• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pads umumnya suatu pendugaan model dikatakan valid jika nilai RMSE (Root Mean Square Error), RMSPE (Root Mean Square Percent Error), clan U (Theil's Inequality Coefficient), semakin kecil. Nilai U berkisar antara no1 dan satu, dan jika U ssma dengan no1 maka pendugaan model adalah sempurna, dan bila U sama dengan satu maka pendugaan model adalah sangat buruk (Theil, 1965, dan 1966; Klein, 1983; Naylor, 1971).

Adapun validasi model secara historik untuk tahun analisis 1969 hingga tahun 1991 adalah seperti terlihat pada Tabel 7 .l. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari 21 peubah endogen sebagai persamaan perilaku hanya a& satu yang mempunyai nilai W S P E yang lebih besar dari 50 persen yaitu peubah areal perkebunan negara wilayah Jawa (APNJt). Semua peubah endogen mempunyai nilai U lebih kecil dari 1.00, tetapi ada tiga peubah endogen yang nilai U lebih besar dari 0.30 yaitu peubah areal perkebunan negara di wilayah Jawa (APNJt), ekspor karet alam Indone- sia (EXKIt), dan harga karet alam di pasar domestik

(HKDNt)

.

Dari besarnya nilai RMSE, RMSPE, dan U yang dipero- leh, model yang diduga dapat digunakan untuk evaluasi kebijakan ekonomi. Secara grafis gambaran simulasi peubah endogen dugaan dan aktual dapat dilihat secara lengkap

(2)

pa& Lampiran Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa grafik nilai dugaan dan grafik nilai aktual peubah yang disimulasi secara historik memgunyai arah yang rela-

tif sama sepanjang t a b u analisis.

Tabel 7.1 Validasi Model Industri Karet di Indonesia

No. peubahll) RMSE RMSPE U

1. APRST 2. APRJT 3. APRKT 4. APBST 5. APBJT 6. APBKT 7. APNST APNJT PVRST PVRJT PVRKT PVBST PVBJT PVBKT PVNST PVNJT EXKIT Exlcm! EXKTT HKAWT XXDNT

(3)

Simulasi kebijakan bertujuan untuk menganalisis alternatif kebijakan dengan cara mengubah nilai-nilai peubah kebijakan maupun peubah non kebijakan seperti perubahan pengurangan subsidi pupuk, perubahan suku bunga uang, perubahan nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat, perubahan tingkat upah, dll. Adapun simulasi historik model yang dibangun ini adalah simulasi untuk mengevaluasi arah dan besarnya perubahan berbagai indikator yang diinginkan seperti luas areal, produktivitas, produksi, tingkat harga dan penawaran ekspor komoditas karet Indonesia khususnya.

Dampak kebijakan devaluasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar 10 persen pengaruhnya hanya terli- hat terhadap luas areal tanaman karet perkebunan rakyat di wilayah Jawa, jumlah ekspor karet alam Indonesia, dan harga karet alam di pasar domestik (Lampiran 2 4 ) . Dengan adanya kenaikan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing sebesar 10 persen hanya mendorong perluasan areal perkebu- nan rakyat di Jawa sebesar 0.01 persen. Sedangkan untuk wilayah lainnya tidak ada dampaknya terhadap luas areal, produktivitas maupun produksi.

(4)

Kebijakan devaluasi sebesar 10 persen, memberi dampak yang beaar pa& peningkatan eksgor karet Indonesia. Dengan devaluasi sebesar 10 persem terjadi peningkatan eksgor karet alam sebesar 21 960 ton atau 3.53 persen per tahun. Selain mendorong peningkatan jumlah ekspor karet ,

slam Indonesia, devaluasi mata uang rupiah terhadap valuta asing juga mendorong peningkatan harga karet di pasar domestik. Dengan devaluasi 10 persen mendorong pening- katan harga karet alam di domestik sebesar 6.46 persen.

Kebi j aksanaan pengurangan subsidi pupuk dengan jalan menaikkan harga pupuk sebesar 10 persen tampaknya tidak berdampak apa-apa terhadap luas areal tanam, produk- tivi tas

,

produksi

,

volume ekspor maupun tingkat harga

(Lampiran 25)

.

