persenyawaan tersebut dapat dideteksi dengan analisa secara kimia-fisik.

Mutu minyak atsiri yang baik dan buruk ditentukan oleh suatu kriteria atau batasan-batasan yang terdapat dalam standar mutu. Di dalam standar mutu dinyatakan sifat minyak yang umum terdapat dalam suatu komoditi baik sifat fisik maupun kimianya. Dari sifat fisik biasanya diketahui keaslian dari komoditi itu. Sedangkan sifat-sifat kimia akan diketahui secara umum kandungan yang terdapat di dalam suatu komoditif (Gusmalini, 1987).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri

Pada skema diatas terlihat bahwa mutu minyak dipengaruhi oleh mutu bahan olah dan cara pengolahan serta penanganan minyak atsiri yang dihasilkan. Tetapi faktor yang

Tanaman

Penanganan bahan olah

Penanganan hasil olah pengangkutan Pengolahan (ekstraksi)

(7)

berpengaruh langsung adalah faktor pengolahan dan penanganan minyak atsiri setelah di ekstraksi (Gusmalini, 1987). Adapun faktor-faktor yang menyebabkan penurunan mutu minyak atsiri hasil ekstraksi adalah :

1. Kerusakan Komponen Kimia

Kerusakan komponen kimia ini bisa saja terjadi waktu minyak atsiri berada dalam bahan, maupun selama proses ekstraksi dan penyimpanan. Berdasarkan sifat kimia minyak atsiri, kerusakan karena proses hidrolisa minyak terutama terjadi pada minyak atsiri yang mengandung senyawa ester. Proses oksidasi dan resinifikasi pada komponen minyak yang mengandung ikatan tidak jenuh, biasanya terjadi secara serentak yang akan menurunkan mutu, terutama bau khas alamiah minyak.

2. Pencampuran

Minyak atsiri bermutu tinggi sering dicampur dengan minyak atsiri bermutu rendah atau persenyawaan sintetis yang lebih murah dengan tujuan penambahan bobot atau volume minyak atsiri yang dihasilkan. Secara uji organoleptik, perubahan mutu akibat penambahan bahan asing tersebut sulit diketahui. Adapun pencampuran bahan lain dalam minyak atsiri asli selain menurunkan mutu minyak juga menyulitkan dalam penggunaannya.

3. Pencemaran oleh wadah kemasan

Wadah kemasan harus memenuhi persyaratan agar tidak menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Misalnya jenis bahan pengemas tertentu dapat bereaksi dengan minyak atsiri atau bahan kemasan itu mengandung kotoran. Kotoran ini dapat berasal dari bahan yang dikemas sebelumnya dalam drum seperti bahan kimia, minyak tanah, atau minyak goreng.

Setiap jenis minyak atsiri merupakan campuran dari beberapa senyawa kimia, dimana antar senyawa yang berbeda sifat dapat saling melarutkan dan memiliki bau wangi yang khas. Komposisi kimia minyak atsiri berhubungan erat dengan jenis tanaman penghasil, iklim, tanah, umur panen, metode pengolahan serta cara penyimpanannya. Bau wangi yang terdeteksi merupakan resultan pewangi yang ada didalamnya. Bau

(8)

wangi yang menonjol dank has dari minyak ditentukan oleh satu atau beberapa komponen terbesar dari minyak tersebut dan komponen lain hanya komponen pengharmonis dari minyak tersebut (Ketaren, S. 1985).

Minyak atsiri hanya mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile

oil) yang berasal dari bahan yang banyak mengandung zat volatile dan mempunyai

aroma yang kuat. Tetapi aroma yang dihasilkan kurang lengkap karena hanya mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap, sehingga aroma yang dimiliki minyak atsiri sering berbeda dengan aroma aslinya (Heath, H.B. 1978).

Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi dua golongan yaitu hidrokarbon yang terdiri dari persenyawaan terpen (hidrokarbon) dan oxygenated

hydrocarbon (hidrokarbon-o). menurut Heath, H. (1990), golongan hidrokarbon

terdiri dari monoterpen, seskuiterpen, diterpen, politerpen, parafin, olein dan hidrokarbon aromatik. Walaupun golongan terpen hidrokarbon sangat besar jumlahnya dalam minyak atsiri, akan tetapi sangat kecil nilai aromanya, mungkin hampir tidak ada nilai aromanya. Komponen kimia yang menyebabkan bau wangi dalam minyak atsiri berasal dari golongan oxygenated hydrocarbon (hidrokarbon-o) yang terdiri dari senyawa alcohol, aldehida, keton, oksida, ester dan eter. Minyak bunga atau floral oil merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang diperoleh dari bunga tanaman dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut atau adsorbs dengan menggunakan lemak (enfleurasi dan maserasi). Produk minyak tersebut biasanya diperdagangkan dengan menggunakan nama absolut atau bahan parfum alamiah. Mutu minyak yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan minyak hasil sulingan karena penggunaan panas dalam penyulingan akan merusak sebagian komponen minyak sehingga mengubah sifat-sifat dan bau wangi alamiah (Ketaren, S. 1985). 2.5 Minyak Cengkeh

Minyak cengkeh adalah minyak yang berasal dari tanaman cengkeh. Minyak ini merupakan salah satu minyak atsiri yang cukup banyak dihasilkan di Indonesia.

(9)

Minyak atsirinya didapat dari bunga, tangkai, dan daun. Ciri fisik minyak atsiri cengkeh yaitu :

1. Bening atau kekuning-kuningan 2. Mempunyai rasa yang pedas, keras 3. Beraroma cengkeh

4. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.

Standar mutu minyak cengkeh SNI : 06-4267-1996 disajikan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Standar mutu minyak cengkeh SNI : 06-4267-1996

Parameter mutu minyak cengkeh Karakteristik

Warna Tidak berwarna / kuning muda

Berat jenis (25 oC) 1,030-1,060 g/ml

Indek Bias 1,527-1,535

Putaran Optik 0o-1o35’

Kelarutan dalam Etanol 1 : 2

Eugenol Total (b/b) 80-95%

Kandungan terbesar dari minyak atsiri cengkeh adalah Eugenol sekitar 72-90%. Eugenol ini adalah salah satu senyawa aromatik yang banyak dimanfaatkan untuk pembuatan eugenil metal eter dan eugenil asetat (salah satu bahan parfum). Senyawa ini sedikit larut dalam air tapi larut dalam pelarut organik seperti heksana. Selain eugenol, ada pula senyawa-senyawa minor seperti asetil eugenol, betacaryophyllene, vanillin, tannin, asam galotanat, metil salisilat (zat penghilang nyeri), asam krategolat. Kandungan minyak atsiri dan Eugenol terdapat pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Kandungan Minyak Atsiri dan Eugenol Bagian tumbuhan

cengkeh

Kandungan minyak atsiri Kandungan eugenol

Bunga 21,3% 89-95%

Tangkai 6% 89-95%

(10)

Minyak cengkeh memiliki berbagai manfaat diantaranya yaitu : 1. Bermanfaat untuk memperbaiki kondisi pernapasan.

2. Minyak cengkeh bisa mengobati sakit gigi. Zat eugenol yang terkandung dalam minyak dapat menjadi pembunuh rasa sakit sekaligus bakteri dan jamur secara alami.

