• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Pendahuluan. Muhammad Syahrir S.Pi. Pengenalan Genus-Genus Karang. View more PowerPoint from Yayasan TERANGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "A. Pendahuluan. Muhammad Syahrir S.Pi. Pengenalan Genus-Genus Karang. View more PowerPoint from Yayasan TERANGI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Syahrir S.Pi.

Pengenalan Genus-Genus Karang View more PowerPoint from Yayasan TERANGI

A. Pendahuluan

Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang yang umumnya langsung ke tahap spesies, identifikasi karang dimulai secara bertahap, yakni dari pengenalan bentuk-bentuk pertumbuhan karang (coral life form) dan tipe-tipe koralit (corallite) terlebih dahulu, kemudian memasuki tingkat marga/genus, dan terakhir ke tingkat spesies.

Identifikasi karang hingga ke tingkat spesies sangat sulit dilakukan, karena melibatkan analisa ciri taksonomi yang rumit dan seringkali ciri tersebut tidak kasat mata, bahkan pada beberapa kasus harus menggunakan teknik analisa DNA. Selain itu jumlah spesies karang di Indonesia tergolong sangat banyak.

(2)

Perairan Indonesia terkenal memiliki keanekaragaman jenis karang tertinggi di dunia, disamping Filipina dan Australia. Hasil survei pada suatu kawasan di Raja Ampat, Papua, menemukan sekitar 480 spesies karang, sedangkan spesies karang yang ditemukan di dunia hingga saat ini ada sekitar 800. Dengan kata lain, lebih dari separuh spesies karang di dunia, dapat ditemukan di perairan Indonesia.

B. Teknik Identifikasi Karang

Untuk mengenal dan memahami jenis karang, setiap orang memiliki cara dan pendekatan yang berbeda, tergantung dari fasilitas yang dimiliki saat akan memulai belajar. Beberapa

pengalaman yang pernah ada adalah memulai pemahaman dengan belajar dari rangka kapur yang mati dengan bantuan beberapa literatur, baru kemudian melakukan pengamatan langsung di lapangan, atau beberapa orang melakukan hal yang sebaliknya. Kedua pendekatan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan masing – masing. Namun yang penting adalah bagamana melakukan penyesuaian-penyesuaian dua arah antara pengamatan lapangan dan pemahaman berbasis literatur.

Teknik identifikasi karang dapat dilakukan dengan beberapa cara:

{slide=Teknik Visual (In situ)}

(3)

Teknik visual ini memperhatikan, bentuk koloni. Cara visual ini lebih mudah untuk spesies karang tertentu, namun tidak dapat diterapkan pada semua spesies karang. Identifikasi karang ke tingkat spesies biasanya membutuhkan alat bantu mikroskop untuk melihat bagian-bagian koralit dari rangka kapurnya.

Pengamatan secara langsung ini bisa gunakan bagi peneliti yang telah berpengalaman, dan dapat dilakukan langsung di alam ( di bawah air dengan penyelaman).   Pengamatan terdiri atas:

a. Pengamatan pada bentuk pertumbuhan karang.

Cara ini sangat mudah dan cepat dipelajari yaitu dengan melihat bentuk pertumbuhan koloni karang.  Apakah tergolong masif, bercabang, lembaran, dll.

b. Pengamatan terhadap warna dan bentuk.

Pengamatan dilakukan pada warna karang hidup dan bentuk tentakel yang ada  (untuk spesies  karang tertentu dimana tentakelnya keluar di siang hari).

c. Menelaah rangka kapur karang.

Teknik ini memperhatikan bentuk rangka kapur karang, pada karang yang telah mati. Untuk dapat menerapkan teknik ini, kita terlebih dahulu harus memahami bagian-bagian dari rangka kapur karang. Bagian-bagian dari rangka kapur karang yang kasat mata dan perlu diperhatikan

(4)

{/slide}

{slide=Teknik dengan Alat Bantu}

Teknik dengan Menggunakan Alat Bantu (kaca pembesar dan sejenisnya).

Pengamatan bagian-bagian rangka kapur yang berukuran kecil seperti septa, pali, columella, c

oenostium, columella , paliform , teeth , dan margins.

Alat bantu yang diperlukan antara lain ialah kaca pembesar. Teknik ini harus diawali dengan penyediaan preparat kering dimana koloni telah dimatikan, tapi ini bukan merupakan harga mati sebab untuk koloni-koloni yang berukuran besar biasanya bagian-bagian tersebut masih bisa dilihat langsung dengan mata telanjang bagi yang benar-benar sudah ahli.

{/slide}

{slide=Teknik Analisa DNA}

Teknik Analisa DNA.

Teknik ini berskala laboratorium dan masih jarang dilakukan oleh peneliti. Teknik ini diperlukan untuk kasus-kasus tertentu, dimana kita mengalami kesulitan menentukan spesies dari suatu karang, jika hanya berdasarkan bentuk pertumbuhan koloni dan telaah rangka kapur.  Bentuk

(5)

yang sama, memiliki bentuk pertumbuhan koloni yang berbeda.  Untuk membuktikan bahwa mereka masih tergolong satu spesies, diperlukan analisa pada DNA.

{/slide}

C. Karakteristik Dasar Pengenalan Jenis Karang

Diagram di bawah ini mengacu kepada Veron (2000).

(6)

Gambar diatas menunjukkan struktur rangka kapur dan bagian-bagian rangka. Istilah-istilah tersebut digunakan sebagai salah satu karakteristik untuk membedakan jenis karang keras : - Corallite : Rangka kapur yang berbentuk mangkok (septa, costae, columella, paliform

lobes merupakan bagian dari corallite ) - Calice :  Bagian dalam lingkaran Corallite yang berbentuk lekukan mengikuti bentuk bibir

Corallite.

- Septa :  Lempeng vertikel yang tersusun secara radial dari tengah tabung, seri septa berbentuk daun dan tajam yang keluar dari dasar dengan pola berbeda pada tiap spesies. Dalam satu - Costae :  Bagian septa yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari Corallite - Pali :  Bagian dalam sebelah bawah dari septa yang melebar membentuk tonjolan sekitarCorallite terdapat beberapa lempeng vertikel septa.

columella

.  Membentuk struktur yang disebut

paliform lobes

. - Columella :  Struktur yang berada di tengah corallite.  Terdapat empat bentuk columella yang sering dijumpai yaitu padat, berpori, memanjang dan tanpa

columella

. - Coenosteum :  Suatu lempeng horisontal yang menghubungkan antar Corallite. - Polip : Kesatuan jaringan hidup hewan karang - Tentacles : Bagian dari polip yang menyerupai tangan. Umumnya keluar dari rangka

kapur pada malam hari

(7)

Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang keras terbagi atas karang Acropora dan non-Acr opora (English dkk ., 1994). Perbedaan Acropora

dengan non-Acropora terletak pada struktur skeletonnya.  Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit , sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial koralit .

Gambar Rangka Acropora

Gambar Rangka non Acropora

(8)

Terdiri atas Non-Acropora dan Acropora

{tab=Non-Acropora}

Kategori bentuk pertumbuhan karang (koloni karang) ini berdasarkan pada English dkk. (1998).

1. Bentuk Bercabang (branching), kode CB, memiliki cabang lebih panjang daripada diameter. Model percabangan sambung-menyambung dan ujung cabang yang runcing.

2. Bentuk Padat (massive), kode CM, umumnya memilik bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang

(9)

3. Bentuk kerak (encrusting), kode CE, tumbuh mengikuti bentuk substrat tempat ia menempel dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil. banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu.  Koloni karang yang baru tumbuh umumnya berbentuk kerak.

(10)

hewan lain.

5. Bentuk Jamur (mushroom), berbentuk oval dan tampak seperti jamur,kode CMR, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.  Khusus karang jamur, ia tidak berkoloni, sehingga bila menemukan karang jamur maka ia merupakan satu individu.

6. Bentuk submasif (submassive), kode CS, bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil.

(11)

7. Karang api (Millepora), kode CML, semua jenis karang api yang dapat dikenali dengan adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti terbakar bila disentuh.

8. Karang biru (Heliopora), kode CHL, dicirikan dengan warna biru pada rangka kapurnya.

(12)

Bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut :

1. Acropora bentuk cabang (Branching Acropora), kode ACB, bentuknya bercabang seperti ranting pohon.

2. Acropora meja (Tabulate Acropora), kode ACT, bentuknya bercabang dengan arah

mendatar menyerupai meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.  Bersifat memberi perlindungan pada ikan-ikan yang dapat bersembunyi di balik ”meja” nya.

(13)

3. Acropora mengerak (Encursting Acropora), kode ACE, bentuknya seperti kerak, namun

koralitnya menonjol (ada axial corallite

).  Biasanya dijumpai pada

Acropora

yang baru tumbuh membentuk koloni.

4. Acropora Submasif (Submassive Acropora), kode ACS, percabangannya berbentuk gada/lempeng dan kokoh.

(14)

5. Acropora berjari (Digitate Acropora), kode ACD, bentuk percabangannya rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan.

{/tabs}

(15)

3.   Tipe Corallite

Kategori berikut yang tercantum di bawah ini mengacu pada Veron (2000).

{slide=Dinding Terpisah}

a.  Dinding terpisah

Plocoid, masing-masing corallite memiliki dindingnya masing-masing dengan tonjolan

menyerupai tabung yang dipisahkan oleh coenosteum.

(16)

Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah memanjang, namun koralit

tidak memiliki dinding bersama.

Soliter, tipe ini hanya terdiri satu corallite (tidak berkoloni). Umumnya memiliki dua bentuk yaitu bulat dan lonjong.

(17)

{/slide} {slide=Dinding Menyatu} b. Dinding menyatu

Cerioid, apabila dinding corallite saling menyatu (bersanding satu sama lain) dan membentuk

permukaan yang  datar.

(18)

Meandroid, corallite disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan membentuk kanal

- kanal seperti sungai. {/slide} {slide=Spesial} c.  Spesial

Themnasterioid, yaitu antar corallite tidak berdinding, membentuk kanal-kanal kecil yang

terpusat.

(19)

Hydnophoroid, corallite terbentuk seperti bukit  yang masing – masing memiliki dinding pembatas, tersebar pada seluruh permukaan koloni.

{/slide}

D. Sistematika Karang

Dari 800 spesies yang ditemukan di dunia, sekitar 450 spesies di antaranya dapat ditemukan di Indonesia.  Karang keras di Indonesia terbagi kedalam  6 ordo (2 kelas), namun 90 %

diantaranya merupakan Ordo Scleractinia.

{slide=Tabel Klasifikasi Karang} OUTLINE OF CLASSIFICATION

Phylum Cnidaria (Coelenterata)

(20)

Class Ordo Sub-Ordo Familia Genus Anthozoa Coenthecalia

(21)

Helioporidae Heliopora Gorgonacea Corallidae Corallium Melithaeidae

(22)

Melithaea Stolinifera Tubiporidae Tubipora Scleractinia Archaecoenina Astrocoeniidae

(23)

Stylocoeniella Acroporidae Acropora

(24)

Montipora Anacropora

(25)

Astreopora Pocilloporidae Pocillopora

(26)

Seriatopora Stylophora

(27)

Palauastrea Madracis Fungiina

(28)

Psammocora Coscinaraea

(29)

Pseudosiderastrea Siderastrea

(30)

Anomastrea Horastrea

(31)

Agariciidae Pavona Leptoseris

(32)

Gardineroseris Coeloseris

(33)

Pachyseris Agaricia

(34)

Fungiidae Cycloseris Diaseris

(35)

Heliofungia Fungia

(36)

Herpolitha Polyphyllia

(37)

Halomitra Sandalolitha

(38)

Lithophyllon Zoopilus

(39)

Podabacia Micrabaciidae Letepsammia

(40)

Fungiacyathidae Fungiacyathus Faviina Rhyzangidae Culicia

(41)

Astrangia Pectiniidae Echinophyllia

(42)

Oxypora Mycedium

(43)

Pectinia Physophyllia

(44)

Mussidae Blastomussa Cynarina

(45)

Scolymia Australomussa

(46)

Acanthastrea Lobophyllia

(47)

Symphyllia Merulinidae Hydnophora

(48)

Merulina Paraclaverina

(49)

Scapophyllia Boninastrea

(50)

Faviidae Caulastrea Favia

(51)

Barabattoia Favites

(52)

Goniastrea Faviidae Platygyra

(53)

Australogyra Leptoria

(54)

Oulophyllia Oulastrea

(55)

Montastrea Plesiastrea

(56)

Diploastrea Leptastrea

(57)

Astreosmilia Arythrastrea

(58)

Cyphastrea Echinopora

(59)

Moseleya Trachyphylliidae Trachyphyllia

(60)

Wellsophyllia Caryophyllina Caryophylliidae Euphyllia

(61)

Catalophyllia Plerogyra

(62)

Physogyra Montigyra

(63)

Nemenzophyllia Gyrosmilia

(64)

Heterocyathus & Ahermatypic 20

(65)

Parasmillidae Turbinolidae

(66)

Guyniidae Stenocyathus Flabellidae Flabellum

(67)

Placotrochus Monomyces

(68)

Gardineria Meandrina Oculinidae Galaxea

(69)

Archelia Madrepora

(70)

Cyathelia Meandrinidae Ctenella

(71)

Dendrophyllina Dendrophylliidae Dendrophyllia Tubastrea

(72)

Turbinaria Balanophyllia

(73)

Duncanopsammia & Ahermatypic 7

(74)

Poritina Poritidae Porites Stylaraea

(75)

Goniopora Alveopora Hydrozoa Milleporina

(76)

Milleporidae Millepora Stylasterina Stylasteridae Stylaster

(77)

Distichopora {/slide}

E. Beberapa Genus Karang yang Umum di Indonesia

Berdasarkan survei karang yang pernah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia oleh

beberapa ahli karang, ternyata genus karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia antara lain meliputi :

{slide=Acropora}

1. Genus Acropora (Familia Acroporidae)

Genus Acropora memiliki jumlah jenis (spesies) terbanyak dibandingkan genus lainnya pada karang. Karang jenis ini biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak.  Bentuk koloni umumnya bercabang dan tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan.

(78)

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Acropora antara lain ialah:

- Koloni biasanya bercabang, jarang sekali menempel ataupun - submasif.

- Koralit dua tipe, axial dan radial.

- Septa umumnya mempunyai dua lingkaran. - Columella tidak ada.

- Dinding koralit dan coenosteum rapuh. - Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

{/slide}

{slide=Montipora}

2. Genus Montipora (Familia Acroporidae)

Genus Montipora sering ditemukan mendominasi suatu daerah.  Sangat tergantung pada kejernihan suatu perairan. Biasanya berada pada perairan dangkal berkaitan dengan intensitas cahaya yang diperolehnya dengan bentuk koloni berupa lembaran.

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Montipora ini antara lain ialah:

- Bentuk koloni bervariasi, ada yang submasif, laminar, menempel ataupun bercabang. - Ukuran koralit umumnya kecil.

- Septa umumnya memiliki dua lingkaran dengan bagian ujung (gigi) muncul keluar.  Apabila disentuh maka akan terasa tajam.

- Tidak memiliki columella.

- Dinding koralit dan coenosteum keropos.  Coenosteum memiliki beberapa tipe: Papillae (bila

(79)

jika sebaliknya.  Apabila berkelompok mengelilingi koralit disebut

thecal papillae

dan juga ada

thecal tuberculae

.

- Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

- Karang yang struktur rangka kapurnya mirip dengan genus Montipora adalah genus Porit

es ,

dan kadangkala sulit untuk membedakannya.

Namun pada pengamatan bawah air, struktur internal pada koralit karang genus Porites lebih jelas terlihat dibandingkan dengan karang genus

Montipora

, dan sebagian besar

Montipora

memiliki

coenosteum

yang lebar, sementara

Porites tidak memiliki coenosteum . {/slide} {slide=Pocillopora}

3. Genus Pocillopora (Familia Pocilloporidae)}

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Pocillopora antara lain ialah:

(80)

- Koralit cekung ke dalam pada verrucae.

- Koralit mungkin tidak memiliki struktur dalam atau memiliki columella yang kurang

berkembang.

- Memiliki dua lingkaran septa yang tidak sama.

- Coenosteum biasanya ditutupi oleh granules (butiran). - Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari.

Genus Pocillopora merupakan satu-satunya genus pada karang yang memiliki verrucae.  Hal tersebut menjadi ciri khas yang membedakannya dengan genus-genus karang yang lain.

{/slide}

{slide=Seriatopora}

4. Genus Seriatopora (Familia Pocilloporidae)

Karakteristik genus Seriatopora antara lain ialah:

- Ciri khas koloninya berbentuk compact bushes dengan cabang yang halus. - Koralit tersusun rapi (neat rows) sepanjang cabang.

- Koralit sebagian besar tenggelam (immerse) dan struktur internal tidak   begitu

berkembang kecuali columella.

- Septa umumnya berjumlah satu, namun kadangkala  terdiri atas dua lingkaran, dan telah berkembang dan menyatu hingga ke columella.

- Coenosteum ditutupi oleh spinules (duri-duri) yang halus.

- Struktur rangka kapur genus Seriatopora hampir mirip dengan genus Stylophora,   tetapi dapat dibedakan, dimana percabangan genus

Seriatopora

lebih halus (kecil)  dibandingkan dengan genus

Stylophora

(81)

{/slide}

{slide=Favia}

5. Genus Favia (Familia Faviidae)

Karakteristik bentuk rangka kapur genus Favia antara lain ialah:

- Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.

- Koralit sebagian besar monocentric (satu columella dalam satu corallite)  dan plocoid. - Memperbanyak koralit melalui pembelahan intratentacular.

- Tentakel umumnya keluar hanya pada malam hari.

- Struktur rangka kapur genus Favia mirip dengan genus Favites tapi dapat dibedakan dengan perbedaan tipe koralit karang.  Tipe koralit

Favites

tergolong 

ceroid

, sedangkan tipe koralit

Favia tergolong plocoid . {/slide} {slide=Favites}

(82)

- Bentuk koloni umumnya masif, flat atau dome-shaped.

- Koralit berbentuk monocentric dan ceroid, beberapa berbentuk subplocoid. - Pada koloni karang ini, antar dua koralit dibatasi oleh satu dinding koralit.

{/slide}

{slide=Porites}

7. Genus Porites (Familia Poritidae)

Beberapa karakteristik bentuk rangka kapur dari genus Porites :

- Bentuk koloni ada yang flat (foliaceous atau encrusting), masif atau  bercabang.

- Koloni yang masif berbentuk bulat ataupun setengah bulat.  Koloni masif yang kecil akan terlihat berbentuk seperti helm atau dome-shaped, dengan diameter dapat mencapai

lebih dari 5 m.

- Koralit  berukuran kecil, cekung ke dalam (terbenam) pada badan koloni dengan lebar Cal

ice

kurang dari 2 mm.

- Tentakel umumnya keluar pada malam hari.

Genus Porites ini mirip dengan genus Montipora dan Stylaraea, namun memiliki beberapa perbedaan.  Perbedaan antara

(83)

ialah bahwa

Porites

memiliki bentuk pertumbuhan yang lebih beragam, koralit pada

Porites

lebih besar, kokoh dan tidak ada

elaborate thecal

(perpanjangan dinding koralit).  Genus

Montipora

mempunyai dua tipe

coenosteum , yaitu reticulum papillae dan tuberculae. Selain itu, Porites

memiliki koralit yang umumnya selalu terlihat septanya, sementara

Montipora

hanya memiliki perpanjangan gigi septa yang menonjol keluar sehingga terasa runcing dan kasar bila tersentuh.

{/slide}

{slide=Goniopora}

8. Genus Goniopora (Familia Poritidae)

Karakteristik :

- Bentuk koloni columnar , masif dan encrusting.

- Koralit tebal tapi berdinding keropos dan calice memiliki septa yang kokoh dan  memiliki c

olumella

.

(84)

{/slide}

{slide=Fungia}

9.Genus Fungia (Famili Fungiidae)

Karakteristik :

- Cara hidup tidak menempel pada substrat (free living) kecuali yang masih belum dewasa (

juvenile

).

- Hidup dengan tidak membentuk koloni (soliter). - Memiliki satu mulut.

- Rangka kapur umumnya berbentuk bulat dan atau lonjong.

- Bagian bawah koloni ada yang memiliki ferporation (lubang rangka). {/tabs}

Daftar Acuan

(85)

Veron, JEN. 2000. Corals of the World. Vol. 1. Australian Institute of Marine Science & CRR, Qld: xii + 463 hlm.

Referensi

Dokumen terkait

Dari desain terpilih dilakukan Analisis Kekuatan, Tegangan Tumpu, Deformasi, Tegangan Universal Joint, Deformasi Universal Joint,, Deformasi Pin, Pegas, Pegas Torsi,

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada

Gagasan dan pemikirannya ini dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu tujuan pendidikan Islam dari segi tujuan pendidikan Islam terlihat pada gagasannya yang

Penggunaan gedung dan material adalah menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau dari tempat lain untuk mengurangi kebutuhan akan bahan mentah yang baru, sehingga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksistensi bahasa melayu di kota pekanbaru. Dimana factor-faktor yang mempengaruhi eksistensi bahasa melayu itu adalah

4.   Pekerjaan; Mengubah NPP, Jabatan, Status, Kelas Rawat, TMT Kerja, Gaji (apabila perusahaan memiliki sub cabang agar dibuatkan sheet sesuai sub cabangnya) 5.   Asuransi;

Pada halaman Daftar Bimbingan Akademik pilih mahasiswa yang ingin dilihat KRSnya dan tekan link KRS yang terdapat pada kolom Lihat sehingga akan tampil halaman Kartu Rencana

Prevalensi dari setiap masalah gizi di Indonesia telah dibandingkan dengan negara lain, contohnya yaitu prevalensi masalah prevalensi anemia tahun pada WUS di Indonesia mencapai 33,1