• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Dasar Imunisasi

a. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Menurut BKKBN yang dikutip Marimbi (2010) Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau sudah dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut di harapkan tubuh dapat menghasilkan anti bodi yang pada akhirnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh. Menurut Hidayat dalam Muslihatun (2010), imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Menurut IDAI (2011), imunisasi adalah pemindahan antibodi secara pasif, sehingga akan didapatkan kekebalan yang bersifat pasif.

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit - penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh

(2)

penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), poliomyelitis, campak dan hepatitis B (Maryunani, 2010).

b. Tujuan Imunisasi

Adapun tujuan dalam pemberian imunisasi, menurut Maryunani, 2010. antara lain :

1) Melindungi dan mencegah penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak.

2) Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbilitas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.

3) Untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.

4) Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar

c. Manfaat Imunisasi

Menurut Marimbi (2010) manfaat imunisasi yaitu untuk anak adalah mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. Manfaat iunisasi untuk keluarga adalah menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orangtua yakin bahwa anaknya

(3)

akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. Sedangkan untuk negara adalah memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

d. Imunisasi Campak

Penyakit campak disebabkan oleh virus campak yang mudah menular lewat percikan ludah melalui jalan napas yang mengakibatkan demam tinggi, batuk pilek, mata merah, dan kulit timbul bercak-bercak merah. Dampak penyakit campak di kemudian hari adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak; sindrom radang otak pada anak > 10 tahun; dan tuberkolosis paru menjadi lebih parah setelah sakit campak berat (IDAI, 2011).

1) Vaksin campak adalah mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif (Ranuh, 2008). Pemberian imunisasi campak diberikan mulai anak umur 9 bulan karena bayi lahir telah mendapat kekebalan terhadap penyakit campak dari ibunya ketika dalam kandungan, makin bertambah umur bayi makin berkurang sampai usia 9 bulan. Upaya akselerasi dengan memberikan imunisasi pada anak 9 bulan sampai 5 tahun di daerah kumuh perkotaan atau daerah kantung cakupan (Ranuh, 2008).

2) Indikasi

Untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (Depkes RI, 2005).

(4)

3) Kemasan

a) 1 box vaksin terdiri dari 10 vial. b) 1 vial berisi 10 dosis.

c) 1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml.

d) Vaksin ini berbentuk beku kering (Depkes RI, 2005). 4) Cara Pemberian dan Dosis

Pemberian vaksin campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-12 bulan, dengan dosis 0,5 CC. Sebelum disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Kemudian disuntikkan pada lengan kiri atas secara subkutan (Proverawati dan Andhini, 2010).

5) Efek Samping

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Depkes RI, 2005).

6) Kontra indikasi

Individu yang mengidap penyakit immunodeficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma (Depkes RI, 2005).

7) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Campak Green dalam buku Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau

(5)

masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

a) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

Menurut Green (1980), faktor – faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai – nilai dan persepsi, berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Dalam pengertian umum dapat disimpulkan faktor predisposisi sebagai pilihan pribadi yang memicu seorang individu atau kelompok ke pengalaman pendidikan. Dalam hal apapun pilihan ini dapat mendukung atau menghambat perilaku kesehatan. Berbagai faktor demografi seperti status sosioekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga juga penting sebagai faktor predisposisi meskipun mereka berada di luar pengaruh langsung program pendidikan kesehatan.

b) Faktor-faktor pendukung (enabling factors)

Green (1980) mengatakan bahwa faktor-faktor pendukung adalah kemampuan/ keahlian dan semua sumber-sumber yang diperlukan untuk menciptakan atau memunculkan perilaku kesehatan. Sumber-sumber yang dimaksud antara lain

(6)

ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan prasarana atau fasilitas-fasilitas, personalia, sekolah-sekolah, klinik kesehatan maupun sumber-sumber sejenis. Faktor-faktor pendukung juga berkaitan dengan aksesibilitas berbagai sumber daya. Biaya, jarak, sarana transportasi yang ada dan waktu pemakaian sarana kesehatan juga merupakan bagian dari faktor-faktor pendukung. (1) Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdiri dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu, polindes, praktek dokter/bidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi pada bayi tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi melainkan ibu tersebut dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi pada bayinya.

