• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hairil Anwar dan Endang Iriani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hairil Anwar dan Endang Iriani"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT BAWANG MERAH

Hairil Anwar dan Endang Iriani

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan di Jawa Tengah yang mempunyai prospek cukup baik dalam pengembangan agibisnis. Hal ini dapat dilihat pada status usahataninya, oleh petani khususnya di daerah sentra produksi seperti di Kabupaten Brebes bawang merah telah lama diusahakan sebagai usahatani yang bersifat komersial. Menurut Adiyoga dan Sutrisno, (1994)

cit

. Sutrisno,

et al

., (1999), usahatani bawang merah mampu memberikan keuntungan yang menjanjikan.

Ketersediaan bibit bawang merah yang berkualitas dan bermutu sangat diperlukan dalam rangka usaha peningkatan produktivitas. Pangsa pasar yang cukup terbuka serta kebutuhan yang terus meningkat mensyaratkan agar kesiapan ketersedian bibit bawang merah harus terjaga secara kontinyu.

Propinsi Jawa Tengah sebagai daerah sentra produksi bawang merah dengan produksi total mencapai 1.540,12 ton dan pemasok tertinggi kebutuhan nasional dengan menyumbang 31 % produksi nasional (Dipertan, 1995

cit

. Dipertan, 1999). Namun demikian dilaporkan bahwa tingkat produktivitas rata-rata di tingkat petani relatif masih rendah yaitu sebesar 7,17 ton/ha, sementara potensi hasilnya dapat mencapai lebih dari 10 ton/ha. Rendahnya produktivitas tersebut salah satunya diduga karena faktor kualitas benih yang digunakan.

Sebagian besar petani, khususnya di daerah Kabupaten Brebes dalam berusahatani bawang merah, bibit yang digunakan merupakan hasil produksi sendiri atau membeli dari toko saprodi. Sehingga kemurnian varietas (sesuai diskripsi) tidak begitu diperhatikan, yang menjadi patokan dalam menilai kualitas bibit hanya lama penyimpanan saja. Selama ini belum ada atau dilakukan progam sertifikasi benih/bibit untuk bawang merah. Hal ini karena petani beranggapan bahwa dengan bibit hasil produksi sendiri akan lebih murah dan cukup baik.

(2)

Bawang merah varietas Bima dan varietas Kuning sampai saat ini masih menjadi varietas yang cukup populer dan disenangi serta banyak dikembangkan petani di daerah sentra produksi, namun demikian sampai dengan saat ini jaminan akan kemurnian varietas tersebut masih diragukan sebagai akibat tata cara dan tata laksana untuk mendapatkan bibit yang bermutu dan berkualitas belum optimal. Varietas Bima dan Kuning memiliki keunggulan masing-masing seperti pada Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1. Keragaan Produksi, Bentuk dan Warna umbi Bawang merah Uraian Varietas Bima Varietas Kuning

Warna umbi Merah muda Merah Gelap

Bentuk biji Bulat gepeng, berkeriput Bulat, gepeng, berkeriput

Bentuk umbi Lonjong Bulat, ujung

meruncing

Potensi umbi 9,9 ton/ha 6,0 -14,4 ton/ha

Sumber : Balitsa 1984 cit. Hairil Anwar, et al., 2003

Menurut Soegito

et al

., (1995) dan Hendarto, K, (1997), bahwa benih merupakan salah satu sarana yang harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, bermutu dan berkualitas, sehingga akan mampu memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan potensi hasilnya.

Sampai dengan saat ini diindikasikan bahwa ketersediaan benih bawang merah bermutu dan berkualitas masih sangat terbatas sehingga upaya peningkatan produktivitas bawang merah akan menemui beberapa kendala. Berdasarkan hal tersebut di atas perlu kiranya dilakukan kajian tentang perbanyakan bibit bawang merah dengan harapan agar ketersediaan dan pasokan bibit bermutu dan berkualitas dapat terjaga dan upaya untuk meningkatkan produktivitas dapat tercapai.

