V
PADA
DE
VIABILIT
KONDIS
DIB
EPARTEM
IN
TAS BEN
SI OPTIM
BERI PER
ANIT
MEN AGR
FAKU
NSTITUT
NIH MENT
MUM DAN
RLAKUA
TA PERM
A24080
RONOMI
ULTAS PE
T PERTA
2013
TIMUN (
N SUBOP
AN INVIG
MATASAR
0168
I DAN HO
ERTANIA
ANIAN BO
3
(Cucumis
PTIMUM
GORASI
RI
ORTIKU
AN
OGOR
sativus L
M SETELA
ULTURA
L.)
AH
RINGKASAN
ANITA PERMATASARI. Viabilitas Benih Mentimun (Cucumis sativus L.) Pada Kondisi Optimum dan Suboptimum setelah diberi Perlakuan Invigorasi. (Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3 dan air kelapa terhadap viabilitas benih bermutu tinggi
dan bermutu rendah pada kondisi optimum dan suboptimum. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, Dramaga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012.
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini berupa benih mentimun varietas Harmoni dengan dua tingkat viabilitas, viabilitas tinggi (85-95%) dan viabilitas rendah (60-75%). Lot benih dengan tingkat viabilitas rendah (daya berkecambah 72%) diperoleh melalui pengusangan cepat menggunakan etanol 96% pada suhu ± 29ºC selama 96 jam. Percobaan invigorasi menggunakan air kelapa muda, GA3 80 ppm dan 100 ppm. Kondisi suboptimum (kekeringan)
disimulasi dengan menggunakan larutan Polyethylene glycol (PEG) 6000.
Percobaan utama (invigorasi) terdiri atas dua percobaan yaitu pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih mentimun pada kondisi optimum dan pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih mentimun pada kondisi suboptimum. Percobaan invigorasi menggunakan perlakuan dua lot benih, yaitu benih dengan tingkat viabilitas tinggi (90%) dan viabilitas rendah (72%) dengan perlakuan invigorasi yang terdiri atas perlakuan kontrol, air kelapa, GA3
80 ppm, GA3 100 ppm, air kelapa + GA3 80 ppm, dan air kelapa + GA3 100 ppm.
Percobaan ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga kali ulangan. Apabila ada perlakuan yang menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa Benih dengan tingkat viabilitas rendah (daya berkecambah 72%) maupun tinggi (daya berkecambah 90%) yang
diberi perlakuan invigorasi dengan GA3 80 ppm dan 100 ppm, air kelapa dan
kombinasi GA3 + air kelapa secara statistik tidak meningkat viabilitasnya baik
pada kondisi optimum maupun suboptimum (kekeringan dengan tekanan osmotik -2 bar). Perlakuan invigorasi menggunakan air kelapa dan kombinasi air kelapa +
GA3 80 ppm maupun air kelapa + GA3 100 ppm menurunkan secara nyata
VIABILITAS BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) PADA
KONDISI OPTIMUM DAN SUBOPTIMUM SETELAH DIBERI
PERLAKUAN INVIGORASI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ANITA PERMATASARI
A24080168
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul :
VIABILITAS BENIH MENTIMUN (Cucumis
sativus L.) PADA KONDISI OPTIMUM DAN
SUBOPTIMUM SETELAH DIBERI PERLAKUAN
INVIGORASI
Nama : ANITA PERMATASARI
NIM :
A24080168
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS NIP. 19521008 198103 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 24 November 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan M. Gazali dan Nina Herlina.
Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di TK Mexindo, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SD Negeri 2 Semplak. Tahun 2005 lulus dari SMP Angkasa, kemudian pada tahun 2008 lulus dari SMA PGRI 3 Bogor. Penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2008.
Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi Paduan Suara Mahasiswa AGRIASWARA dan penulis sempat mengikuti organisasi UKM Tenis IPB.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat kesehatan dan segala kemudahan yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘Viabilitas Benih Mentimun (Cucumis sativus L.) pada Kondisi Optimum dan Suboptimum setelah diberi Perlakuan Invigorasi’. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Maryati Sari, SP MSi selaku dosen penguji yang telah menguji dan memberi masukan dalam penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan selama proses belajar.
4. Mama dan Papa yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil serta doa, kasih sayang dan sabar menunggu penulis menyelesaikan studinya, serta kedua adikku A. Afandi, dan Farhan serta seluruh keluarga besar, Amih, Abah, semua tante dan om, terimakasih atas doa dan kasih sayangnya.
5. Niken, Emilia, Opi, Eki, Novita, Yeni, Rani, Rezky Abadi, Panjen grup, Noval, serta teman-teman Agronomi dan Hortikultura 45 (Indigenous45) yang telah memberikan semangat kepada penulis dan berbagi keluh kesah. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2013
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3Botani dan Syarat Tumbuh Mentimun ... 3
Definisi Benih ... 4
Viabilitas Dan Vigor Benih ... 4
Peran Giberelin bagi Tumbuhan ... 6
Air Kelapa ... 7
Polyethylene Glycol ... 8
BAHAN DAN METODE ... 9
Tempat dan Waktu ... 9
Bahan dan Alat ... 9
Metode Penelitian ... 9
Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)... 9
Percobaan Utama (Invigorasi) ... 10
Pelaksanaan Penelitian ... 12
Pengamatan... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)... 16
Percobaan I: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Optimum ... 17
Percobaan II. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Suboptimum ... 23
KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih pada kondisi optimum ... 17
2. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi optimum ... 18
3. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat kering kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi optimum... 19
4. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap indeks vigor (%) benih mentimun pada kondisi optimum... 20
5. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi optimum...
21
6. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap potensi tumbuh maksimum (%) benih mentimun pada kondisi optimum... 22
7. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih pada kondisi suboptimum ... 23
8. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi suboptimum ...
24
9. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat kering kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi suboptimum... 25
10. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi suboptimum... 25
11. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap potensi tumbuh maksimum (%) benih mentimun pada kondisi suboptimum... 27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva penurunan daya berkecambah setelah diusangkan secara
kimiawi dengan etanol 96 % ... 16 2. Kecambah abnormal, benih mati dan kecambah normal ...
22
4. Benih yang mengalami serangan cendawan pada kondisi
suboptimum (kekeringan) ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Bagan alir pelaksanaan penelitian ... 34 2. Perhitungan tekanan osmotik ………... 35 3. Gambar percobaan utama (invigorasi) ... 36 4. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter daya berkecambah pada kondisi optimum ... 37 5. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter berat kering kecambah normal pada kondisi optimum ... 37 6. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter indeks vigor pada kondisi optimum ... 37 7. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter kecepatan tumbuh pada kondisi optimum ... 37 8. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter potensi tumbuh maksimum pada kondisi optimum ... 38 9. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter daya berkecambah pada kondisi suboptimum .. 38 10. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter berat kering kecambah normal pada kondisi suboptimum ... 38 11. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter indeks vigor pada kondisi suboptimum ... 39 12. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter kecepatan tumbuh pada kondisi suboptimum ... 39 13. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter potensi tumbuh maksimum pada kondisi suboptimum ... 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mentimum (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantara alat pemegang berbentuk pilin atau spiral. Mentimun merupakan tanaman sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, bagian yang dimakan dari sayuran ini adalah buahnya. Buah mentimun dimakan mentah sebagai lalap atau diasinkan sebagai teman nasi.
Tanaman metimun (Cucumis sativus L.) termasuk jenis tanaman sayuran yang populer dan cepat dipanen hasilnya. Pemakaian benih unggul bermutu sebagai paket teknologi pada tanaman mentimun dan tanaman hortikultura lainnya masih menghadapi banyak permasalahan, seperti benih yang telah mengalami penyimpanan belum tentu mempunyai vigor yang tetap tinggi meskipun viabilitas potensial masih tetap tinggi. Penggunaan benih bervigor tinggi dapat meningkatkan produktivitas mentimun. Benih yang bervigor tinggi adalah benih yang mampu tumbuh secara baik pada kondisi optimum maupun suboptimum.