(2) Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan

Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju tempat pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lainnya. Seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di tempat pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tahu

(7)

atau belum tahu manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya (Notoatmodjo, 2003).

c) Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, jarak ke sarana pelayanan kesehatan, sikap dan perilaku petugas kesehatan serta dukungan keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

e. Pemantauan dan Penanggulangan KIPI

1) Pengertian

KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis maupun kesalahan program, koinsiden, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan (Kemenkes RI, 2010).

(8)

Pada kampanye imunisasi/imunisasi masal di mana dilakukan pemberian imunisasi dalam jumlah banyak dalam periode waktu yang pendek dapat menyebabkan lebih banyak terjadi KIPI karena reaksi vaksin dan koinsiden. Rate kejadian KIPI tersebut tidak berubah, terutama ketika menggunakan vaksin yang disuntikkan. Peningkatan KIPI kesalahan program juga mungkin terjadi selama kampanye (Kemenkes RI, 2010).

2) Kejadian yang Sering Terjadi pada Kampanye dan Antisipasinya

a) Peningkatan kesalahan program dapat terjadi bila petugas tidak biasa/familiar dengan vaksin yang diberikan atau situasi dan tertekan karena harus memberikan imunisasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat (terburu-buru), petugas tidak melaksanakan suntikan imunisasi secara aman (safety injection).

b) Rentang usia yang diimunisasi lebih lebar (biasanya lebih tua) dibandingkan dengan imunisasi rutindan petugas kurang pengalaman dan penanganan KIPI anak kelompok umur lebih tua (contoh: pingsan).

c) Hambatan dari beberapa sektor untuk berbagai alasan, dapat menambah keramaian/perhatian terhadap setiap KIPI selama kampanye atau mengkritisi kampanye.

Rumor (isu) menyebar dengan cepat dan merusak kampanye sebelum ada kesempatan untuk menjelaskan. Untuk itu perlu dilakukan pemantauan terhadap KIPI (surveians KIPI). Pemantauan

(9)

KIPI yang telah berjalan dengan baik pada imunisasi rutin, semakin diperkuat pada kampanye imunisasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan individu dan terhadap program imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

3) Mekanisme Penanggulangan KIPI

Pemantauan kasus KIPI pada dasarnya terdiri dari kegiatan penemuan kasus, pelacakan kasus, analisis kejadian, tindak lanjut kasus, pelaporan dan evaluasi, seperti dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Skema 2.1

Skema Penemuan Kasus KIPI sampai Pelaporan

Sumber: Kemenkes, (2010)

Penemuan Kasus

Pelacakan

 Konfirmasi : Positif atau negatif  Identifikasi : Kasus Vaksin Petugas Tata laksana Sikap masyarakat  Tunggal/berkelompok

 Apakah ada kasus lain yang serupa

Analisis (Sementara)  Klasifikasi KIPI  Penyebab KIPI Tindak Lanjut  Pengobatan  Komunikasi

 Pebaikan Mutu Pelayanan

Laporan Kasus  Investigasi  Pemantauan KIPI

Informasi dari Masyarakat, Petugas Kesehatan

Petugas Puskesmas

Tim KIPI Kabupaten/Kota

Puskesmas RS Komda KIPI Propinsi KomNas PP-KIPI Dinas Kes Kab/Kota

(10)

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi dasar

campak

a. Faktor Pengetahuan

1) Defenisi

Pengetahuan (knowledge) adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan seseorang dengan orang lain berbeda-beda, sehingga dengan demikian pengetahuan merupakan kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung memperkaya kehidupan. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan adalah “segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan “merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba”.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Soekanto, bahwa “ pengetahuan merupakan “ hasil penggunaan

(11)

panca indera dan akan menimbulkan kesan dalam pikiran manusia.Pengetahuan adalah “ interaksi yang terus menerus antara individu dan lingkungan”. Dengan demikian pengetahuan adalah suatu proses, bukan suatu “barang”. Pengetahuan adalah “ tekanan kepada proses psikologi ingatan atau kognitif ”. Taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan harus mengacu kepada tiga jenis ranah, yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik. Pengetahuan ialah merupakan hasil “ tahu ” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga ( Soekidjo, Notoadmodjo. 2003 ). Jadi pengetahuan adalah semua yang diketahui melalui panca indra terhadap sesuatu objek.

2) Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

(12)

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

c) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (Analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e) Sintesis (Shynthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan

(13)

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a) Umur

Umur adalah lamanya hidup yang dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan baru. Usia produktif adalah masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa keterampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa penyesuian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya perubahan jasmani dan mental semakin bertambah umur seorang akan semakin tinggi wawasan yang diperoleh, sebaliknya apabila umur seseorang masih muda maka akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007).

b) Pendidikan

Pendidikan proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide dan teknologi baru (Notoatmodjo, 2007).

