• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mohamad Samsudin. DISORIENTASI PENDIDIKAN PRASEKOLAH: LITERATURE REVIEW Mohamad Samsudin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mohamad Samsudin. DISORIENTASI PENDIDIKAN PRASEKOLAH: LITERATURE REVIEW Mohamad Samsudin"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 97

DISORIENTASI PENDIDIKAN PRASEKOLAH: LITERATURE REVIEW

Mohamad Samsudin m.34din@yahoo.co.id

Abstrak: Ketidakselarasan antara materi belajar di lembaga prasekolah dengan tingkat perkembangan psikologi anak semakin nyata. Kenyataan ini ditunjukkan dengan banyaknya muatan materi ajar seperti membaca, menulis, dan berhitung (calistung) yang hingga kini masih kontroversial untuk diajarkan dalam pendidikan prasekolah; seakan menjadi pelajaran wajib bagi anak prasekolah. Kenyataan ini diasumsikan karena kurang pahamnya stakeholder

pendidikan prasekolah akan hakikat anak sebagai individu yang sedang berkembang psikologinya menuju kedewasaan. Sehingga banyak orangtua beranggapan bahwa anak-anak selagi masih kecil dapat dicetak menjadi apapun sekehendak hatinya. Kesalahpahaman tentang ajaran prasekolah dapat menyebabkan orangtua memberikan tekanan kepada guru dan lembaga prasekolah untuk menggunakan kemampuan akademik sebagai orientasinya. Berawal dari sinilah terjadi perubahan orientasi pendidikan prasekolah yang tadinya berprinsip “Bermain Sambil Belajar” berubah menjadi “Belajar Sambil Bermain”.

Tulisan ini merupakan literature review dari beberapa penelitian. Tujuan literature review ini untuk mengetahui substansi pembahasan dan menganalisis hasil penelitian yang di-review, sehingga mendapatkan sebuah gambaran yang jelas dari sebuah penelitian. Adapun penelitian yang akan di-review dalam tulisan ini antara lain: 1) Vick Y Lynn Hoover, “Program Evaluation of The Implementation of The Mandated Balanced Literacy Program In Kindergarten” PhD Dissertation University of Missouri-Cansas City, 2006; 2) Malai Gerawatanakaset, “The Expectations of Administrators, Teachers, and Parents for Developmental Areas of Young Children, Age 3 To 5 Years Old in Preschool Programs in Cincinnati Area”, PhD Dissertation University of Cicinnati-Thailand, 1990; 3) Gregory T. Fries, “The Effects of Preschool Education on Children’s Academic Development and Socialization in Primary Grades”, PhD Dissertation of Widener University, 2004; 4) Megan M. McClelland, dkk., “Children at Risk for Early Academic Problems: The Role of Learning-Related Social Skills”, Departement of Psychology, Loyola University College, 2000; dan

Mohamad Samsudin, lahir di Kediri 18 Maret 1974. Lulus S1 dari STAI Darul Qalam

Tangerang dan S2 dari Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. Sekarang sedang menempuh program doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini tercatat sebagai dosen tetap di STAI Nurul Iman Parung Bogor.

(2)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 98

Tamar D. Andrews, “Effectiveness of Preschool in Preparing Students for Kindergarten: A Comparison of Early Childhood Curriculum Models”, PhD Dissertation of Walden University, 2012.

Kata Kunci: Keselarasan, Prasekolah, Perkembangan PENDAHULUAN

A. Pendidikan Dalam Perspektif

Pendidikan prasekolah hingga kini masih mejadi perdebatan panjang. Mulai dari apakah pendidikan prasekolah sebagai pendidikan wajib yang harus dijalani oleh anak usia dini sebelum masuk sekolah dasar, hingga apakah kemampuan akademik seperti membaca, menulis, dan berhitung merupakan kemampuan yang boleh diajarkan atau tidak kepada anak usia prasekolah.

Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (8) dinyatakan bahwa “Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan”.1 Ini artinya pendidikan yang benar adalah pendidikan yang

tidak hanya mementingkan bagaimana proses belajar mengajar berjalan, tetapi juga melihat faktor perkembangan anak, baik aspek psikologis maupun fisiologisnya.2 Dengan mengenal sisi dan ciri-ciri dari setiap tahap

perkembangan peserta didik, seorang guru dapat mengambil keputusan tindakan edukatif yang tepat agar dapat menghasilkan peserta didik yang benar-benar memahami pengalaman belajar yang diterimanya.3 Pendidikan

yang disampaikan dengan tidak memperhatikan aspek perkembangan peserta didik dapat dikatakan “mematikan dunia anak-anak”.4 Anak-anak adalah

manusia yang khas dan unik, mereka harus berkembang sesuai dengan kekhasan dan keunikannya. Apabila pendidikan tersebut tidak memberi kesempatan kekhasan dan keunikan mereka berkembang sama saja dengan pendidikan itu menghancurkan mereka secara dini.

Sepintas dapat dilihat dari sisi konseptual dunia pendidikan sekarang telah mengikuti arah petunjuk yang ideal. Namun kenyataannya masih

1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012), Cet. ke-2, 3.

2Agus Zainul Fitri, “Pemikiran Pendidikan: Upaya Membangun Manusia Berkarakter Melalui Pendidikan Holistik.” dalam Pendidikan Holistik Pendekatan Lintas Perspektif, ed.

Jejen Musfah (Jakarta: FITK PRESS, 2011), 32.

3Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), Cet. ke-1, 597.

4Ann Quennerstedt, “Children, But Not Really Humans? Critical Reflections on the Hampering Effect of the “3 p’s”,” dalam International Journal of Children’s Rights,18 (2010): 619–635.

(3)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 99 banyak proses belajar mengajar di jenjang pendidikan tertentu yang keluar dari koridor konsep di atas. Pendidikan anak prasekolah5 misalnya, yang

semakin hari semakin melupakan aspek perkembangan anak dalam proses belajarnya. Usia anak prasekolah yang rata-rata umur 4-6 tahun dikebiri hak bermainnya dengan penuhnya mata pelajaran seperti anak dewasa, misalnya pelajaran membaca, menulis dan berhitung (calistung). Bourke berpendapat bahwa pembelajaran menulis selayaknya diajarkan pada anak kelas tujuh bukan pada anak prasekolah.6 Sependapat dengan Bourke, Patmonodewo

juga mengatakan bahwa Taman Kanak-Kanak (TK) bukan sekolah. TK merupakan tempat bermain sambil belajar, dan tidak diberikan pelajaran membaca, menulis, dan berhitung/matematika seperti di sekolah dasar.7

Penelitian telah menunjukkan bahwa orientasi akademik (academic oriented) telah mengambil peran utama dalam kurikulum prasekolah.8