Vigor benih adalah kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi lapangan yang sebenarnya. Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapangan yang bervariasi (AOSA, 2001). Vigor merupakan ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui kondisi fisiologisnya, antara lain pengujian pada kondisi stres. Pengujian vigor benih dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibandingkan pengujian DB, yang bermanfaat untuk melihat potensi daya simpan, estimasi nilai penanaman atau performa pertumbuhan benih di lapang. Vigor biasanya dicerminkan dengan keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, dan keseragaman tumbuh. Sejumlah karakter menentukan tingkat kemampuan aktivitas dan penampilan benih selama perkecambahan. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi lapang yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas yang baik.
Invigorasi dapat dilakukan untuk meningkatkan viabilitas pada benih dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Salah satu ZPT alami adalah
air kelapa muda. Menurut Yong et al. (2009) air kelapa mengandung berbagai jenis sitokinin alami yang dapat meningkatkan pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan. Harjadi (2009) menyatakan sitokinin berperan dalam meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan, serta perkembangan mata tunas dan pucuk.
Giberelin merupakan zat pengatur tubuh yang mempunyai banyak fungsi, giberelin merupakan senyawa organik yang berperan dalam proses perkecambahan karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih sehingga metabolisme sel meningkat. Penggunaan giberelin untuk mempercepat perkecambahan telah banyak dilakukan. Perlakuan perendaman benih terung dalam larutan GA3 200 ppm dalam 24 jam, menghasilkan viabilitas benih tertinggi
sehingga efektif sebagai perlakuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih terung, dengan daya berkecambah 90.67% (Saut, 2002).
Larutan polietilen glikol (PEG) diketahui mampu menahan air sehingga menjadi terbatas bagi pertumbuhan tanaman. Simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan Polyethylene Glycol (PEG) dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak bersifat racun bagi tanaman. Keunggulan sifat PEG tersebut memungkinkan PEG dapat digunakan sebagai alternatif dalam seleksi pada kondisi cekaman kekeringan pada fase perkecambahan (Ogawa dan Yamauchi, 2006).
Tujuan
Mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3 dan
air kelapa terhadap viabilitas benih bermutu tinggi dan bermutu rendah pada kondisi optimum dan suboptimum.
Hipotesis
Perlakuan invigorasi dengan GA3 dan air kelapa dapat meningkatkan
viabilitas dan vigor benih mentimun dalam kondisi optimum dan kondisi suboptimum.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Syarat Tumbuh Mentimun
Berdasarkan tingkat taksonomi tanaman mentimun diklasifikasikan dalam famili Cucurbitaceae dan genus Cucumis. Tanaman mentimun telah dibudidayakan sejak berabad-abad lamanya dan tanaman ini merupakan sayuran buah subtropik dan tropik daratan tinggi, namun banyak pula jenis yang dapat tumbuh baik dan diusahakan secara luas di daratan rendah (Ashari, 2006). Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup populer di hampir semua negara. Mentimun berasal dari dataran tinggi Himalaya dan pada saat ini budidayanya sudah meluas ke seluruh wilayah tropis dan subtropis. Di Indonesia mentimun banyak ditanam di Jawa dan Sumatra.
Mentimun adalah tanaman setahun yang memiliki perilaku pertumbuhan menjalar atau memanjat. Beberapa kultivar mentimun memiliki pertumbuhan menyemak. Sistem perakaran tanaman ini dangkal. Batang tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 m dan memiliki sulur yang tidak bercabang. Daun tanaman mentimun berbentuk jantung dengan permukaaan kasar berbulu dan bagian ujung daun runcing. Bunga yang dihasilkan berwarna kuning berbentuk lonceng. Bunga jantan tumbuh pada ketiak daun secara bergerombol dengan tangkai bunga ramping. Bunga betina tumbuh tunggal pada ketiak daun dengan tangkai bunga yang tebal. Buah mentimun yang dihasilkan dapat berbentuk bulat, kotak atau lonjong dan ukuran yang beragam dengan posisi menggantung. Kulit buah berwarna beragam dari hijau pucat hingga hijau sangat gelap. Begitu juga dengan daging buah yang berwarna dari putih hingga putih kekuningan. Biji mentimun berbentuk pipih dan berwarna putih dengan bobot 1 g per 50 biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Tanaman mentimun mempunyai daya adaptasi yang luas yaitu dari dataran tinggi hingga dataran rendah. Tanaman mentimun juga mempunyai peluang yang tinggi untuk menjadi salah satu komoditas unggulan nasional mengingat permintaan mentimun yang cenderung naik dari waktu ke waktu. Peluang pengembangan tanaman mentimun menjadi semakin meningkat.
Budidaya mentimun relatif mudah dibanding dengan tanaman lainnya. Tanaman mentimun akan tumbuh dengan optimal pada kondisi tanah yang gembur, ketersediaan air yang cukup, kelembaban yang tinggi dan drainase yang baik. Tanaman mentimun tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Tanaman mentimun merupakan tanaman C3, sehingga tanaman mentimun tahan terhadap naungan dan cahaya sinar matahari langsung.
Menurut Rukmana dalam Ryzall (2012) pada dasarnya hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk lahan pertanian cocok ditanami mentimun. Tanaman mentimun membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, tidak menggenang (becek) dan pH-nya berkisar antara 6-7. Suhu udara yang dikehendaki adalah 18-30 ºC dengan penyinaran cukup.
Definisi Benih
Dalam konteks agronomi, benih dapat diartikan menjadi empat macam titik tolak pemikiran. Pertama, batasan struktural yang artinya mendasar pada segi anatomi dari biji. Proses pembentukan biji pada berbagai jenis tanaman tidak sama, baik disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Kedua, batasan fungsional yaitu perbedaan antara fungsi benih dan biji. Benih adalah biji tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan penanaman atau budidaya. Ketiga, batasan agronomi yaitu batasan benih sebagai sarana agronomi mendasarkan pengertian bahwa disamping penggunaan sarana produksi lainnya yang maju, maka benih yang digunakan harus memiliki tingkat kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang tinggi sehingga mampu mencapai produksi maksimum. Keempat, batasan teknologi yaitu memberikan pengertian kepada benih sebagai suatu kehiduan biologi benih. Perlakuan teknologi sangat penting untuk menyelamatkan benih dari kemunduran kualitasnya dengan memperhatikan sifat- sifat kulit bijinya (Sadjad dalam Sutopo, 2010).
Viabilitas Dan Vigor Benih
Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis, dan memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi metabolis yang diperlukan
untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (germination capacity). Benih disebut viabel atau nonviabel bergantung pada kemampuannya berkecambah dan menghasilkan kecambah normal. Menurut seed physiologist, perkecambahan didefinisikan sebagai munculnya radikula melalui kulit benih (testa). Bagi seed analyst, perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur esensial embrio yang menunjukkan kemampuan menghasilkan tanaman normal pada kondisi favorable (optimum) (Ilyas, 2012).
Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi (AOSA, 2001). Copeland dan McDonald (1995) menyatakan tantangan pengujian vigor adalah untuk dapat mengidentifikasi satu atau lebih parameter yang terukur dan dapat menunjukkan deteriorasi benih. Kejadian yang mengakibatkan turunnya perkecambahan dapat menjadi dasar pengujian vigor. Parameter yang menunjukkan menurunnya viabilitas benih lebih dini merupakan indeks vigor yang lebih peka.
Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih yang mengindikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat tunggal yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan penampilan suatu lot benih berikut :
a. Kecepatan dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan
kecambah.
b. Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan
yang tidak sesuai untuk pertumbuhan.
c. Kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan
(BPMBTPH, 2004).
