• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DAN KOOPERATIF (MODEL PEMBELAJARAN KOKO) BAHASA INDONESIA UNTUK SISWA SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DAN KOOPERATIF (MODEL PEMBELAJARAN KOKO) BAHASA INDONESIA UNTUK SISWA SMA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DAN KOOPERATIF (MODEL PEMBELAJARAN KOKO)

BAHASA INDONESIA UNTUK SISWA SMA Oleh :

Imam Gojali

IKIP Widya Darma Surabaya

Abstrak: Pembelajaran saat ini mengarahkan pada pengembangan model pembelajaran KOKO pada pelajaran Bahasa Indonesia untuk para siswa sekolah menengah atas. Produk yang dihasilkan adalah wujud KOKO dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, alat belajar dan instrumen. Pengembangan model pembelajaran KOKO telah disebut sebagai pemecahan masalah model pembelajaran yang diusulkan oleh Tjeerd Plomp terdiri dari lima tahap: 1.) pemeriksaan pendahuluan, 2.) tujuan, 3.) perwujudan, 4.) pengujian, evaluasi, dan revisi, dan 5.) implementasi. Hasilnya terdiri atas tiga tahap belajar yaitu aktivitas: pre-learning, whilst-learning, dan post-learning. Whilst-Learning terdiri dari empat langkah yaitu: perwujudan, operasional, refleksi, kontrak belajar. Ini menunjukkan bahwa model pelajaran KOKO telah digolongkan pada kategori baik dan mempunyai kebenaran, praktis dan efisien. Selain itu penerapan Model pembelajaran KOKO menjadi model pembelajaran yang berkualitas. Hasil pengesahan dari validators ke arah alat belajar, Validitas, Praktek dan tidak efektif.

Kata Kunci: Model Pembelajaran KOKO

PENDAHULUAN

Pelajaran bahasa Indonesia, siswa diharapkan memiliki kompetensi dalam mendengarkan, menulis, membaca, dan berbicara. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut, siswa harus memiliki pengetahuan berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki sehingga siswa dapat mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengetahuannya sendiri. Dalam mengonstruksi pengetahuannya, siswa mudah berkomunikasi, berargumentasi, menjelaskan, dan menuliskan beberapa pengalamannya berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Alternatif tindakan yang dilakukan oleh guru menggunakan pebelajaran konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang memberikan peluang terjadi proses aktif siswa mengonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya, pemanfaatan sumber belajar secara beragam, dan memberi peluang siswa berkolaborasi.

Dalam penelitian ini telah mengembangkan model pembelajaran KOKO. Menurut Gojali (2010) pembelajaran KOKO berdasarkan teori konstruktivisme, teori Vygotsky, dan teori Piaget.

(2)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dengan perangkat-perangkat pembelajaran yang sesuai. Setiap model mengarahkan guru untuk mendesain pembelajaran untuk membantu siswa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Teori Pendukung dalam Pembelajaran KOKO

Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang memberikan peluang terjadi proses aktif siswa mengonstruksi atau membangun sendiri pengetahuannya, pemanfaatan sumber belajar secara beragam, dan memberi peluang siswa berkolaborasi menurut Mustadji (dalam Gojali 2010). Martin (1994) menyatakan bahwa konstruktivisme lebih menekankan pada keaktifan siswa untuk mengonstruksi pengetahuan. Aktivitas ini dapat dilakukan dengan menghubungkan antara hasil belajar sebelumnya dengan apa yang sedang dipelajari. Dengan demikian teori konstruktivisme menghendaki agar siswa belajar secara aktif untuk menyusun pengetahuan, membandingkan informasi baru dengan pemahaman sebelumnya, dan dapat menggunakannya untuk mendapatkan pemahaman baru.

Teori Vygotsky

Model pembelajaran KOKO dilandasi oleh teori Vygotsky secara kuat sebab model pembelajaran KOKO ini siswa dapat berinteraksi satu sama lain, saling menghargai, berbagai pengetahuan untuk saling melengkapi, saling membantu (Gojali, 2010). Bantuan yang diperoleh siswa dalam model ini dapat berasal dari teman dalam satu kelompok atau teman dalam kelompok lainnya, maupun bantuannya datang dari guru.

