• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKITAR PENYITAAN. (Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

(Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

A. Pengertian Penyitaan

Sita (Beslag) adalah suatu tindakan hukum pengadilan atas benda bergerak ataupun benda tidak bergerak milik Tergugat atas permohonan Penggugat untuk diawasi atau diambil untuk menjamin agar tuntutan Penggugat/Kemenangan Penggugat tidak menjadi hampa.1

Pengertian penyitaan menurut Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartowinata untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari, atas barang-barang miliki Tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita, atau dengan lain perkataan bahwa terhadap barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain.2

Pengertian penyitaan menurut M. Yahya Harahap, Penyitaan berasal dari terminology Beslag (Belanda) dan istilah Indonesia “Beslag” tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah :

a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant);

b. Tindakan paksa penjagaan (Custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim;

1 Wildan Suyuthi, Sita Eksekusi, PT. Tatanusa, Jakarta. 2004, hal 20

(2)

c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau Tergugat, dengan jalan menjual lelang (Exetorial Verkoop) barang yang disita tersebut;

d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.3

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sita atau penyitaan adalah :

a. Mengambil atau menahan barang harta kekayaan dari kekuasaan orang lain dilakukan berdasarkan atas penetapan dan perintah ketua pengadilan atau ketua majelis.

b. Barang-barang yang sudah diletakkan sita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain.

c. Sita merupakan tindakan hukum eksepsional, sebagai tindakan hukum yang diambil oleh pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan atau dilaksanakan pada saat pemeriksaan perkara sedang berjalan.

d. Menjamin suatu hak atas barang yang telah diletakkan sita agar tidak dialihkan, dihilangkan dan dirusak, sehingga dapat merugikan pihak pemohon sita dan diharapkan agar gugatan penggugat tidak hampa (illusoir) dengan kata lain hanya menang dalam kertas.

(3)

Dalam proses penyitaan apabila pemohon sita dikabulkan oleh ketua pengadilan agama atau oleh ketua majelis hendaknya juru sita melaksanakan tugasnya secara profesional dan proporsional artinya dengan cermat dan hati-hati, sebab juru sita sedang berhadapan dengan orang yang sedang bersengketa, maka tidak ada salahnya sebelum melaksanakan tugas penyitaan terlebih dahulu memberi pemahaman yang konferhensif terhadap tersita dengan penjelasan bahwa dengan diletakkan sita bukan berarti tersita telah kalah dalam pengadilan akan tetapi sita hanyalah menghentikan barang sengketa agar tidak dialihkan dan tetap dalam penguasaan tersita.

Pandangan masyarakat umum, dalam penyitaan seolah-olah pengadilan telah menghukum tergugat lebih dahulu sebelum pengadilan menjatuhkan putusan atau pandangan bahwa sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah berdasarkan putusan, tergugat sudah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan yang dikuasai tergugat.

Menurut M. Yahya Harahap bahwa pengabulan penyitaan sebagai tindakan hukum eksepsional atau pengecualian, maka penerapannya harus dilakukan oleh Ketua Pengadilan atau majelis hakim dengan pertimbangan yang sangat hati-hati sekali dengan alasan yang kuat dan didukung dengan fakta yang kuat pula.

Dalam mengabulkan sita hendaknya ketua pengadilan atau majelis hakim sejak awal sebaiknya sudah dilandasi dengan bukti-bukti yang kuat tentang kemungkinan akan dikabulkannya gugatan penggugat.

(4)

1. Sifat Penyitaan

a. Penyitaan dapat bersifat permanen apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan dengan amar putusan menyatakan sita yang telah diletakkan sah dan berharga dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada penggugat berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, atau apabila penyitaan dilanjutkan kemudian dengan penjualan lelang untuk melunasi pembayaran hutang tergugat kepada penggugat.

b. Penyitaan dapat bersifat temporer (sementara) apabila penyitaan dikemudian hari dilanjutkan dengan amar putusan hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti ini terjadi berdasarkan surat penetapan majelis hakim pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan bisa juga dilaksanakan oleh majelis hakim pada saat menjatuhkan putusan ketika gugatan penggugat ditolak.