Padahal hasil penelitian Mononen menyimpulkan bahwa memberikan penekanan pembelajaran berhitung pada anak usia 4-7 tahun berisiko kesulitan.9 Ini artinya pembelajaran berhitung pada anak usia dini ada

pemaksaan. Senada dengan hal tersebut, Jean Piaget, seorang psikolog Swiss (1896-1980) pernah mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh John W. Santrock bahwa pembelajaran anak harus berjalan secara alamiah, tidak boleh ditekan atau didesak untuk memperoleh prestasi terlalu banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap. Tetapi pada kenyataannya banyak orang tua yang menghabiskan waktu berjam-jam dengan menunjukkan kartu besar bertuliskan satu kata kepada bayi agar si bayi lebih cepat menguasai banyak kosakata. Menurut Piaget hal ini merupakan tindakan yang terburu-buru untuk meningkatkan kemampuan intelektual, menggunakan pembelajaran pasif, dan karenanya tidak akan berhasil.10 Hal

5Yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun dan biasanya mengikuti program pendidikan prasekolah atau kindergarten. Lihat Jack Snowman and others, eds., Psychology Applied to Teaching 13th Edition (Wadsworth: Cengage Learning, 2011), 74. Sedangkan di Indonesia anak prasekolah berusia antara 0 sampai 6 tahun. Program yang diikuti adalah Tempat Penitipan Anak bagi usia 3 bulan sampai 5 tahun dan Kelompok Bermain bagi usia 3 tahun. Adapun anak usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK). Lihat Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. ke-2, 19.

6 Lorna Bourke & Anne-Marie Adams, “The Relationship Between Working Memory And Early Writing Assessed At The Word, Sentence And Text Level,” dalam Educational and Child Psychology, Vol. 20, No. 3, ( 2003) : 19-36.

7 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. ke-2, 69.

8 Joan Almon, “The Vital Role of Play in Early Childhood Education”, dalam Jurnal

Waldort Early Childhood Association of Nort America, (2004).

9 Riikka Mononen, eds., “A Review of Early Numeracy Interventions For Children At Risk In Mathematics”, dalam International Journal of Early Childhood Special Education, 6

(1), 2014, 25–54. Stable URLhttp://www.int-jecse.net/files/Z70G8EJKQ63RAZ9O.

10John W. Santrock, Educational Psychology 5th-Edition (New York: McGraw-Hill Company, 2011),51. Begitu juga Kohlberg berpendapat bahwa proses pendidikan menekankan

(4)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 100

senada diungkapkan oleh Helm bahwa guru perlu memikirkan tentang dampak pendidikan terhadap pengalaman anak. Pengenalan aktivitas akademis (academic activity) yang tidak tepat untuk anak-anak akan merusak kemampuan belajar bidang yang lain di masa yang akan datang karena perasaan traumatis pada pengalaman yang lalu. Hal ini Helm menyebut dengan learned stupidity (ketololan yang dipelajari).11

Secara teoretis, pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.12 Kata

“pemberian rangsangan pendidikan” tidak dapat disama-artikan dengan pemberian pendidikan. Artinya pendidikan prasekolah tidak lebih dari membantu anak agar mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar untuk

perubahan perkembangan yang terjadi secara alami. Lihat David Henry Feldman, ”Beyond Universals: Toward a Developmental Psychology of Education,” dalam Educational Researcher, Vol. 10, No. 9 (Nov., 1981) : 21-26+30-31 Published by: American Educational Research Association, http://www.jstor.org/stable/1174732 (accessed: Sep. 10, 2014).

11Judy Harris Helm dan Lilian G. Katz, Young Investigators: The Project Approach in

The Early Years (New York: Teachers College Press, 2000), 2.

12Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012), Cet. Ke-2, 4. Lihat pula Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 1 ayat 3. Pendidikan Anak Usia Dini memiliki ciri khusus yang membedakan dengan pendidikan selanjutnya. Ciri khusus tersebut antara lain: menunbuhkembangkan seluruh potensi kemanusiaannya yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan Spiritual (ES), kecerdasan majemuk, dan kecerdasan lainnya; mendahulukan aktivitas jiwa raga dan indranya; roh dalam proses pembelajarannya adalah bermain; seni dan pendidikan fisik sebagai menu utama yang dilasanakan dengan penuh kegembiraan, menyenangkan, dan bebas. Lihat Ihsana El Khuluqo, Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: LKI Noegraha, 2014), 17-18.

(5)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 101 menghadapi masa sekolah13dengan metode pembelajarannya menggunakan

metode bermain.14

Usia dini (4-6 tahun) adalah masa keemasan (The Golden Age)15 di

mana anak memasuki sensitive periods yang ditandai dengan mudahnya menerima stimulus dari lingkungannya.16 Pada masa ini terjadi kematangan

fisik dan psikis yang merupakan pondasi bagi perkembangan selanjutnya sehingga pada akhirnya akan terwujud perilaku yang diharapkan. Apabila pada masa tersebut pertumbuhan dan perkembangan seorang anak berjalan secara optimal diharapkan pada masa dewasa akan tumbuh manjadi manusia yang berkualitas.17 Agar proses pendewasaan anak berjalan optimal dan

13Lihat Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 61 ayat 1 dan 2. Soemiarti mengatakan bahwa pelaksanaan Pendidikan Anak Usia Dini (TK) adalah salah satu bentuk pendidikan sekolah yang bertujuan untuk membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya; pendidikan PAUD bukan persyaratan untuk memasuki sekolah dasar; program pendidikan kelompak A dan B bukan jenjang yang harus diikuti oleh setiap anak didik; dan pelaksanaan PAUD menganut prinsip bermain sambil belajar. Lihat juga Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. ke-2, 69. Bredekamp menyatakan bahwa salah satu indikator dari program prasekolah berkualitas tinggi adalah kurikulum yang mengakui nilai bermain anak-anak. Lihat Sue Bredekamp, “Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Programs,” dalam Young

Children, Vol.52 No. 2 (1997) : 34-40.

https://www.naeyc.org/files/naeyc/file/?id=EJ538101. (accessed May 23, 2015).

14Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 66. Bergen mengatakan bahwa bermain bagi anak-anak dapat membuka jalan pembelajaran karena dalam bermain proses perkembangan seiring dengan proses pengembangan kognitif, bahasa, moral, sosial, emosional, fisik, atau jenis pengembangan peran kelamin/seks. Lihat Doris Bergen, “Stages of Play Development,” in

Play As Medium for Learning and Development, ed. D. Bergen (Olney, MD: Association for Childhood Education International,1998), 90. Sedangkan Ginsburg berpendapat bahwa bermain sangat penting untuk pengembangan karena berkontribusi terhadap kognitif, fisik, sosial, dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Bermain juga menawarkan kesempatan yang ideal bagi orang tua untuk terlibat secara penuh dengan anak-anak mereka. Lihat Kenneth R. Ginsburg, “The Importance of Play in Promoting Healthy Child Development and Maintaining Strong Parent-Child Bonds,” dalam jurnalAmerican Academy of Paediatrics, Vol. 119, No. 1, (2007).http://pediatrics.aappublications.org/help/slow.dtl

(Accessed May 16, 2015).

