Ekstrofi Kandung Kemih (Bladder Exstrophy)
dan Permasalahannya pada Anak Laki-Laki Umur 4 Bulan
Bladder Exstrophy and It’s Problem Related In a 4 Month- Old Boy
Sri Priyantini M1* dan Asri P2ABSTRACT
Bladder exstrophy is a congenital anomality in which part of the bladder is present outside the body. It is rare with a 2:1 male: female ratio. The defect of Bladder exstrophy resulted in various urinary dysfunctions prior or post operation including urinary tract infection, catheter intermittent, risk of reflux vesiko-ureter, abnormality both of external and internal genitalia for example micropenis and undescended testicle or Cryptorchidism. We reports a case of a 4 -month old male baby who underwent bladder exstrophy repair to cover up the hallow of the bladder, cut the glandula accessories penis and cover up the hollow of the scrotum. After the surgery, there were several problem including undescended testicle, unseen left testis, micropenis, risk factor of UTI (upper urinary tract infection) and urinary disorder (Sains Medika 2 (1): 88-97).
Key words: Bladder Exstrophy, undescended testicle, micropenis
ABSTRAK
Ekstrofi kandung kemih adalah salah satu tipe kelainan bawaan dari sistem genitourinaria, ditandai terbukanya kandung kemih pada dinding bawah abdomen Ratio kejadian antara anak laki-laki dan perempuan 2:1. Defek ekstrofi kandung kemih menyebabkan berbagai risiko gangguan berkemih saat preoperatif maupun paska operatif. Selain problem saluran kencing seperti infeksi, pemakaian kateter intermiten, risiko refluk vesiko-ureter, juga terdapat masalah abnormalitas penampilan genitalia external maupun internal yaitu mikropenis, dan masalah testis yang tidak turun dalam kantung skrotum atau Cryptorchidism. Kasus adalah bayi laki-laki umur 4 bulan yang dirawat untuk menjalani operasi korektif penutupan celah kandung kemih, pemotongan penis aksesoris, dan penutupan celah skrotum. Paska operasi masih menghadapi berbagai masalah yaitu testis tidak turun, testis kiri belum ditemukan, mikropenis, faktor risiko ISK dan risiko gangguan fungsi berkemih paska operasi (Sains Medika 2 (1): 88-97).
Kata kunci: ekstrofi kandung kemih, undescended testicle, mikropenis
PENDAHULUAN
Ekstrofi kandung kemih atau bladder exstrophy adalah salah satu tipe kelainan bawaan dari sistem genitourinaria, ditandai terbukanya kandung kemih pada dinding bawah abdomen. Kandung kemih terbuka, tidak beratap di daerah abdomen bawah (suprapubik) dengan air kemih merembes melalui celah yang terbuka, mukosa kandung kemih terlihat menonjol keluar, berlanjut ke kulit perut, dan tulang pubis terpisah (Alatas, 1999). Kelainan ini biasanya disertai epispadia, sphingter dari pintu keluar kandung kemih sering gagal berkembang dengan baik (Shah et al., 2006).
Kelainan yang sering menyertai ekstrofi kandung kemih antara lain penis pendek (corporal anterior 50% lebih pendek dibanding kontrol normal) melengkung ke arah atas
waktu ereksi (adanya chordee), lebar penis (30% lebih lebar dibanding kontrol normal), testis tidak turun (undescended testicle) disebabkan oleh kelainan perkembangan skrotum yang mendatar, hernia inguinalis terjadi karena kanal inguinal tidak terbentuk dengan baik, dan terpisahnya simpisis pubis berakibat rotasi external pelvis dan sendi sacroiliaca sehingga anak mengalami waddling gait yang bisa berangsur berkurang dengan pertambahan usia (Gearhart, 2005).