Teori Piaget

Piaget (Slavin, 1997) memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu untuk berintaksi dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan manipulasi lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi akan membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan hasil pemikirannya lebih logis (Slavin, 1997).

(3)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 Konstruktivisme Menurut Ahli

Konstruktivisme menurut Piaget

Matthews mengemukakan bahwa konstruktivisme Piaget termasuk konstruktivisme psikologis personal (Suparno,1997). Piaget lebih menekankan pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan lebih dibentuk sendiri oleh anak yang sedang belajar. Piaget menyoroti bagaimana anak membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Piaget menekankan bagaimana anak mengonstruksi pengetahuan dari berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Piaget juga mengemukakan tentang pengaruh lingkungan sosial dan perkembangan pemikiran anak, tetapi tidak secara jelas memberikan model bagaimana hal tersebut terjadi (Suparno,1997).

Konstruktivisme Menurut Vygotsky

Vygosky menekankan pada hakikatnya sosiokultural belajar (Slavin, 1997). Siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Interkasi ini mengacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Vygotsky perkembangan intelektual anak dimajukan melalui interaksi mereka dengan individu-individu yang lebih maju dan lebih mampu (Ormorod, 1995).

Model Pembelajaran KOKO pada Bahasa Indonesia yang Dikembangkan dalam Penelitian ini

Dalam penelitian ini mengacu pada enam karakteristik model KOKO pembelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut.

Karakteristik Pertama

Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa sehingga pengetahuan akan dikonstruksi siswa secara bermakna. Hal ini dapat menyediakan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa (Novak, 1985)

Karakteristik Kedua

Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan, sehingga siswa terlibat secara emosinal dan sosial (Brooks dan Brooks,1999).

Karakteristik Ketiga

(4)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

Karakteristik Keempat

Mendorong terjadinya interaksi dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya (Brooks dan Brooks,1999).

Karakteristik Kelima

Mendorong penggunaan berbagai representasi/media (Brooks dan Brooks,1999).

Karakteristik Keenam

Mendorong peningkatan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan melalui refleksi diri (Brooks dan Brooks,1999).

METODE PENELITIAN

Tahap-Tahap Pengembangan Model Pembelajaran KOKO

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan tipe pertama (prototypical studies), yaitu merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi model pembelajaran KOKO pada bahasa Indonesia untuk siswa Sekolah Menengah Atas.

Gambar 1. Model Pemecahan Masalah Pendidikan (Plomp, 1997). Keterangan :

Artinya: proses kegiatan

Artinya: arah kegiatan timbal balik anatara tahap pengembangan dengan implementasi pendidikan/pembelajaran yang sedang berjalan.

Artinya: arah kegiatan balik ke tahapan pengembanagan sebelumnya Artinya: arah kegiatan tahapan pengembangan

Premlimery Investigation Desaign

Realization/Construction Test, evaluation, Revision I M P L E M E N T A T I O N Implementation

(5)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

Pengembangan model pembelajaran KOKO dilakukan bersamaan dengan pengembangan perangkat pembelajaran dan instrumenya. oleh karena itu, jika sewaktu validasi, model perlu direvisi maka segera dilihat kembali perangkat dan instrumennya tersebut apakah terpengaru dengan adanya revisi.

Komponen-komponen Model Pembelajaran KOKO

Dalam penelitian ini ada lima komponen model pembelajaran, yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, serta dampak instruksional dan dampak pengiring (Joice & Weil, 1992).

Sintaks

Dalam penelitian ini yang dimaksud sintaks adalah langkah-langkah kegiatan pembelajaran.

Sistem Sosial

Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model KOKO ini pada kegiatan inti fase kesadaran dan fase operasional siswa difasilitasi untuk melakukan kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia secara individu dulu, kemudian setelah itu siswa difasilitasi bekerja secara kooperatif pada fase reflektif dan fase penyusunan persetujuan.

Prinsip Reaksi

Perilaku guru sesuai dengan indikator-indikator/enam karakteristik pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran KOKO.