15 Disebut The Golden Age karena pada masa ini otak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Menurut Suyadi, masa emas ini dimulai sejak anak berada di dalam kandungan hingga usia enam tahun. Lihat Suyadi, Psikologi Belajar PAUD

(Yogyakarta: Pustaka Intan Madani, 2010), 23.

16Zakiah Darajat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), 87. Lihat juga Abdullah Nasih} ’Ulwa>n, Tarbiyat al-Awla>d fi> al-Isla>m (Bayru>t : Da>r al-Sala>m, 1978), Juz 1, 272.

17 Karena pengalaman di masa dewasa dipengaruhi oleh pengalaman di masa kanak-kanak. Lihat Shelby Gull Laird and Others, eds., “Young Children’s Opportunities For Unstructured Environmental Exploration Of Nature: Links To Adults’ Experiences In

(6)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 102

mencapai tujuan maka dibutuhkan lingkungan belajar yang disebut dengan pendidikan. Namun yang menjadi permasalahan selama ini adalah

stakeholder pendidikan dengan bermodalkan pemahaman minim tentang the golden age seakan berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90% bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan kedua belahan otak dalam proses pendidikan prasekolah sangat mencolok.

Anak dengan segala kekhususannya membutuhkan segala sesuatunya dengan kekhususannya pula. Begitu juga dengan pendidikan, seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi kekhususannya, yaitu selaras dengan tahap-tahap perkembangan mereka baik psikis maupun fisik. Karena ilmu pengetahuan tidak boleh diberikan tanpa adanya pertimbangan kepada siapa, kapan, dan bagaimana ilmu pengetahuan tersebut diberikan. Ibarat sebuah tanaman, perlu menjadi perhatian jenis tanaman apa yang dapat diberi pupuk tertentu, kapan, dan seberapa banyak pupuk tersebut layak ditaburkan. Apabila salah dalam pemberian pupuk, baik kesesuaiannya dengan jenis tanaman, waktu, dan komposisinya; maka yang terjadi tanaman tersebut tidak akan tumbuh subur justru akan mati. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa dalam memberikan ilmu pengetahuan yang menjadi prioritas untuk diajarkan kepada manusia adalah yang sesuai dengan tahap perkembangan psikologinya.18

B. LITERATURE REVIEW

Menelusuri karya atau penelitian terdahulu sangat dibutuhkan dalam memperluas wacana keilmuan. Karena dengan mengetahui penelitian terdahulu akan dapat membandingkan dan membedakan antara penelitian yang satu dengan penelitian yang lainnya, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan besar. Oleh karena itu, penulis merasa perlu mengangkat beberapa penelitian terdahulu untuk memberikan beberapa catatan penting. Penelitian tersebut kemudian akan memberikan kerangka dasar dalam membaca peta pendidikan anak prasekolah baik secara teoretis maupun praksis. Adapun penelitian yang berkaitan dengan pendidikan anak prasekolah yang telah dibahas oleh para penulis pendidikan, antara lain:

Childhood,” dalam International Journal of Early Childhood Environmental Education, 2 (1), (2014), 58.

18 Ki Hadjar Dewantara, Karja Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan (Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962), 21.

(7)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 103 1. Vick Y Lynn Hoover, “Program Evaluation of The Implementation of

The Mandated Balanced Literacy Program In Kindergarten” PhD Dissertation University of Missouri-Cansas City, 2006.19

Disertasi ini dilatarbelakangi oleh adanya program pemerintah distrik Missouri tentang kualitas anak kelas 1-3 sekolah dasar yang disebut dengan gerakan NCLB, No Child Left Behind (Tidak Ada Anak Tinggal Kelas). Gerakan ini berfokus pada empat komponen utama: akuntabilitas prestasi siswa, penekanan pada pembelajaran praktik berbasis penelitian, responsif terhadap pilihan orangtua dalam program pendidikan anak-anak mereka, dan kontrol terhadap budaya lokal dan fleksibilitas proses pembelajran. Untuk mendudukung program tersebut, maka dibuatlah panduan pembelajaran baca tulis untuk anak sekolah dasar yang disebut dengan MRI (Missouri Reading Initiative). Tujuan utama MRI adalah untuk membimbing anak kelas tiga sekolah dasar (SD) agar kemampuan baca tulisnya meningkat lebih baik. Dalam implementasinya, program ini (MRI) sangat membantu keberhasilan anak, khususnya kemampuan baca tulis kelas 1-3 sekolah dasar. Salah satu hasil dari undang-undang NCLB dan MAP (Missouri Assessment Program) adalah menekankan pembelajaran membaca untuk Taman Kanak-kanak (TK), yang berarti membaca telah menjadi hasil yang diharapkan untuk anak-anak keluaran TK. Akibatnya, anak-anak-anak-anak TK lebih banyak menghabiskan waktu belajarnya untuk belajar membaca dan menulis daripada mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional.

Secara historis, membaca belum merupakan hasil dari program pembelajaran di TK Missouri, tetapi paradigma tersebut telah berubah. Pergeseran kurikulum TK tentang pelajaran baca tulis telah menciptakan antinomi di banyak sekolah. Kurikulum TK secara bertahap bergerak dari filsafat konstruktivisme (constructivist philosophy) yaitu belajar membaca untuk anak TK yang diisi pelajaran bahasa dan sasra dengan metode bernyayi dan bermain, menuju ke program pembelajaran membaca secara langsung (direct instructional reading program). Di masa lalu, program TK telah berjuang untuk menghindari tekanan pendekatan akademik (academic approach), terutama ketika Missouri menetapkan waktu belajar TK sehari penuh (full day). Banyak yang percaya bahwa ketika waktu belajar diperpanjang maka harus diisi dengan kurikulum yang lebih maju daripada sebelumnya, termasuk belajar membaca dan menulis. Walaupun membaca dan menulis di TK adalah isu kontroversial di distrik Missouri.

19 Vick Y Lynn Hoover, Program Evaluation Of The Implementation Of The

Mandated Balanced Literacy Program In Kindergarten, A Dissertation In University of Missouri-Kansas City, 2006. Published by ProQuest LLC UMI 3245274.

(8)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 104

Seiring dengan kuatnya tuntuan masyarakat untuk meningkatkan prestasi baca tulis pada anak TK serta adanya program pemerintah dalam NCLB yang memberikan penekanan kemampuan baca tulis pada anak usia prasekolah, maka Hoover melakukan evaluasi terhadap program MRI yang diimplementasikan pada Taman Kanak-kanak, apakah program MRI ini efektif atau tidak dalam proses pembelajaran di TK.