3. Untuk mengurangi nyeri otot dan sendi.

4. Sebagai antibiotik, anti-virus, anti-jamur, dan memiliki khasiat sebagai antiseptik.

5. Sebagai pestisida alami.

6. Sebagai bahan pembuatan dupa dan pembuatan minyak aromaterapi. 2.6 Aromaterapi

Istilah ‘aromaterapi’ diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli kimia prancis yaitu Rene-Maurice Gattefose pada tahun 1928. Dia melakukan penelitian tentang efek medis penggunaan aromaterapi pada kulit, yang menjadi langkah awal perawatan aromaterapi secara medis. Aromaterapi adalah istilah modern yang dipakai untuk proses penyembuhan kuno yang menggunakan sari tumbuhan aromatik murni, yang diperoleh melalui berbagai macam cara pengolahan dan dikenal dengan nama minyak esensial. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa. Penggunaan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit sudah dikenal sejak makhluk hidup ada dimuka bumi ini. Bangsa Cina adalah bangsa pertama yang menggunakan tumbuhan sebagai obat-obatan dan bangsa Mesir kuno adalah bangsa pertama yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan aromaterapi. Aromaterapi dapat membantu mencegah dan mengatasi penyakit dengan cara menjaga sistem daya tahan tubuh agar selalu berada dalam kondisi prima. Aromaterapi sendiri dikenal sebagai suatu tindakan perawatan alami untuk menyembuhkan penyakit secara menyeluruh. Pola perawatan ini disebut aromaterapi holistik. Dalam penggunaannya, aromaterapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penghirupan, pengompresan, berendam dan massage.

(11)

Rongga hidung memiliki hubungan langsung dengan sistem kerja susunan saraf pusat yang bertanggung jawab terhadap kerja minyak esensial. Proses melalui penciuman merupakan jalur yang cepat dan efektik untuk menanggulangi masalah gangguan emosional seperti stress atau depresi, juga beberapa macam sakit kepala. Bila minyak esensial dihirup, molekul yang mudah menguap akan membawa unsur aromatik yang terdapat dalam kandungan minyak tersebut kepuncak hidung. Rambut getar yang ada didalamnya, yang berfungsi sebagai reseptor, akan menghantarkan pesan elektrokimia ke susunan saraf pusat. Pesan ini akan mengaktifkan pusat emosi dan daya ingat seseorang yang selanjutnya akan menghantarkan pesan balik ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Pesan yang diantar ke seluruh tubuh akan dikonversikan menjadi suatu aksi dengan pelepasan substansi neurokimia berupa pesanan senang, rileks, tenang atau terangsang.

Melalui penghirupan, sebagian molekul akan masuk kedalam paru-paru. Cara ini sangat dianjurkan untuk digunakan pada mereka yang memiliki masalah gangguan pernapasan. Molekul aromatik akan diserap oleh lapisan mukosa pada saluran pernapasan, baik pada bronkus maupun pada cabang halusnya (bronkioli) secara mudah. Pada saat terjadi pertukaran gas di dalam alveoli, molekul kecil tersebut akan diangkut oleh sirkulasi darah didalam paru-paru. Pernapasan yang dalam akan meningkatkan jumlah bahan aromatik kedalam tubuh (Primadiati, R. 2002).

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Berbagai Asam Lemak Dalam Stearin.
Tabel 2.3 Karakteristik CPS menurut SP-157-1984
Gambar 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak atsiri

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata umur panen, jumlah umbi per sampel, bobot basah umbi per sampel, dan bobot kering umbi

Dengan demikian, hasil ini membuktikan bahwa terdapat korelasi atau hubungan signifikansi kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar PPKn sebelum dan sesudah pemberian

Konsep bangunan yang diterapkan dalam perencanaan dan perancangan bangunan Sanggar Wayang Kulit sebagai wisata budaya ini untuk dapat memenuhi wadah kesenian di

pantai selatan. Kawasan wisata pantai tersebut meliputi Parangtritis, Parangku- sumo, Pelangi, Depok, Samas, Patehan, Goa Cemara, Kuwaru, dan Pantai Baru. Kawasan

Beberapa ketentuan dalam Lampiran Peraturan Walikota Padang Nomor 34.A Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Biaya Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Tahun 2015

Penerapan Sistem Informasi Manajemen dalam meningkatkan pelayanan pada Puskesmas Baringeng Kecamatan Lilirilau Kabupaten Soppeng berada pada kategori Baik dari

Bank tercampakkan ini dikhawatirkan justru akan menjadi kendala bagi perbankan nasional karena dengan tidak terikutkannya dalam penggabungan bank tersebut, mereka akan tidak

Larutan NaCl fisiologis sering digunakan sebagai bahan pengencer semen yang memberikan sifat buffer dan mampu mempertahankan pH semen ikan dalam suhu ruang serta pada suhu