Sistem Pendukung

Sistem pendukung merupakan sarana, prasarana, bahan atau materi pembelajaran, dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran KOKO.

Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring

Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan siswa pada tujuan yang diharapkan (Joice dan Weil, 1992).

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi (pengamatan), tes dan pemberian angket.

(6)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 Alur Kegiatan Pengembangan

Fase 3

Fase 4

Fase 5

Gambar 2. Alur Kegiatan Pengembangan Model KOKO Keterangan:

i=1,2,…

Hasil Menunjukkan urutan

Kegiatan Menujukkan Siklus, jika diperlukan

Kualitas model pembelajaran KOKO Bahasa Indonesia ditetapkan dengan mengacu pada kriteria kualitas produk dari Nieveen (1999) yang meliputi tiga aspek, yakni validitas, kepraktisan, dan keefektifan yang dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Validitas Model Pembelajaran

Menurut Nieveen aspek validitas dipenuhi jika memenuhi dua hal, yaitu: 1.) apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoretik yang memadai; 2.) apakah terdapat kosistensi sacara internal.

Kepraktisan Model Pembelajaran

Nieveen menyatakan bahwa aspek kepraktisan dipenuhi jika memenuhi dua hal yaitu: 1.) Ahli dan praktisi menyatakan bahwa model yang dikembangkan dapat diterapkan; 2.) Kenyataan menujukkan bahwa model yang dikembangkan tersebut dapat diterapkan.

Ujicoba i

Kualitas baik ?

Prototipe Akir

Implementasi Terbatas

Draf Awal Model koko, Perangkat Pembelajaran, Instrumen

Validasi

revisi

(7)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

Keefektifan Model Pembelajaran

Menurut Nieveen aspek keefektifan dipenuhi jika memenuhi dua hal yaitu: 1.) Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa apa yang dikembangkan tersebut efektif; 2.) Secara operasional bahwa apa yang dikembangkan tersebut memberikan hasil hasil sesuai harapan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kualitas Model pembelajaran KOKO

Model KOKO ditetapkan dengan mengacu pada kriteria kualitas produk dari Nieveen, yang meliputi tiga aspek, yakni validitas, kepraktisan, dan keefektifan.

Ujicoba I Validitas

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil sebagai berikut: 1.) Menurut validator ahli dan pengamat bahwa model KOKO bahasa Indonesia berdasarkan pada teori belajar yang menurut teori konstruktivisme, teori Vygotsky, dan teori Piaget; 2) Menurut validator ahli dan pengamat bahwa komponen-komponen model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia berdasarkan teori konstruktivisme, teori Vygotsky, dan teori Piaget; 3.) Menurut validator bahwa model pembelajaran KOKO terdapat konsisten secara internal.

Kepraktisan Model Pembelajaran

Menurut Ahli dan praktisi menyatakan bahwa model KOKO bahasa Indonesia yang dikembangkan dapat diterapkan di kelas, karena validator menilai di atas 3.

Keefektifan Model Pembelajaran

Keefektifan Model Pembelajaran didapatkan hasil sebagai berikut: 1.) Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa apa yang dikembangkan tersebut efektif; 2.) Secara operasional bahwa apa yang dikembangkan tersebut memberikan hasil hasil sesuai harapan oleh guru dan siswa.

Dari hasil kajian tentang kualitas model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia di muka menunjukkan bahwa model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia yang dikembangkan pada uji coba I ini memenuhi kriteria validitas, kepraktisan dan keefektifan. Dengan demikian hasil

(8)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

uji coba I menunjukkan bahwa model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia memiliki kualitas produk baik.

Ujicoba II

Keefektifan model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia untuk siswa SMA pada ujicoba II ini menujukkan bahwa 1.) terjadi peningkatan skor tes setelah kegiatan pebelajaran; 2.) lebih dari 75% siswa memberikan respon positif terhadap model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia, dan guru memberikan respon positif terhadap model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa kriteria kevalidan, keefektifan, dan kepraktisan untuk ujicoba II model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia dipenuhi, karena rata-rata hasil penilaian validator ahli adalah 3,50 di atas 3. Dengan demikian dari hasil ujicoba II dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia adalah berkualitas.