Objek penelitian Hoover adalah Taman Kanak-kanak yang masih satu atap dengan Green Valley Elementary School, Cansas City, terletak di pinggiran kota Midwest. Jumlah siswa di TK tersebut adalah 149 anak, dengan 78 laki-laki dan 71 perempuan, serta jumlah guru 8 orang. Dalam penelitian ini Hoover memfokuskan pada tujuan untuk mengevaluasi implementasi program baca tulis pada anak TK. Sebuah desain penelitian kualitatif, termasuk tiga tingkat wawancara dan observasi kelas, digunakan untuk mengumpulkan data. Dari data ini, dalam analisis kasus dilakukan untuk mempelajari proses pembelajaran setiap guru. Kemudian analisis lintas kasus membantu mengidentifikasi kemampuan antarguru dalam melaksanakan program MRI tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh faktor-faktor kekuatan dan kelemahan program secara keseluruhan sehingga dapat diperbaiki. Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian (research question) dalam penelitian Hoover ini adalah bagaimana para guru TK melaksanakan program MRI pada anak TK? Untuk menjelaskan langkah penelitian, Hoover menjadikan research question tersebut menjadi dua rumusan masalah penelitian, yaitu:

1. Apakah secara teoritis dan praktis komponen dari program MRI layak untuk digunakan dalam mengajar baca tulis anak-anak usia dini/TK?

2. Bagaimana pelaksana pendidikan, administrator sekolah, dan guru-guru di Green Valley Elementary School memastikan bahwa kesempatan belajar yang disediakan dalam lingkungan sekolah sesuai dengan tahapan perkembangan anak, sementara pada saat yang sama mereka harus memenuhi standar pengujian yang ditetapkan oleh pemerintah?

Untuk melihat fenomena tersebut secara lebih operasional, Hoover menggunakan pendekatan teori behaviorisme dan konstruktivisme. Kedua pendekatan ini dianggap Hoover lebih relevan dengan penelitiannya.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: pertama, program MRI sangat sulit untuk diimplementasikan di TK karena hampir semua guru TK berpegang pada prinsip bahwa anak usia dini (TK) masih belum waktunya menerima pelajaran membaca dan menulis secara langsung. Prinsip ini dipengaruhi oleh filsafat pendidikan yang tertanam pada diri guru bahwa semakin anak dipaksa untuk mencapai sesuatu yang belum waktunya ia dapatkan, maka akan berdampak negatif, seperti kejenuhan pada anak, dan gagalnya program pembelajaran. Kedua, implementasi pengembangan

(9)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 105 akuisisi baca tulis pada anak TK sangat diperlukan tetapi sekolah tidak menyadari hasil yang diinginkan. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya motivasi guru untuk menjalankan program MRI pada TK dan tidak adanya laporan tahunan sebagai evaluasi hasil belajar siswa. Penyebabnya adalah kurang pahamnya guru dalam memahami program baca tulis dari aspek implementasi dan filosofinya. Ketiga, hampir semua guru mengatakan bahwa program MRI terlalu tinggi untuk diimplementasikan di TK. Oleh karena itu, mereka mengatakan bahwa tidak akan menggunakan pedoman sebagaimana yang terdapat dalam program MRI apabila hal ini dipaksakan. Semua guru mempunyai pedoman tersendiri untuk mengajar siswa TK dalam hubungannya dengan baca tulis. Yaitu dengan sistem fonetik dimana anak hanya diajari mengenal bunyi-bunyi huruf tertentu tanpa harus diajari menulis hurufnya secara langsung. Metode ini dianggap lebih efektif bagi anak TK dilihat dari aspek perkembangan. Keempat, Untuk sebagian besar guru menerapkan komponen dari MRI tetapi proses mengajarnya kadang-kadang tampaknya kaku dan memaksa. Jika diberi pilihan, mereka akan memilih program lain. Para guru mendukung bahwa mereka harus mengajar semua anak-anak untuk membaca tapi selalu berakhir dengan peringatan, "jika mereka siap"

2. Malai Gerawatanakaset, “The Expectations of Administrators, Teachers, and Parents for Developmental Areas of Young Children, Age 3 To 5 Years Old in Preschool Programs in Cincinnati Area”, PhD Dissertation University of Cicinnati-Thailand, 1990.20

Menurut Gerawatanakaset, program prasekolah secara dramatis menjadi lebih penting bagi masyarakat modern karena dua alasan utama, yaitu kebutuhan untuk pengasuhan anak dan kebutuhan untuk pendidikan. Di seluruh negara, kualitas program prasekolah sedang dipengaruhi oleh administrator sebagai penentu kebijakan program pendidikan, guru sebagai pelaksana kebijakan, dan orang tua. Masing-masing dari mereka melaksanakan dan memilih program prasekolah berdasarkan harapan mereka. Sebagian ada yang berorientasi kepada pengasuhan anak, dan sebagian ada pula yang berorientasi kepada kemampuan akademik anak. Berfokus pada bagaimana proses belajar yang terjadi pada anak usia prasekolah yang tepat dan selaras dengan perkembangan anak, serta bagaimana harapan administrator, guru, dan orang tua siswa terhadap program pendidikan prasekolah; maka penelitian ini dilakukan.

20 Malai Gerawatanakaset, The Expectations Of Administrators, Teachers, And

Parents For Developmental Areas Of Young Children, Age 3 To 5 Years Old In Preschool Programs In Cincinnati Area, Dissertation of the University of Cincinnati, 1990.Published by ProQuest LLC, MI 48106

(10)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 106

Gerawatanakaset berasumsi bahwa orang tua dan guru atau pengasuh sering memiliki harapan yang berbeda terhadap pelaksanaan program prasekolah dan output yang dihasilkan. Begitu juga harapan administrator sekolah atau pelaksana pendidikan dalam hal kebijakan dan praktek program prasekolah, ternyata berdampak besar pada kualitas anak. Oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana harapan mereka terhadap program pendidikan prasekolah dalam perjanjian mereka berhubungan dengan pengetahuan dan perkembangan anak. Penelitian ini meneliti harapan administrator, guru, dan orangtua dari aspek perkembangan anak (fisik, sosial, emosional, dan intelektual) dari anak usia 3 sampai 5 tahun. Tiga aspek yang diteliti: (1) sifat dari harapan; (2) sejauh mana kesamaan dan perbedaan harapan antara kelompok administrator, guru, dan orang tua dalam pelaksanaan program pendidikan prasekolah; (3) sejauh mana harapan tersebut sesuai dengan teori-teori perkembangan anak. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam membantu orang tua, guru, dan administrator sekolah untuk memahami apa yang mereka harapkan dari anak-anak pada aspek perkembangannya, baik. fisik, sosial, emosional, maupun intelektual. Hasil ini juga dapat membantu menginformasikan mereka yang peduli dengan kesiapan belajar anak usia dini dan sejauh mana harapan administrator, guru, dan orang tua setuju dengan undang-undang pendidikan anak usia dini sebagaimana diatur dalam National Association for the Education of Young Children (NAEYC), khususnya yag berhubungan dengan perkembangan anak.