Dengan demikian kebijakan penurunan subsidi pupuk tidak berdampak negatif terhadap perkembangan luas areal, produktivitas, produksi maupun ekspor karet alam Indone-

sia. Hal ini mungkin dapat terjadi akibat tidak respon- sifnya permintaan pupuk terhadap perubahan harga pupuk.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberian subsidi harga pupuk dalam rangka usaha pening-

(5)

Pa& umumnya auatu gendugaan model dikatakan valid

j ika nilai RMSE (Root Mean Square Error)

,

RMSPE (Root Mean Square Percent Error), clan U (Theilgs Inequality Coefficient)

,

semakin kecil. Nilai U berkiaar antara no1 dan satu, dan jika U asma dengan no1 maka gendugaan rnodel adalah sanpurna, dan bila U sama dengan satu maka pendugaan model adalah sangat buruk (Theil, 1965, clan

1966; Klein, 1983; Naylor, 1971).

Adapun validasi model secara historik untuk tahun analisis 1969 hingga tahun 1991 adalah seperti terlihat pada Tabel 7.1. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dari 21 peubah endogen sebagai persamaan perilaku hanya a& satu yang mempunyai nilai RMSPE yang lebih besar dari 50 persen yaitu peubah areal perkebunan negara wilayah Jawa (APNJt). Semua peubah endogen mempunyai nilai U lebih kecil dari 1.00, tetapi ada tiga peubah endogen yang nilai U lebih besar dari 0.30 yaitu peubah areal perkebunan negara di wilayah Jawa (APNJt), ekspor karet alam Indone- sia (EXKIt), dan harga karet alam di pasar domestik

(HKDNt)

.

Dari besarnya nilai RMSE, RMSPE, dan U yang dipero- leh, model yang diduga dapat digunakan untuk evaluasi kebi jakan ekonomi. Secara graf is gambaran simulasi peubah endogen dugaan dan aktual dapat dilihat secara lengkap

(6)

Kebijakan menaikkan auku bunga uang berdampak sangat luas. Kenaikkan suku bunga uang sebesar 10 persen menye- babkan turunnya luaa areal perkebunan rakyat di Sumatera sebesar 0.07 persen, dan areal perkebunan besar di Jawa sebesar 1.5 9 peraen per tahun. Terhadap produktivitas, kenaikan suku bunga uang sebesar 10 persen akan menyebab- kan berkurangnya produktivitas tanaman karet perkebunan swasta di wilayah Sumatera sebesar 0.69 persen, perkebunan besar swasta di wilayah Jawa sebesar 0.06 persen, perkebu- nan besar swasta di wilayah Kalimantan sebesar 0.84 persen, dan produktivitas perkebunan negara di wilayah Sumatera dan wilayah Jawa masing-masing sebesar 1.19 persen dan 0.65 persen.

Kebijakan menaikkan suku bunga uang berdampak negatif terhadap produksi perkebunan besar swasta untuk ketiga wilayah dan terhadap produksi perkebunan negara untuk wilayah Sumatera. Kebijakan menaikkan suku bunga uang juga berdampak negatif terhadap volume ekspor karet alam Indonesia dan Indonesia dan terhadap harga karet alam di pasar domestik.

Kebijakan menaikkan suku bunga tidak hanya ber- dampak negatif, tetapi juga dapat berdampak posi tif

.

Terhadap luas areal tanaman karet perkebunan rakyat di

(7)

wilayah Jawa dan wilayah Xalimantan, perkebunan besar swasta di wilayah Sumatera clan Xalimrrntan, dan perkebu- nan negara Sumatera dan Jawa kebijakan ini memberikan danqpak positif. Kebijakan menaikkan auku bunga w a g juga akan mendorong peningkatan produktivitas dart produksi tanaman karet perkebunan rakyat di ketiga wilayah pro- duksi

.

Dengan kebi jakan menaikkan

suku

bunga sebesar 10 persen terjadi peningkatan produksi karet di wilayah Sumatera sebesar 0.68 persen atau 5.6 ribu ton, di wilayah Jawa sebesar 0.22 persen atau 205 ton, dan di wilayah Kalimantan sebesar 3.04 persen atau 5.8 ribu ton

(Lampiran 26).

Dari hasil informasi di atas &pat ditarik kesimpulan bahwa naiknya suku bunga uang tidak selalu berdampak negatif terhadap luas areal tanam, produktivitas, maupun produksi karet Indonesia.

Kebijakan menaikkan upah tenaga kerja sebesar 10 persen tidak memberikan dampak terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, jumlah ekspor dan tingkat harga karet alam (Lampiran 27)

.