1.2 Sumber Teknologi

a) Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa)

(3)

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penerapan Teknologi

a) Mengintroduksikan paket teknologi perbanyakan bibit bawang merah yang berkualitas dan efisien dalam skala komersial.

b) Penerapan teknologi perbanyakan bibit bawang merah varietas Bima dan Kuning akan mermanfaat terhadap penyediaan bibit bawang merah berkualitas sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

1.4 Pengertian Beberapa Istilah

Produksi : Hasil yang diperoleh dari penerapan teknologi tertentu pada satu satuan luas.

Standar : Batas ukuran/volume untuk suatu jenis produksi. Diskripsi varietas : Ketentuan yang telah disahkan oleh Menteri

Pertanian melalui surat keputusan (SK) pelepasan varietas.

Sertifikat bibit : Pemberian surat keterangan setelah dilakukan pemeriksaan atau pengujian setelah bibit tersebut memenuhi syarat untuk dipasarkan.

Diskriptif : Metode analisa yang tidak menggunakan uji statistik.

1.5 Lokasi Pengkajian Dan Daerah Rekomendasi

Lokasi pengkajian di Kabupaten Brebes. Kegiatan dilakukan pada musim tanam (MK 2004) dengan klasifikasi iklim, ketinggian tempat, jenis tanah dan curah hujan terdapat pada Tabel 2.

Daerah rekomendasi

Selain di lokasi pengkajian tersebut, teknologi budidaya bawang merah ini direkomendasikan pada daerah lain yang mempunyai agoekologi serupa dengan lokasi pengkajian.

(4)

Tabel. 2 Kondisi agoekologi wilayah lokasi pengkajian

Uraian Kondisi Biofisik

Tinggi tempat 20 mdpl

Topogafi datar Jenis tanah vertic endo-aquep bertekstur liat

pH tanah 7,0

Curah hujan (mm/th) rata-rata 3,87 mm

Suhu rata-rata 27,16 o C

Kelembaban rata-rata 89,94 %

1.6 Langkah Operasional Penerapan Teknologi

Perbanyakan dapat dilakukan sesuai kaidah-kaidah sertifikasi., dengan metode pendekatan diskriptif. Komponen teknologi budidaya yang diterapkan meliputi : komponen agonomis, penggunaan bahan organik, pemupukan berimbang, dan pengendalian hama penyakit secara terpadu. Dalam prosedur pelaksanaan perbanyakan bibit bawang merah melalui tahapan-tahapan sesuai dengan teknologi pemurnian bibit bawang merah sebagai berikut :

Bedengan dibuat berukuran lebar 2 m dan panjang bedengan menyesuaikan dengan panjang lahan. Selanjutnya lahan di atas bedengan tersebut diolah 3 kali sehingga tanah menjadi benar-benar remah, kemudian dibentuk guludan di atas bedengan sebagai media tanaman bawang merah dengan tinggi 20 cm dan lebar 1,40 m. Tepi guludan dipadatkan dengan lumpur agar tidak mudah longsor. Diantara bedengan dibuat saluran drainase/irigasi dengan ukuran lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Antar bedengan dibuat lorong dengan jarak 50 cm, jarak tanam pada pengkajian ini berukuran 15 X 10 cm dengan jumlah populasi tanam berkisar 150 umbi – 165 umbi.

Bahan tanaman berupa bibit bawang merah yang digunakan berasal dari

bibit penangkar benih yang sudah disimpan sekitar 3 bulan sehingga sudah cukup siap tanam (kawak). Benih yang dalam penyimpanan kurang atau lebih dari batas waktu tersebut mengakibatkan daya tumbuhnya kurang baik. Sebelum tanam bagian ujung benih dipotong terlebih dulu untuk mempercepat tumbuhnya tunas, sedangkan benih yang sebelum tanam sudah bertunas tidak ditanam karena akan mempengaruhi pertumbuhan.

(5)

Untuk mencegah adanya serangan hama dan penyakit sebelum tanam, benih diperlakukan dengan fungisida (Delsene 50 WP) dengan dosis 1 g / 1 kg benih.