Menurut Byrd (1968) kekuatan kecambah umumnya didefinisikan sebagai suatu kemampuan kecambah-kecambah normal pada variasi keadaan yang tidak menguntungkan. Meskipun kekuatan kecambah sangat susah untuk didefinisikan secara tepat, kekuatan kecambah kurang lebih merupakan suatu ukuran potensial
benih untuk tumbuh di lapang atau kemampuannya untuk mempertahankan daya berkecambah pada kondisi penyimpanan yang berlainan.
Peran Giberelin bagi Tumbuhan
ZPT menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat kepada sel target untuk membelah atau memanjang, beberapa ZPT menghambat pertumbuhan dengan cara menghambat pembelahan atau perpanjangan sel. Terdapat lima jenis zat pengatur tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, inhibitor atau asam absisat dan etilen.
Giberelin merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir seluruh siklus hidup tanaman. Giberelin dapat mempercepat perkecambahan biji, kuncup tunas, pemanjangan batang, pertumbuhan daun, merangsang pembungaan, perkembangan buah, mempengaruhi pertumbuhan dan deferensiasi akar (Campbell et al., 2003).
Giberelin adalah jenis hormon tumbuhan yang mula-mula diketemukan di Jepang pada tahun 1930 an dari kajian terhadap padi yang sakit, yang tumbuh terlalu tinggi (Salisbury dan Ross, 1985). Selanjutnya Arteca (1996) menyatakan Giberelin merupakan zat yang dikeluarkan oleh cendawan Giberella fujikuroi yang menyebabkan perpanjangan batang pada berbagai tanaman.
Terdapat bermacam-macam asam giberelin, saat ini sudah 136 macam giberelin yang telah diidentifikasi dan berasal dari tanaman fungi dan bakteri, GA3
merupakan yang pertama kali dikenal dan diidentifikasi serta paling banyak digunakan (Sengbusch, 2003). GA3 adalah giberelin pertama yang sangat aktif
dan mempunyai kisaran aktivitas biologi yang sangat lebar. Sumber GA3
komersial diperoleh dari kultur jamur, walaupun GA3 dan banyak GA lainnya
juga terdapat di antara tumbuhan tinggi (Gardner et al., 1991).
GA3 merupakan zat pengatur tumbuh yang mempunyai peranan fisiologis
antara lain: meningkatkan panjang batang, meningkatkan luas daun, menginduksi pembungaan, meningkatkan panjang tangkai bunga serta memperbesar ukuran
bunga dan buah (Wattimena, 1988). GA3 berperan pada berbagai aspek
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti : pembelahan dan pembesaran sel, pembentukan buah partenokarpik, perkecambahan benih dorman,
pertumbuhan tunas dorman, mobilisasi makanan dan unsur hara pada benih, dan mengatur pembungaan (Lakitan, 1996). Penggunaan GA3 sebagai salah satu
fitohormon banyak berperan dalam merangsang perkecambahan dan pertumbuhan tanaman telah banyak dilakukan. Namun tidak semua jenis tanaman memiliki respon yang sama terhadap hormon dan senyawa kimia tersebut.
Air Kelapa
Salah satu ZPT alami yang pernah digunakan untuk perlakuan invigorasi adalah air kelapa, air kelapa telah diketahui sebagai sumber yang dapat digunakan untuk perkembangan embrio, diantaranya adalah sitokinin endogen (Wattimena, 1988). Air kelapa juga mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, gula, alkohol, ion anorganik, vitamin, asam amino, asam organik, enzim, dan fitohormon (Yong et al., 2009).
Fitohormon yang dapat ditemukan pada air kelapa yaitu sitokinin, auksin, giberelin, dan asam absisat. Auksin dan sitokinin alami berperan dalam morfogenesis tanaman dengan mengontrol formasi akar dan tunas yang terbentuk. Selain itu, sitokinin berperan dalam pembelahan sel, merangsang bentuk dan aktivitas meristem pucuk, induksi ekspresi gen fotosintesis, mobilisasi hara, senesen, perkembahan biji, dan respon terhadap stress (Yong et al., 2009). Air kelapa muda kaya akan senyawa yang merangsang pertumbuhan akar dan daun (Lakitan, 1996). Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005), air kelapa muda terdapat kandungan Giberelin (0.460 ppm GA3, 0.255
ppm GA5, 0.053 ppm GA7), Sitokinin (0.441 ppm Kinetin, 0.247 ppm Zeatin)
dan Auksin (0.237 ppm IAA).
Penggunaan air kelapa dalam perbanyakan secara konvensional (non kultur jaringan) belum banyak dilakukan. Hidayat (2000) melakukan penelitian untuk mempercepat perkecambahan pinang dengan cara merendamnya dalam air kelapa konsentrasi 100% selama 6, 12, 18, 24 dan 30 jam. Perlakuan perendaman selama 24 jam dalam air kelapa memberikan hasil yang paling baik dalam meningkatkan daya berkecambah biji pinang, dengan presentase perkecambahan 98. 66%. Hal ini berbeda nyata dengan kontrol yang presentase perkecambahannya hanya 92%.
Polyethylene Glycol
Simulasi cekaman kekeringan banyak dilakukan dengan menggunakan larutan osmotikum yang dapat mengontrol potensial air dalam media tanaman. Terdapat tiga jenis bahan osmotikum yang sering digunakan yaitu melibiose, mannitol dan PEG. Menurut Verslues et al. (2006) diantara ketiga bahan osmotikum tersebut ternyata PEG merupakan bahan yang terbaik untuk mengontrol potensial air dan tidak dapat diserap tanaman. PEG menyebabkan penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air tanah (Michel dan Kaufman, 1973).
Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa simulasi cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG dapat mendeteksi dan membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak bersifat racun bagi tanaman. Keunggulan sifat PEG tersebut memungkinkan PEG dapat digunakan sebagai alternatif dalam seleksi pada kondisi cekaman kekeringan pada fase perkecambahan (Ogawa dan Yamauchi, 2006).
Tanaman melakukan beberapa strategi yang dimulai saat fase perkecambahan dan pertumbuhan awal vegetatif dalam menghadapi cekaman kekeringan dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak. Selain itu tanaman juga dapat mempertahankan turgor sel dalam kondisi cekaman kekeringan dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim yaitu prolin (Tardieu dalam Sopandie, 2006).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, Dramaga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini berupa satu lot benih mentimun varietas Harmoni, Percobaan devigorasi menggunakan etanol 96%. Percobaan invigorasi menggunakan air kelapa, GA3
80 ppm dan GA3 100 ppm, serta percobaan kondisi sub optimum
menggunakan Polyethylene glycol (PEG) 6000.
Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, penyaring benih, pinset, timbangan, kain strimin, alat pengaduk (stirer), kertas merang, germinator, alat pengecambah benih (APB tipe 72-1), serta label.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari percobaan pendahuluan, dan dua percobaan utama, yaitu pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih pada kondisi optimum dan pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih pada kondisi suboptimum.
Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)
Percobaan devigorasi dilakukan untuk menentukan metode pengusangan cepat yang dapat menghasilkan benih dengan tingkat viabilitas rendah (60-75%). Benih diusangkan dengan menggunakan larutan etanol 96% selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Waktu pengusangan yang menghasilkan daya berkecambah rendah akan digunakan untuk percobaan I dan II. Peubah yang diamati adalah daya berkecambah.
Pada percobaan ini menggunakan regresi linier sederhana. Pendekatan dengan analisis regresi linier sederhana bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan hubungan antara daya berkecambah dan waktu pengusangan benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu :
Y = a + bX Dengan :
Y = parameter daya berkecambah a = titik potong garis dengan sumbu y b = kemiringan atau koefisien regresi
X = waktu pengusangan benih (peubah tetap)
Hasil analisis regresi yang digunakan adalah analisis korelasi regresi antara waktu pengusangan benih dengan parameter daya berkecambah. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara waktu pengusangan benih dengan parameter daya berkecambah benih. Nilai korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1) menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter daya berkecambah benih.