Gerawatanakaset melakukan survei dengan menyebar kuesioner kepada 50 lembaga pendidikan prasekolah baik negeri maupun swasta yang terletak di daerah Cincinnati dan Hamilton County. Sampel populasi terbatas pada administrator sekolah, guru, dan orangtua anak-anak yang berusia antara 3 sampai 5 tahun. Penelitian ini merupakan metodologi penelitian survei dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan survei kuesioner. Distribusi frekuensi dan uji statistik yang tepat digunakan untuk menyajikan dan membandingkan harapan dari tiga kelompok partisipan penelitian. Seorang administrator sekolah, dua guru, dan tiga orang tua dari masing-masing lembaga prasekolah diminta untuk merespon dan 215 (71,67%) dari responden mengembalikan kuesioner.

Kesimpulan dalam penelitian ini menyatakan bahwa dalam memeriksa perbedaan antara perhatian dan orientasi akademik anak prasekolah, ditemukan bahwa administrator, guru, dan semua orangtua lebih menekankan pengasuhan daripada kemampuan akademik anak. Namun orang tua menekankan pengasuhan lebih besar daripada guru, dan guru menekankan pengasuhan lebih besar daripada administrator (lembaga pendidikan prasekolah). Ini artinya lembaga prasekolah lebih besar penekanannya daripada guru dan orangtua dalam hal kemampuan

(11)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 107 akademik anak. Penekanan yang lebih besar dari administrator atau pelaksana sekolah ini dikarenakan adanya persaingan ketat antarsekolah. Akibatnya, banyak lembaga prasekolah yang mengejar target perolehan siswa dengan mengobral program tanpa mempertimbangkan aspek perkembangan. Kesimpulan akhir dari disertasi ini menyatakan bahwa pusat pendidikan anak usia dini mengambil tanggung jawab yang lebih besar terhadap program prasekolah yang selaras dengan perkembangan anak. Komunikasi dan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan orangtua mengenai strategi sesuai dengan tahapan perkembangan anak akan sangat penting jika anak mengalami keseimbangan yang tepat dari perkembangan sosial, intelektual, emosional, dan fisik.

3. Gregory T. Fries, “The Effects of Preschool Education on Children’s Academic Development and Socialization in Primary Grades” , PhD Dissertation of Widener University, 2004.21

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pertanyaan apakah pendidikan prasekolah memainkan peranan penting dalam prestasi akademik berikutnya dan sosialisasi di sekolah dasar. Ketika memutuskan apakah anak perlu melalui pendidikan prasekolah atau tidak, banyak orangtua beralasan bahwa menyekolahkan anak mereka di pendidikan prasekolah beralasan agar anaknya mampu bersosialisasi serta memiliki kemampuan akademik agar siap memasuki sekolah dasar.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apakah perilaku dan kemampuan akademik anak prasekolah mempengaruhi prestasi kelas tiga di sekolah dasar. Selain itu bertujuan untuk menentukan alasan mengapa orang tua mengirim atau tidak mengirim anak mereka ke pendidikan prasekolah. Studi ini menjawab pertanyaan, "Apakah ada perbedaan yang signifikan antara anak yang melalui pendidikan prasekolah dengan anak yang tidak melalui pendidikan prasekolah apabila dilihat dari perkembangan sosial dan emosional di sekolah dasar?” Kemudian menjawab pertanyaan, "Apakah ada perbedaan faktor yang dipertimbangkan orang tua dalam memutuskan apakah memasukkan anak mereka ke pendidikan prasekolah terlebih dahulu atau tidak sebelum memasuki usia sekolah dasar?” Tujuan dari survei ini adalah untuk menentukan alasan mengapa orang tua mengirim atau tidak mengirim anak mereka ke pendidikan prasekolah.

Survei dilakukan atas 256 orangtua siswa TK dan 319 orangtua kelas tiga di School District Exeter Township, Reading, Pennsylvania. Tujuan dari survei ini adalah untuk menentukan alasan mengapa orang tua mengirim atau tidak mengirim anak mereka ke TK. Orangtua diminta

21 Gregory T. Fries, The Effects Of Preschool Education On Children’s Academic

Development And Socialization In Primary Grades, A Dissertation of Widener University, 2004. Published by ProQuest LLC UMI Number: 3120730

(12)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 108

untuk menanggapi pernyataan pada kuesioner yang berisi pertanyaan, apakah orangtua mengirim anak mereka ke pendidikan prasekolah atau tidak. Bagian kedua dari survei skala Likert yang meminta orangtua untuk menjawab serangkaian pertanyaan yang diarahkan ke alasan mengirim atau tidak mengirim anak mereka ke pendidikan prasekolah.

Penemuan penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak yang sekolah TK dan yang tidak dalam aspek perkembangan sosial dan emosional di kelas tiga sekolah dasar. Hal ini menurut Fries karena adaptasi anak terhadap lingkungan baru, yaitu sekolah, teman, guru, dan mata pelajaran yang berbeda dengan prasekolah. Penemuan selanjutnya, Fries menyatakan bahwa kebanyakan orangtua ketika memutuskan apakah akan mengirim anak mereka ke pendidikan prasekolah atau tidak, didasari oleh interaksi sosial, kesiapan akademik dan bahasa/kemampuan verbal yang paling penting. Namun alasan pokok dari orangtua menyekolahkan anaknya ke pendidikan prasekolah didasari oleh alasan agar anak pandai bersosialisasi dengan teman dan lingkungan baru di luar rumah. Hal ini dianggap penting oleh orangtua karena ketika anak sudah bersosialisasi dengan teman dan lingkungan, maka kepercayaan diri anak akan meningkatkan sehingga proses belajar di tingkat lanjutan akan mudah dijalankan.

4. Megan M. McClelland, dkk., “Children at Risk for Early Academic Problems: The Role of Learning-Related Social Skills”, Departement of Psychology, Loyola University College, 2000.22

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan interpersonal dan kemampuan kerja sama anak usia prasekolah dengan kemampuan akademik anak ketika kelas dua sekolah dasar. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 540 anak TK yang diukur dengan analisis teori Cooper-Farran Behavioral Rating Scale. McClellan juga mencari kemungkinan penyebab terjadinya keterampilan akademis yang buruk pada anak-anak TK. Untuk mengetahui penyebab tersebut, sejumlah anak, keluarga, dan faktor sosial budaya juga diidentifikasi. Menurut McClellan bahwa kualitas lingkungan rumah diyakini dapat merangsang pertumbuhan kognitif dan meningkatkan prestasi akademik. Demikian pula perbedaan individu, karakteristik anak, IQ, disabilitas, dan tekanan mental juga mempengaruhi keaktifan anak di sekolah. Di sisi lain, karakteristik sosial perilaku anak berkontribusi terhadap adaptasi di

22 Penelitian ini dilakukan oleh Megan M. McClelland, Frederick J. Morrison and Deborah L. Holmes dari Departement of Psychology, Loyola University College pada tahun 2000 yang dimuat dalam jurnal Early Childhood Research Quarterly, 15, No. 3, 307–329 (2000) © 2000 Elsevier Science Inc. ISSN: 0885-2006.