Kasus ekstrofi jarang terjadi, akan tetapi rasio kemungkinan menemui kasus sekitar 1:30.000 kelahiran. Oleh karena itu, dokter harus memahami kasus ini sebagai salah satu bentuk kelainan kongenital saluran kemih bawah. Prognosis kelainan ini baik, apabila segera ditangani dengan benar mulai dari diagnosis awal, alur rujukan yang benar meliputi beberapa bidang disiplin ilmu antara lain bedah urologi, dokter anak sub bagian urologi dan endokrin, dan psikolog. Keterlibatan berbagai disiplin ilmu untuk mencegah resiko gangguan fungsi ginjal di usia muda, infertilitas, ganggaun fungsi sexual masa dewasa, dan risiko keganasan testis yang tidak turun (cryptorchidism) yang sering mengikuti kasus ekstrofi kandung kemih. Kelainan ini menyebabkan tekanan kejiwaan pada keluarga, karena lamanya masa rawat, tidak sedikitnya biaya selama masa pantauan pengelolaan sampai anak dewasa juga menjadi masalah tersendiri yang harus ditangani. Oleh karena itu, kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan singkat yang bermanfaat bagi para dokter yang berminat di bidang ilmu urologi, organ reproduksi dan endokrin.
TINJAUAN PUSTAKA
Defek embriologi kelainan ini dikelompokkan sebagai exstrophy-epispadias complex, yang termasuk defek embriologi yang serupa adalah epispadia, classic bladder exstrophy, cloacal exstrophy, dan beberapa variasi kelainan lainnya. Defek terjadi pada trimester pertama yaitu saat pemisahan primitive cloaca menjadi sinus urogenital dan hindgut yang waktunya hampir bersamaan dengan maturasi dinding perut, apabila lapisan mesenchym gagal bermigrasi di antara lapisan ektoderm dan endoderm membuat membran kloaka tidak stabil (ruptur), lipatan mukosa bersatu dengan kulit. Ruptur prematur sebelum terjadi translokasi kaudal mesoderm menimbulkan berbagai anomali infraumbilikal (Reda, 2005). Kelainan disertai mal development dari tulang pelvis yaitu pemisahan cukup lebar symphysis
1 per 30.000 kelahiran, diagnosis ditegakkan langsung sejak kelahiran karena langsung nampak di regio perut bawah. Lebih sering pada laki, ratio kejadian antara anak laki-laki dan perempuan 2:1 (Retik, 2009). Kemungkinan kejadian untuk anak berikutnya adalah 1 per 100 atau 1 per 70 apabila orang tua dengan riwayat yang sama. Faktor risiko dan etiologi belum jelas, dan tidak bersifat herediter (Reda, 2005).
Beberapa jenis kelainan yang serupa dan sangat bervariasi dikelompokkan sebagai abnormalitas perkembangan cloacal membrane dan migrasi mesoderm antara lain:
a. Classic bladder exstrophy: kandung kemih terbuka di bagian perut bawah, mukosa
terbuka keluar, umbilikus rendah, jarak umbilikus-anus lebih pendek, otot rektus menjauh karena melekat pada masing-masing tulang pubis, sering terjadi hernia in-guinal indirek karena lebarnya cincin inin-guinal dan kegagalan kanal inin-guinal oblique. Umumnya saluran kemih atas normal, demikian juga genitalia interna pada tipe klasik umumnya tidak ditemukan.
b. Epispadia: phallus pendek, dan luas dengan kurvatura di atas (chordee), glans terbuka dan datar seperti sekop, meatus uretra di dorsal penis, atau antara sudut penopubic dan tepi proksimal glans penis. Simpisis pubis umumnya lebar, distal otot rektus divergen.
c. Cloacal exstrophy: hampir semua berhubungan dengan omphalocele, kandung kemih
terbuka terpisah menjadi 2 bagian, mengapit bagian dalam cecum yang terbuka, sisa hindgut yang terbuka dan satu atau lebih appendix jelas nampak dalam lempengan cecal, illeum terminal dapat prolap dalam cecal plate. Kelainan ini berkaitan dengan anomali jantung, gastrointestinal, dan ginjal. Risiko ditemukan ectopic pelvic kidney, renal agenesis, dan hidronefrosis. Problem lain yang dapat ditemukan adalah defek neurologi seperti myelomeningocele, dan hidrosefalus.