Percobaan Utama (Invigorasi)
Tahapan berikutnya merupakan percobaan invigorasi dengan benih yang tingkat viabilitas rendah (60-75%) dan tingkat viabilitas tinggi (85-95%). Percobaan invigorasi menggunakan perlakuan: Kontrol, air kelapa muda, GA3
80 ppm, GA3 100 ppm, air kelapa muda + GA3 80 ppm, dan air kelapa muda +
GA3 100 ppm.
Percobaan I : Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Optimum
Percobaan I adalah pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih pada kondisi optimum dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Percobaan ini terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah viabilitas benih yang terdiri dari dua tingkat viabilitas yaitu : viabilitas tinggi (85-95%) dan viabilitas rendah (60-75%). Faktor kedua adalah
perlakuan invigorasi yang terdiri atas enam taraf. Kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah 12 percobaan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga totalnya adalah 36 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih. Peubah yang diamati adalah daya berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum.
Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + βj + ɛij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh ulangan ke-j
ɛij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan komposisi media ke-i dan ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
Percobaan II: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Suboptimum
Percobaan II adalah percobaan yang dilakukan untuk simulasi kondisi kekeringan menggunakan PEG 6000 dengan potensial air -2 bar. Pada percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor, faktor pertama adalah viabilitas benih yang terdiri dari dua tingkat viabilitas yaitu : viabilitas tinggi (85-95%) dan viabilitas rendah (60-75%). Faktor kedua adalah perlakuan invigorasi yang terdiri atas enam taraf. Kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah 12 percobaan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga totalnya adalah 36 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih. Peubah yang diamati adalah daya berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh maksimum.
Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij = μ + αi + βj + ɛij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i dan ulangan ke-j μ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i βj = pengaruh ulangan ke-j
ɛij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan komposisi media ke-i dan ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada selang kepercayaan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).
Pelaksanaan Penelitian Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)
Benih sebanyak 25 butir/ulangan dimasukkan kedalam gelas berisi larutan etanol 96% sebanyak 500 ml. waktu penderaan dilakukan dengan interval waktu 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam. Pengujian dilakukan dengan metode pengecambahan UKDdp (Uji Kertas Digulung Didirikan dalam Plastik) dengan setiap perlakuan diulang tiga kali. Benih ditanam pada media kertas merang yang telah dilembabkan dan dimasukkan kedalam alat pengecambah benih (APB 72-1). peubah yang diamati adalah daya berkecambah.
Percobaan I: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Optimum
Percobaan invigorasi dilakukan setelah mendapatkan tingkat viabilitas rendah (60-75%) hasil dari percobaan pendahuluan. Perlakuan invigorasi menggunakan dua tingkat viabilitas benih yaitu tingkat viabilitas rendah (60-75%) dan tingkat viabilitas tinggi (85-95%) dengan berbagai perlakuan iinvigorasi yaitu: kontrol (P0), benih direndam dalam larutan air kelapa muda (P1), benih direndam dalam 80 ppm GA3 (P2), benih direndam dalam 100
ppm GA3 (P3), benih di rendam dalam larutan campuran air kelapa muda +
GA3 80 ppm (P4), dan benih direndam dalam larutan campuran air kelapa
muda + GA3 100 ppm (P5) selama 24 jam. Pengujian dilakukan dengan kertas
merang dilembabkan menggunakan air. Benih sebanyak 25 butir/ulangan dikecambahkan dengan metode pengecambahan UKDdp dengan setiap perlakuan diulang tiga kali. Benih ditanam pada media kertas merang yang telah dilembabkan dan dimasukkan kedalam alat pengecambah benih (APB 72-1).
Percobaan II. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Suboptimum
Perlakuan invigorasi terhadap viabilitas pada kondisi suboptimum yaitu mengkondisikan media tanam dengan kondisi kekeringan yang disimulasikan menggunakan PEG 6000 dengan potensial air -2 bar (Lampiran 2). Pengujian dengan PEG 6000 dilakukan dengan kertas merang dilembabkan menggunakan larutan PEG 6000 pada kondisi potensial air -2 bar. Perlakuan invigorasi menggunakan dua tingkat viabilitas benih yaitu tingkat viabilitas rendah (60-75%) dan tingkat viabilitas tinggi (85-95%) dan melakukan perendaman benih dengan air (P0), benih direndam dalam larutan air kelapa muda (P1), benih direndam dalam 80 ppm GA3 (P2), benih direndam dalam
100 ppm GA3 (P3), benih direndam dalam larutan campuran air kelapa muda +
GA3 80 ppm (P4), dan benih direndam dalam larutan campuran air kelapa
muda + GA3 100 ppm (P5) selama 24 jam. Perlakuan diulang sebanyak tiga
kali ulangan. Benih sebanyak 25 butir/ulangan dikecambahkan dengan metode pengecambahan UKDdp. Benih ditanam pada media kertas merang yang telah dilembabkan dan dimasukkan kedalam alat pengecambah benih (APB 72-1).
Pengamatan
1. Viabilitas potensial dengan tolok ukur daya berkecambah (DB)
Perhitungan persentase DB dilakuan dengan menghitung kecambah normal pada perhitungan hari pertama (3 HST) dan hari kedua (5 HST) dihitung dengan menggunakan rumus :
DB ∑ B ∑ KN I KN II x 100% Keterangan :
Σ KN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan I Σ KN II = Jumlah kecambah normal pada pengamatan II 2. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Berat kering kecambah didapatkan dengan mengeringkan kecambah yang telah berumur 5 hari setelah tanam dalam oven dengan suhu 60⁰ C selama 3x24 jam, kemudian bibit ditimbang.
3. Indeks Vigor (IV)
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan hari pengamatan pertama (3 HST).
Rumus yang digunakan adalah :
IV = Σ Σ KN I x 100%
Keterangan: IV = Indeks Vigor
Σ KN = Jumlah kecambah normal 4. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh benih (KCT) dihitung berdasarkan jumlah presentasi
pertambahan kecambah normal. Setiap kali pengamatan, jumlah presentase kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif diperoleh dari saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan. Rumus yang digunakan adalah:
% KNi
Keterangan :
KCT = Kecepatan tumbuh benih (%/etmal)
KN = Kecambah normal i = Etmal
5. Viabilitas total dengan tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum benih diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah dengan kriteria perkecambahan yang ditinjau dari aspek fisiologi. Berdasarkan tinjauan ini benih dinyatakan berkecambah walaupun embrio baru memunculkan radikula (calon akar).