(13)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 109 sekolah dan prestasi akademik berikutnya. Penelitian ini dieksplorasi lebih eksplisit sifat keterampilan sosial yang buruk dan implikasinya terhadap keberhasilan akademis nanti.

Penelitian ini menggunakan regresi hirarkis untuk menentukan apakah kecerdasan interpersonal dan keterampilan kerja sama siswa memprediksi hasil akademik kelas dua sekolah dasar. Dalam metode ini, nilai akademik siswa (membaca, kosakata, informasi umum, atau matematika) dimasukkan pada langkah pertama dari persamaan regresi. Langkah kedua yaitu enam variabel yang meliputi: IQ, usia masuk, jumlah pengalaman prasekolah, tingkat pendidikan orang tua, etnis, dan lingkungan rumah. Adapun keterampilan yang berhubungan dengan keja sama siswa dan kecerdasan interpersonal dimasukkan ke dalam langkah ketiga dari persamaan regresi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan yang berhubungan dengan kerja sama memprediksi beberapa keterampilan akademik, bahkan dipengaruhi oleh enam variabel prediktor lainnya. Secara keseluruhan, keterampilan akademik siswa pada kelas dua sekolah dasar berhubungan dengan keterampilan kerja sama dan kecerdasan interpersonal saat anak duduk di bangku TK. Artinya bahwa anak-anak dengan keterampilan kerja sama dan kecerdasan interpersonal yang buruk saat duduk di bangku TK akan berakibat kemampuan akademik yang buruk pula saat ia duduk di kelas dua sekolah dasar. Dengan kata lain, keterampilan kerja sama dan kecerdasan interpersonal anak yang buruk saat di TK merupakan faktor risiko untuk prestasi akademik yang rendah pada awal sekolah dan berlanjut ke tahun-tahun sekolah dasar.

Temuan ini memberikan kontribusi bahwa identifikasi anak-anak dengan keterampilan kerja sama dan kecerdasan interpersonal yang buruk harus sama pentingnya dengan identifikasi anak-anak dengan kemampuan akademik yang buruk. Di samping itu, pentingnya pembelajaran sosial pada anak usia dini karena berkaitan dengan suksesi anak di masa mendatang, baik keterampilan sosial maupun kemampuan akademik. 5. Tamar D. Andrews, “Effectiveness of Preschool in Preparing Students for

Kindergarten: A Comparison of Early Childhood Curriculum Models”,

PhD Dissertation of Walden University, 201223

Sebuah penelitian model kurikulum prasekolah dengan metode kausal-komparatif kuantitatif ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana kurikulum prasekolah TK High Scope, Montessori, Reggio Emilia, dan kurikulum tradisonal dapat mempersiapkan pembelajaran anak usia dini. Lebih khusus Andrews ingin mengetahui di antara keempat lembaga

23 Tamar D. Andrews, “Effectiveness of Preschool in Preparing Students for Kindergarten: A Comparison of Early Childhood Curriculum Models”, PhD Dissertation of Walden University, 2012. Published by ProQuest LLC UMI Number: 3542060

(14)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 110

prasekolah tersebut kurikulum yang mana yang paling diminati oleh orangtua siswa dalam menyekolahkan anak mereka berdasarkan harapan mereka. Ketiga TK tersebut di atas merupakan TK yang telah mengembangkan kurikulumnya menjadi kurikulum modern. Di antara indikator dari kurikulum modern di ketiga TK tersebut adalah padatnya kurikulum yang berorientasi pada kemampuan akademik siswa daripada kemampuan emosi dan sosio-emosional siswa. Padatnya tugas yang berhubungan dengan baca tulis hitung sebagai kewajiban anak prasekolah sehingga mengurangi waktu bermain mereka juga dijadikan indikator modernisasi kurikulum oleh Andrews dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan pendekatan teori perkembangan kontruktivisme yang digagas oleh Piaget, Vygotsky, dan Dewey. Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.

Dari penelitiannya, Andrews menyimpulkan bahwa model kurikulum prasekolah tradisional lebih baik daripada model kurikulum yang terdapat pada TK High Scope, Montessory, dan Reggio Emilia dari aspek ketertarikan anak dalam mengikuti pembelajaran. Hasil penelitian ini diperkuat dengan banyaknya anak drop out dari ketiga TK tersebut setelah setahun menjalani masa belajar. Dari hasil survei dan angket yang disebar oleh Andrews menunjukkan bahwa padatnya materi belajar yang berorientasi pada kemampuan akademik membuat anak tertekan dan merasa bosan. Di samping itu, kurangnya waktu bermain juga menjadi salah satu penyebab dari kejenuhan anak.

Andrews menyatakan dalam closing statement penelitiannya bahwa sebuah program pendidikan yang terlalu kaku karena berharap anak akan mampu menyesuaikan diri dengan gaya kurikulum yang disajikan

(15)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 111 berpotensi gagal memenuhi kebutuhan anak itu sendiri. Oleh karena itu, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang mampu bergerak ke arah memenuhi kebutuhan anak. Kegagalan memenuhi kebutuhan anak dalam proses belajar yang seimbang antara kognitif, emosi, dan sosio-emosional akan memperlebar celah-celah di mana banyak anak-anak akan jatuh ke dalam kegagalan belajar. Orangtua bertanggung jawab penuh dalam menentukan program kurikulum yang baik dan tepat bagi proses perkembangan anak. Di sisi lain, pengelola pendidikan dan guru juga dituntut untuk terus mengembangkan kurikulum yang ada dengan melihat kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman tanpa harus mengabaikan tujuan esensi pendidikan prasekolah.

C. ANALISIS HASIL PENELITIAN LITERATURE

Berkaitan dengan tema kajian para peneliti di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai pendidikan anak, khususnya pendidikan prasekolah, sudah banyak dilakukan; baik dengan metode kualitatif maupun kuantitatif. Jenis dan pendekatan penelitian di atas juga beragam. Mulai dari jenis penelitian studi kasus hingga penelitian eksperimental, mulai dari pendekatan behaviorisme hingga kontruktivisme.

Secara umum penelitian di atas memiliki kesamaan dalam aspek tema penelitian, yaitu pendidikan prasekolah. Namun dari aspek pendekatan terdapat perbedaan. Kalau penelitian di atas kebanyakan menggunakan pendekatan behaviorisme dan kontruktivisme, maka makalah ini menggunakan pendekatan perkembangan psikologi dan pedagogis. Pendekatan ini dijadikan landasan untuk melihat banyaknya lembaga sekolah yang menyimpang dari konsep pendidikan anak secara ideal, baik yang berhubungan dengan tujuan, materi, metode, dan evaluasi pembelajarannya. Terlebih lagi apabila dilihat dari sudut pandang perkembangan anak, maka masih banyak lembaga pendidikan yang cenderung mengabaikan aspek ini. Hal ini dapat dilihat dari penekanan lembaga prasekolah terhadap kemampuan akademik anak, sepeti membaca, menulis, dan berhitung yang secara undang-undang pendidikan tidak ditekankan pada anak usia dini.