Kesimpulan uraian di muka menujukkan bahwa model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia yang dikembangkan pada ujicoba III ini memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan keefektifan. Dengan demikian hasil ujicoba II menujukkan bahwa model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia memiliki kualitas produk yang baik.

Fase Implementasi Terbatas

Implementasi terbatas dikaji keefektifan model KOKO bahasa Indonesia antara lain: (a) kemampuan terbatas mengelola pembelajaran; (b) rata-rata aktivitas on-task siswa minimal 90 %; (c) rata-rata aktivitas aktif siswa minimal 42,5 %; (d) hasil tes, siswa pada setiap selesai kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia; (d) hasil pekerjaan siswa pada lembar kerja bahasa Indonesia (LKBIS) yang dikerjakan secara individu dengan baik karena respon siswa 100% mengatakan setuju; (f) 100%, siswa memberikan respon positif terhadap model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia; (g) guru memberikan respon positif terhadap model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia.

Dengan demikian, dari uraian mengenai keefektifan model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia pada implementasi terbatas ini menunjukkan bahwa semua kriteria keefektifan yang telah dikemukakan di muka, dipenuhi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia pada implementasi terbatas ini merupakan model pembelajaran yang efektif.

(9)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

Hasil pengembangan Sintaks Model Pembelajaran KOKO bahasa Indonesia untuk Siswa SMA

Kegiatan pembelajaran

Pada hasil kegiatan pembelajaran didapatkan hasil pada tabel berikut. Tabel 1. Hasil Kegiatan Pembelajaran

Aktivitas Guru Aktivitas Belajar Siswa

Kegiatan Pendahuluan (5 menit) a. Guru membuka pembelajaran dengan

mengucap salam

b. Guru memeriksa persiapan belajar siswa, ruang belajar, dan media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar.

c. Guru melakukan ice

breaking(permainan untuk melatih daya kosentrasi siswa sekaligus membawa mereka pada kondisi ‘siap’

untuk mengikuti kegiatan

pemelajaran).

d. Guru menyediakan LKBIS dan MAS dan sarana pendukung yang diperlukan. Guru menjelaskan atau menginformasikan tentang indikator pembelajaran dan tentang apa yang akan dipelajari siswa melalui LKBIS dan MAS

e. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa.

a. Siswa menjawab salam

b. Siswa menyiapkan diri dalam belajar serta membantu guru menyiapkan alat peraga dalam pembelajaran

c. Siswa mengikuti kegiatan ice breaking

d. Wakil siswa mengambil dan membagi LKBIS dan MAS pada kelas. Siswa memperhatikan penjelasan/informasi guru tentang indikator pembelajaran dan tentang apa yang akan dipelajari melalui MAS

e. Siswa menanyakan hal yang kurang jelas kepada guru, jika perlu.

(10)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 Kegiatan Inti, fase Kesadaran dan Operasional (30 menit)

Siswa Belajar Bahasa Indonesia secara Individu Fase Kesadaran

a. Guru mengajak siswa untuk memahami materi bahasa Indonesia dimulai dari apa yang berhubungan dengan topik bahasa Indonesia yang akan dipelajari. Kegiatan ini dapat berlangsung dengan Tanya jawab secara lisan atau secara tertulis kalau kegiatan ini melalui MAS dan LKBIS. b. Guru memberikan wawasan kepada

siswa tentang pentingnya kompetensi dasar ini dalam kehidupan sehari-hari.

c. Guru mengorentasikan siswa untuk belajar bahasa Indonesia melalui MAS dan lembar kegiatan bahasa Indonesia untuk siswa (LKBIS) yang tersedia

a. Siswa mengemukakan tentang apa yang telah diketahui yang berhubungan dengan topik bahasa Indonesia yang akan dipelajari. Bisa melalui lisan kalau kegiatan ini dengan tanya jawab atau tulisan kalau kegiatan ini melalui MAS dan LKBIS.