Artinya kebijakan merubah upah tenaga kerja di bidang perkebunan tidak menyebabkan dampak terhadap luas areal tanam karet, produktivitas, produksi,

(8)

ekspor maupun harga karet di pasar damestik maupun di pasar internasional.

e, Pa jak Ekspor Karet Alam

Kebijakan menaikkan pajak eksgor karet Indonesia sebesar 10 persen tidak memberikan dampak terhadsp luas areal tanaman, produktivitas, volume ekspor maupun tingkat harga harga karet alam Indonesia (Lampiran 2 5 ) - Artinya, bahwa kebijakan menaikkan pajak ekspor tidak akan ber- pengaruh terhadap luas areal tanam, produktivitas, pro- duksi, volume ekspor, dan harga karet alam di paaar dames- tik maupun di pasar internaaional.

f , Stok Xaret Alam Indonesia dan Stok met A l a r Dunia

Kebijakan menaikkan stok karet alam Indonesia sebesar

10 persen sama artinya dengan pembatasan volume ekspor, kebijakan ini hanya memberikan dam.pak yang cukup besar terhadap perubahan harga karet alam di pasar domestik. Dengan kebi j akan menaikkan s tok karet alam sebesar 10

persen, berdampak turunnya harga karet alam di pasar domestik sebesar 7 . 5 1 persen (Lampiran 2 9 ) , Sedangkan terhadap peubah terhadap luas areal tanam, produktivitas, produksi dan jumlah ekspor, dampak kebi j akan ini sangat kecil atau dapat dikatakan tidak ada.

(9)

Dengan adanya kebijakan peningkatan stok karet alam domestik, akibatnya akan sama dengan menggeser kurva pennintaan karet di pasar domestik. Pa& akhirnya kebija- kan peningkatan stok karet alam Indonesia ini akan menye- babkan menurunnya harga di gaaar domeatik.

Kebijakan peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan berdantpak terhadap areal tanam, produktivi- tas, produksi, volume ekspor, dan harga karet alam di pasar domestik, dan juga terhadap harga karet alam di pasar internasional. Dampak terbesar dari peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan terjadi terhadap harga karet di pasar internasional. Dampak kebi- jakan peningkatan stok karet alam dunia di pasar interna- sional adalah naiknya harga karet alam sebesar 16.48

(Lampiran 3 0 ) .

g. Ekspor Karet Alan Indonesia, Malaysia dan Thailand

Kebijakan penurunan volume ekspor karet alam Indone- sia, tidak memberikan dampak yang berarti terhadap peruba- han areal tanam, produktivitas, produksi, volume ekspor maupun harga karet alam di pasar domestik msupun pasar internasional (Lampiran 31)

.

Demikian juga halnya dengan kebi j akan penurunan ekspor karet alam Indonesia, Malaysia dan Thailand secara serentak sebesar 10 persen, tidak memberikan dampak yang berarti terhadap perubahan luas

(10)

areal tanaman karet

,

produktivi tas

,

produksi

,

volume ekspor maupun harga karet di pasar domestik dan di pasar internasional (Lampiran 33)

.

Dengan demikian, uaaha meningkatkan harga karet di gasar internasional melalui pengurangan atau pembatasan ekspor dari ketiga negara produsen karet terbesar secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama adalah tidak ef ektif

.

Kebijakan peningkatan suku bunga uang tidak selalu berdampak negati f terhadap luas areal tanaman, produk- tivitas maupun produksi karet Indonesia. Dampak kebijakan kenaikan suku bunga uang sebesar 10 persen adalah berkur- ang 0.7 persen atau 1 210 hektar luas areal tanaman karet perkebunan rakyat Sumatera, dan berkurangnya areal perke- bunan besar swasta sebesar 1.6 persen atau 900 hektar di wilayah Jawa, serta penurunan produksi dan produktivitas tanaman karet perkebunan besar swasta dan perkebunan negara di semua wilayah adalah antara 0.06 persen hingga 1.2 persen. Kebijakan peningkatan suku bunga uang juga menyebabkan turunnya produks i total tanaman karet perkebu- nan besar swasta sebesar 0.7 persen atau 75 ton.

Dari sepuluh alterna tif kebi j akan yang dikemukakan, hanya kebijakan devaluasi yang dapat meningkatkan harga

(11)

karet alam di pasar domestik dan meningkatkan ekspor karet alam Indonesia.

Kebijakan penurunan suku bunga uang, peningkatan stok karet alam Indonesia dan peningkatan stok karet alam dunia mas ing-mas ing sebesar 10 persen, akan mengakibatkan turunnya harga karet di paaar domestik masing-masing sebesar 0.12 persen, 7.51 persen, dan 0.06 persen

(Lampiran 3 5 ) .

Kebijakan menaikkan suku bunga, pajak ekspor, dan stok karet alam dunia masing-masing sebesar 10 persen akan menyebabkan turunnya volume ekspor karet alam Indonesia masing-masing sebesar 0.29 persen, 0.03 persen, &n 0.01 persen. Dengan demikian, kebi j akan menaikkan suku bunga, pa jak ekspor dan kebi jakan pembatasan ekspor hanya menye- babkan dampak menurunnya volume ekspor karet alam Indone- sia dalam jumlah relatif kecil.

