• Tidak ada hasil yang ditemukan

oleh/by: Anastasia Dewi Wulandari ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "oleh/by: Anastasia Dewi Wulandari ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

(

The Comparative of Keigo in Japanese And of Krama in Javanese)

oleh/by:

Anastasia Dewi Wulandari

Fakultas Ilmu Budaya

Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363

Telepon: (022) 7796482 Faksimile: (022) 7796482 Pos-el: deui.wulandari@gmail.com Diterima: 7 November 2015, Disetujui: 11 Januari 2016

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Komparatif Keigo Bahasa Jepang dengan Krama Bahasa Jawa dalam media sosial ini merupakan sebuah kajian sintaksis dan semantik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keigo bahasa Jepang dengan krama bahasa Jawa. Berdasarkan hasil analisis, penulis menyimpulkan bahwa sonkeigo dengan krama inggil merupakan ragam bahasa yang digunakan untuk meninggikan orang lain, kenjougo dengan krama-andhap merupakan ragam bahasa yang digunakan untuk menghormati orang lain dengan merendahkan diri sendiri, dan teineigo dengan krama lugu merupakan ragam bahasa yang digunakan tanpa meninggikan atau merendahkan orang lain. Perbedaannya adalah bahwa di Jepang terdapat dua konsep yang dikenal dengan uchi dan soto. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahasa Jepang memperhatikan kepada siapa penutur itu berbicara.

Kata kunci: komparatif, keigo, dan krama

ABSTRACT

The paper entitled the Comparative of Keigo in Japanese and of Krama in Javanese in Social Media is a study of both syntactics and semantics. The descriptive comparative method is used in this study. The purpose of this study is to analyze keigo in Japanese language compared with krama in Javanese language. According to the result, the writer conclude that sonkeigo with krama inggil is used for the same perspective to polite, kenjougo with krama andhap is used for the same perspective to honor people, and teineigo with krama lugu is used for the same perspective to humble polite. The difference is that in Japanese there are two concepts known as uchi and soto. This means that Japanese pay attention to whom a speaker is talking to. Keywords: comparative, keigo, and krama

PENDAHULUAN

Tingkat tutur kesopanan seringkali

dipakai dalam kehidupan sehari-hari,

terutama di dalam media sosial. Bahasa

Jepang memiliki tingkat tutur dan

struktur masyarakat dengan hubungan

(2)

vertikal yang disebut dengan jougekankei

( 

). Jougekankei adalah salah

satu faktor yang mengakibatkan adanya

tingkat tutur kata dalam bahasa Jepang

yang dikenal dengan istilah keigo (

)

yang mempunyai arti bahasa sopan atau

bahasa halus.

Keigo

atau tingkat tutur hormat

dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan

cara pemakaiannya, yaitu sonkeigo

(

) merupakan ragam hormat

yang dipakai untuk meninggikan orang

lain, kenjougo (

) merupakan

ragam hormat untuk orang lain dengan

cara merendahkan diri sendiri, dan

teineigo

(

) merupakan bentuk

hormat tanpa meninggikan orang lain

dan merendahkan orang lain.

Tingkat tutur krama bahasa Jawa

juga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu

krama inggil

merupakan ragam hormat

yang dipakai untuk orang lebih tua,

krama andhap

merupakan ragam

hormat yang dipakai dengan cara

merendahkan diri sendiri, krama lugu

merupakan ragam hormat yang dipakai

tanpa meninggikan atau merendahkan

orang lain. Penelitian yang diberi judul

“Komparatif Keigo Bahasa Jepang

dengan Krama Bahasa Jawa” akan

dikaji secara sintaksis dan semantik.

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh

Noni Rahmaniah dalam skripsi yang

berjudul Analisis Kontrastif-Komparatif

Sonkeigo Bahasa Jepang dengan Basa

Krama Alus Bahasa Jawa

. Dalam

skripsi tersebut Noni memaparkan

berbagai masalah yang timbul dalam

penggunaan sonkeigo bahasa Jepang

dengan basa krama alus bahasa Jawa

dengan menggunakan metode tinjauan

sosiolinguistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keigo Bahasa Jepang

Pembentukan Verba pada

Sonkeigo

1. Pola Khusus

1.

Ame ga furi sou desu kara, kasa

o motte irasshatta hou ga ii

deshouka

.

