• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Bahasa sangatlah penting, karena merupakan penghubung dalam setiap pergaulan dan mempengaruhi kehidupan untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Pada setiap bangsa, suku, dan negara memiliki bahasa nasional atau bahasa daerah yang berbeda, oleh karena itu pentingnya peranan terjemahan dalam hal ini untuk menghubungkan informasi antar negara, antar suku dan antar daerah.

Terjemahan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antar bangsa-bangsa di dunia yang memiliki bahasa dan kebudayaan yang berbeda. Bahkan terjemahan dapat pula dikatakan sebagai penyambung lidah antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya. Melalui terjemahan dapat mempelajari dan memahami kemajuan-kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, serta kebudayaan yang dimiliki oleh setiap bangsa. Dengan demikian, peranan terjemahan kian menjadi nyata.

Jepang misalnya, merupakan contoh dari cerita sukses program penerjemahan bagi pembangunan suatu bangsa. Usaha penerjemahan yang dilakukan oleh bangsa Jepang telah menghasilkan perkembangan sains dan teknologi yang cepat. Dengan demikian penerjemahan telah menjadi katalisator bagi kemajuan suatu bangsa dan berkat usaha penerjemahan itulah, sekarang Jepang bisa mensejajarkan dirinya dengan negara-negara maju. (www.staff.unud.ac.id/~putrayadnya/wp.../06/masalah-penerjemahan.pdf)

(2)

Dalam kancah internasional, Jepang telah menjadi salah satu negara maju yang diperhitungkan. Selain kemajuan dalam bidang teknologi dan sains, juga telah mampu menunjukkan eksistensinya dalam bidang kebudayaan. Dengan semakin maraknya pengaruh globalisasi saat ini, di Indonesia banyak sekali beredar buku-buku pengetahuan, sejarah, novel dan cerpen yang berasal dari Jepang. Oleh karena itu, dari beberapa topik yang dijadikan tema dalam penulisan Tugas Akhir program studi Diploma III Bahasa Jepang, penulis memilih tema terjemahan.

Cerita anak yang akan diterjemahkan berjudul Kitsune yang diambil dari kumpulan cerita anak pada buku berjudul Ojiisan No Ranpu, karya Nimii Nankichi, pada halaman 187 sampai 205, yang terbit pada tahun 1982 di Tokyo, Jepang. Alasan pemilihan bacaan jenis cerita anak ini dikarenakan ceritanya sangat menarik. Seperti adanya cerita mitos dan terdapatnya nilai-nilai moral yang bisa di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 POKOK BAHASAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, ada beberapa rumusan masalah yang muncul sebagai bahan untuk penulisan Tugas Akhir ini yaitu :

1. Bagaimanakah menerjemahan cerita anak berjudul Kitsune dari bahasa sumber (bahasa Jepang) ke dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia) dengan baik dan benar, sehingga menjadikan cerita tersebut menarik untuk dibaca dan mudah dipahami bagi orang umum ?

(3)

2. Apakah pesan-pesan moral yang terkandung di dalam cerita anak Kitsune ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini yaitu :

1. Mampu menerjemahkan cerita anak berjudul Kitsune, karya Niimi Nankichi, dari bahasa sumber (bahasa Jepang) ke dalam bahasa sasaran (bahasa Indonesia) dengan baik dan benar sehingga mudah dipahami oleh pembaca.

2. Menangkap pesan-pesan moral yang terkandung di dalam cerita, sehingga dapat dipahami dan ditauladani oleh para pembaca.