d. Exstrophy variant: simpisis pubis terpisah lebar, otot rektus distal divergen, kelainan
dapat berupa umbilikal rendah atau elongasi, sebagian kecil kandung kemih atas terbuka, kandung kemih intak dengan selaput membran eksternal tipis, atau nampak superior vesical fissure. Paten urachus adalah diagnosis banding kelainan exstrophy-epispadias, karena paten urachus merupakan abnormalitas muskuloskeletal yang terbuka ke arah umbilikus, sedangkan superior vesical fissure adalah infraumbilikal. Genital umumnya intak, meskipun bisa juga epispadia.
Gambar 1 dan 2 menunjukkan perjalanan dan variasi kasus ekstrofi kandung kemih.
Gambar 2. Variasi kelainan exstrophy-epispadias complex: (a) Kandung kemih terbuka dengan klitoris bifida pada wanita dengan ekstrofi kandung kemih; (b) Laki-laki dengan ekstrofi kandung kemih, wimbilical rendah pendek, luas, unturned phallus. Jarak antara phallus umbilical rendah, dengan anus depan; (c) Bayi baru lahir 46 XY, dengan cloacal extrophy, dengan omphalocele besar, dengan hemibladder mengapit exstropic cecal plate, phallus kecil dan bifida, hemiglans dan hemiscrotum disebelah distal kandung kemih
LAPORAN KASUS
Kasus adalah anak laki-laki umur 4 bulan dengan kandung kemih yang terbuka langsung ke dinding perut bawah. Bentuk genitalia externa abnormal yaitu terdapat 2 penis, skrotum terpisah (scrotum bifida), tidak ditemukan testis, dengan tulang pelvis kanan-kiri yang terpisah (Gambar 3 a). Hasil pemeriksaan penunjang sebagai berikut: a) X-Foto Pelvis tampak Os ilium dan os ischium tampak normal, os pelvis dengan gambaran celah symphisis yang membuka sangat lebar; b) pemeriksaan Foto Polos Abdomen: tampak celah antara simfisis pubis sangat lebar (Gambar 3 b); c) Foto kontras saluran kemih: ginjal kanan-kiri bentuk, letak & ukuran normal, ekskresi ginjal kanan-kanan-kiri dalam batas normal, ureter dextra dan sinistra: tak melebar, tak tampak bendungan, kandung kemih : tak tampak, tampak ekstravasasi kontras melalui lubang di supra pubis (Gambar 3 c). Hasil pemeriksaan tersebut sangat mendukung kelainan bladder exstrophy.
Gambar 3. (a) Penis biphalia, skrotum bifida, simfisiolisis (agenesis symphisis) pada anak laki-laki 4 bulan dengan bladder exstrophy (b) tampak os ilium dan
ischium normal, os pelvis dengan gambaran celah symphisis yang membuka sangat lebar, (c) Hasil IVP ren dextra & sinistra.
Hasil USG abdomen menunjukkan bahwa hepar ukuran normal, parenkim homogen, tepi tajam, permukaan rata, vena porta tak melebar, vena hepatika tak melebar, tak tampak nodul. Vesika felea tampak berukuran normal, vens lienalis tak melebar. Duktus biliaris tampak tidak melebar. Ukuran lien tampak normal dan vena lienalis tak melebar. Pankreas berukuran normal dan kalsifikasi (-). Ginjal kanan berukuran normal, parenkim normal, batas kortikomeduler normal PCS tidak melebar, dan batu (-). Ginjal kiri berukuran normal, stratum parenkim normal, batas kortikomeduler normal, PCS tidak melebar, batu (-). Limfonodi paraaorta tampak tak membesar. Vesika urinaria menunjukkan dinding tak menebal, batu (-) dan massa (-). Gambaran hasil USG abdomen tersebut mengesankan bahwa tak tampak kelainan pada organ abdomen secara sonografi, tak tampak testis di dalam abdomen.