(14)

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan bertambah pengalaman yang mempengaruhi wawasan dan pengetahuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan yaitu sebagai alat untuk mengubah pengetahuan pengertian, pendapat, konsep-konsep sikap dan persepsi serta menambah tingkahlaku atau kebiasaan yang baru (Notoatmodjo, 2007).

4) Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang akan dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

a. Baik : hasil prosentase antara 76-100% b. Kurang : hasil prosentase kurang dari 76 % b. Dukungan Keluarga

1) Pengertian

a) Duval (1972), keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emesional dan sosial dari tiap anggota keluarga.

b. Menurut Depertemen Kesehatan (2009), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

(15)

c. Menurut Friedman (1998), keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan secara umum bahwa keluarga itu terjadi jika ada :

1) Ikatan atau persekutuan (perkawinan/kesepakatan) 2) Hubungan (darah/adopsi/kesepakatan).

3) Tinggal bersama dalam satu atap (serumah) 4) Ada peran masing-masing anggota keluarga. 5) Ikatan emosional

2) Bentuk keluarga

a) Keluarga inti (nuclead family), adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, isteri dan anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

b) Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.

c) Keluarga besar (Extended family), keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families)

(16)

d) Keluarga berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih darimsatu kali dan merupakan suatu keluarga inti.

e) Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk karena perceraian dan atau kematian pasangan yang cintai.

f) Keluarga komposit (composite family), keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.

g) Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak . Di Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun, lambat laun keluarga kohabitasi ini dapat diterima.

h) Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nila-nilai global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-lakinya, paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya. Walaupun tudak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya , jumlah keluarga inses semakin hari semakin besar. Hal tersebut dapat kita cermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.

i) Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan

(17)

keluarga notradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Sedangkan keluarga nontardisional adalah kelompok orang yang tinggal di sebuah asrama.

3) Fungsi Keluarga

Menurut Freidman (1999), ada lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut :

a) Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.

b) Fungsi sosial, adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan dilingkungan sosial.

c) Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. d) Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.

e) Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. 4) Tugas dan peranan keluarga dalam bidang kesehatan

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freedman

(18)

(1981) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu:

a) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya

b) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

c) Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.

d) Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian angota keluarga.

e) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

Dukungan sosial keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (cohen & syme, 1996).

Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998).

Peranan keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat prilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan

(19)

dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

c. Faktor Fasilitas Kesehatan

Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 7 yang berbunyi “Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau masyarakat.

Menurut Notoatmodjo (2007), fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdiri dari Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Poliklinik, Posyandu, Polindes, praktek dokter/bidan swasta dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi campak pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi campak pada bayi tidak hanya karna dia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi campak melainkan ibu tersebut dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi campak.

Setiap obat yang berasal dari bahan biologis harus terlindungi dari sinar matahari. Vaksin campak berasal dari kuman hidup, bila terkena sinar matahari langsung dalam beberapa detik saja akan menjadi rusak. Untuk melindunginya digunakan kemasan berwarna, misalnya ampul yang berwarna coklat disamping menggunakan kemasan luar atau box. Vaksin

(20)

yang telah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan berkurang. Vaksin kering kemasan harus tertutup kedap. Semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan vaksin dan ketentuan-ketentuan diatas untuk menjaga kualitas vaksin. Selain itu peralatan pendingin harus tersedia di tempat-tempat pelayanan imunisasi seperti termos, cool box, atau vaksin

carrier (Proverawati, 2010). 3. Perilaku

a. Pengertian

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).

Berikut merupakan definisi perilaku sebagai hasil dari konstruksi teori-teori dan riset, sebagai berikut :

1) Perilaku merupakan sesuatu yang disebabkan karena sesuatu hal 2) Perilaku ditunjukan ke arah sasaran tertentu

3) Perilaku yang dapat diobservasi dapat diukur

4) Perilaku yang tidak langsung dapat di observasi (contoh berpikir, melaksanakan persepsi) juga penting dalam rangka mencapai tujuan-tujuan 5) Perilaku dimotivasi

Skinner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus

(21)

terhadap organism dan kemudian organisme tersebut merespons. Respons dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Respondent respons atau reflexive, yaitu respons yang timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Misalnya cahaya terang menyebabkan mata tertutup. Respons ini mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih.

