• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Nomor 126/PUU-XIII/2015

Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

I. PEMOHON Henky Setiabudhi Kuasa Hukum

Wahyudhi Harsowiyoto, SH dan Mario Tanasale, SH., para advokat dari Kantor Hukum Wahyudi Harsowiyoto, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 29 September 2015.

II. OBJEK PERMOHONAN

Pengujian Materiil Pasal 1 angka 2, angka 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP). III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Penjelasan para Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:

1. Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menyatakan:

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”;

2. Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang

terhadap UUD 1945;1

3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) menyatakan bahwa:

      

1

  Bunyi Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 bukanlah seperti yang dikutip Pemohon, yang Pemohon kutip tersebut adalah bunyi Pasal 24C ayat (1).

(2)

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”; 4. Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan (UU 10/2004)2 mensyaratkan adanya pemenuhan atas azas-azas

dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang baik meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan, atau organ pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, dapat dilaksanakan, berdaya gunaan dan kehasil gunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan;

5. Pasal 6 UU 10/20043 menyebutkan bahwa proses pembuatan peraturan

perundang-undangan juga harus memperhatikan materi muatan peraturan perundang-undangan:

6. Bahwa objek permohonan adalah pengujian materiil Pasal 1 angka 2 dan angka 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP), oleh karena itu Mahkamah berwenang untuk melakukan pengujian Undang-Undang a quo.

IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING)

Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa dirugikan secara konstitusional karena Penyidik, Jaksa Penuntut Umum telah memeriksa Pemohon berdasarkan Laporan Polisi yang sudah dicabut/dibatalkan/tidak berlaku lagi karena sudah ada kesepakatan antara Pemohon dengan Pelapor, yang mana laporan yang diajukan Pelapor adalah termasuk jenis delik aduan.

      

2

UU 10/2004 sudah tidak berlaku lagi, yang berlaku saat ini adalah UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

3

UU 10/2004 sudah tidak berlaku lagi, yang berlaku saat ini adalah UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

(3)

3 V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945

A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Pengujian Materiil UU KUHAP :

1. Pasal 1 angka 2:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

2. Pasal 1 angka 4:

“Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan.”

3. Pasal 5:

(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4: a. karena kewajibannya mempunyai wewenang:

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

2. mencari keterangan dan barang bukti;

3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.

b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;

2. pemeriksaan dan penyitaan surat;

3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.”

(4)

B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. 1. Pasal 28A:

“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”

2. Pasal 28D ayat (1):

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

3. Pasal 28G:

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

4. Pasal 28H:

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memeperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinakan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun

(5)

5 VI. ALASAN PERMOHONAN

1. Bahwa Pemohon telah dilaporkan ke Polrestabes Semarang oleh Ariyanto Hadinoto (Pelapor) karena memberikan Bilyet Giro untuk pembayaran barang yang tidak ada dananya, dengan Laporan Polisi Nomor LP/553/A/VI/2009/WILTABES;

2. Bahwa sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 63K/PDT/1987 tanggal 15 Oktober 1988 memutuskan bahwa “Dalam hal tergugat membayar harga barang yang dibelinya dengan Giro Bilyet yang ternyata tidak ada dananya/kosong, dapat diartikan bahwa tergugat telah melakukan ingkar janji/ wanprestasi dan mempunyai hutang atau pinjaman kepada penggugat sebesar harga barang tersebut dan tentang ganti rugi tersebut adalah ganti rugi atas dasar bunga yang tidak diperjanjikan yaitu 6% (enam persen) setahun”;

3. Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor

57/PID/B/2012/PN.SMG, Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Nomor 218/PID/2014/PT.SMG, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 98K/PID/2015 tidak sesuai dengan Pasal 1 angka 2 dan angka 4, dan Pasal 5 KUHAP karena dasar mempidanakan Pemohon berupa surat laporan Polisi/pengaduan nomor LP/553/A/VI/2009/WILTABES sudah dicabut/dibatalkan/tidak berlaku lagi;

4. Bahwa Pemohon juga sudah berusaha melakukan upaya hukum pra peradilan kepada pihak Poltabes Semarang dengan Perkara Nomor 08/PID.PRA/2015/PN.SMG dan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang gugatan pra peradilan Pemohon ditolak dengan alasan sudah lewat waktu/kadaluarsa. Hal ini diputus oleh Pengadilan Negeri Semarang Perkara Nomor 57/PID/B/2012/PN.SMG, dikuatkan di Pengadilan Tinggi Jawa Tengah Perkara Nomor 218/PID/2014/PT.SMG, dan Kasasi Pemohon ditolak Mahkamah Agung Republik Indonesia Register Nomor 98K/Pid./2015;

(6)

5. Bahwa dengan demikian oknum Penyidik Poltabes Semarang telah salah dalam menggunakan Laporan Polisi Nomor LP/553/A/VI/2009/WILTABES yang pada tanggal 6 Agustus 2012 sudah dicabut/dibatalkan/tidak berlaku karena ada perdamaian, kesepakatan antara Pemohon dengan Pelapor tetap dijadikan alat untuk mempidanakan Pemohon, padahal Surat Laporan Polisi menurut hukum dapat dicabut apabila Pelapor merasa sudah tidak dirugikan karena perkara tersebut adalah delik aduan;

6. Bahwa dengan alasan-alasan tersebut diatas maka Pemohon memohon dalam permohonan a quo memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk dapat menyatakan bahwa karena ada Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Register Nomor 98K/PID/2015, maka Pasal 1 angka 2 dan angka 4, dan Pasal 5 KUHAP harus diperbaiki/direvisi kembali, karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

VII. PETITUM

1. Mengabulkan permohonan Pemohon uji materiil untuk seluruhnya;

2. Menyatakan bahwa Putusan Perkara Pidana di Pengadilan Negeri Semarang Perkara No. 57/PID/B/2012/PN/SMG jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Tengah No. 218/PID/2014/PT.SMG jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 98K/PID/2015 yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) diputus dengan memakai Laporan Polisi No. LP/553/A/VI/2009/WILTABES yang sudah dicabut/dibatalkan/tidak berlaku. 3. Menyatakan bahwa Putusan yang sudah dijatuhkan dalam perkara pidana

a quo merupakan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 1 dan angka 4, dan Pasal 5. Serta melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28A; Pasal 28D ayat (1); Pasal 28G serta Pasal 28H.

(7)

7 4. Merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1

angka 2 dan angka 4, dan Pasal 5 menjadi: “Polisi dapat menyidik perkara khusus penggelapan dan penipuan tanpa Surat Laporan Polisi”.

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi atas Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan untuk Masa Pajak April 2015

Kita akan lakukan Instalasi kabel untuk Phase / tegangan untuk Stop Kontak terlebih dahulu, menggunakan kabel merah sebagai tanda kabel Instalasi Phase /

undangan, permohonan Pemohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tentu bisa menjadikan alasan hukum sebab Mahkamah Konstitusi tidak saja memeriksa permohonan terhadap keberatan

Terkait dengan Permohonan Pengujian Pasal 6 ayat (1) huruf c Undang- Undang LPS, dimana LPS selaku Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa

Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo menjelaskan bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 4

Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel sistem informasi akuntansi persediaan terhadap pengendalian

Penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan oleh Adhisifa (2012), dilaporkan bahwa penggunaan pembelajaran what is my line berpengaruh positif terhadap

Hal ini juga ditunjukkan pada observasi dan wawacara peneliti dilapangan menunjukkan pegawai Kantor Samsat Kabupaten Soppeng sudah bekerja dengan baik ,