Hasil USG testis menunjukkan regio inguinal dextra: tampak testis, struktur homogen ukuran 11,9x7,9x14,7 mm3 , kapsul utuh, kalsifikasi (-); regio inguinal sinistra:
tak tampak gambaran testis. Hal ini mengesankan testis dextra di regio inguinal, tak tampak testis di inguinal sinistra.
Pasien telah dilakukan pemeriksaan kadar FSH (follicle-stimulating hormone), LH (luteinizing hormone), dan testosteron. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan kadar hormon reproduksi ini, antra lain: FSH 1,15 mIU/ml (kisaran normal: 0,19-2.97), LH 0,19 mIU/ml (kisaran normal: 0.04-3.01), testosteron sebelum tes HCG < 2 ng/dL, sesudah tes HCG kadar testosteron meningkat banyak menjadi 36.1 ng/dL, respon testis pasien terhadap test HCG sangat baik, sehingga hipogonadisme primer disingkirkan. Pada kasus ini sekresi FSH, LH meskipun nampak rendah masih dalam variasi normal menurut umur.
Malformasi urogenital pada pasien tidak disertai defek fisik lain seperti dismorfik wajah, mikrosefali, kelainan pada anggota gerak atau rajah tangan, sehingga kemungkinan kecil suatu sindrom tertentu. Riwayat perkembangan sampai umur 6 bulan secara umum sesuai umur. Hasil skrining Denver II pada umur 10 bulan, semua aspek meliputi psikososial, bahasa, motorik kasar dan halus sesuai umur.
Selama perawatan perioperatif di bagian bedah urologi tidak ada masalah yang serius, keadaan umum anak cukup baik, tidak panas, berat badan naik, laboratorium
dalam batas normal. Persiapan pre operasi sebagaimana operasi lainnya.
Pasca operasi pasien mengunakan kateter selama 1,5 bulan, karena kencing lancar dicoba lepas kateter selama 2 bulan. Umur 9,5 bulan (2 minggu sebelum masuk rumah sakit yang ke 3 kalinya) terdapat pembengkakan di sekitar pubis kemerahan, nyeri tekan, setelah diinsisi ternyata abses, menurut dokter bedah kemungkinan berasal dari infiltrat urin yang merembes dari urethra (Gambar 4.)
Gambar 4. Kondisi 5 bulan paska operasi penutupan kandung kemih, amputasi penis
aksesoria kiri
PEMBAHASAN
Pemisahan simpisis pubis pada ekstrofi kandung kemih menyebabkan tidak terbentuknya skrotum yang sempurna, diikuti dengan tidak turunnya testis ke lokasi semestinya. Pemeriksaan USG ditemukan testis kanan pada daerah inguinal sedangkan testis kiri belum ditemukan. Pemeriksaan USG abdomen belum dapat menyingkirkan tidak adanya testis intraabdomen, jadi masih diperlukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Perlu dipastikan keberadaan testis kiri, sebelum anak mencapai umur yang lebih besar. Hal ini sangat berkaitan dengan tindak lanjut pada testis yang tidak turun, khususnya testis intra abdomen. Testis dalam rongga abdomen memiliki risiko terjadinya keganasan 48 × lebih sering dari pada testis normal. Anak tersebut berisiko mengalami keganasan apabila kelak ditemukan testis kiri intraabdomen.
Testis kanan sebaiknya diobservasi sampai umur setahun apabila tetap tidak turun sampai umur > 1 tahun hampir dipastikan tidak pernah turun spontan (Dogra, 2004). Selanjutnya ada 2 pilihan pengelolaan pada testis letak rendah seperti pada kasus, yaitu hormonal atau pembedahan. Pemberian hormon HCG menstimulasi testis memproduksi testosteron, dapat juga diberikan GnRH. Keberhasilan terapi hormonal
pada kasus undescended testes letak rendah (mendekati skrotum) sekitar 10-50%, untuk testis yang letaknya masih tinggi tidak efektif, tapi hati-hati testis yang bisa turun dapat kembali naik bila terapi hormon terputus (Jawdeh & Akel, 2002). Pemberian hormon HCG atau GnRH pada testis yang teraba tinggi diatas skrotum efikasinya < 20% (Dogra, 2004). Kasus termasuk testis letak rendah diharapkan responnya baik terhadap HCG, sehingga testis bisa turun atau bertambah besar, testis yang bertambah besar akan lebih mudah teraba sehingga mudah dievalusi lebih lanjut. Pemberian HCG juga diharapkan dapat membantu penemuan testis kiri yang mungkin sekarang ukurannya terlalu kecil sulit dideteksi dengan USG. Pemberian HCG dipertimbangkan juga saat preoperatif, supaya testis lebih besar dan mudah teraba saat pembedahan (Jawdeh & Akel, 2002).