Rumus yang digunakan adalah :
PTM = ∑ ∑ KN + AN) x 100%
Keterangan :
PTM : Persentase potensi tumbuh maksimum
Percobaa Me dilakukan dilakukan Ha diturunkan perendama Gambar Be 96%, ben pengusang (1999) ba 40% sehin Me etanol 96 menurunk kelembaba bahwa pen membedak n Pendahu etode pengu perendam dengan inte asil percoba n dari 94.6 an dalam la 1. Kurva kimiawi erdasarkan G nih mentim gan 85 jam ahwa batas ngga viabilit etode pengu 6% merupa kan viabilit an nisbi ya nggunaan k kan tingkat
HASIL
uluan (Devi usangan cep man menggu erval waktu aan pendahu 66% menja arutan etano penurunan i dengan eta Gambar 1 mun dapa m 11 menit. penurunan tas benih m usangan ce akan salah tas benih s ang tinggi. konsentrasi e vigor ketahDAN PEM
igorasi) pat kimia d unakan lar u 24 jam, ya uluan menu adi 45.33% ol 96% selam daya berk anol 96 % hasil pengu at mencapa Hal ini m viabilitas b mencapai 60% pat (MPC) h satu me selain perla Hasil pen etanol 20% hanan benihMBAHAS
dilakukan de rutan etano aitu 0, 24, 48 unjukkan ba % melalui p ma 96 jam ( kecambah usangan kim ai viabilita merujuk pad benih yang %. dengan pe etode yang akuan fisik nelitian Ag % dinilai pali h kedelai teSAN
engan meng ol 96%. W 8, 72, dan 9 ahwa viabil pengusanga (Gambar 1). setelah diu miawi meng as 60% p da pernyataa diberi peng erlakuan per g dapat di k menggun ustin (2010 ing efektif d erhadap pen gusangkan b Waktu pend 96 jam. litas benih an cepat de . usangkan s ggunakan e pada perla an Sadjad gusangan a rendaman d igunakan u nakan suhu 0) menunju digunakan u ngusangan c benih deraan dapat engan secara etanol akuan et al. adalah dalam untuk u dan ukkan untuk cepat.Manfaat dari pengusangan cepat benih secara kimia adalah waktu yang digunakan dalam pelaksanaanya lebih cepat dan cendawan tidak mampu berkembang. Hasil dari perlakuan pengusangan cepat juga digunakan sebagai indikator status vigor benih berdasarkan laju/kecepatan penurunan viabilitas. Benih yang vigornya tinggi akan memperlihatkan penurunan yang lebih lambat dibandingkan benih yang vigornya rendah.
Percobaan I: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Optimum
Sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dan perlakuan tingkat viabilitas pada kondisi optimum berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih pada kondisi optimum.
Tolok ukur Perlakuan
TV I TVxI
Daya berkecambah ** ** **
Berat kering kecambah normal ** ** *
Indeks vigor ** ** **
Kecepatan tumbuh ** ** **
Potensi tumbuh maksimum ** ** **
Keterangan: TV = tingkat viabilias, I = invigorasi, * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.
Pengaruh interaksi antara perlakuan tingkat viabilitas dan invigorasi (TVxI) berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah normal (BKKN). Interaksi tersebut juga berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan potensi tumbuh maksimum
(PTM).
Daya Berkecambah (DB)
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan air kelapa pada kondisi optimum, dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1) dapat meningkatkan daya berkecambah dari 90.667% menjadi 91.889% (Tabel 2)
walaupun tidak berbeda nyata. Air kelapa mengandung zeatin yang termasuk kelompok sitokinin. Sitokinin yang terdapat dalam air kelapa terbukti mampu mendorong pembelahan sel pada jaringan akar wortel (Salisbury dan Ross, 1995). Tabel 2. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya
berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV 2 Kontrol 90.67 a 72.00 a 81.33 A Air kelapa 91.89 a 28.00 b 59.94 B GA3 80 ppm 90.00 a 70.67 a 80.33 A GA3 100 ppm 84.00 a 65.33 a 74.67 A Air kelapa + GA3 80 ppm 89.33 a 00.00 c 44.67 B Air kelapa + GA3 100 ppm 85.33 a 04.00 bc 44.67 B 88.54 P 40.00 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum dianalisis data ditransformasi ke dalam √ 0.5.
Pada tingkat viabilitas rendah (TV 2) tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan daya berkecambah melebihi perlakuan kontrol. Daya berkecambah mengalami penurunan dan tidak menunjukkan pertumbuhan kecambah normal pada perlakuan air kelapa + GA3 80 ppm.
Rendahnya daya berkecambah pada perlakuan yang menggunakan air kelapa bahkan pada perlakuan air kelapa + GA3 80 ppm tidak terjadi pertumbuhan
kecambah normal diduga karena air kelapa yang direndam dengan suhu ruang ± 29ºc selama 24 jam mengakibatkan air kelapa mengalami fermentasi dan perubahan kimia, sehingga berpengaruh terhadap struktur dalam benih. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan benih terdiri dari Faktor-faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yaitu faktor air, suhu, oksigen, media dan cahaya. Sedangkan faktor dalam diantaranya tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan penghambat berkecambahan (Sutopo, 2004)
Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Hasil analisis Tabel 3 pada kondisi optimum dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1), GA3 100 ppm dapat meningkatkan berat kering kecambah normal
dari 0.516 g, menjadi 0.520 g. Dan pada viabilitas rendah (TV2), GA3 80 ppm
meningkatkan berat kering kecambah normal dari 0.350 g menjadi 0.380 g walaupun sama-sama tidak berbeda secara nyata, begitupun dengan jumlah rata-ratanya.
Hasil analisis uji lanjut pada tingkat viablilitas rendah (TV2), perlakuan menggunakan air kelapa muda menurun dibandingkan perlakuan menggunakan GA3, pada percobaan ini (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat kering kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 0.516 a 0.350 ab 0.433 A Air kelapa 0.513 a 0.170 cd 0.341 AB GA3 80 ppm 0.515 a 0.380 ab 0.447 A GA3 100 ppm 0.520 a 0.330 bc 0.425 A Air kelapa + GA3 80 ppm 0.510 a 0.000 e 0.255 B Air kelapa + GA3 100 ppm 0.443 ab 0.013 de 0.228 B Rata – rata 0.503 P 0.207 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah.
Menurut Sadjad (1989) bobot kering kecambah normal merupakan tolok ukur viabilitas potensial yang menggambarkan banyaknya cadangan makanan yang tersedia sehingga bila dikondisikan pada lingkungan yang sesuai mampu tumbuh dan berkembang dengan baik, bobot kering kecambah yang tinggi dapat menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih yang efisien.
Indeks Vigor (IV)
Hasil analisis uji lanjut pada Tabel 4 menunjukkan tingkat viabilitas tinggi (TV1) dengan perlakuan air kelapa, GA3 80 ppm, GA3 100 ppm, air kelapa + GA3
80 ppm, air kelapa + GA3 100 ppm mampu meningkatkan indeks vigor dari 60 %
menjadi 72.67%, 72.00%, 73.33%, 72.00%, dan 65.33% walaupun secara statistik hal ini tidak berbeda secara nyata.
Berbeda dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1), tingkat viabilitas rendah (TV2) tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan indeks vigor, tetapi
pada perlakuan menggunakan GA3 80 ppm mampu mengimbangi kontrol yaitu
sebesar 53.33 %.
Tabel 4. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap indeks vigor (%) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 60.00 a 53.33 a 56.67 AB Air kelapa 72.67 a 20.00 b 46.33 BC GA3 80 ppm 72.00 a 53.33 a 62.67 A GA3 100 ppm 73.33 a 38.67 a 56.00 AB Air kelapa + GA3 80 ppm 72.00 a 00.00 b 36.00 C Air kelapa + GA3 100 ppm 65.33 a 00.00 b 32.67 C Rata – rata 69.22 P 27.55 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum dianalisis data ditransformasi ke dalam √ 0.5.
Hormon tumbuh ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat sintesis. Giberelin merupakan hormon tumbuh pada tanaman yang bersifat sintesis dan berperan mempercepat perkecambahan. Penggunaan giberelin untuk mempercepat perkecambahan telah banyak dilakukan. Penelitian Murniati dan Zuhri (2002) mengungkapkan bahwa giberelin mampu mempercepat perkecambahan biji kopi. Giberelin merupakan senyawa organik yang berperan penting dalam proses perkecambahan, karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih. Air kelapa juga mengandung giberelin alami dalam jumlah yang sangat sedikit. Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005), air kelapa muda mengandung Giberelin (0.460 ppm GA3, 0.255 ppm GA5,0.053 ppm GA7),
Sitokinin (0.441 ppm Kinetin, 0.247 ppm Zeatin) dan Auksin (0.237 ppm IAA).