‘Karena kelihatannya hujan akan

turun, tidakkah lebih baik kalau

(Anda) pergi membawa payung.’

Penggunaan verba sebagai penanda

leksikal pada kalimat di atas tidak

menimbulkan perubahan struktur

apapun dan tidak mengalami perubahan

arti, tetapi mengalami peningkatan nilai

rasa hormat.

2. Pola

(

o/go~ni naru)

2.

Ojisama kondo no oai ni nattara

,

kitto kare ga byouin de chiryou

o ukeru

.

‘Seandainya Anda bertemu

dia, barangkali Anda dapat

memengaruhi dia supaya mau

dirawat di rumah sakit.’

Kata oai ni natta (

)

pada kalimat di atas untuk menunjukkan

rasa hormat pada topik yang dibicarakan

yang lebih tua dan dihormati.

(3)

3. Pola

o/go~desu (

)

3.

Shorui no kopi- wa mou osumi

desu

.

‘Fotokopi dokumen sudah

selesai.’

Bentuk pola o/go~desu (

) pada verba sumu (

), yang

mana verba sumu, sumi (

) dilekati

dengan awalan o ( ) dan verba desu

(

) sehingga menjadi osumidesu (

).

4. Pola

~reru/ ~rareru (

)

4.

Shachou wa 3ji ni kochira e

koraremasu

.

‘Bapak direktur akan datang ke

sini jam 3.’

Verba koraremasu berasal dari

verba korareru (

) ~ru (

)

dihilangkan dan ditambahkan dengan

akhiran masu (

) sehingga menjadi

koraremasu

.

5. Pola

o/go~nasaru (

)

5.

Kachou ga ashita kuji ni kochira

o gohoumon nasaru sou desu

.

‘Ketua perkumpulan katanya

akan melakukan kunjungan ke

sini besok pukul 9.’

Verba houmon (

) dilekati

awalan go (

) dengan verba bantu

nasaru

(

) sehingga menjadi

gohoumonnasaru

(

).

6. Pola

o/go~kudasaru/kudasai (

)

6.

Mamoku supi-ka- kara,

kokusaisen no joukyaku wa

kinai ohairi kudasai to shirase

ga atta

.

‘Sebentar kemudian pengeras

suara menyerukan pengumuman

agar penumpang penerbangan

internasional naik ke pesawat.’

Ohairi kudasai

berasal dari verba

hairu

(

) yang diperhalus. Bentuk

ini termasuk ke dalam sonkeigo dengan

pola o+renyoukei+kudasai.

Pembentukan Verba pada

Teineigo

7.

:

Gakusei : Sensei,

kyou

no shinbun o

yomimashitaka

.

Murid : ‘Guru, apakah sudah

membaca koran hari

ini?’

:

Sensei

: Iie, kesa wa chotto

isogashikute

. Nani ka

arimashitaka

.

Guru

:’Belum, tadi pagi saya

sibuk. Ada apakah?’

Dari percakapan tersebut, murid

menggunakan yomimashita (

) yang memiliki arti ‘membaca’

dan guru menggunakan arimashita

(4)

karena dalam pemakaian teineigo

sama sekali tidak ada hubungannya

dengan menaikkan atau menurunkan

derajat orang atau topik yang sedang

dibicarakan.

Pembentukan Verba pada

Kenjougo

1. Pola Khusus

8.

:

Furonto :

M o u s h i w a k e

gozaimasen

.

Sugu gijutsu no mono

o yonde mairimasu

.

Pegawai hotel : ‘Maaf, segera kami

panggil ahlinya

untuk datang.’

:

Okyakusama : Hai. Onegaishimasu.

Tamu

: ‘Ya, tolong.’

Kata mairimasu (

) yang

menunjukkan percakapan seorang

pegawai hotel dengan tamu. Dalam

percakapan tersebut pegawai hotel

menggunakan kata mairimasu (

) yang merupakan bentuk halus

dari verba kimasu (

) sebagai

bentuk penghormatan kepada lawan

bicara yaitu tamu.

2. Pola

o/go~ suru/masu (

) atau Pola

o/go~itasu (

)

9.

Nimotsu wa watashi ga otodoke

itashimasu

.

‘Barang bawaan biar saya yang

antarkan.’