Pupuk kompos sebagai pupuk dasar diberikan saat pengolahan tanah sebanyak 3 ton/ha, sedang pupuk anorganik diberikan berdasarkan dosis anjuran seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis, Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk

Jenis pupuk Dosis Waktu pemberian 1. Urea 2. ZA 3. SP-36 4. KCl 5. Pupuk daun 6. NPK 100 kg/ha 250 kg/ha 200 kg/ha 100 kg/ha 3 l/ha 150 kg/ha 15 dan 30 hst 15 dan 30 hst Pupuk dasar saat tanam

15 dan 30 hst 15 dan 30 hst 15 dan 30 hst Sumber : Balitsa, 2003.

Penyiangan dilakukan setiap minggu sekali, dengan cara mencabut gulma yang ada di sekitar tanaman. Sedangkan penyiraman dilakukan 2x setiap hari (pagi dan sore), hingga tanaman umur 15 hari setelah tanam (hst), selanjutnya penyiraman dilakukan setiap hari sekali hingga menjelang panen.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), sedangkan pengamatannya dilakukan secara berkala mulai umur 10 hari setelah tanam (hst) sampai 1 (satu) minggu menjelang panen, dengan interval 7-10 hari. Cara pengambilan contoh tanaman dilakukan secara acak yang berpedoman sesuai arah diagonal (Moekasan, 1997).

Panen dilakukan sewaktu daun menguning 80-90% dan batangnya telah lemas agar mudah dalam prosesing dan penyimpanan, apabila untuk dijadikan benih pada musim berikutnya umur tanaman harus cukup masak (60 hst). Dalam proses pemanenan, dilakukan tahapan-tahapan prosesing diantaranya pengikatan yaitu, setiap 1 ikat berbobot sekitar 5 kg umbi basah, kemudian dilakukan penjemuran di lahan selama 7-10 hari pada pagi

(6)

hari hingga siang hari. Kemudian selama penjemuran berlangsung, dilakukan seleksi umbi dari kerusakan, kebusukan daun, pengerutan serta kelainan umbi atau CVL (Campuran Varietas Lain) dengan mencabut seluruh tanamannya. Beberapa rumpun diikat untuk selanjutnya dilakukan penjemuran sampai daun mengering. Dalam proses penjemuran ikatan tali diperbaiki sambil dibolak-balik serta umbi dibersihkan dari tanah. Sortasi benih dilakukan sebelum benih disimpan. Penyimpanan dilakukan dalam bentuk ikatan-ikatan bawang merah yang digantung di para-para dengan tidak terlalu rapat atau terlalu jarang. Kemudian dilakukan pemeliharaan bibit selama penyimpanan dengan membuang bibit yang busuk. Bawang merah yang akan dijadikan bibit disimpan dulu selama 3-4 bulan baru siap tanam.

II. HASIL KERAGAAN TEKNOLOGI

Berdasar pengamatan diketahui bahwa pertumbuhan kedua varietas termasuk baik seperti pada Tabel 4. Hasil tersebut banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu viabilitas dan vigor yang maksimum. Salah satu metode untuk mengetahui viabilitas bibit adalah menguji daya tumbuh bibit, dengan daya tumbuh tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan bibit untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman normal perlu didukung oleh kondisi lingkungan yang optimum. Sedangkan vigor bibit mengindikasikan keragaman bibit untuk tumbuh secara cepat dan serempak serta berkembang menjadi tanaman normal dalam kisaran lingkungan yang luas.

Tabel 4. Keragaan tanaman bawang merah pada berbagai umur Morfologi

Varietas Kuning Varietas Bima Umur tanaman (HST) tanaman Tinggi (cm) Jumlah anakan (umbi) Jumlah daun (helai) Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan (umbi) Jumlah daun (helai) 15 22 29 36 43 50 24,9 32,1 37,7 42,4 42,6 43,4 4,6 6,5 7,8 7,9 7,9 10,2 14,4 24,9 29,1 29,7 33,2 35,4 24,8 32,7 38,1 44,2 45,4 45,5 5,0 6,7 7,6 8,3 8,6 8,6 15,3 25,1 34,3 34,8 40,5 40,6

(7)

Pada komponen produksi berat umbi basah rata-rata dari 10 rumpun sampel, varietas Bima mencapai 805,4 gam dan berat umbi kering mencapai 598,5 gam. Sedang pada varietas Kuning, berat umbi basah rata-rata mencapai 675,9 gam dan berat kering mencapai 511,3 gam. Hasil pengawasan dan pengujian dari BPSB menyatakan bahwa bibit bawang merah hasil perbanyakan termasuk pada kelas benih sebar (BR), dengan produksi umbi seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Berat sampel, berat umbi per plot dan berat umbi menurut ukuran