2) Operant respons atau instrumental respons, yaitu respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Misalnya apabila petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Perilaku tertutup, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka, yaitu respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

(22)

b. Determinan perilaku

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. Namun demikian pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003). c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : 1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan,

sikap dan sebagainya.

2) Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan kerja, misalnya ketersedianya APD, pelatihan dan sebagainya.

(23)

3) Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi undangundang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya (Notoatmodjo,

4. Penelitian Terkait

Penelitian yang bertajuk mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar campak pada bayi sudah pernah dilakukan, ada peneliti serupa dengan penelitian ini, antara lain :

Nur Aprilyanti (2009), melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku Ibu dalam pemberian imunisasi campak pada bayi di Kecamatan Pancoran Mas Depok Tahun 2009, dengan jumlah sampel 80 orang ibu yang memiliki bayi umur 9-12 bulan, dengan desain penelitian yaitu crossectional adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, sarana, dukungan suami, dan keterpaparan informasi terhadap perilaku ibu dalam pemberian imunisasi campak pada bayi.

Perbedaan penelitian Nur Aprilyanti (2009), dengan penelitian sekarang yaitu, jumlah variabel yang diteliti pada penelitian Nur Aprilyanti terdiri dari 7 variabel yaitu pengetahuan, sikap, pendidikan, sarana, dukungan suami dan keterpaparan informasi. Sedangkan pada penelitian sekarang meneliti 3 variabel yaitu pengetahuan ibu, dukungan keluarga dan fasilitas kesehatan. Persamaan penelitian Nur Aprilyanti dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama melakukan penelitian pada ibu yang memiliki bayi dengan pemberian imunisasi

(24)

campak dasar, variabel dan desain penelitian sama-sama menggunakan desain

crossectional dengan uji statistik chi square. B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan abtraksi dari teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang dirancang (Notoadmodjo, 2012). Adapun kerangka teori pada penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.2 berikut :

Skema 2.2 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian Imunisasi

dasar campak pada Bayi :

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2005). Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.3 berikut :

Faktor Internal :

- Pengetahuan - Pekerjaan

- Status sosial ekonomi - Fasilitas kesehatan - Dukungan keluarga - Dukungan tenaga kesehatan

Faktor Eksternal :

- Penyuluhan petugas

kesehatan yang kurang/tidak ada.

- Akses yan.kes kurang - Akses informasi media

kurang

Faktor Sosial Budaya :

- Kepedulian sosial rendah - Anggapan tidak penting

Untuk pemberian imunisasi (mitos)

Pemberian imunisasi dasar campak Pada bayi

(25)

Skema 2.3 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan tentatif atau jawaban sementara dari sebuah masalah penelitian. Pernyataan atau jawaban sementara tersebut harus diuji apakah benar (diterima) atau salah (ditolak) (Suyanto, 2008).

1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dalam pemberian imunisasi dasar campak pada bayi di desa Pematang Tebih Ujung Batu Tahun 2016. 2. Ada hubungan antara dukungan keluarga dalam pemberian imunisasi

dasar campak pada bayi di desa Pematang Tebih Ujung Batu Tahun 2016.

3. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dalam pemberian imunisasi dasar campak pada bayi di desa Pematang Tebih Puskesmas Ujung Batu Tahun 2016. Variabel Independen 1. Pengetahuan 2. Dukungan Keluarga 3. Fasilitas kesehatan Variabel Dependen

Pemberian Imunisasi Dasar Campak pada Bayi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa para pembuat ruji (dange) di Desa Waelawi apabila terkena penyakit atau dalam keadaan sakit terhadap salah satu

Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya

Pemeriksaan dengan keadaan anastesi (Examination under anesthesia / EUA) diperluan pada semua pasien untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh. Lokasi

Antara kelompok kontrol dengan kelompok 3 (diberi lendir bekicot) tidak menunjukan adanya perbedaan yang signifikan (p=0,373) yang dapat diartikan bahwa pemberian

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

memahami , mengkomunikasikan serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari tentang pengertian dan kegunaan Amdal, dampak pembangunan terhadap llingkungan, pembangunan

Deformasi dalam lukisan didapatkan dari penyederhanaan bentuk dan warna pada objek sehingga dihasilkan bentuk-bentuk yang berkarakteristik dekoratif, proporsi bentuk