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Hasil analisis ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa pada kondisi optimum perlakuan menggunakan air kelapa, GA3 80 ppm, dan air kelapa + GA3 80 ppm
pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) meningkat dari 27.47 %/etmal menjadi 28.89 %/etmal, 28.50 %/etmal, dan 28.26 %/etmal walaupun tidak berbeda secara nyata.
Tabel 5. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 27.47 a 22.11 a 24.79 A Air kelapa 28.89 a 08.67 b 18.78 AB GA3 80 ppm 28.50 a 22.11 a 25.30 A GA3 100 ppm 27.04 a 19.35 a 23.20 A Air kelapa + GA3 80 ppm 28.26 a 00.00 b 14.13 B Air kelapa + GA3 100 ppm 26.64 a 00.86 b 13.75 B Rata – rata 27.80 P 12.18 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah.
Pada tingkat viabilitas rendah (TV2) tidak ada satu perlakuan invigorasi yang dapat meningkatkan kecepatan tumbuh, tetapi pada perlakuan menggunakan GA3 80 ppm mampu mengimbangi kontrol sebesar 22.11 %/etmal. Berdasarkan
hasil dari rata-rata tingkat viabilitas TV1 dan TV2 menunjukkan bahwa perlakuan
GA3 80 ppm cenderung dapat meningkatkan kecepatan tumbuh dari 24.79
%/etmal menjadi 25.30 %/etmal walaupun tidak berbeda nyata.
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) dan rendah (TV2) pada Tabel 6, tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan potensi tumbuh maksimum, tetapi pada perlakuan air kelapa+ GA3 80 ppm dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1),
mampu mengimbangi kontrol yaitu sebesar 96%. Hal ini diduga karena benih mengalami kemunduran yang tidak dapat balik kembali (irreversible).
Wattimena (1987) menyebutkan bahwa untuk benih-benih yang mempunyai kandungan giberelin endogennya sedikit maka diperlukan penambahan giberelin dari luar, sehingga benih bisa berkecambah. Sebelumnya Khan (1977) mengemukakan bahwa apabila terdapat ketidakseimbangan pada status hormonal (endogen) yang terdapat dalam benih (giberelin sebagai
promotor, sitokinin sebagai pengizin, dan ABA sebagai inhibitor) maka benih tidak akan berkecambah (dorman).
Tabel 6. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap potensi tumbuh maksimum (%) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2
Kontrol 96.00 a 86.67 a 91.33 A
Air kelapa 93.28 a 40.00 b 66.64 ABC
GA3 80 ppm 94.00 a 76.00 a 72.00 AB
GA3 100 ppm 89.33 a 73.33 a 81.33 A
Air kelapa + GA3 80 ppm 96.00 a 04.00 c 50.00 C
Air kelapa + GA3 100 ppm 89.33 a 12.00 c 50.67 BC
Rata – rata 88.65 P 48.66 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum dianalisis data ditransformasi ke dalam √ 0.5.
Hasil penelitian Ilmiyah (2009) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman menggunakan GA3 berpengaruh terhadap viabilitas benih Kapuk
(Ceiba petandra Gaertn.) dengan lama perendaman dalam GA3 yang efektif
adalah 24 jam. Menurut Utomo (2006) air mutlak diperlukan untuk perkecambahan, meskipun demikian perendaman yang terlalu lama dapat menyebabkan anoksia (kehilangan oksigen) sehingga membatasi proses respirasi. Pengamatan benih pada kondisi optimum terlihat pada Gambar 2 bahwa tidak hanya tumbuh kecambah normal dan abnormal, tetapi juga terdapat benih mati.
Percobaan II. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih Mentimun pada Kondisi Suboptimum
Kondisi suboptimum pada pengujian ini meliputi kondisi kekeringan. Kondisi kekeringan dilakukan dengan menggunakan larutan PEG 6000 dengan tingkat potensial air -2 bar. Sidik ragam pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi pada kondisi suboptimum berpengaruh sangat nyata terhadap
daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), dan potensi tumbuh
maksimum (PTM). Pada berat kering kecambah normal (BKKN) pengaruhnya nyata, sedangkan terhadap indeks vigor (IV) berpengaruh tidak nyata.
Tabel 7. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih pada kondisi suboptimum.
Tolok ukur Perlakuan
TV I TvxI
Daya berkecambah ** ** **
Berat kering kecambah normal ** * *
Indeks vigor tn tn tn
Kecepatan tumbuh ** ** **
Potensi tumbuh maksimum ** ** **
Keterangan: TV = tingkat viabilias, I = invigorasi, * berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%. tn: tidak berpengaruh nyata
Perlakuan tingkat viabilitas berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati kecuali tolok ukur indeks vigor (IV). Pengaruh interaksi antara perlakuan tingkat viabilitas dan invigorasi (TVxI) berpengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur daya berkecambah (DB), potensi tumbuh maksimum (PTM), dan kecepatan tumbuh (KCT). Interaksi tersebut juga berpengaruh nyata terhadap
berat kering kecambah normal (BKKN) dan berpengaruh tidak nyata terhadap tolok ukur indeks vigor (IV).
Daya Berkecambah (DB)
Perlakuan invigorasi menggunakan GA3 80 ppm dan GA3 100 ppm
cenderung meningkatkan daya berkecambah pada kondisi suboptimum dengan tingkat viabilitas rendah (TV2) dari 36.00% menjadi 46.66% dan 45.33% walaupun menurut statistik menunjukkan tidak berbeda nyata (Tabel 8). Hal ini
diduga karena pemberian GA3 akan meningkatkan kandungan GA3 endogen yang
terdapat di dalam benih. GA3 berperan dalam sintesis enzim hidrolisis, yang
sangat vital dalam proses perkecambahan benih.
Tabel 8. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi suboptimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 85.17 a 36.00 d 60.58 A Air kelapa 65.33 ab 00.00 e 32.67 B GA3 80 ppm 66.00 ab 46.66 cd 56.33 A GA3 100 ppm 65.33 ab 45.33 cd 53.33 A Air kelapa + GA3 80 ppm 78.67 ab 00.00 e 39.33 B Air kelapa + GA3 100 ppm 62.67 bc 00.00 e 31.33 B Rata – rata 70.53 P 21.33 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum dianalisis data ditransformasi ke dalam √ 0.5.
Pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) menunjukkan tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan daya berkecambah pada kondisi suboptimum, tetapi benih masih mampu berkecambah walaupun data lebih rendah dari data pada perlakuan kontrol. Berbeda dengan tingkat viabilitas rendah (TV2) yang hanya
berkecambah pada perlakuan menggunakan GA3 80 ppm dan GA3100 ppm,
sedangkan pada perlakuan yang lain tidak menunjukkan adanya benih yang berkecambah.
Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan berat kering kecambah normal pada tingkat viabilitas satu (TV1) dan tingkat viabilitas dua (TV2).
Pada perlakuan yang diberi air kelapa, air kelapa + GA3 80 ppm dan air
kelapa + GA3 100 ppm dengan tingkat viabilitas rendah (TV2), tidak terdapat
benih normal yang berkecambah, oleh karena itu nilai pada berat kering berkecambah pada perlakuan tersebut 0.00 g.
Tabel 9. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat kering kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi suboptimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 0.510 a 0.553 a 0.531 A Air kelapa 0.446 a 0.000 b 0.223 B GA3 80 ppm 0.405 a 0.313 a 0.359 AB GA3 100 ppm 0.393 a 0.290 ab 0. 341AB Air kelapa + GA3 80 ppm 0.503 a 0.000 b 0.251 B Air kelapa + GA3 100 ppm 0.413 a 0.000 b 0.206 B Rata – rata 0.445 P 0.192 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah.