Mengkritisi beberapa penelitian di atas, sebelumnya reviewer

memberikan apresiasi yang besar dengan adanya usaha untuk meneliti hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan prasekolah, mengingat pendidikan anak usia dini adalah fondasi awal untuk membetuk karakter seseorang dengan berbagai kompetensi. Pentingya pendidikan anak usia dini menjadikan semua elemen masyarakat baik pemerintah, lembaga pendidikan, guru, maupun orangtua anak sangat serius dalam membenahi progam pendidikan ini. Berbagai perombakan dan pengembangan kurikulum prasekolah terus dilakukan demi memenuhi harapan masyarakat. Namun dari semua itu ada kesan yang reviewer tangkap bahwa anak usia dini telah dijadikan objek penderita dalam pendidikan. Dari mulai aturan pemerintah,

(16)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 112

lembaga pendidikan prasekolah, bahkan orangtua anak sendiri seakan berlomba-lomba untuk menjejali anak dengan berbagai kemampuan yang belum tentu anak mampu mencapainya.

Kelima penelitian yang telah reviewer paparkan di atas terlihat jelas bahwa pendekatan penelitiannya tidak ada satupun yang menggunakan pendekatan perkembagan psikologi anak. Padahal pendekatan perkembangan psikologi sangat penting dalam melihat hakikat anak sebagai makhluk yang sedang berproses menuju kedewasaan. Menyadari akan kekhususan anak dalam berbagai hal menjadikan orang tua tidak semerta-merta menuntut anak menjadi sesuatu sesuai kehendak mereka. Inilah yang dibuktikan oleh penelitian Vick Y Lynn Hoover dimana program MRI (program baca tulis untuk kelas tiga sekolah dasar) tidak efektif diberlakukan di tingkat pendidikan prasekolah. Penelitian Hoover ini mempertegas bahwa anak bukan barang mati yang bisa diperlakukan sekehendak hati. Sebaik apapun program pembelajaran apabila diaplikasikan pada anak yang belum siap menerimanya, maka program tersebut akan menemui kegagalan.

Penelitian Malai Gerawatanakaset juga memberi kontribusi informasi bahwa kenyataan di lapangan terdapat penekanan oleh lembaga pendidikan prasekolah atas berbagai kemampuan akademik yang harus dikuasai anak usia dini. Penekanan yang lebih besar dari lembaga pendidikan prasekolah ini dikarenakan adanya persaingan ketat antarsekolah. Akibatnya, banyak lembaga prasekolah yang mengejar target perolehan siswa dengan mengobral program tanpa mempertimbangkan aspek perkembangan. Apabila dilihat dengan pendekatan perkembangan psikologi anak, hal ini dapat diartikan mengebiri hak-hak perkembangan anak, seperti hak bermain, hak mengekspresikan emosional, dan hak bersosialisasi dengan lingkungan. Semakin padat materi akademik maka semakin berkurang waktu anak untuk bermain dan bersosialisasi. Berawal dari sinilah terjadi perubahan kondisi pendidikan prasekolah yang tadinya berprinsip “Bermain Sambil Belajar” berubah menjadi “Belajar Sambil Bermain”.

Penelitian selanjutnya yaitu penelitian Gregory T. Fries dan Megan M. McClelland di atas seakan memberi pencerahan kesadaran kepada orang tua bahwa sebenarnya yang harus ditekankan pada anak saat duduk di bangku TK bukannya kemampuan akademik, melainkan kemampuan sosialisasi yang ditunjukkan dengan kerja sama dengan teman sebaya dan kecerdasan interpersonal. Kompetensi inilah yang nantinya membantu anak meraih kemampuan akademik pada tahun-tahun berikutnya. Lagi pula penelitian Fries juga menyimpulkan bahwa pada dasarnya keinginan orang tua menyekolahkan anak mereka bukan karena ingin anak mereka menguasai kemapuan akademik, tetapi agar mempunyai rasa percaya diri dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan.

Yang tidak kalah penting dari kedua penelitian di atas dalam memberikan kesadaran akan pentingnya memperhatikan aspek

(17)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 113 perkembanagn anak adalah penelitian Tamar D. Andrews. Dalam penelitiannya, Andrews menyimpulkan bahwa program kurikulum yang seimbang antara kognitif, emosi, dan sosio-emosional dalam memenuhi kebutuhan anak dalam proses belajar lebih diminati oleh anak, walaupun kurikulum tersebut terbilang tradisional. Program kurikulum modern yang tidak mempertimbangkan keseimbangan di atas akan dijauhi orangtua dan anak.

KESIMPULAN

Dari kelima penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak usia dini (baca: anak prasekolah) masih belum waktunya menerima pelajaran membaca dan menulis secara langsung. Prinsip ini dipengaruhi oleh filsafat pendidikan yang mengatakan bahwa semakin anak dipaksa untuk mencapai sesuatu yang belum waktunya ia dapatkan, maka akan berdampak negatif, seperti kejenuhan pada anak, dan gagalnya program pembelajaran. Dari sisi orientasi pendidikan prasekolah ditemukan bahwa lembaga prasekolah lebih besar penekanannya daripada guru dan orangtua dalam hal kemampuan akademik anak disebabkan adanya persaingan ketat antarsekolah. Akibatnya, banyak lembaga prasekolah yang mengejar target perolehan siswa dengan mengobral program tanpa mempertimbangkan aspek perkembangan. Padahal kebanyakan orangtua ketika memutuskan apakah akan mengirim anak mereka ke pendidikan prasekolah atau tidak, didasari oleh alasan agar anak mereka pandai bersosialisasi dengan teman dan lingkungan baru di luar rumah. Hal ini dianggap penting oleh orangtua karena ketika anak sudah bersosialisasi dengan teman dan lingkungan, maka kepercayaan diri anak akan meningkatkan sehingga proses belajar di tingkat lanjutan akan mudah dijalankan. Di samping itu, pentingnya pembelajaran sosial pada anak usia dini karena berkaitan dengan suksesi anak di masa mendatang, baik keterampilan sosial maupun kemampuan akademik.