1.4 LANDASAN TEORI

Menerjemahkan secara umum merupakan proses pengalihan ide atau gaga- san dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Kegiatan menerjemahkan, tidak hanya sering dikaitkan dengan keperluan mendesak untuk menyampaikan ide atau gagasan dari suatu bahasa ke bahasa lain, melainkan pula dalam konteks pembelajaran bahasa terkait dengan usaha untuk mempelajari dan menguasai bahasa asing tertentu. Ada beberapa pertimbangan pada usaha pemindahan gagasan atau informasi, terutama menyangkut keutuhan atau informasi gagasan yang dihasilkan dari produk terjemahan, agar pembaca terjemahan dapat memperoleh informasi yang setara bila membaca teks aslinya. Kemudian dari pertimbangan tersebut menciptakan berbagai definisi yang beragam dari para ahli penerjemah. Berikut beberapa definisi terjemahan menurut para ahli.

(4)

Pertama, Brislin (via Hartono, 2003: 11) mendefinisikan terjemahan sebagai berikut:

Translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another (target), whether the languages are written or oral from; whether the languages have establised orthographies or do not have such standardization or whether one or both languages are based on signs, as with sign languages of the deaf.

Definisi oleh Brislin tersebut diterjemahkan oleh Suryawinata sebagai berikut:

Terjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada proses pengalihan (transfer) buah pikiran dan ide dari satu bahasa (bahasa sumber) ke dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran), baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan; baik kedua bahasa tersebut telah mempunyai sistem ortografi yang telah baku ataupun belum; baik salah satu atau keduanya didasarkan pada isyarat-isyarat sebagaimana bahasa isyarat orang tuli.

Kedua, menurut Hans J. Vermeer dengan teori Skopostheorie yang sangat menentang pandangan bahwa penerjemahan semata-mata masalah bahasa. Konsep terjemahan Verneer adalah sebagai berikut:

Translation is not the transcoding of words or sentences from one language to another, but a complex form of action, where by someone provides information on a text (source language material) in a new situation and under changed functional, cultural and linguistic conditions, preserving formal aspects as closely as possible.

Menurut Vermeer, pertama, penerjemahan merupakan pengalihan lintas-budaya (crosscultural transfer) dan dalam pandangannya penerjemah haruslah bicultural atau multicultural yang memiliki kemampuan berbagai bahasa. Yang kedua, adalah Vermeer melihat penerjemahan sebagai wujud aksi (form of action) atau dengan kata lain sebagai cross-cultural event. Ciri yang menonjol dalam definisinya adalah fungsi teks target yang bisa sangat berbeda dari fungsi asli dari

(5)

teks sumber. Dalam hubungan inilah, Vermeer menciptakan dua istilah yakni Funktionskonstanz (fungsi tetap) dan Funktionsveränderung (fungsi yang berubah disesuaikan dengan kebutuhan khusus dalam budaya target). Oleh karena itu, suatu terjemahan sangat tergantung pada fungsi yang diinginkan yang harus dibuat jelas dari awal. (www.staff.unud.ac.id/~putrayadnya/wp.../06/masalah-penerjemahan.pdf)

Ketiga, Larson (via Maurits D.S. Simatupang, 2000: 3) mengemukakan bahwa, untuk memperoleh terjemahan yang terbaik, terjemahan haruslah (a) memakai bentuk-bentuk bahasa sasaran yang wajar, (b) mengkomunikasikan sebanyak mungkin makna bahasa sumber, sebagaimana dimaksudkan oleh penutur bahasa sumber tersebut, kepada penutur bahasa sasaran, dan (c) mempertahankan dinamika teks bahasa sumber, yaitu kesan yang diperoleh oleh penutur asli bahasa sumber atau respon yang diberikannya harus sama dengan kesan dan respon penutur bahasa sasaran ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

Keempat, Catfort (via Hartono, 2003: 11) memberikan batasan terjemahan secara lebih operasional sebagai berikut:

(Translation is) the replacement of textual material in one language (source language) by equivalent textual material in another language (target language).

Definisi tersebut diterjemahkan oleh Zuchridin Suryawinarta ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:

(Terjemahan) adalah penggantian materi tekstual dalam bahasa yang satu (bahasa sumber)dengan materi tekstual yang ekuivalen dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran).