b. Siswa memberikan pendapat atau komentar terhadap pengalaman pribadi/prilaku orang lain dengan bahasa yang santun, runtut, dan menarik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki.

c. Siswa siap dan memulai belajar bahasa Indonesia melalui MAS dan LKBIS

Kegiatan Inti, Fase Kesadaran: Operasional a. Guru memberikan kesempatan siswa

untuk berpikir secara individual, dalam hal ini siswa menuliskan pekerjaannya pada LKBIS masing-masing-pasing sesuai dengan apa yang diketahuinya.

b.Guru mengelilingi kelas, melayani siswa jika ada pertanyaan, guru tidak segera menjawabnya, tetapi mengembalikan kepada siswa

a. Siswa belajar bahasa Indonesia melalui LKBIS dan MAS. Siswa menulis respon secara individu pada LKBIS dan MAS.

b. Siswa menanyakan hal yang kurang jelas kepada guru, jika perlu.

(11)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 misalnya dengan meminta siswa

tersebut untuk mengemukakan kembali pertanyaan dan mengarahkan siswa agar memahami sendiri lebih dulu tentang apa yang ditanyakan. c. Guru melakukan pancingan tentang

materi yang akan dipelajari pengetahuan awal siswa. Guru menilai tulisan siswa tentang cerita pengalaman pribadi (yang lucu, menyenangkan, mengharukan) dengan pilihan kata yang tepat.

c. Siswa mengonstruk pengetahuan yang dimiliki siswa misalnya dapat menulis pengalaman pribadinya yang pernah dialami siswa (cerita yang menyenangkan, mengharukan serta cerita yang lucu) dengan pilihan kata yang tepat.

Kegiatan Inti, Fase: Reflektif dan Penyusunan Persetujuan (35 menit) Siswa Belajar Bahasa Indonesia Secara Kelompok Kooperatif

Kegiatan Inti, Fase: Reflektif a. Guru dipersilahkan membentuk

kelompok dengan permainan dag –dig – dug – der – dor – sar – sir – sur - ser - sor- sep sehingga l kelompok belajar (4 – 4 – 4- 4 – 4 – 4 – 4 – 4 - 4). b. Guru memersilakan siswa

mendiskusikan permasalahan yang belum dikuasai oleh siswa.

c. Guru memersilakan siswa untuk bercerita di depan kelas untuk menceritakan cerita pengalaman pribadi (yang lucu, menyenangkan, mengharukan) dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.

a. Siswa membentuk kelompok sesuai aturan yang diberikan oleh guru, agar tidak gaduh.

b. Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya.

c. Siswa bercerita tentang pengalaman pribadinya yang pernah dialami (yang lucu, menyenangkan, mengharukan) dengan pilihan kata, ekspresi, ekspresi, jeda, bahasa dalam cerita mudah dimengerti, dan intonasi yang tepat dan siswa yang lain mendengarkan cerita. Pandangan bercerita didepan kelas tertujuh

(12)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 d. Guru memersilakan salah satu atau

beberapa kelompok siswa maju ke depan menjelaskan kepada siswa di depan kelas. Siswa menanggapi. Disini dapat terjadi adu argumentasi. Siswa yang berbeda pendapat dengan siswa yang menjelaskan di depan, dapat maju untuk menjelaskan kepada siswa. Jika tidak ada pertanyaan, atau siswa tidak merasa mengalami kesulitan, guru dapat mengajukan pertanyaan kepada siswa untuk menggali data apakah para siswanya sudah memahami. Dalam setiap mengajukan pertanyaan, guru selalu memberi waktu kepada siswa untuk berpikir. Sifat pertanyaan tidak hanya meminta jawaban ya atau tidak. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan mengklasifikasi. Guru juga menanyakan kepada siswa apa yang sudah yang belum dikuasainya. e. Guru mempersilakan siswa

menyimpulkan tentang apa yang telah dipelajarinya.

f. Guru menerima LKBIS yang telah dikerjakan siswa

kesemua arah.

d. Siswa menanggapi pengalaman pribadi yang presentasikan. Siswa mengajukan pertanyaan, meminta klarifikasi, menjawab pertanyaan atau menjelaskan. Dalam menanggapi siswa menggunakan bahasa yang sopan agar tidak menyinggung perasaan orang lain

e. Siswa menyimpulkan tentang apa yang telah dipelajari.

f. Siswa mengumpulkan LKBIS yang telah dikerjakan dalam kegiatan pebelajaran tersebut.