Dampak dari padatnya materi belajar yang berorientasi pada kemampuan akademik membuat anak tertekan dan merasa bosan. Di samping itu, kurangnya waktu bermain juga menjadi salah satu penyebab dari kejenuhan anak. Karena program pendidikan yang terlalu kaku berpotensi gagal memenuhi kebutuhan anak itu sendiri. Oleh karena itu, kurikulum yang baik adalah kurikulum yang mampu bergerak ke arah memenuhi kebutuhan anak. Kegagalan memenuhi kebutuhan anak dalam proses belajar yang seimbang antara kognitif, emosi, dan sosio-emosional akan memperlebar celah-celah di mana banyak anak-anak akan jatuh ke dalam kegagalan belajar. Orangtua bertanggung jawab penuh dalam menentukan program kurikulum yang baik dan tepat bagi proses perkembangan anak. Di sisi lain, pengelola pendidikan dan guru juga dituntut untuk terus mengembangkan kurikulum yang ada dengan melihat kebutuhan masyarakat dan

(18)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 114

perkembangan zaman tanpa harus mengabaikan tujuan esensi pendidikan prasekolah.

Anak bukanlah manusia dewasa yang berbentuk mini, karena itu mereka tidak boleh diperlakukan seperti orang dewasa. Anak dengan segala kekhususannya membutuhkan segala sesuatunya dengan kekhususannya pula. Begitu juga dengan pendidikan, seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang menjadi kekhususannya, yaitu selaras dengan tahap-tahap perkembangan mereka baik psikis maupun fisik. Pusat pendidikan anak usia dini mengambil tanggung jawab yang lebih besar terhadap program prasekolah yang selaras dengan perkembangan anak. Komunikasi dan kolaborasi antara lembaga pendidikan dan orangtua mengenai strategi sesuai dengan tahapan perkembangan anak mutlak diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Almon, Joan. “The Vital Role of Play in Early Childhood Education”, dalam Jurnal Waldort Early Childhood Association of Nort America, 2004.

Andrews, Tamar D. Effectiveness of Preschool in Preparing Students for Kindergarten: A Comparison of Early Childhood Curriculum Models.PhD Dissertation of Walden University, 2012. Published by ProQuest LLC UMI Number: 3542060

Bergen, Doris. “Stages of Play Development,” in Play As Medium for Learning and Development, ed. D. Bergen. Olney, MD: Association for Childhood Education International,1998.

Bourke, Lorna & Anne-Marie Adams, “The Relationship Between Working Memory And Early Writing Assessed At The Word, Sentence And Text Level,” dalam Educational and Child Psychology, Vol. 20, No. 3, ( 2003) : 19-36.

Bredekamp, Sue. “Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood

Programs,” dalam Young Children, Vol.52 No. 2 (1997) : 34-40. Darajat, Zakiah. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta : Bulan

Bintang, 1977.

Dewantara, Ki Hadjar. Karja Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Jogjakarta: Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962

(19)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 115 Feldman, David Henry. ”Beyond Universals: Toward a Developmental Psychology of Education,” dalam Educational Researcher, Vol. 10, No. 9 (Nov., 1981)

Fitri, Agus Zainul. “Pemikiran Pendidikan: Upaya Membangun Manusia Berkarakter Melalui Pendidikan Holistik.” dalam Pendidikan Holistik Pendekatan Lintas Perspektif, ed. Jejen Musfah. Jakarta: FITK PRESS, 2011.

Fries, Gregory T. The Effects Of Preschool Education On Children’s Academic Development And Socialization In Primary Grades, A Dissertation of Widener University, 2004. Published by ProQuest LLC UMI Number: 3120730

Gerawatanakaset, Malai. The Expectations Of Administrators, Teachers, And Parents For Developmental Areas Of Young Children, Age 3 To 5 Years Old In Preschool Programs In Cincinnati Area,

Dissertation of the University of Cincinnati, 1990.Published by ProQuest LLC, MI 48106

Ginsburg, Kenneth R. “The Importance of Play in Promoting Healthy Child Development and Maintaining Strong Parent-Child Bonds,”

dalam jurnalAmerican Academy of Paediatrics, Vol. 119, No. 1, (2007).

Helm, Judy Harris dan Lilian G. Katz. Young Investigators: The Project Approach in The Early Years. New York: Teachers College Press, 2000.

Hoover, Vick Y Lynn. Program Evaluation Of The Implementation Of The Mandated Balanced Literacy Program In Kindergarten, A Dissertation In University of Missouri-Kansas City, 2006. Published by ProQuest LLC UMI 3245274.

Laird, Shelby Gull and Others, eds., “Young Children’s Opportunities For Unstructured Environmental Exploration Of Nature: Links To Adults’ Experiences In Childhood,” dalam International Journal of Early Childhood Environmental Education, 2 (1), (2014).

McClelland, Megan M. eds., “Children at Risk for Early Academic Problems: The Role of Learning-Related Social Skills,” dalam Early Childhood Research Quarterly, 15, No. 3, (2000): 307–329. Mononen, Riikka. eds., “A Review of Early Numeracy Interventions For

Children At Risk In Mathematics”, dalam International Journal of Early Childhood Special Education, 6 (1), 2014, 25–54.

(20)

Jurnal Al-Ashriyyah, Vol. 4 ǀ No. 1ǀ Oktober ǀ 2017 116

Patmonodewo, Soemiarti. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta, Cet. ke-2, 2003.

Quennerstedt, Ann “Children, But Not Really Humans? Critical Reflections on the Hampering Effect of the “3 p’s”,” dalam International Journal of Children’s Rights,18 (2010): 619–635.

Santrock, John W. Educational Psychology 5th-Edition. New York: McGraw-Hill Company, 2011.

Snowman, Jack and others, eds. Psychology Applied to Teaching 13th Edition. Wadsworth: Cengage Learning, 2011.

Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini: Dalam Kajian Neurosains. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.

Ulwa>n, Abdullah Nasih}. Tarbiyat al-Awla>d fi> al-Isla>m (Bayru>t : Da>r al-Sala>m, Juz 1, 1978.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokusindo Mandiri, Cet. Ke-2, 2012.

Referensi

Dokumen terkait

Pembagian shar ing dalam kemitr aan/ KSO ini tidak akan diubah baik selama masa penaw ar an maupun sepanjang masa kontr ak, kecuali dengan per setujuan tertulis ter lebih

Sehubungan hal tersebut di atas Panitia Pengadaan Barang / Jasa Konsultansi Tahun Anggaran 2013 Rumah Sakit Umum Daerah Kotapinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan ini

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sistem Hardcopy Record

Setelah mengikuti PKL mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, KB serta kesehatan wanita

Sistem bentang lebar ini dipilih karena dimensi ruang dalam bangunan transportasi yang memanjang dan lebar serta lebih fleksibel untuk mendukung ruang - ruang dalam

Research yang menggunakan teknik optimisasi matematika linear di mana seluruh fungsi harus berupa fungsi matematika linear di mana seluruh fungsi harus berupa fungsi

PENCITRAAN BAWAH PERMUKAAN D ASAR LAUT PERAIRAN SERAM D ENGAN PENAMPANG SEISMIK 2D.. D

Menjalankan dan melakukan implementasi terhadap suatu peraturan maka terlebih dahulu ditentukan siapa yang melakukan atau yang menjadi subjek. Maka dari itu kenyataan mengenai