(6)

Yang terakhir, definisi menurut Nida dan Taber (via Hartono, 2003: 11) yang mendefinisikan dari sudut pandang prosesnya yaitu:

Translating consitist of reproducing in the receptor languages to the closest natural equivalent of the source languages message, first in terms of meaning and secondly in terms of style,

Suryawinata menerjemahkan definisi terjemahan oleh Nida dan Taber di atas sebagai berikut:

Penerjemahan adalah usaha mereproduksi pesan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan equivalensi alami yang semirip mungkin, pertama dalam makna kemudian dalam gaya bahasanya.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat pula disimpulkan bahwa terjemahan merupakan hasil dari proses pengalihan suatu gagasan atau ide dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, serta merupakan pengalihan lintas budaya antar bangsa, negara ataupun suku. Menerjemahkan bukan hanya memindahkan bahasa satu ke bahasa lainnya, tetapi juga harus menguasai konteks kalimat, tata bahasa, isi cerita, dan makna yang terkandung dalam bacaan.

Kemudian dalam menerjemahkan ada beberapa masalah yang sering muncul yakni apakah seorang penerjemah harus menerjemahkan secara literal ataukah secara bebas. Menurut Newmark (Via Hartono, 2003: 82), metode terjemahan dapat dititik beratkan kepada dua penekanan, yakni penekanan pada bahasa sumber (bahasa yang diterjemahkan) dan pada bahasa sasaran (bahasa hasil terjemahan). Penekanan pada bahasa sumber menghasilkan empat metode terjemahan, yaitu terjemahan kata demi kata, terjemahan literal, terjemahan setia, dan terjemahan semantik. Kemudian penekanan pada bahasa sasaran

(7)

menghasilkan empat jenis pula metode terjemahan, yaitu terjemahan saduran, terjemahan bebas, terjemahan idiomatik, dan terjemahan komunikatif.

Adapun penjelasan dari beberapa metode terjemahan yakni sebagai berikut. a) Metode terjemahan kata demi kata

Metode ini sering pula disebut sebagai terjemahan interlinear. Urutan kata-kata pada bahasa sumber dipertahankan dan kosa kata-katanya diterjemahkan apa adanya dengan menggunakan makna-makna yang paling umum dan terlepas dari konteksnya. Sedangkan untuk kata-kata budaya diterjemahkan secara literal. Terjemahan ini digunakan untuk memahami sistem dan strukur bahasa sumber atau menganalisis teks yang sulit sebagai suatu proses awal terjemahan.

b) Metode terjemahan literal

Pada metode ini struktur bahasa sumber diubah ke dalam struktur tata bahasa sasaran, namun kata-kata leksikal masih tetap diterjemahkan apa adanya dan terlepas dari konteksnya. Terjemahan ini mengutamakan struktur bahasa dan kalimatnya. Terjemahan literal sering pula digunakan dalam kajian linguistik, terutama untuk mengetahui padanan kata dalam naskah-naskah tertentu.

c) Metode terjemahan setia

Metode ini menghasilkan makna yang kontekstual yang tepat dari bahasa sumber ke dalam batas-batas struktur tata bahasa sasaran. Metode ini “menerjemahkan” kata-kata budaya dan mempertahankan tingkat “keabnormalan” tata bahasa dan leksikan (yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa sumber) dalam terjemahan. Terjemahan ini benar-benar setia pada tujuan dan realisasi teks bahasa sumber.

(8)

d) Metode terjemahan semantik

Metode ini menerjemahkan kata-kata budaya yang kurang penting dengan istilah-istilah secara netral tapi tidak menggunakan ekuivalensi budayanya. Terjemahan ini bersifat lebih fleksibel.

e) Metode terjemahan saduran

Metode terjemahan ini merupakan yang paling bebas, biasanya dipakai untuk menerjemahkan drama dan puisi. Tema cerita, karakter dan alur pada umumnya dipertahankan namun budaya bahasa sumbernya mengalami perubahan ke dalam budaya bahasa sasaran dan teks ditulis ulang.