Pasien rencana diberikan terapi HCG 1500 IU 3x/minggu, kemudian setelah masa 3 bulan diminta kontrol untuk melihat perkembangan testis (penurunan atau lokasinya, ukuran testis dan juga penis). Sebaiknya dilakukan USG ulang untuk melihat perkembangan testis pasca terapi hormonal. Bila terapi hormonal tidak berespon atau kurang sebaiknya dipertimbangkan tindakan pembedahan (Orchiopexy).
Masalah fertilitas dan risiko keganasan menjadi bahan pertimbangan yang mungkin akan menyulitkan dalam memutuskan tidakan pembedahan mana yang terbaik orchioctomy atau orchiopexy. Kelebihan orchiopexy masih memungkinkan untuk harapan fertilitas yang lebih baik, tetapi risiko keganasan testis yang tidak turun meningkat dengan bertambahnya usia. Risiko kerusakan germ cell, abnormalitas sel leydig, dan fibrosis peritubuler sudah mulai terjadi pada usia sekitar setahun sampai 1,5 tahun (Cornell Physicians Pediatric Urology, 2007).
Orchiopexy merupakan pilihan terapi untuk anak umur 2-10 tahun, tetapi risiko keganasan pada testis yang tidak turun mencapai 10% kasus, atau 48 × lebih tinggi daripada testis letak normal. Maka sebaiknya orchiopexy dilakukan lebih awal pada usia 1 sampai 1,5 tahun untuk meningktkan harapan fertilitas yang lebih baik. Prosentase fertilitas dihubungkan dengan usia operasi orchiopexy antara lain: 1-2 th 90%, 2-3th 50%, 5-8th 40%, 9-12th 30%, >15 tahun 5% (Vogt, 2008). Pendapat lain menyatakan bahwa orchiopexy tidak merubah risiko terjadinya keganasan testis, maka operasi pengambilan testis (orchioctomy) diyakini paling efektif. Pada umur 1-2 tahun pasien harus dipastikan memerlukan tindakan pembedahan atau tidak, pilihan bisa orchiopexy atau pengambilan
testis bila lokasi intraabdominal.
Pada kasus panjang penis dari pangkal ke ujungnya sekitar 1,4 cm, termasuk mikropenis, dikatakan pasien ekstrofi memang sering menghadapi problem penis yang kurang panjang, dan lebih sering disebakan oleh faktor defek anatomis bawaan daripada sebab lainnya (Yerkes, 2002). Mikropenis didefinisikan sebagai penjang penis < 2,5 SD di bawah panjang rata-rata penis normal. Sekitar 0,6% laki-laki lahir dengan mikropenis. Neonatus digolongkan sebagai mikropenis apabila ukuran penis yang memanjang dari pangkal-ujungnya <1,9 cm. Mikropenis tidak selalu berkaitan dengan defisiensi fungsi reproduksi laki-laki, penis kecil bisa saja fungsinya normal. Penyebabnya antara lain kegagalan fetus memproduksi hormon, atau gagal merespon satu atau lebih androgen yang diproduksi secara normal selama kehamilan. Mikropenis dapat diterapi dengan beberapa hormon seperti human chorionic gonadotropin atau testosteron (Vogt, 2008).
Mikropenis bisa berkaitan dengan hipogonadisme, sehingga diperlukan skrining seperti stimulasi dengan HCG, LH-Rh, kromatin, jika anak pendek diperiksa GH (Styne, 2002). Pada kasus kadar FSH dan LH dalam batas normal, respon testosteron terhadap tes HCG baik, jadi kecurigaan hipogonadisme sementara dapat disingkirkan.