2. Hakikat Penyitaan :

a. Sita hanya sebagai jaminan

Hakikat dilaksanakan penyitaan semata-mata untuk menjamin gugatan penggugat agar tidak hampa (Illusoir)

b. Benda sitaan tetap dikuasai tergugat

Walaupun benda milik tergugat telah diletakkan oleh juru sita atas perintah ketua pengadilan atau majelis hakim, barang tersebut masih tetap berada ditangan tergugat sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi) hal ini sesuai maksud pasal 197 ayat 9 HIR atau pasal 212 R.bg.

(5)

Maksud Pasal 197 Ayat 9 HIR / Pasal 212 R. Bg sebagai berikut : Memberi kewenangan juru sita untuk menyerahkan penjagaan, penguasaan dan pengusahaan barang yang disita ditangan tersita atau dibawah penjagaan pengadilan.

B. Tujuan Penyitaan

Tujuan penyitaan adalah agar tergugat tidak memindahkanatau membebankan harta benda yang telah disita kepada pihak ketiga agar benda sitaan tersebut tetap untuk selama proses pemeriksaan perkara berlangsung sampai perkara tersebut memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi).

Dengan adanya perintah penyitaan atas harta tergugat atas harta sengketa, secara hukum telah terjamin keutuhan keberadaan barang yang disita misalnya di dalam contoh surat gugatan perkara harta bersama dalam perkara warisan pada bagian penyitaan biasanya dimohonkan kepada hakim agar dilakukan sita jaminan terhadap barang-barang yang disengketakan.4

Dari uraian tersebut diatas, penyitaan merupakan upaya hukum agar terjaga keutuhan harta yang disita sampai putusan hakim dapat dieksekusi, sekaligus menjaga agar gugatan penggugat pada saat eksekusi, tidak hampa sehingga dengan telah diletakkan sita pada harta sengketa milik kekayaan tergugat, dan pelaksanaan penyitaan telah didaftarkan dan diumumkan kepada masyarakat, terhitung sejak tanggal pendaftaran dan pengumuman sita, sesuai pasal 198 HIR / 213 R. Bg. Telah

(6)

digariskan akibat hukumnya sebagaimana diatur dalam pasal 200 HIR / 215 R. Bg yaitu :

a. Demi hukum melarang Tergugat untuk menjual, memindahkan barang sitaan kepada siapapun

b. Pelanggaran atas itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum 1) Akibat hukum dari segi perdata :

Jika terjadi transaksi jual beli terhadap barang sitaan yang telah diletakkan sita, maka batal demi hukum.

2) Akibat hukum dari segi pidana :

Jika terjadi transaksi Tergugat menjual barang yang telah diletakkan sita maka tergugat telah melakukan tindakan kejahatan yang diancam dengan hukuman pidana penjara maksimal 4 tahun sesuai pasal 31 KUHP.

Dari uraian tersebut di atas, maka semakin jelas tujuan perlunya peletakan sita terhadap barang yang menjadi obyek sengketa dalam gugatan penggugat, lagi pula ini akan memudahkan pelaksanaan eksekusi apabila gugatan penggugat terkabulkan dengan menyatakan sita sah dan berharga.

Kepastian objek eksekusi atas barang sitaan semakin sempurna sesuai dengan penegasan Mahkamah Agung RI. Yang menyatakan, bila putusan telah berkekuatan hukum tetap maka barang yang disita demi hukum langsung menjadi sita eksekusi.5

(7)

C. Syarat Penyitaan

1. Sita berdasarkan adanya permohonan

a. Permohonan sita diajukan dalam surat gugatan

Para advokat / kuasa hukum biasanya mengajukan permohonan sita jaminan diajukan bersama-sama dalam surat gugatan, bentuk dan tata cara permohonan sita secara tertulis dalam bentuk surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan sita yang demikian tidak dapat dipisahkan dari dalil gugatan pokok kecuali penyitaan harta bersama dengan alasan salah satu pihak dikhawatirkan melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya. Hal ini diatur dalam Pasal 95 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut : “Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 Ayat (2) Huruf c PP. Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 Ayat (2) suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gagasan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya.

1) Permohonan sita dirumuskan setelah uraian posita/ dalil gugatan 2) Permohonan sah dan berharga diajukan pada petikan kedua

3) Permohonan terpisah dari pokok perkara disamping gugatan tentang pokok perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan sita dalam surat yang lain, atau dapat mengajukan permohonan sita secara lisan, walaupun yang

(8)

lazim mengajukan permohonan sita bersamaan dengan gugatan pokok perkara secara tertulis.

2. Memenuhi tenggang waktu pengajuan sita

Penentuan tenggang waktu pengajuan sita diatur dalam pasal 227 HIR / 261 ayat R. Bg.

a. Ketentuan tenggang waktu yang dibenarkan karena hukum yaitu selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum berkekuatan hukum tetap

b. Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang pengadilan sampai putusan dijatuhkan. Sesuai pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R. Bg sebagai : “Selama putusan belum dijatuhkan”.

c. Selama putusan belum dapat dieksekusi

Dalam pasal 227 (1) HIR / 261 ayat 1 R.Bg juga memuat ketentuan yang berbunyi “Selama putusan belum dapat dieksekusi (dilaksanakan), selama putusan belum dapat dilaksanakan untuk mengandung arti yuridis selama putusan yang bersangkutan belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.6

D. Alasan Penyitaan

Berdasarkan pasal 227 HIR / 261 RBG alasan pokok permintaan sita.

a. Ada kekhawatiran atau persengketaan bahwa tergugat mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya selama proses pemeriksaan perkara sedang berlangsung.

b. Kekhawatiran atau persangkaan itu harus nyata dan beralasan secara obyektif.

(9)

Penggugat harus dapat menunjukkan fakta tentang adanya langkah-langkah tergugat untuk menggelapkan atau mengasingkan hartanya selama proses pemeriksaan berlangsung, paling tidak tergugat dapat menunjukkan indikasi objektif tentang adanya daya upaya tergugat untuk menghilangkan atau mengasingkan barang-barangnya guna menghindari gugatan.

E. Permohonan Sita diajukan pada instansi yang berwenang

1. Pengadilan agama berwenang melaksanakan penyitaan berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.

2. Pengadilan tinggi agama berwenang memerintahkan sita melalui pengadilan agama yang mewilayahi pengadilan agama dimana harta objek sengketa berada.

Menurut pendapat Prof. Subekti7 Pemohon penyitaan dapat diajukan kepada pengadilan tinggi selama pokok perkaranya belum diputus oleh pengadilan tingkat banding, alasan beliau berpijak pada pasal 261 R.Bg, yang di dalamnya terdapat kalimat “Sebelum putusan memperoleh kekuatan hukum tetap” disini beliau menyimpulkan kalimat tersebut, menunjukkan bahwa permohonan sita dapat juga ditunjukkan kepada pengadilan tinggi selama pokok perkaranya belum diputus dalam tingkat banding.

F. Penggugat Wajib Menunjukkan Barang yang akan disita

a. Menjelaskan letak, sifat dan ukuran barang

(10)

b. Mengemukakan surat-surat yang berkenaan dengan identitas barang c. Status kepemilikan barang

Setelah penggugat telah dapat mengajukan bukti kepemilikan dan identitas barang yang akan diajukan sita, maka tugas hakim yang akan menilai apakah layak atau tidaknya barang tersebut disita.

Menurut Prof. Supomo yang menjelaskan dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata.8

G. Bentuk-bentuk Penyitaan

1. Penyitaan Berdasarkan Jenisnya

Penyitaan menurut jenisnya ada dua macam, ialah : a. Penyitaan terhadap barang milik sendiri

Penyitaan terhadap barang milik sendiri barang milik penggugat yang dikuasai oleh orang lain atau tergugat. Penyitaan ini bertujuan penyerahan barang yang disita kepada penggugat apabila putusan hakim telah berkekuatan hukum tetap.