f) Metode terjemahan bebas

Terjemahan bebas menghasilkan isi pesan tanpa mengindahkan cara penyampaian isi pesan. Biasanya terjemahan ini berupa parafrase yang jauh lebih banyak dari bahasa sumbernya. Terjemahan ini juga biasa disebut terjemahan intralingual.

g) Metode terjemahan idiomatik

Metode terjemahan ini merupakan yang ideal karena mengutamakan makna atau pesan bukan kata-kata atau lexical items yang harus diterjemahkan dari bahasa satu ke bahasa lainnya. Metode ini mereproduksi “pesan” bahasa sumber, tetapi cenderung mendistorsikan nuansa-nuansa maknanya dengan memilih menggunakan jargon-jargon dan idiom-idiom bahasa sasaran karena tidak ada dalam bahasa sumbernya.

(9)

Metode ini berusaha mempertahankan makna kontekstual yang tepat dari bahasa sumber sedemikian rupa sehingga baik isi ataupun bahasanya langsung dapat diterima dan dipahami oleh pembaca hasil terjemahan. Prinsip yang dijadikan landasan dalam metode ini adalah bahwa penguasaan bahasa asing yang dipelajari itu dapat dicapai dan disampaikan kepada pembaca dengan jelas. Terjemahan ini sangat memperhatikan para pembaca atau pendengar bahasa sasaran yang tidak ingin adanya kesulitan dan ketidakjelasan dalam teks terjemahan.

Dalam proses terjemahan ada beberapa tahap yang harus dilalui hingga menjadi sebuah teks terjemahan yang dapat dipahami dan mudah dimengerti oleh para pembaca. Menerjemahkan bukan hanya menuangkan pikiran-pikirannya sendiri dan bukan hanya menyadur saja. Tidak banyak pembaca yang membayangkan betapa sulitnya usaha penerjemah dari tahapan mempersiapkan, pelaksanaan, sampai dengan revisi atau pemeriksaan ulang terhadap hasil yang diterjemahkan sebelum akhirnya dicetak di berbagai media.

Pada proses menerjemahkan, kadang kala suatu kata atau ungkapan ada yang tidak mudah diterjemahkan, karena ada hal-hal yang membatasi kemungkinan untuk diterjemahkan. Dengan kata lain, ada beberapa ungkapan dalam bahasa sumber akan kehilangan sebagian makna atau pesan yang terkandung apabila diterjemahkan karena tidak adanya padanan yang tepat dalam bahasa dan budaya bahasa sasarannya. Dari hal tersebut, seorang penerjemah dituntut untuk dapat mencari padanan kata yang sesuai tanpa menghilangkan makna dari bahasa sumber. Kemudian tidak hanya menerjemahkan kata-kata dari

(10)

bahasa sumber dan tata bahasanya saja, tetapi dibutuhkan pula untuk mempelajari kebudayaannya karena adanya perbedaan budaya antar negara. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang penerjemah profesional diperlukan kesabaran dan ketekunan. Walaupun penguasaan tata bahasa dan kosakata yang sudah baik, latihan yang bervariasi sangat diperlukan. Karena menerjemahkan bisa diibaratkan dengan membangun rumah setahap demi setahap. Kemampuan menerjemahkan secara profesional juga dibutuhkan waktu yang lama dan tahapan-tahapan yang berjenjang. Ketekunan berlatih dan kesungguhan belajar dari berbagai aspek yang terkait dengan penerjemahan merupakan kunci keberhasilan calon penerjemah.