Hasil penelitian Widoretno et al. (2002) PEG dapat menghambat proses perkecambahan kedelai yang ditandai dengan menurunnya potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, bobot kering kecambah, panjang akar dan panjang hipokotil.
Kecepatan Tumbuh (KCT)
Pada kondisi suboptimum dengan tingkat viabilitas rendah (TV2), GA3 80
ppm dan GA3 100 ppm dapat meningkatkan kecepatan tumbuh dari 8.71 %/etmal
menjadi 10.84 %/etmal dan 10.00 %/etmal walaupun tidak berbeda secara nyata. Tabel 10. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap kecepatan
tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi suboptimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 20.84 a 08.71 b 14.77 A Air kelapa 15.86 a 00.00 c 07.93 B GA3 80 ppm 15.90 a 10.84 b 13.37 A GA3 100 ppm 18.20 a 10.00 b 14.10 A Air kelapa + GA3 80 ppm 18.78 a 00.00 c 09.38 B Air kelapa + GA3 100 ppm 16.33 a 00.00 c 08.16 B Rata – rata 17.65 P 04.92 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah.
Pada kondisi sub optimum viabilitas tinggi (TV1) tidak terjadi peningkatan kecepatan tumbuh, hal ini diduga karena kondisi cekaman kekeringan
akan menghambat pertumbuhan kecambah normal yang berakibat pada penurunan kecepatan tumbuh.
Pada kondisi suboptimum tingkat viabilitas tinggi (TV1) tidak terjadi peningkatan kecepatan tumbuh, hal ini diduga karena kondisi cekaman kekeringan akan menghambat pertumbuhan kecambah normal yang berakibat pada penurunan kecepatan tumbuh. Bewley dan Black (1983) menyatakan bahwa ketersediaan air yang rendah akan menurunkan aktivitas enzim dan metabolisme benih. Hambatan pada aktivitas enzim dan penurunan aktivitas metabolisme mengakibatkan pembelahan dan pembesaran sel terhambat, sehingga laju pertumbuhan morfologi juga rendah. Akibatnya pertumbuhan akar dan pucuk yang menentukan penilaian kriteria kecambah normal juga akan terhambat.
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Hasil uji lanjut pada Tabel 11 menunjukkan bahwa pada kondisi suboptimum dengan tingkat viabilitas rendah (TV2), perlakuan GA3 80 ppm dan
GA3 100 ppm dapat meningkatkan potensi tumbuh maksimum dari 56% menjadi
72% dan 64% walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Tetapi pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) menunjukkan bahwa tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan kontrol.
Jika dilihat dari hasil rata-rata dari setiap perlakuan, menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi menggunakan GA3 80 ppm (P2) dan GA3 100 ppm (P3)
dapat meningkatkan potensi tumbuh maksimum dari rata-rata 74.63% menjadi 79.33% dan 76.00% walaupun tidak berbeda nyata. Hal ini diduga bahwa GA3
merupakan salah satu zat pengatur tumbuh sintetik yang berperan dalam meningkatkan perkecambahan.
Weiss dan Ori (2007) menyebutkan bahwa salah satu efek fisiologis dari giberelin adalah mendorong aktivitas enzim-enzim hirolitik pada proses perkecambahan benih. Selama proses perkecambahan benih, embrio sedang berkembang melepaskan giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase. Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperma dan
menghidrolisis pati dan protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio.
Tabel 11. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap potensi tumbuh maksimum (%) benih mentimun pada kondisi suboptimum.
Perlakuan invigorasi Tingkat viabilitas Rata – rata
TV 1 TV2 Kontrol 93.28 a 56.00 c 74.63 A Air kelapa 80.00 ab 00.00 d 40.00 B GA3 80 ppm 77.33 abc 72.00 abc 79.33 A GA3 100 ppm 88.00 ab 64.00 bc 76.00 A Air kelapa + GA3 80 ppm 88.00 ab 02.67 d 45.33 B Air kelapa + GA3 100 ppm 90.67 a 02.67 d 46.67 B Rata – rata 86.21 P 32.89 Q
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum dianalisis data ditransformasi ke dalam √ 0.5.
Pada tingkat viabilitas rendah (TV2) menunjukkan bahwa perlakuan air kelapa tidak menunjukkan perkecambahan benih normal maupun abnormal. Hal ini disebabkan karena kondisi cekaman yang dialami benih tersebut saat pengusangan menggunakan larutan etanol, perendaman menggunakan air kelapa, dan penanaman pada kondisi cekaman kekeringan. Benih yang ditanam pada kondisi cekaman kekeringan berpotensi tumbuhnya cendawan di sekitar tempat benih tersebut ditanam (Gambar 4). Tingkat serangan tidak semua benih terkena serangan cendawan, pada satu ulangan (gulungan kertas media tanam) hanya menyerang satu atau dua benih saja. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan glukosa didalam larutan PEG yang menjadi sumber makanan serta kondisi yang optimum bagi cendawan untuk hidup, sehingga diduga benih sudah tidak mampu tumbuh dikarenakan faktor lingkungan maupun faktor dalam benih.
Gambar 4. Benih yang mengalami serangan cendawan pada kondisi suboptimum (kekeringan)
Kekeringan merupakan salah satu cekaman lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap penurunan hasil pertanian dan perkebunan. Cekaman kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mencakup aspek morfologi, anatomi, fisiologi dan biokimia tanaman. Mekanisme toleransi tanaman terhadap kekeringan pada saat mengalami stres kekeringan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) escape, tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami stres berat, dengan pembungaan atau pematangan buah lebih awal, (2) tolerance, tanaman tetap tumbuh dalam kondisi cekaman kekeringan dan potensial air rendah, dengan osmotic adjustment dan (3) avoidance, tanaman menghindar dari cekaman kekeringan, dengan mengembangkan sistem perakaran dan efisiensi membuka dan menutupnya stomata. Karakter akar yang berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk beradaptasi secara avoidance dapat ditandai secara visual, yaitu akar tebal, lebih panjang dan lebih banyak (Lestari et al., 2005).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Benih dengan tingkat viabilitas rendah (daya berkecambah 72%) maupun tinggi (daya berkecambah 90%) yang diberi perlakuan invigorasi dengan GA3 80
ppm dan 100 ppm, air kelapa dan kombinasi GA3 +air kelapa secara statistik tidak
meningkat viabilitasnya baik pada kondisi optimum maupun suboptimum (kekeringan dengan tekanan osmotik -2 bar).
Perlakuan invigorasi menggunakan air kelapa dan kombinasi air kelapa +
GA3 80 ppm maupun air kelapa + GA3 100 ppm menurunkan secara nyata
viabilitas benih bermutu rendah pada kondisi optimum maupun suboptimum.
Saran
a. Perlu dilakukan pengujian lama perendaman yang efektif air kelapa dan GA3 yang terbaik pada benih mentimun.
b. Penelitian kondisi suboptimum pada benih mentimun perlu dilakukan tidak hanya pada kondisi kekeringan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, H. 2010. Hubungan Antara Kandungan Antosianin dengan Ketahanan Benih Kedelai (Glycine max L. Merr) terhadap Pengusangan Cepat Beberapa Varietas Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[AOSA] Association of Official Seed Analyst. 2001. Tetrazolium Testing Handbook. Halaman : 17-18. www.ucs.iastate.edu [16 Mei 2011].
Arteca, R.N. 1996. Plant Growth Substance Principles and Applications. Chapman and Hall. New York. 332p.
Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Indonesia. 490 hal. Asay, K.H. dan D.A. Johnson. 1983. Breeding for drought resistance in range
grass. J. Research. 57(4):441-455.
[BPMBTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2004. Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Laboratorium dan Metode Standar. Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Depok. 225 hal. Bewley, J.D. and M. Black. 1983. Physiology and Biochemistry of Seeds in
Relation to Germination. New York. Springer-Verlag. 306p.