Bentuk pola o/go~itasu (

) pada verba todokeru (

),

dengan verba todokeru dalam bentuk

renyoukei

. Todoke (

) dilekati

dengan awalan o ( ) dan verba itasu

sehingga menjadi otodoke itasu (

).

3. Pola

o/go~moushiageru (

)

10.

Kyou wa daibu otsukare no

you ni desu kara

, ukagai no wa

goenryo moushiageta hou ga iin

janai ka to omoimasu

.

‘Hari ini karena tampaknya

cukup melelahkan, bukankah

kunjungannya sebaiknya

ditiadakan?’

Bentuk pola o/go~moushiageru pada

verba enryo suru (

), dengan

verba enryo suru, enryo dilekati dengan

awalan go ( ) dan verba moushiageru

sehingga menjadi goenryomoushiageru

(

).

4. Pola

o/go~itadaku (

)

11.

:

Okyakusama : Ka-do de

onegaishimasu

.

Tamu

: ‘Dengan

kartu

kredit.’

:

Furonto

:

Kashikomarimashita

.

Shoshou omachi

itadakemasu

.

(5)

Pegawai hotel : Baiklah,

silakan

tunggu sebentar.

Percakapan pada contoh 4 terjadi

antara pegawai hotel sebagai penutur

dan tamu sebagai petutur atau lawan

bicara. Karena hubungannya tidak akrab

maka penutur menggunakan kata matsu

(

) yang telah diubah ke dalam

bentuk o+machi+itadaku sesuai dengan

aturan untuk menghormati lawan tutur.

5. Pola

o/go~negau (

)

12.

Myochou gozen nana ji kara

juu ji made

, denki kouji no

tame teiden shima

sukara

,

gochuuinegaishimasu

.

‘Karena akan ada pemadaman

listrik untuk pembangunan

listrik besok pagi dari jam 7

sampai jam 10 pagi, saya mohon

perhatiannya.’

Ragam sonkeigo menggunakan

pola

. Verba chui

telah diubah ke dalam bentuk gochui

negaishimasu

sesuai dengan aturan

yang

memiliki arti ‘mohon perhatian’.

6. Pola

o/go~nasai (

)

13.

Kare no hanashi o yoku

okakinasai

!

‘Dengarkan ceritanya

baik-baik!’

Kata okikinasai digunakan untuk

menggantikan kiite kudasai yang

terasa kurang akrab jika digunakan,

kata okikinasai yang digunakan

menunjukkan tingkat keakraban dan

sikap menghargai untuk merendahkan diri

dari orang yang setara kedudukannya

dan sebagai kata suruh yang lebih sopan.

Krama Bahasa Jawa

Kramainggil

Perubahan Verba pada

Kramainggil

14. Eyang kakung Suryadi mundhut

menda

.

‘Kakek Suryadi membeli

kambing.

Verba

mundhut

dan kata eyang

kakung

termasuk kosakata

krama inggil

.

Krama Lugu

Perubahan Verba pada

Krama Lugu

15. Gumilar boten tumbas menda.

‘Gumilar tidak membeli

kambing.’

Kata boten dan kata menda termasuk

kosakata krama lugu. Terdapat kosakata

krama lugu

karena terdapat kata menda

yang berarti ‘kambing’

Kramaandhap

Perubahan Verba pada

Kramaandhap

16. Kula badhe nderekekaken eyang

putri teng Sala

.

‘Saya mau mengantar nenek ke

Solo.’

Verba nderekeaken merupakan

kosakata krama andhap yang berarti

‘mengantar’. Verba nderekeaken berasal

dari verba ngoko, yaitu ngeterke.

(6)

Persamaan Verba

Sonkeigo dengan

Verba

Kramainggil

Tabel 1 dan 2 memuat persamaan

Verba

Sonkeigo

dengan Verba

Kramainggil

.

Persamaan

Kenjougo dengan

Kramaandhap

Persamaan

Kenjougo

dengan

Kramaandhap

dapat disimak melalui

Tabel 3.

Perbedaan

Keigo Bahasa Jepang

dengan

Krama Bahasa Jawa

Terdapat beberapa perbedaan antara

tingkat tutur bahasa Jepang dengan

tingkat tutur bahasa Jawa. Pertama,

tingkat tutur bahasa Jepang mengenal

adanya sistem uchi dan soto. Yang

dimaksud dengan uchi soto adalah

sebagai berikut.Uchi adalah kelompok

di dalam lingkungan sendiri, seperti

keluarga atau kantor sendiri sebagai

tempat bekerja, sedangkan soto adalah

lingkungan di luar lingkungan uchi.

Pada saat orang pertama berbicara

tentang uchi no hito ‘orang-orang di

lingkungannya sendiri’ kepada soto

no hito

‘orang-orang di luar uchi no

hito

’maka ia harus memperlakukan uchi

no hito

sama seperti dirinya sendiri. Oleh

karena itu, meskipun kedudukan uchi no

hito

lebih tinggi, orang pertama tidak

Tabel 1

No.

Leksikon

Sonkeigo

Leksikon

Kramainggil

Arti

1.

2.

3.

4.

5.

Irassharu

Irassharu

Ossharu

Goran ni naru

Meshiagaru

Tindak

Rawuh

Ngendika

Mriksani

Ngunjuk

Pergi

Datang

Berkata

Melihat

Minum

Tabel 2

No.

Sonkeigo

Arti

No.

Krama inggil

Arti

1.

2.

3.

Irassharu

Oide ni naru

Meshiagaru

1. pergi

2. datang

3. berada

1. pergi

2. datang

3. berada

1. makan

2. minum

1.

2.

3.

Mundhut

Ngasta

Tindak

1. beli

2. ambil

3. minta

4. memiliki

1. membawa

2. bekerja

3. memegang

4. mengerjakan

1. berjalan

2. pergi

(7)

menggunakan bentuk hormat sonkeigo

melainkan bentuk kenjougo. Sementara

itu, dalam tuturan bahasa Jawa tidak

seperti itu. Jika seseorang bekerja di

suatu perusahaan dalam lingkungan

Jawa, ia akan tetap menghormati dan

menjunjung tinggi atasannya apalagi

setingkat direktur.

Kedua, tingkat tutur bahasa Jepang

merupakan variasi bentuk hormat dan

sopan. Bahasa yang menunjukkan

keakraban tidak termasuk dalam keigo.

Sedangkan pada tingkat tutur bahasa

Jawa, bahasa yang menunjukkan

keakraban termasuk di dalam kaidah

tingkat tutur bahasa Jawa.

Ketiga, leksikon pembentuk tingkat

tutur bahasa Jepang lebih banyak yang

beraturannya daripada yang tidak..

Leksikon pembentuk tingkat tutur

bahasa Jawa lebih banyak yang tidak

beraturannya daripada yang beraturan.

SIMPULAN

Dari hasil pembahasan diperoleh

simpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan keigo bahasa Jepang

dengan krama bahasa Jawa

a. Keigo bahasa Jepang

Bahasa hormat dalam bahasa

Jepang dikenal dengan keigo.

Keigo

dibagi menjadi tiga

jenis yakni sonkeigo yang

merupakan bahasa hormat

yang digunakan untuk

orang lain, teineigo yang

merupakan bahasa hormat

tanpa meninggikan orang

lain dan merendahkan orang

lain, serta kenjougo yang

merupakan bahasa hormat

untuk orang lain dengan cara

merendahkan diri sendiri.

Secara umum, sonkeigo

ditandai dengan pola o/go~ni

naru

, jodoushi ~reru/~rareru,

dan beberapa bentuk

perubahan khusus pada verba.

Teineigo

ini biasanya ditandai

dengan akhiran bentuk masu

pada verba, bentuk desu

pada nomina dan adjektiva.

Kenjougo

ini ditandai dengan

penggunaan pola o/go~suru/

itasu

dan verba-verba yang

mengalami perubahan secara

khusus.

Tabel 3

No.

Leksikon Kenjougo

Leksikon

Kramaandhap

Arti

1.

2.

3.

4.

5.

Onegai shimasu

Sashi agemasu

Moushimasu,

moushi agemasu

Nyuwun

Nyaosi

Matur

Nyuwun priksa

Minta

Memberi

Berkata

Bertanya

Berkunjung,

menghadap

(8)

b. Krama bahasa Jawa

Bahasa hormat dalam bahasa

Jawa dikenal dengan krama.

Krama

dibagi menjadi

krama lugu

dan krama halus,

pembagian krama halus itu

sendiri masih terbagi lagi yaitu

kramainggil

dan kramaandhap.

2. Perbandingan

keigo

bahasa Jepang

dengan krama bahasa Jawa

a. Persamaan keigo bahasa

Jepang dengan krama bahasa

Jawa (Lihat Tabel 4, 5, dan 6).

b. Perbedaan keigo bahasa Jepang

dengan krama bahasa Jawa

Pertama, keigo bahasa

Jepang mengenal adanya

sistem uchi dan soto,

sedangkan krama bahasa

Jawa tidak ada.

Tabel 4

Kelas Kata

Sonkeigo

Kramainggil

Arti

Verba

Verba

Verba

Verba

Nomina

Irassharu

Irassharu

Ossharu

Meshiagaru

Otaku

Tindak

Rawuh

Ngendika

Ngunjuk

Dalem

Pergi

Datang

Berkata

Minum

Rumah

Tabel 5

Kelas Kata

Teineigo

Krama Lugu

Arti

Verba

Verba

Verba

Pronomina

Nomina

Ikimasu

Kimasu

Imasu

Watashi

Otaku desu

Kesah

Dhateng

Wonten

Kula

Griya

Pergi

Datang

Ada

Saya

Rumah

Tabel 6

Kelas Kata

Kenjougo

Kramaandhap

Arti

Verba

Verba

Verba

Verba

Verba

Onegaishimasu

Okariitasu

Moushiagemasu

Ukagaimasu

Ukagaimasu

Nyuwun

Ampil

Matur

Nyuwun priksa

Sowan

Minta

Pinjam

Berkata

Bertanya

Berkunjung

(9)

Kedua, tingkat tutur bahasa

Jepang merupakan variasi

bentuk hormat dan sopan.

Bahasa yang menunjukkan

keakraban tidak termasuk

ke dalam keigo. Pada

ingkat tutur bahasa Jawa,

bahasa yang menunjukkan

keakraban atau yang sering

dikenal dengan ngoko

termasuk ke dalam kaidah

tingkat tutur bahasa Jawa.

Ketiga, leksikon pembentuk

tingkat tutur bahasa Jepang

lebih banyak yang beraturan

daripada yang tidak,

sedangkan tingkat tutur

bahasa Jawa sebaliknya.

Daftar Pustaka

Kikuchi, Yasuto. 1994. Keigo. Tokyo:

Kadogawa Shoten.

Poedjosudarma Soepomo. 1979. Tingkat

Tutur Bahasa Jawa

. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Rahmaniah, Noni. 2003. “Analisis

Kontrastif Sonkeigo Bahasa Jepang

dengan Basa Krama Alus Bahasa

Jawa”. Skrispsi. Bandung: Fakultas

Sastra, Universitas Padjadjaran.

Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa

Jawa Mutakhir

. Yogyakarta:

Kanisius.

(10)

Gambar

Tabel 1 dan 2 memuat persamaan  Verba  Sonkeigo dengan Verba  Kramainggil.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam artian bahwa anak-anak yang sudah siap menurut orang tua mereka, maka mereka akan diajari menggunakan bahasa Jawa ragam krama dengan cara mengajak mereka dalam upacara-upacara

Babad Djalasutra yaiku karya sastra sing ditulis karo bahasa jawa ragam krama, nang njerone ana struktur teks sing nduwei simbol lan makna.. Simbol lan makna sing ana nang

Keigo merupakan ragam bahasa hormat yang digunakan untuk menyatakan rasa hormat penutur kepada lawan tutur atau orang yang dibicarakan dengan cara menggunakan

Faktor yang mempengaruhi pemakaian tingkat tutur bahasa Jawa pada pengajian ibu-ibu di Dusun Kedungdowo, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo yaitu pada jenis tingkat tutur

Teori yang digunakan dalam makalah ini adalah krama desa , tingkat tutur bahasa Jawa, ragam baku dan nonbaku. Berikut

Menurut penelitian dialektologis yang dilakukan tim peneliti dari Balai Bahasa Bandung, bahasa Jawa di Jawa Barat terbagi atas tiga dialek, yaitu dialek [o], dialek

Tutur Bhuwana Kosa merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa, tergolong naskah tua dan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Sansekerta dan Bahasa Jawa

2008, pada umumnya tingkat tutur bahasa Jawa dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu 1 ngoko lugu dipakai ketika penutur dan mitra tutur merupakan teman sebaya, akrab, dan orang dengan