Berikut ini, ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai proses terjemahan. Larson menggambarkan proses penerjemahan sebagai rentetan kegiatan dari memahami makna teks yang diterjemahkan sampai pengungkapan kembali makna dalam teks terjemahan. Dari perspektif komunikasi penerjemahan memiliki paling sedikit tiga manfaat : (1) memberikan akses terhadap sumber (ilmu pengetahuan dan teknologi), (2) jembatan untuk memahami dan mengkomunikan nilai-nilai sosio-budaya dan, (3) sebagai bidang kajian. (www.staff.unud.ac.id/~putrayadnya/wp.../06/masalah-penerjemahan.pdf)

Menurut Rose (via Nadar, 2007: 22-25), menjelaskan bahwa proses menerjemahkan melewati enam langkah yaitu (1) analisa awal, (2) analisa rinci mengenai gaya dan isi, (3) penyesuaian diri terhadap naskah, (4) reformulasi teks, (5) analisa terjemahan, dan (6) merupakan peninjauan ulang dan perbandingan. Rose juga menjelaskan bahwa proses tersebut dapat pula berurutan dan dapat pula simultan atau sekaligus terjadi bersamaan.

(11)

Kemudian menurut De Maar (via Widyamartaya, 1989: 15) dalam petunjuk-petunjuknya mengenai cara menerjemahkan, juga menunjukkan adanya tiga tahap dalam proses penerjemahan meliputi: a) Membaca dan mengerti suatu karangan itu. b) Menyerap segenap isinya dan membuatnya menjadi milik penerjemah. c) Mengungkapkannya dalam langgam bahasa penerjemah dengan kemungkinan perubahan sekecil-kecilnya akan arti atau nadanya.

Widyamartaya (via Nadar, 2007: 25), mengungkapkan secara lengkap pendapat Ronald Bathgate tentang proses menerjemahkan. Disebutkan bahwa ada tujuh tahapan yang harus dilalui meliputi, (1) penjagaan (tuning), (2) analisa (analysing), (3) pemahaman (understanding), (4) istilah (terminology), (5) penyusunan (restructuring), (6) pemeriksaan (checking), dan terakhir (7) adalah diskusi (discussion). Secara ringkas dapat pula disampaikan bahwa pertama-tama penerjemah harus terlebih dahulu mengenal naskah yang akan diterjemahkan dan setelah itu menganalisis kalimat dengan cara memecahkannya menjadi lebih sederhana. Setelah itu penerjemah akan memahami teks tersebut dengan lebih baik, maka mulailah memanfaatkan kamus dan sumber informasi lain untuk menangani istilah, arti kata, atau terminologi. Setelah menyelesaikan tahapan tersebut penerjemah akan menyusun semua bahan yang telah disiapkan ke dalam bahasa sasaran. Untuk mengatasi terjadinya kekurangan penerjemah memeriksa kembali hasil terjemahannya, dan sebagai penyempurnaannya hasil terjemahan tersebut juga perlu didiskusikan. Namun, Bathgade memberi peringatan sedikit, apabila diskusinya melibatkan orang terlalu banyak, hasilnya mungkin akan mengurangi kualitas hasil terjemahan itu sendiri. Cukup dua atau tiga orang saja,

(12)

tetapi mereka sungguh mampu dalam kegiatan menerjemahkan dengan segala aspek yang terkait dengan penerjemahan.

Proses menerjemahkan yang terdiri atas beberapa tahapan di atas menunjukkan bahwa terjemahan yang baik tidak dapat dikerjakan dengan asal-asalan. Pada proses menerjemahkan tanpa melalui persiapan yang disarankan para ahli kelihatannya bisa lebih cepat, akan tetapi, sebenarnya tanpa tahapan yang baik sering kali mendapat hasil yang kurang memuaskan.

1.7 METODE PENULISAN

Metode yang digunakan penulis adalah metode terjemahan komunikatif. Metode ini berusaha mempertahankan makna kontekstual yang tepat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran sehingga isi ataupun bahasanya dapat langsung diterima dan dipahami oleh pembaca teks sasaran. Prinsip yang dijadikan landasan dalam metode ini adalah bahwa penguasaan bahasa asing yang dipelajari itu dapat dicapai dan disampaikan kepada pembaca dengan jelas.