Sila jaminan terhadap barang milik sendiri ada 2 macam ialah :

1. Sita Revindikasi (Revindikatoir) dalam pasal 260 R.Bg menurut pasal 1977 Ayat (2) KUH perdata disebutkan bahwa hanyalah pemilik benda yang bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat mengajukan sita revindikasi, tuntutan sita revindikasi ini dapat dikabulkan langsung terhadap orang yang menguasai barang sengketa tanpa meminta pembatalan lebih

(11)

dahulu tentang jual beli dan barang yang dilakukan oleh orang tersebut dengan pihak lain.9 dan ciri-ciri dari bentuk sita revindikasi yaitu antara lain benda yang menjadi objek sengketa tersebut telah dikuasai atau berada ditangan tergugat secara tidak sah atau dengan cara melawan hukum, serta ciri khas lainnya pada bentuk sita revindikasi hanya terbatas pada benda bergerak saja, sehingga tidak mungkin diajukan dan dikabulkan terhadap benda tidak bergerak walaupun dalil gugatan berdasarkan hak milik.

Menurut pasal 505 KUH perdata barang bergerak ini dapat dibagi atas benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Sita revindikasi hanya dapat dimohonkan sita berdasarkan sengketa hak milik, dan dasar alasan sengketa hak milik itu terbatas pada :

a. Benda yang dikuasai oleh tergugat dengan jalan melawan hukum (dicuri atau digelapkan)

b. Benda yang dikuasai tergugat dengan secara tidak sah seperti dari penadahan atau hasil penipuan

Pada saat sita revindikasi dikabulkan dan dalam amar putusannya menyatakan sah dan berharga, maka majelis hakim secara langsung memerintahkan tergugat menyerahkan langsung kepada Penggugat. Sehingga penjagaan dan penguasaan berpindah.

2. Sita Marital (Maritale Beslag) dalam pasal 823 RV sita marital dapat dimohonkan oleh seorang isteri kepada pengadilan dalam perkara perceraian,

(12)

tujuannya agar pihak suami tidak memindahtangankan barang tersebut sesuai pasal 190 KUH Perdata.

Sita marital tidak diatur dalam R.Bg atau HIR tetapi diatur dalam pasal 823 RV. Sita ini hanya dapat diajukan terhadap harta bersama dalam perkawinan supaya harta tersebut, tetap utuh sampai perkara tersebut mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap atau sampai pelaksanaan eksekusi.

Sita marital hanya dapat diajukan perhubungan dengan adanya perkara perceraian.10 menurut UU Nomor 01 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan PP Nomor 9 Tahun 1975 pihak isteri maupun suami berhak mengajukan permohonan sita terhadap harta bersama dalam perkawinan selama proses pemeriksaan perkara perceraian berlangsung, bahkan dalam Pasal 95 KHI pihak suami atau isteri dapat mengajukan permohonan sita terhadap harta bersama yang diperoleh dalam perkawinan sekalipun tanpa disertai dengan gugat perceraian.

Menurut Pasal 35 dan 36 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan membedakan antara harta bersama yang menjadi hak bersama suami isteri, dan harta pribadi (bawaan) yang menjadi hak penuh secara perseorangan bagi suami atau isteri. Sita marital tidak meliputi sharta bawaan atau harta pribadi suami atau isteri.

b. Penyitaan Terhadap Barang Milik Tergugat (Debitur)

(13)

Menurut Sudikno Merto Kusumo, sita conservatoir ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada ketua pengadilan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan dapat menjaga barang agar tidak dialihkan atau tidak dijual.11

Menurut Prof. Subekti dalam bukunya hukum acara perdata beliau tegas mengalihkan istilah conservatoir Beslag menjadi istilah yang bernama sita jaminan.12

Penegasan Prof. Subekti itu diperkuat dengan SEMA No. 05/1975 Tanggal 1 Desember 1975, yang telah mengalih bahasa conservatoir Beslag menjadi sita jaminan. Sita jaminan diatur dalam Pasal 261 R.Bg. sita jaminan dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak baik terhadap benda berwujud maupun tidak berwujud (Lychammelijk on Lychammelijk). Tentang benda berwujud tentunya dapat kita temukan dengan mudah, sedangkan benda tidak berwujud misalnya macam-macam hal-hal tersebut seperti hak gadai, hak merek dan lainnya.13

Sita jaminan yang diletakkan atas harta kekayaan tergugat dengan sendirinya akan berubah menjadi sita eksekusi, hal ini terjadi apabila gugatan dikabulkan yang terhitung sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sita jaminan menurut asasnya otomatis menjadi sita eksekusi apabila telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Oleh karena sita jaminan otomatis

11 Sutikno, Mertokusumo, op. cit, hal 93 12 Subekti, Op. Cit, hal 48.

(14)

mempunyai kekuatan hukum executorial Beslag, dengan demikian tidak ada lagi diperlukan tahap proses executorial Beslag.14

Sita jaminan dalam penjaganya diatur dalam pasal 212 R.Bg dan pasal 508 RV, yakni diberikan kepada tersita (Tergugat). Tersita sebagai penjaganya demi hukum. Tersita boleh memanfaatkan barang yang telah disita dengan syarat harga barang yang disita tidak boleh turun.

Menurut Sudikno Mentokusumo dalam bukunya hukum acara perdata Indonesia, yang dapat disita berdasarkan sita jaminan adalah :

1. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur 2. Sita jaminan atas barang-barang tetap milik debitur

3. Sita jaminan atas barang-barang bergerak milik debitur yang adapada pihak ketiga

4. Sita jaminan atas kreditur 5. Sita gadai (panden Beslag)

6. Sita atas barang-barang debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal yang dikenal di Indonesia atau orang yang bukan penduduk Indonesia

7. Sita jaminan terhadap pesawat terbang

8. Sita jaminan terhadap barang milik negara, ditambah 9. Sita jaminan atas kapal (manurut M. Yahya Harahap) 15

H. Penyitaan Berdasarkan Pelaksanaannya

a. Sita Persiapan (permulaan)

14 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 70

(15)

Sita dilaksanakan agar nantinya apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, putusan segera dapat dilaksanakan (dieksekusi) dan memastikan agar gugatan tidak hampa (illusoir)

Contoh sita persiapan adalah :

1) Sita jaminan (Consevatoir Beslag). 2) Sita revindikasi (revinikatoir Beslag). 3) Sita marital (marital Beslag).

b. Sita Eksekusi

Dari segi kewenangan, kewenangan memerintahkan sita eksekusi berada pada pimpinan Ketua Pengadilan Agama, hal ini diatur dalam Pasal 208 R.Bg Tentang Tata Cara Pelaksanaan Sita Eksekusi sama dengan tata cara sita jaminan.

Sita eksekusi timbul akibat Tergugat (pihak yang kalah) tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela. Dengan demikian salah satu prinsip yang melekat pada eksekusi merupakan tindakan yang timbul secara sukarela.16

c. Sita Lanjutan

Apabila harta kekayaan tersita telah habis yang hanya cukup untuk memenuhi sebagian tuntutan saja sedangkan pemohon yang lain belum mendapatkan bagian maka dapat diajukan lagi sita lanjutan agar terpenuhi semua tuntutan.

I. Sita Berdasarkan Jangka Waktu

a. Sita yang bersifat permanen

(16)

Dengan putusan menyatakan sita sah dan berharga dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, penyitaan dapat dilanjutkan dengan perintah penyerahan benda atas barang penggugat dan dapat juga dilanjutkan dengan penjualan lelang guna memenuhi isi putusan.

b. Sita yang bersifat temporer

Penyitaan yang bersifat temporer ini belum dilandasi kekuatan hukum yang pasti berupa putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sewaktu-waktu sita yang demikian dapat diangkat bilamana gugatan penggugat ditolak.

J. Ruang Lingkup Penerapan Sita

a. Sita Revindikasi (Revindikatoir Beslag)

Sita revindikasi terbatas pada sengketa hak milik saja, barang sitaan diperoleh dengan cara tidak sah atau dengan cara melawan hukum dan objek sengketa hanya terbatas benda bergerak saja.

b. Sita Marital (Maritale Beslag)

Mengacu pada Pasal 190 KUH Perdata, Pasal 24 Ayat (2) Huruf c PP No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 95 KHI, sita marital penerapannya dapat didasarkan pada sengketa yang timbul antara suami isteri antara lain :

1. Pada perkara perceraian

2. Pada perkara pembagian harta bersama

3. Pada perbuatan yang membahayakan harta bersama

(17)

Sita jaminan dapat diletakkan terhadap barang-barang milik debitur, barang-barang bergerak dan tidak bergerak, sita jaminan dapat didasarkan pada gugatan hak milik, ganti rugi.

d. Sita Penyesuaian

Sita penyesuaian hanya bisa diletakkan pada barang yang menjadi objek sengketa telah lebih dahulu disita oleh orang lain.

e. Sita Eksekusi

Sita eksekusi hanya terbatas pada telah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, jadi bila putusan telah berkekuatan hukum tetap, maka sita eksekusi dapat dilaksanakan, sita eksekusi dapat berjalan bilamana pihak yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela. Sehingga diperlukan upaya paksa bahkan sampai memohon kekuatan kepolisian.

f. Sita Lanjutan

Ruang lingkup penerapan sita lanjutan terbatas pada suatu keadaan dimana barang-barang yang menjadi objek sitaan tersebut tidak cukup memenuhi tuntutan para kreditur.

K. Tata Cara Sita Jaminan (Conservatoir Beslag)

1. Permohonan Sita

Penggugat mengajukan gugatan pokok perkara dapat sekaligus mohon diletakkan sita jaminan, atau dapat pula diajukan dalam proses persidangan yang sedang berlangsung.

(18)

Penggugat mempunyai alasan yang kuat bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan dengan maksud menjauhkan barang-barang tersebut.

3. Ketua Pengadilan Agama (apabila belum menetapkan PMH) atau Ketua Majelis (apabila telah ditetapkan PMH)

a. Memeriksa obyek sengketa yang dimohonkan sita tentang bukti kepemilikan, jenis, ukuran merek dan batas-batas kalau berupa benda tetap.

b. Memeriksa apakah beralasan bahwa Tergugat berusaha akan menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau mebnjauhkan barang tersebut. c. Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis memberikan penetapan.

Penetapan tersebut ada tiga kemungkinan.

1) Mengabulkan permohonan sita dengan demikian Ketua Pengadilan Agama

atau Ketua Majelis memerintahkan juru sita untuk melaksanakan penyitaan.

2) Menolak permohonan sita, karena tidak terbukti Tergugat akan

menghilangkan, memindah tangankan atau menyingkirkan atau

menjauhkan barang tersebut.

3) Menangguhkan permohonan sita karena majelis perlu mendengarkan

jawaban dari Tergugat.

4. Penetapan dapat dijatuhkan oleh Ketua Pengadilan Agama sebelum menunjuk Majelis Hakim dan dapat juga oleh Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari berkas perkara secara seksama.

(19)

5. Ketua majelis dalam menjatuhkan penetapan sita dapat bersama-sama dengan PHS, penetapan hari sidang dan dapat pula dalam sidang insidentil.

6. Pelaksanaan sita

Penyitaan dilaksanakan oleh juru sita atau juru sita pengganti dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi.

7. Jurusita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan Termohon sita.

8. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita. 9. Jurusita atau juru sita pengganti membuat berita acara sita.

10. Jurusita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara Sita kepada Termohon sita, Pemohon sita, Ketua Majelis / Ketua Pengadilan Agama dan Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan.

11. Jurusita mendapatkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan penyitaan tersebut kepada Kepala Desa / Lurahnya bila tanah yang disita belum bersertifikat serta mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor.

12. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg)

Bagaimana kalau juru sita atau juru sita pengganti dalam melaksanakan penyitaan tidak ditemukan barang yang akan disita? Atau barang yang akan disita tidak sesuai dengan penetapan sita.

Dalam hal yang demikian juru sita atau juru sita pengganti membuat Berita Acara yang menyatakan sita tidak dapat dilaksanakan karena barang-barang tersebut

(20)

tidak dapat ditemukan selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Pengadilan Agama atau Ketua Majelis.

Tata cara sita eksekusi

1. Permohonan sita eksekusi diawali dari permohonan eksekusi dari Penggugat atau pihak yang memang setelah putusan berkekuatan hukum tetap sedangkan Tergugat atau yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan secara sukarela

2. Pemanggilan terhadap tereksekusi untuk diberi teguran (aanmaning).

Apabila tereksekusi dipanggil tidak hadir dan ketidakhadirannya beralasan, maka tereksekusi dipanggil sekali lagi untuk di aanmaning.

3. Apabila tereksekusi ketidakhadirannya tanpa alasan yang sah maka Ketua Pengadilan Agama dapat langsung mengeluarkan perintah sita eksekusi dengan membuat penetapan yang intinya memerintahkan juru sita atau juru sita pengganti untuk melaksanakan sita eksekusi.

4. Apabila tereksekusi hadir dalam panggilan tersebut maka Ketua Pengadilan Agama mengadakan sidang insidentil didampingi panitera sidang yang intinya menegur tereksekusi supaya melaksanakan isi putusan dengan member kesempatan selama 8 hari.

5. Panitera sidang membuat Berita Acara Aanmaning. Apabila dalam waktu 8 hari tereksekusi tidak melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka Ketua Pengadilan Agama membuat penetapan yang isinya memerintahkan kepada juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan sita eksekusi terhadap objek sengketa.

(21)

6. Juru sita atau juru sita pengganti sebelum melaksanakan penyitaan sebaiknya memberitahukan kepada Kepala Desa / Lurah dan termohon sita.

7. Penyitaan dilaksanakan di tempat letak barang tersita.

8. Juru sita atau juru sita pengganti melaksanakan penyitaan didampingi 2 (dua) orang saksi dan membuat Berita Acara sita eksekusi.

9. Juru sita atau juru sita pengganti menyerahkan salinan Berita Acara sita kepada tereksekusi, Pemohon eksekusi dan Ketua Pengadilan Agama serta Kepala Desa / Lurah untuk diumumkan.

10.Juru sita atau juru sita pengganti mendaftarkan penyitaan tersebut kepada BPN jika barang yang disita berupa tanah yang bersertifikat dan mendaftarkan kepada Kepala Desa / Lurah jika berupa tanah yang belum bersertifikat serta mendaftarkan ke kepolisian bila yang disita berupa kendaraan bermotor.

11.Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada tersita atau ketempat lain yang dianggap lebih aman (Pasal 212 R.Bg)

12.Setelah objek sengketa diletakkan sita eksekusi maka proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses selanjutnya adalah eksekusi melalui proses pelelangan dengan bantuan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan Lampiran Peraturan Bupati Nomor 59 Tahun 2015 tentang Pemberian Honorarium dan Uang Saku kepada Pejabat/Pegawai yang bekerja pada kegiatan Satuan Kerja Perangkat

Meskipun dalam survei kali ini hak untuk terlibat dalam penyusunan standar pelayanan menjadi yang paling sedikit diketahui oleh responden, namun jika dibandingkan dengan survei di

Dari grafik juga dapat dilihat bahwa semakin besar nilai pembebanan, maka nilai pressure drop pada shell akan semakin meningkat, hal ini dipengaruhi oleh

Matapelajaran ini pula merangkumi matapelajaran kejuruteraan seperti Statik, Dinamik & Mesin, Bahan & Proses Pembuatan, Pepejal, Bendalir, Teknologi Elektrik,

1) Pemimpin Belajar, artinya merencanakan, melaksanakan dan mengontrol kegiatan peserta didik belajar. Pola kepemimpinan kelas yang demokratis merupakan ciri utama dalam

3m) didapatkan puncak pada 1,07 nm-1 .Untuk rentang momentum transfer yang lain, masih perlu dilakukan berbagai perbaikan pada masing-masing komponen peralatan

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pemberian ASI eksklusif, terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman menyusui dan pemberian

Harga saham INDF dalam dua sesi perdagangan terakhir pekan kemarin cenderung terkoreksi ditutup di Rp.4775 atau turun 1,5% dari posisi harga sebelumnya di Rp.4850.. Secara technical,