Kebijakan devaluasi mata uang rupiah terhadap mata uang asing akan mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia dan harga karet alam di pasar domestik. Dengan melakukan kebijakan devaluasi sebesar 10 persen mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia sebesar 3.53 persen atau sama dengan 22 ribu ton dan menaikkan harga di pasar domestik sebesar 6.46 persen atau sama dengan Rp 58 190 per ton. Sedangkan untuk areal tan- karet,

(12)

produktivitas Qn produksi karet alam Indonesia, kebijakan devaluasi tidak memberikan dampak yang berarti.

Kebijakan peningkatan pajak ekspor karet alam Indone- sia sebesar 10 persen hanya berdampak terhadap pen-

volume ekspor karet slam Indonesia aebesar 0.03 pers- atau 150 ton. Terhadap areal tanaman, produktivitas, produksi, maupun terhadap tingkat harga karet alam di pasar domestik atau pasar internasional, dampak kebi jakan peningkatan pajak ekspor karet alam sebesar 10 persen relatif tidak ada.

Rebijakan penurunan harga pupuk sebesar 10 persen tidak akan mengakibatkan dampak yang berarti terhadap areal tanam, produktivitas, produksi, ekspor, maupun harga karet alam di pasar domestik maupun di pasar interns- sional. Keadaan yang sama juga ditemui terhadap adanya kebijakan peningkatan upah tenaga kerja sebesar 10 persen, pembatasan ekspor karet slam Indonesia aebesar 10 persen, maupun penurunan ekspor karet alam dunia sebesar 10 per-

sen. Artinya, bahwa kebijakan tersebut di atas tidak ef ekti f un tuk digunakan mempengaruhi areal tanam, produk- tivitas, produksi, maupun harga karet alam di pasar domes- tik maupun di pasar internasional.

Kebi j akan peningkatan s tok karet alam Indonesia sebesar 10 persen berdampak turrrnnya harga karet alam di pasar domestik sebesar 7.5 persen. Sedangkan terhadap

(13)

areal tanam, produktivi tas

,

produksi, clan ekspor karet alam Indonesia. Kebijakan peningkatan stok karet alam dunia memberikan dampak yang terbesar terhadap peningkatan harga karet alam di gasar internasional hingga 16.5 persen. Sedangkan kebijakan peningkatan stok karet alam Indonesia sebesar 10 persen tidak memberikan dampak yang berarti terhadap luas areal, produktivitas, produksi, ekspor, harga karet di pasar domes tik, pengaruh kebi jakan peningkatan stok ini relatif sangat kecil.

Dari hasil yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi dapat dikemukakan ringkasan hasil berikut: 1. Dampak simulasi kebijakan devaluasi sebesar 10 persen mendorong peningkatan ekspor karet alam Indonesia sebesar 3 . 5 persen atau 22 ribu ton, dan menaikkan harga karet alam di pasar dalam negeri sebesar 6.5 persen atau Rp 58 190 per ton. Dampak devaluasi

terhadap luas areal tanam, produk tivitas dan pro- duksi karet alan Indonesia relatif sangat kecil.

2. Simulasi kebijakan penurunan suku bunga uang, peningkatan stok karet alam Indonesia atau pening- katan stok karet alam dunia masing-masing sebesar 10 persen, akan mengakibatkan turunnya harga karet alam di pasar domestik masing-masing sebesar 0.12 persen,

(14)

7.51 persen dan 0.06 gersen. Dampak peningkatan stok karet alam dunia sebesar 10 persen akan meningkatnya harga karet alam di pasar internasional sebesar 16 persen. Kenaikan suku bunga uang sebeaar 10 geraen berdsmpak negatif terhadap produktivitas maupun produksi karet perkebunan besar swasta dan perkebunan negara di semua wilayah produksi, tetapi menaikkan produktivitas clan groduksi untuk perkebunan rakyat di

semua wilayah produksi.

3. Dampak kebijakan kenaikkan pajak ekspor karet alam Indonesia sebesar 10 persen terhadap luas areal tanam, produktivi tas, produksi

,

volume ekspor

,

maupun harga karet alam di pasar domestik relatif sangat kecil. Dengan perkataan lain, kebijakan menaikkan pajak ekspor karet slam Indonesia sebesar 10 persen tidak akan banyak mempengaruhi produksi karet maupun penerimaan devisa Indonesia yang berasal dari ekspor karet

.

Gambar

Tabel 7.1  Validasi Model Industri Karet di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait