• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM NEGERI SOYA. 4.1 Letak dan Batas Negeri Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM NEGERI SOYA. 4.1 Letak dan Batas Negeri Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

GAMBARAN UMUM NEGERI SOYA

4.1 Letak dan Batas Negeri Soya Kecamatan Sirimau Kota Ambon

Negeri Soya adalah salah satu desa (Negeri) adat yang terletak di pulau Ambon ibu kota Provinsi Maluku. Desa ini termasuk salah satu opsi destinasi wisata budaya yang terdapat di Kota Ambon. Soya menjadi rujukan destinasi budaya dikarenakan terdapat beberapa adat tradisi yang masih dilestarikan dengan baik. Tradisi Negeri Soya yang masih terjaga hingga saat ini antara lain tradisi cucu Negeri, upacara rumah adat “naik baileo”, tardisi rumah tua, dan tradisi naik ke gunung sirimau.

Letak wilayah Negeri Soya tepat di pinggir Kota Ambon, dengan puncak Gunung Sirimau sebagai Icon-nya. Negeri ini berada di ketinggian  464 M dari permukaan laut, Suhu udara pada umumnya berkisar antara 20 - 30 C. Untuk mencapai Negeri Soya dapat digunakan kendaraan jenis apapun dengan kondisi jalan yang berliku-liku namun mulus, dengan jarak kurang lebih 4 Km dari pusat Kota Ambon.

Gambar 4.1 Peta Negeri Adat Soya

Sumber Data Primer 2018: Peta digital Negeri Soya

Secara administratif batas wilayah Negeri Soya di sebelah Timur berbatasan dengan Negeri Hutumuri dan Negeri Leahari, sebelah Barat berbatasan dengan Negeri Urimesing, sedangakan Negeri Hatalae, Naku, Kilang, dan Ema berbatasan dengan Negeri Soya di sebelah Selatan dan sebelah Utara berbatasan dengan Negeri Halong dan Passo, Negeri Soya

(2)

memiliki total luas wilayah sebanyak 6000 ha1. Secara peruntukan lahan di Negeri Soya di dominasi oleh perkebunan masyarakat, dan pemukiman.

Keunikan Negeri Soya dari aspek tradisi dapat dilihat dari salah satu adat istiadat Negeri soya dalam memaknai rumah tua sebagai simbol kebersamaan dan kekeluargaan. Dengan menjaga tradisi-tradisi budaya menjadikan Negeri soya sebagai salah satu Negeri adat di Kota Ambon yang masih sangat konsisten mempertahankan adat warisan para leluhur.

Rumah tua sendiri merupakan satu objek sakralitas yang secara kolektif di yakini oleh masyarakat Negeri Soya sebagai simbol kebesaran dan sekaligus sangat sarat dengan nilai-nilai kekeluargaan.

4.2 Kondisi Penduduk, Jenis Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk Negeri Soya berdasarkan data BPS Kota Ambon tahun 2015 sebanyak 8679 jiwa, berdasarkan data tersebut jumlah penduduk yang klasifikasikan berdasrkan jenis kelamin antara lain: jumlah penduduk laki-laki sebanyak 4302 jiwa, perempuan sebanyak 4377 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk Negeri Soya ditinjau dari jumlah kepala keluarga sebanyak 1753 kepala keluarga.

Berdasarkan data jumlah penduduk di atas, penduduk Negeri Soya ketika dilihat dari klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan usia, maka sebagian besar penduduk Negeri Soya didominasi oleh penduduk dengan usia produktif pada kisaran 25-50 tahun, yakni sebanyak 4823 jiwa dengan presentase 55,57% dan usia tidak produktif pada kisaran 0-15 dan > 50 sebanyak 3848 Jiwa 44,34% .

Secara total jumlah penduduk Negeri Soya berada dalam kondisi ketersedian sumber daya manusia yang mumpuni bila dilihat dari tingkat usia produktif. Modal tersebut sangat efektif dimanfaatkan untuk pengembangan Negeri baik dalam skala ekonomi maupun sosial. Selain itu, jumlah penduduk Negeri Soya dilihat dari tingkat pendidikan dapat di deskripsikan sebagai berikut: jumlah penduduk dengan lulusan SD sebanyak 1074, SMP 850, SMA 2184, Akademi 108, Perguruan Tinggi 322.

Ketersedian sumber daya manusia yang dilihat dari tingkat pendidikan mengacu pada data diatas dapat disimpulkan dengan jelas bahwa, masyarakat soya secara strata pendidikan sangat dominan berpendidikan SMA, artinya hal ini menjadi potensi besar Negeri Soya untuk pengembangan daerah Soya, dikarenakan dua hal yakni, ketersedian usia produktif dan juga tingkat pendidikan yang masih dikatakatan cukup baik yang dikarenakan tingkat pendidikan.

Mengaacu pada pendekatan teori human capital yang secara asumsi umumnya mengatakan bahwa kemajuan suatu masyarakat (bangsa) sangat ditentukan oleh dua hal mendasar yakni, ketersedian sumber daya alam yang mumpuni, dan ketersedian sumber

(3)

daya manusia sebagai subjek penting dalam menggerakan pembangunan berbasis pada kemampuan tingkat pengetahuan, kreatifitas, dan inovasi yang dimiliki.2

Berangkat dari pendekatan teori tersebut, maka pengembangan daerah khususnya pada Negeri soya sangat memungkinkan dilihat dari aspek ketersedia sumberdaya manusia dan potensi alam di dalamnya. Selain melihat tingkat pendidikan, dan jumlah penduduk, dalam pembahasan ini juga menggambarkan kondisi masyarakat Negeri soya yang dilihat dari jenis pekerjaan masyarakat. Sesuai dengan data monografi Negeri Soya tahun 2015 dapat di jelaskan sebagai berikut berdasarkan table dibawah.

Jumlah Penduduk Negeri Soya Dirinci Menurut Tingkat Pendidikan

No Jenis Pekerjaan Jumlah Keterangan

1 Tani 186 Orang -

2 PNS 536 Orang -

3 TNI/POLRI 112 Orang -

4 Wirausaha 227 Orang -

5 Lain-Lain 183 Orang -

Sumber Data Primer 2018: Tabel Jumlah penduduk Negeri Soya

Mengacu pada data diatas, maka dapat dilihat jumlah penduduk usia produktif Negeri soya paling banyak terserap pada sector pemerintahan (PNS), dan wirausaha, sehingga dalam konteks pengembangan Negeri Soya sebagai daerah rujukan wisata dengan mengembangkan potensi-potensi kearifan local Negeri Soya sangat dimungkinkan tercapai, mengingat akses yang begitu besar di lingkup pemerintahan.

4.3 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan masyarakat Ambon yang tersebar di setiap desa atau negeri adat di pulau Ambon dapat dipastikan memiliki sistem kekerabatan yang sama dalam relasi sosial kemasyarakatannya. Soya merupakan salah satu desa atau negeri adat di pulau Ambon yang sampai dengan saat ini masih menjaga nilai-nilai kekerabatan tersebut. Sistem kekerabatan yang dimaksud tidak lain adalah kesadaran yang lahir dalam jiwa setiap masyarakat negeri soya dalam menjalankan relasi sosial kemasyarakatan dengan mengutamakan prinsip kekeluargaan.

Beberapa contoh yang bisa dipakai untuk menggambarkan sistem kekerabatan yang masih terjaga dengan baik di Negeri Soya, dapat di lihat dari konsep berkehidupan masyarakat Soya yang masih menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai kerja bersama,

2 Dikutip dari jurnal: Devi Budiarti dan Yoyok Seosatyo,2016. pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap

(4)

gotong royong, atau masohi. Pada prinsipnya masohi sendiri adalah kerja bersama, dimana ketika ada satu hajatan besar salah satu keluarga dalam Negeri Soya, maka hajatan tersebut tidak kemudian menjadi tanggung jawab secara total keluarga yang memiliki hajatan saja, melainkan secara kolektif masyarakat negeri secara kolektif merasa memiki tanggung jawab yang sama untuk menyukseskan hajatan tersebut. Misalnya salah satu keluarga di Negeri Soya membangun rumah untuk tempat tinggal, maka bantuan berupa tenaga sudah menjadi tanggungjawab warga desa untuk membantu menyelesaikan pembangunan tersebut, sampai selesai pembangunannya dan tenaga yang diberikan tidak kemudian dibayar dengan menggunakan uang, hal ini dikarenakan sistem masohi atau gotong royong akan berlangsung secara otomatis ketika setiap warga negeri mempunyai hajatan besar maka saling membantu merupakan prinsip dasar yang akan dilaksanakan secara otomatis. Konsep masohi pun berlaku dalam acara perkawinan maupun keamtian, namun dalam kedua hajatan perkawinan dan kematian terdapat salah satu tradisi juga yang dapat menjelaskan sistem kekerabatan masyarakat Soya, tradisi tersebut dikenal dengan istilah maoli.

Tradisi maoli secara prinsipnya sama dengan tradisi masohi, yakni kerja bersama, namun bedanya maoli dilakukan oleh para perempuan. Setiap acara perkawinan dan kematian maupun acara besar desa/negeri ada satu fenomena dimana terdapat aktifitas memasak bersama para kaum perempuan terutama para ibu-ibu rumah tangga untuk konsumsi acara perkawinan maupun kematian salah satu keluarga yang mempunyai hajatan. Tradisi-tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan masih terawat dan berkelanjutan sampai dengan saat ini.

Secara umum adat istiadat Negeri Soya yang menjadi tradisi di dalam sosial kemasyarakatan sangat sarat dengan nilai kebersamaan dan kekeluargaan. Tradisi masohi dan maoli adalah bagian dari tradisi masyarakat Negeri Soya yang secara sederhana menampilkan sistem kekerabatan di Negeri Soya. Sehingga konsespsi sistem kekerabatan di Negeri Soya tidak lagi terjebak dalam wilayah-wilayah material apalagi dibatasi oleh relasi hubungan keluarga inti atau sedarah, melainkan sudah lebih jauh dan umum mencakupi semua warga negeri/desa yang dapat dipahami sebagai satu kesatuan atau keluarga besar secara umum. Sehingga lahir rasa tanggungjawab bersama setiap warga desa/negeri ketika terdapat hajatan salah satu warga desa, dimana rasa tanggungjawab ini mendorong untuk bersama-sama turut terlibat aktif dalam hajatan tersebut.

Sistem kekerabatan yang masih terjaga dan terbangun di Negeri/desa Soya hingga saat ini tidak terlepas dari peran kelembagaan-kelembagaan adat yang terdapat di Negeri Soya. Kelembagan adat di Negeri Soya adalah struktur cultural yang di dalamnya terdapat kewenangan dan kekuasaan dalam rangka membangun keseimbanga bermasyarakat dan berkehidupan dengan menjadikan nilai-nilai adat istiadat sebagai bagian penting yang menggerakan kelembagaan tersebut.

(5)

Saniri, raja, kepala Soa dan bagian-bagiannya adalah bentuk kelembagaan yang terdapat dalam setiap negeri/desa adat di wilayah pulau Ambon, terkhususnya di desa Soya. Peran kelembagan adat tersebut secara sederhana mempunyai pengaruh besar dalam menjaga keseimbangan keberlanjutan tatanan sosial budaya dalam suatu kelompok masyarakat adat. Dilain sisi peran kelembagaan-kelembagaan adat tersebut juga meberikan peran penting yakni turut merawat nilai-nilai kekeluargaan yang terjaga melalui sistem-sitem sosial yang terbangun secara berkelanjutan.

Setiap kelembagaan adat pada Negeri Soya memiliki kewenangan masing-masing, sebut saja raja atau kepala pemerintahan bertindak sebagai pemimpin wilayah teretorial adat atau ulayat yang dikenal dengan istilah bapa raja atau upu latu. Dalam konteks desa Soya marga yang mempunyai tanggung jawab untuk menjadi raja adalah marga rehata. Saniri merupakan lembaga adat yang di dalamnya terdapat perwakilan setiap kelompok marga/fam di negeri soya.

Saniri mempunyai kewenangan menjaga serta mengawasi ketentuan peraturan adat negeri soya. lembaga saniri ketika ditarik lurus ke lembaga formal Negara posisinya sama persis dengan DPR, yang memiliki kewenangan yang hampir sama pula yakni (legislasi dan kontroling). Saniri di desa Soya berasal dari keterwakilan marga-marga antara lain: marga rehata, pesulima, huwaa, soplanit, dan tamtelahitu.

Sedangkan soa adalah kelompok marga yang di pimpin oleh masing-masing kepala soa dari setiap marga di desa Soya. Setiap kepala soa memiliki kewenangan, yakni bertanggung jawab atas semua perihal aktivitas adat baik kegiatan atau hajatan keluarga besar dari marga/fam yang melibatkan unsur adat-istiadat Negeri Soya misalnya perkawinan, kematian, atau hajatan-hajatan negeri/desa lainya.

4.4 Tradisi Rumah Tua Sebagai Kearifan Lokal Negeri Soya

Seperti yang telah diulas pada pembahasan-pebahasan terdahulu, bahwa Negeri Soya adalah salah satu negeri adat yang terletak di pinggiiran Kota Ambon yang sangat sarat dengan tradisi-tradisi local (local wisdom), diantara tradisi-tradisi local yang masih terjaga hingga saat ini adalah tradisi rumah tua. Rumah tua sendiri adalah simbol kekeluargaan yang sangat identik dengan nilai-nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang telah di jaga secara turun menurun.

Menurut Dieter Bartels (2017), rumah tua atau mata rumah adalah simbol-simbol khusus yang dimiliki oleh fam atau kelompok keluarga tertentu yang mana di bangun dari leluhur awal kelompok keluarga tersebut. Tempat ini merupakan pusat bagi keturunannya, dan di rumah tua juga lah semua benda pusaka yang masih ada di simpan. Rumah tua juga dipakai sebagai tempat berkumpul para leluhur ketika ada suatu pertemuan keluarga yang dianggap penting, misalnya seperti ketika istri salah seorang anggota kelompok keluarga

(6)

secara resmi diperkenalkan kepada kelompok keluarga dalam keturunan tersebut, dan secara resmi menjadi anggota penuh keluarga.

Rumah tua dianggap keramat dan bila salah satu anggota kelompok keluarga jatuh sakit parah, dia akan dibawah kerumah tua karena disanalah diyakini terdapat arwah para leluhur yang memiliki pengaruh paling kuat dan akan mencoba membantu si pasien agar sembuh dengan cepet.

Terdapat kepercayaan bahwa jika rumah tua rusak maka para leluhur akan menghukum salah satu orang yang bertugas memelihara rumah tua tersebut dan mungkin juga seluruh kelompoknya akan terkena musibah. Tanggungjawab untuk memelihara rumah tua dan benda-benda pusaka tetap dipegang salah satu orang tua yang di hormati, biasanya pria tertua dalam kelompok keturunan, orang tersebut akan menyandang gelar kepala rumah tua, selain itu orang tersebut harus tinggal bersama keluarganya (yang mungkin termasuk saudara laki-laki dan perempuan yang belum menikah) di dalam rumah tua. Setelah kepala rumah tua tersebut meninggal, tugas yang biasanya akan diemban adalah putra tertua yang masih hidup atau putra tertua lainya yang berdomisili tetap di kampung atau negeri tersebut.

Berangkat dari landasan penjelasan di atas, filosofis rumah tua menjadi simbol sakralitas yang mengandung nilai-nilai yang sangat di kultuskan, dikarenakan hadirnya pertimbangan-pertimbangan rasional secara kolektif, bahwa rumah tua merupakan simbol dari kekeluargaan dan kekerabatan yang sangat kental dengan nilai-nilai yang dianggap sacral. Pertimbangan-pertimbangan dalam melihat kesakralitasan rumah tua hadir dalam satu pemaknaan kelompok keluarga bahwa rumah tua adalah bagian atau pun objek penting dalam lahirnya satu komunitas keluarga (marga/fam).

Factor mendasar yang membentuk sakralitas rumah tua menjadi objek fisik yang di sakralkan adalah rumah tua diyakini bukan hanya dalam kerangka fisik fungsionalnya, melainkan rumah tua juga sebagai simbol yang mengakomodir sampai kepada hal-hal metafisik (gaib). Hal ini selaras dengan penyampain salah satu tokoh adat Negeri Soya Agus Pesulima (68).

“Katong yakin kalau di dalam rumah tua, katong punya tete nene moyang yang dong maninggal dong pun roh-roh masih ada dan mendiami katong pung rumah tua, dimana dong jaga katong dan perhatikan dong pung ana cucu punya segala aktifitas, jadi kalau katong bikin tasalah pasti dong marah dan katong pasti akan dapat musibah, baik itu saki karas maupun maninggal”3.

Rumah tua dalam pandangan masyarakat Soya dilihat sakral dikarenakan ada keyakinan masyarakat Soya bahwa setiap leluhur atau pun nenek moyang dari kelompok

3 Hasil wawancara langsung dengan salah satu tokoh adat Negeri Soya Bapak Agus Pesulima pada 24 April 2018.

(7)

keluarga tersebut (fam/marga), yang telah meninggal, arwah dari orang-orang tersebut masih mendiami rumah tua tersebut, sehingga rumah tua harus di jaga dan tidak di izinkan untuk di kosongkan, atau dirusak maka orang yang mendiami rumah tua tersebut akan terkena musibah (sakit keras maupun meninggal dunia). Sehingga rumah tua harus tetap di jaga dan dilestarikan.

Gambar

Gambar 4.1 Peta Negeri Adat Soya

Referensi

Dokumen terkait