Mikropenis sering diterapi dengan injeksi hormonal: HCG atau testosteron. Terapi hormonal sebelum pubertas dapat meningkatkan panjang penis meskipun tidak mengubah penampilannya seperti penis dewasa, pada kasus insufisiensi pituitari dianjurkan diberikan testosteron dan HCG pada usia 10-12 th (Pierson, 1991). Panjang penis yang kurang normal pada pasien belum dikelola secara khusus, diharapkan dari pemberian terapi hormon.
KESIMPULAN
Defek anatomi saluran kemih bawah dapat mempengaruhi fungsi organ lainnya, meskipun telah dilakukan bedah korektif, masalah ke depan antara lain fungsi berkemih, fertilitas, mikropenis, dan risiko keganasan testis karena testis letak tinggi/intraabdomen. Penemuan kasus ini masih jarang, sehingga masih diperlukan pengkajian lebih dalam lagi dengan mengikuti pertumbuhan dan perkembangan kasus ini lebih lanjut. Diharapkan dengan pantauan jangka panjang akan memberikan pengalaman yang berharga dalam pencegahan infeksi saluran kecing, dan risiko gangguan fungsi ginjal di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, H., 1999, Kelainan kongenital ginjal, Nefrologi anak, Jilid, IDAI: Jakarta, 63-64 Cornell Physicians Pediatric Urology, 2007, Undescended testicle or cryptorchidism.
www.cornell/urology.com/cornell/pediatric/cryptorchidism.s.html, Dikutip Tgl 18.11.2009.
Dogra, V. S, 2004, Cryptorchidism, eMedicine Journal, July(9). http://www.emedicine.com/ radio/topic201.htm. Dikutip Tgl 14.11.2009
Gearhart, J. P., 2005, Classic Bladder Exstrophy, http:/urology.jhu.edu/pediatric/diseases/ Dex1.php, Dikutip Tgl 14.11.2009.
Jawdeh, B. A., and Akel, S, 2002, Cryptorchidism: an update, AUB Surgery J, http// www.aub.edu.Ib/websurgp/honors.html. Dikutip tgl 16.11.2009.
Pierson, M., 1991, The sex glands., Pediatric endocrinology, John Wiley & Sons, Toronto, 453.
Reda, E., 2005, Bladder exstrophy and epispadias, Tri State Bladder Exstrophy Support Group Westchester Medical Center, New York, www.pedsurology.com/ exstrophy.html, DikutipTgl 13.11.2009.
Retik, A. B., 2009, Exstrophy of the bladder-Advances in Management, Digital Urology Journal, Division of Urology Children’s Hospital, Boston www.duj.com/ exstrophy.html, Dikutip Tgl 18.11.2009.
Shah, A. K., Joshi, M. A., and Kumar, S., 2006, Bladder Exstrophy-A Case Report, Ind J Radiol Imag 16(1): 103-106, http://medind.nic.in/ibn/t06/i1/ibnt06i1p103.pdf, Dikutip Tgl 14.05.2006
Styne, D. M., 2002, The testes Disorder of sexual differentiation and puberty in the male, Pediatric endocrinology, Second edition, WB Saunders, Philadelphia; 570-573. The Encyclopaedia of Medical Imaging, 2004, Exstrophybladder, Medcyclopaedia IV(2)
www.amershamhealth.com/medcyslopaedia/medical/Volume%20IV%2020/ EXSTROPHY%20BLADDER ASP.htm, Dikutip Tgl 10.05.2006.
Vogt, K.S., 2008, Microphallus, eMedicine Journal, May (7), http://emedicine.medscape.com/ article/923178-overview, Dikutip Tgl 18.11.2009
Yerkes, E.B., 2002, Exstrophy and Epispadias, eMedicine Journal, May(6), http:// www.emedicine.com/ped/topic704.htm, Dikutip tgl 16.11.2009.