Dalam menerjemahkan cerita Kitsune langkah-langkah yang digunakan, pertama, adalah analisa awal yaitu memeriksa materi terjemahan apakah materi itu memungkinkan untuk diterjemahkan atau tidak. Penulis mempertimbangkan panjang pendeknya materi, tingkat kesulitan yang dihadapi, kedalaman masalah yang ditampilkan, kecocokan bidang ilmu dengan kemampuan penulis, dan sebagainya.

(13)

Berikutnya yang kedua, adalah tahap menganalisa lengkap tentang gaya dan isi, yaitu dengan menganalisis dan memahami isi materi dan gaya sastra yang digunakan.

Yang ketiga, adalah penyesuaian terhadap teks. Pada tahap ini mulai berfikir bagaimana mengungkapkan kata, istilah-istilah penting, dan lain-lain ke dalam bahasa sasaran, sehingga hasil yang ditimbulkan sesuai seperti yang diinginkan bahasa sumbernya. Pada tahap ini penulis menggunakan berbagai kamus, buku, internet, dan bertanya langsung kepada orang Jepang untuk mencari kosakata, istilah-istilah yang sulit, tata bahasa yang digunakan, dan lain-lain.

Tahapan yang keempat, adalah reformulasi teks, penulis bekerja menerjemahkan dari kalimat ke kalimat berikutnya dan mengubah beberapa bagian yang mungkin kurang sesuai dengan bahasa sasarannya. Kesulitan yang dihadapi dalam tahap ini yaitu menyajikan ekuivalensi yang paling dekat dan sesuai dalam budaya dan bahasa sasaran yang diterima oleh pembaca.

Selanjutnya tahapan yang kelima, adalah menganalisis hasil terjemahan. Pada tahap ini selain terus menerjemahkan, penulis juga menjadi kritikus dan editor terjemahan. Pada tahap ini akan memperbaiki, mengubah, dan mengoreksi terjemahannya sampai mendapatkan hasil yang memuaskan.

Tahapan yang terakhir, adalah meninjau ulang dan membandingkan. Pada tahap ini penulis menyerahkan dan mendiskusikan hasil terjemahannya dengan orang lain untuk memeriksa ulang hasil terjemahan tersebut apakah bisa mudah dimengerti oleh pembaca umum. Pada tahap ini diharapkan akan memperoleh masukan maupun kritikan yang dapat menyempurnakan hasil terjemahan tersebut.

(14)

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Pada Tugas Akhir ini akan dibagi menjadi 4 bab sebagai berikut.

Bab 1, terdiri dari pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan Tugas Akhir, landasan teori, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab 2, terdiri dari reformulasi teks yang berisi terjemahan per kalimat. Bab 3, terdiri dari hasil terjemahan yang berisi terjemahan keseluruhan. Bab 4, terdiri dari penutup yang berisi kesimpulan dan kesan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari analisis dengan matriks Ansoff maka terlihat Strategi Pengembangan Produk merupakan pilihan strategi yang tepat. Dengan demikian perlunya dilakuakn

Menurut Arikunto (2009:16-22) terdapat empat tahapan yang lazim dilalui dalam penelitian tindakan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Perencanaan

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan

Nilai positif yang terdapat dalam koefisien regresi menunjukkan bahwa risiko pasar memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan perbankan.. Persamaan regresi

Merencanakan modifikasi perilaku sosial melalui media belajar berkonsep konvergensi bagi anak autis yang menyatu dengan kegiatan pembelajaran; 5. Monitoring.hasil

Berbeda dari sikus batuan yang terutama merupakan fenomena yang terjadi di kerak benua, maka siklus tektonik terutama melibatkan kerak samudera, dan prosesnya didominasi

Untuk membantu menganalisis permasalahan yang terjadi maka dilakukan pendekatan six big losses dan analisis menggunakan metode seven tools yaitu histogram untuk mencari

Karena rumah tangga kurang aman dan sering terganggu oleh masalah terkait dengan milo, warga yang ingin bekerja kegiatan lain juga terganggu dan tidak bisa