Produksi (g) Varietas

No. Variabel morfologi

Bima Kuning 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Berat sampel basah 10 rumpun Berat sampel kering 10 rumpun Berat umbi basah per plot (5m2) Berat umbi kering per plot (5m2) Berat umbi ukuran besar per 10 siung Berat umbi ukuran sedang per 10 siung Berat umbi ukuran kacil per 10 siung Jumlah umbi per rumpun

Diameter umbi ukuran besar (mm) Diameter umbi ukuran sedang (mm) Diameter umbi ukuran kacil (mm)

805,4 598,5 13,1 10,92 9,9 7,3 5,6 9,0 22,4 19,4 16,8 675,9 511,3 12,61 10,51 8,8 6,6 4,9 8 22,4 19,6 16,8 Tingkat serangan hama penyakit serta musuh alaminya pada tanaman bawang merah stadia vegetatif dan generatif tergantung kondisi lingkungan dapat dilihat pada Tabel 6. Faktof lingkungan yang sangat berpengaruh adalah faktor luar, seperti iklim, musim tanam, pola tanam, keanekaragaman tanaman dan hayati serta cara penentuan aplikasi.

Tabel 6. Tingkat serangan hama dan penyakit serta musuh alminya selama musim tanam

Tingkat serangan (%)

Stadia vegetatif Stadia generatif No Hama dan musuh alaminya Var.

Bima Kuning Var. Bima Var. Kuning Var. 1 2 3 4 5 Lalat Ulat daun Laba-laba Kumbang

Fusarium sp

(moler) 1,4 4,2 1,0 1,0 5,9 1,3 2,2 1,0 1,0 1,8 1,5 8,6 2,1 0,5 1,2 1,1 5,6 0,1 1,1 1,7

(8)

III. KELAYAKAN FINANSIAL

Pada Tabel 7 disajikan berasnya nilai rupiah yang dibutuhkan untuk memproduksi setiap kilogam bibit bawang merah. Dalam Tabel tersebut nampak bahwa secara konsisten biaya produksi per kilogamnya pada pola introduksi lebih rendah dari pola petani.

Tabel 7. Rerata biaya, margin per kg hasil dan jumlah tenaga kerja per ha pada usahatani bawang merah

Pola penerapan teknologi

No Parameter introduksi petani

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rerata nilai biaya rupiah

Biaya produksi(Rp/kg) Margin (Rp/kg)

Jumlah tenaga kerja (Rp/ha)

Rerata proporsi biaya

usahatani

Sewa lahan (Rp/ha) Upah(tanaga kerja, alsin) Saprodi

Rerata penerimaan

Penerimaan (Rp/ha) Keuntungan kotor (Rp/ha) Titik impas produksi (kg/ha)

2.933 670 1.109.500 2.860.000 1.109.500 1.698.820 31.650.000 7.068.000 10.314 2.984 160 1.227.650 2.860.000 1.227.650 1.632.050 31.620.000 1.630.000 10.485

Pada analisa usahatani perbanyakan bibit bawang merah menunjukkan bahwa pada pola introduksi memberikan nilai efisiensi yang cukup tinggi dari pola petani, hal ini terlihat dari besarnya nilai rupiah yang dibutuhkan untuk memproduksi bibit bawang merah, setiap kilogamnya mengalami perbedaan mencapai 2%. Demikian pula untuk nilai margin produksinya antara pola introduksi dengan pola petani, yaitu mengalami kenaikan hingga 76%. Kenaikan tersebut disebabkan oleh faktor biaya usahatani termasuk faktor input biaya produksi.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Balitsa, 2003. Penggunaan pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Makalah Show Window Bawang Merah. Brebes.

Dipertan Propinsi Jawa Tengah. 1999. Kebutuhan Teknoogi Dalam Rangka Mendukung Progam Unggulan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Materi APTEK Paket Rekomendasi Sub Sektor Tanaman pangan. Bandungan.