Kegiatan Penutup (20 menit) a. Guru menyediakan lembar tes dan

lembar penilaian diri sendiri. Guru

a. Wakil siswa mengambil lembar tes dan lembar penilaian diri sendiri serta

(13)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013 mempersilahkan siswa mengerjakan

tes dan menuliskan penilaian sendiri secara mandiri (individual).

b. Guru menerima lembar tes dan lembar penilaian diri sendiri.

c. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam.

membagikan kepada temannya. Siswa mengerjakan tes dan menuliskan penilaian diri sendiri secara mandiri (individual).

b. siswa mengumpulkan lembar tes dan lembar penilaian diri sendiri.

c. Siswa menjawab salam.

KESIMPULAN

Simpulan penelitian ini adalah 1.) menghasilkan model pembelajaran KOKO bahasa Indonesia yang berkualitas untuk siswa SMA; 2.) menghasilkan perangkat pembelajaran KOKO bahasa Indonesia yang berkualitas untuk siswa SMA. Perangkat yang dikembangkan berupa RPP, MAS, LKS. Hasil penilaian validator terhadap perangkat memenuhi kategori

berkualitas untuk siswa SMA.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G.J. & Brooks, M.1999. The Case For Coonstructivist Classroams. Virginia: Association for Supvition and Curriculum Development Alexandria.

Gojali, Imam. 2010. “Pengembangan Model Pembelajaran KOKO bahasa Indonesia untuk siswa SMA. Tesis Magister tidak diterbitkan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Joyce, Bruce., & M. Weil 1992. Model of Teaching. Massachussentts: Allyn and Bacon Publishing Company.

Martin, Ralp E,Jr.,et.al.1994. Teaching Science For All Children. Baston: Allyn and Bacon. Nieveen, Nienke. 1999. “Prototyping to Reach Product Qualitiy”. In Jan Van den Akker, RM

Branch, K. Gustafson, N. Nieveen, & Tj Plomp (Eds). Design Approaches and Tools in

Education and Training, 125-135. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic

Publishers.

Novak, J.D.&Gowin, D.B.1985. Learning How to Learn. New York: Cambridge University Press.

Ormrod, Jeanne Ellis. 1995. Human Learning. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Plomp, Tjeerd. 1997. Educational and Training System Design. Enschede, The Netherlands:

(14)

JURNAL WIDYALOKA IKIP WIDYADARMA SURABAYA | Vol. 1 |No. 1|Juli 2013

Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology-Theory and Practice. Fifth edition. Boston: Allyn and Bacon.

Gambar

Gambar 1. Model Pemecahan Masalah Pendidikan (Plomp, 1997).
Gambar 2. Alur Kegiatan Pengembangan Model KOKO  Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Yang dapat diharapkan dari diskursus terbuka tersebut adalah “kesamaan persepsi” bahwa politik modern tidak lagi bersandar pada kebenaran keunggulan moral suatu agama, melainkan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak pra sekolah di TK Al-Marni desa Ellak Laok Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep, dengan jumlah

Variabel lain yang diduga mempengaruhi hubungan antara partisipasi anggaran terhadap senjangan anggaran adalah ketidakpastian karir.. Ketidakpastian karir, yaitu

[r]

Melalui analisis XRF ( X Ray Fluorescence ) terhadap benda-benda perunggu dari masa pengaruh kebudayaan India di Pulau Jawa dan Sumatera bagian utara diketahui,

1982.The locational policies and geographical expansion of multiple retail companies: a case study of MFI. Geoforum 13:39-43...

Setelah mengalami fase-fase kritis masa revolusi hingga pertengahan tahun 1960-an, menurut beberapa pakar pertanian, Indonesia sebenarnya cukup berhasil membangun

Selain merek dagang dan jasa, juga terdapat penjelasan mengenai merek kolektif sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Hak