Byrd, H.W. 1968. Pedoman Teknologi Benih (diterjemahkan dari : Seed Technology Handbook, penerjemah: E. Hamidin). Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran. 88 hal.
Campbell, N.A., J.B. Reece, dan L.G. Mitchel. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta. 422 hal.
Copeland, O.L. and M.B. McDonald. 1995. Seed Science and Technology. New York : Chapman & Hall. 408 hal.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI. Jakarta. 428 hal.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari : Statistical Prosedures for Agricultural Research, penerjemah : E. Sjamsuddin dan J.S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.
Harjadi, S.S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh : Pengenalan dan Petunjuk Penggunaan pada Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hal.
Hidayat, P. 2000. Pengaruh Lama Perendaman Benih Pinang (Arteca catecu L.) dalam Air Kelapa Muda terhadap Perkecambahannya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Pekanbaru.
Ilmiyah, R.N. 2009. Pengaruh Priming Menggunakan Hormon GA3 terhadap
Viabilitas Benih Kapuk (Ceiba petandra Gaertn.). Skripsi. Universitas Islam Negeri (UIN). Malang.
Ilyas, S. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih, Teori dan Hasil-hasil Penelitian. IPB Press. Bogor. 138 hal.
Khan, A.A. 1977. The Physiology and Biochemistry of seed Development, Dormancy, and Germination. Elsevier Biomedical Press. Amsterdam. 447p.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 218 hal.
Lestari, E.G., E. Guharja, S. Harran, dan I. Mariska. 2005. Uji daya tembus akar untuk seleksi somaklon toleran kekeringan pada padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 24(2):97-103. Michel, B.E., dan M.R. Kaufman. 1973. The osmotic potential of polyethylene
glycol 6000. Plant Physiol. 57:914-916.
Murniati dan E. Zuhry.2002. Peranan giberelin terhadap perkecambahan benih kopi robusta tanpa kulit. Jurnal Sagu. 1(1):1-5.
Ogawa, A. and A. Yamauchi. 2006. Root osmotic adjustment osmotic stress in maize seedling,1.Transient change of growth and water relation in roots in response to osmotic stress. Plant Prod Sci. 9 (1): 27-38.
Rubatzky, V. E dan M. Yamaguchi. 1997. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi (Terjemahan). Jilid 3. Bandung. Penerbit ITB. 320 hal.
Ryzall, M.H. 2012. Pengujian Vigor Benih Menggunakan Controlled Deterioration Test dan Korelasinya terhadap Daya Simpan Benih Mentimun (Cucumis sativus L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal.
Sadjad, S., E. Murniati, dan S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. Grasindo. Jakarta. 185 hal.
Salibury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Jilid Tiga. Terj. D.R. Lukman dan Sumaryono. ITB, Bandung.
Saut, L. 2002. Pengaruh Perlakuan Perendaman Benih dalam Larutan GA3 dan
Shiimarocks terhadap Viabilitas Benih Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), terung (Solanum melongena L.) dan Cabai (Capsicum annum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hal.
Savitri, S.V.H. 2005. Induksi Akar Stek Batang Sambung Nyawa (Gynura Drocumbens (Lour) Merr.) Menggunakan Air Kelapa. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sengbusch, P.V. 2003. Gibberellins.
http://www.biologie.uni-hamburg.de/b-online/e31/31d.htm. [ 3 Agustus 2011].
Sopandie, D. 2006. Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 16 September 2006.
Sutopo, L. 2010. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 237 hal.
Utomo B. 2006. Ekologi Benih. Karya Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1088/1/ 06006997. Pdf.
Verslues P.E., M. Agarwal, K.S. Agarwal, and J. Zhu. 2006. Methods and concepts in quantifying resistance to drought, salt and freezing, abiotic stresses that affect plant water status. The Plant Journal 45: 523–539. Wattimena, G. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. IPB. Bogor. 145 hal.
Weiss, D. and N. Ori. 2007. Mechanisms of cross talk beetween gibberellin and other hormones. Plant Physiol. 144: 1240 - 1246.
Widoretno, W., E. Guhardja, S. Ilyas, dan Sudarsono. 2002. Efektivitas polietilena glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan. Hayati 9:33-36.
Yong, J.W.H., Liya Ge, Yan F.N., dan Swee N. T. 2009. The chemical compotition and biological properties of coconut (Cocos nucifera L) water. Molecules 14: 5244-5164.
Lampiran 2. Perhitungan Tekanan Osmotik
Keterangan :
Y = Tekanan Osmotik (Bar; 1 Bar = 0.1 MPa) C = Konsentrasi (gram Kg-1)
T = Suhu (ºC)
(Sumber : Michel and Kaufman, 1973)
Kebutuhan PEG untuk 1 liter larutan -2 Bar PEG 6000 pada suhu 29ºC :
-2 = -(1.18 x 10-2)C – (1.18 x 10-4)C2 + (2.67 x 10-4)C x 29 + (8.39 x 10-7)C2 x 29 -2 = -(4.057 x 10-3)C + (-9.3669 x 10-5) C2 ………(x 105) ↔ 9.3669 C2 +405.7 C – (2 x 105) = 0 ↔ C1,2 = √ ↔ C1,2= . . . . ↔ C1 = 126.062 gram L-1dan C2 = -169.3746
Berdasarkan perhitungan tekanan osmotik (Michel and Kaufman, 1973) kebutuhan PEG untuk 1 liter larutan -2 bar pada suhu 29ºC, sebesar 126.062
gram L-1 Y = - (1.18 x10-2)C – (1.18 x 10-4)C2 + (2.67 x 10-4)C x T + (8.39 x 10-7)C2 x T
Lampiran Benih yan Melarutka 3. Gambar ng siap digu an larutan P Sti percobaan unakan atau PEG dengan irer Pertum optimu utama (invi direndam n Magnetik mbuhan ben um (A) dan igorasi) Benih perlaku Pengu
nih pada kon suboptimum h yang siap uan GA3 100 pp ujian viabilit metode U ndisi m (B) p direndam p 0 ppm dan G pm tas benih de UKDdp pada GA3 80 engan
Lampiran 4. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I) terhadap parameter daya berkecambah pada kondisi optimum
Sumber db JK KT Fhit Pr>F Ulangan 2 4.3347 2.1673 0.95 0.4022 I 5 95.1179 19.0235 8.34 0.0002 TV 1 161.0741 161.0741 70.58 <.0001 I*TV 5 95.3100 19.0620 8.35 0.0002 Galat 22 50.2089 2.2822 KK = 20.668
Lampiran 5. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I) terhadap parameter berat kering kecambah normal pada kondisi optimum Sumber Db JK KT Fhit Pr>F Ulangan 2 0.0244 0.0122 1.35 0.2792 I 5 0.2748 0.0549 6.09 0.0011 TV 1 0.7876 0.7876 87.29 <.0001 I*TV 5 0.1798 0.0359 3.99 0.0100 Galat 22 0.1985 0.0090 KK = 26.74
Lampiran 6. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I) terhadap parameter indeks vigor pada kondisi optimum
Sumber db JK KT Fhit Pr>F Ulangan 2 2.5666 1.2833 0.64 0.5379 I 5 71.2481 14.2496 7.08 0.0004 TV 1 153.1323 153.1323 76.12 <.0001 I*TV 5 75.7016 15.1403 7.53 0.0003 Galat 22 44.2560 2.0116 KK = 22.64
Lampiran 7. Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I) terhadap parameter kecepatan tumbuh pada kondisi optimum
Sumber Db JK KT Fhit Pr>F Ulangan 2 30.9734 15.4867 0.58 0.5709 I 5 817.3608 16.4721 6.07 0.0011 TV 1 2194.9225 2194.9225 81.52 <.0001 I*TV 5 806.6606 161.3321 5.99 0.0012 Galat 22 592.3712 26.9259 KK = 25.95