Hairil Anwar, Endang Iriani, Dede Juanda JS, Yulianto, Anggoro Hadi P. Sunardi, Nurhalim, 2003. Pemurnian Benih Bawang merah Varietas Bima dan Varietas Kuning. Laporan Hasil kegiatan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah.

Hendarto Kuswanto. 1997. Analisis Benih. Penerbit Andi Yogyakarta.

Moekasan, T.K. 1997. Panduan Teknis Penerapan PHT pada Sistem Tanam Tumpang Gilir Bawang Merah dan Cabai. Balitsa. Lembang.

Soegito dan H. Purnomo, 1995. Pola Usahatani Berbasis Sayuran dengan Berwawasan Lingkungan. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Balitsa Lembang.

Soetrisno, T.A., Purwanto, dan A. Hidayat.1999. Identifikasi Usahatani Tumpangsari Bawang Merah dan Cabai Merah Guna Menunjang Pengendalian Hama Terpadu di Brebes. Jurnal Hortikulura Vol. 8-4. Puslitbanghorti Jakarta.

(10)

Lampiran 1. SK Mentan tentang deskripsi bawang merah varietas Kuning Lampiran Surat Keputusan Menteri Pertanian

Nomor : 227/Kpts/TP.240/4/2001

DESKRIPSI BAWANG MERAH VARIETAS KUNING

Asal : Lokal Brebes Umur panen : 55-56 hari

Tinggi tanaman : 33.7-36.9 cm (rata-rata 35.3 cm) Kemampuan berbunga (alami) : Sukar

Banyak anakan : 7 – 12 umbi per rumpun Bentuk daun : Silindris seperti pipa

Warna daun : Hijau kekuning-kuningan Banyak daun per rumpun : 34-37 helai

Bentuk bunga : Seperti payung Warna bunga : Putih

Banyak buah/tangkai : 70-96 (rata-rata 83) Banyak bunga/tangkai : 100-142 (rata-rata 121) Bentuk biji : Bulat, gepeng, keriput Warna umbi : Hitam

Bentuk umbi : Bulat, ujung meruncing Warna umbi : Merah gelap

Produksi umbi : 6-21.39 ton per hektar umbi kering Susut bobot umbi (basah – kering) : 21,5-22.0%

Ketahanan terhadap penyakit : Tidak tahan terhadap

Fusarium sp.

dan agak tahan terhadap

Alternaria

porri

Keterangan : Baik untuk dataran rendah

Peneliti : Sartono, Putrasamedja dan Anggoro H.P. Jakarta, 04 April 2001

Menteri Pertanian ttd

Prof. Dr. Bungaran Saragih, M.Ec.

Referensi

Dokumen terkait

a. Mobilitas penuh : merupakan kemampuan seeseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran

Benih yang berkualitas merupakan salah satu yang sangat menentukan dalam usaha budidaya tanaman, oleh karena itu benih yang berkualitas merupakan keharusan untuk mencapai

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data kualitatif, yakni jenis data yang sifatnya deskriptif, ditujukan untuk menggambarkan fenomena – fenomena yang

Studi ini menunjukkan bahwa ada 7 (tujuh) variabel yang merupakan faktor prediktif bagi keberhasilan transformasi BPD di Indonesia pada tahun 2024, yaitu perspektif

– Jika anak yang diangkat merupakan kemenakan dari pihak perempuan, apabila tidak dilakukan upacara adat, anak ini tetap diakui dan diterima karena sudah satu suku dengan ibunya6.

Contoh: Jika pada suatu daerah terdapat jumlah peserta didik 20.000, sementara jumlah sekolah sebanyak 200, maka ukuran sekolah (SS) adalah 20.000 : 200 = 100.... Setelah ukuran

Oleh karena itu peneliti melakukan survei pendahuluan terhadap masyarakat DKI Jakarta sebagai data awal dengan jumlah 30 orang dengan tujuan untuk dapat melihat apakah

"Maulid Nabi Muhammad SAW" Aula Kantor Kelurahan Bandulan Warga Kelurahan Bandulan Kelurahan Bandulan Kecamatan Sukun 8 18 Maret 2012 Festival Tumpeng