• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Ekspor Udang

Di Indonesia produksi udang sangat berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah permintaan pasar internasional akan hasil produksi udang Indonesia. Saat ini udang menyumbang lebih dari 62 % dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia. Pasar utama ekspor udang Indonesia adalah Jepang (52 %), Amerika Serikat (18 %), dan Eropa (15 %) (Putro, 2004). Dalam upaya meningkatkan produksi udang telah dilakukan upaya budi daya dengan pendayagunaan tambak kolam dan danau. Usaha budi daya udang di daerah padat nelayan umumnya sudah tinggi (over exploited), seperti yang banyak dijumpai di perairan paparan Sunda (Rukyani, 2000).

Permintaan yang meningkat tidak sejalan dengan produksi biomassa udang dalam tahun terakhir ini. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat produksi udang pada 2011 tidak mencapai target yaitu hanya 381.288 ton atau 90,78 % dari target yang ditetapkan yaitu 410.000 ton. Beberapa kajian diketahui penyebab penurunan produksi budi daya udang adalah merosotnya kualitas lingkungan perikanan budi daya yang memicu munculnya serangan penyakit (Rukyani, 2000). Pencemaran bahan organik di tambak merangsang timbulnya penyakit udang yang disebabkan bakteri patogen dan virus. Salah satu penyakit pada budi daya udang adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri-bakteri yang bersifat oportunis patogen. Udang yang telah terkontaminasi bakteri-bakteri patogen jelas tidak memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi. Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit pada budi daya udang adalah dengan menggunakan obat-obatan kimia dan antibiotik. Namun, penanggulangan dengan cara tersebut membawa dampak buruk karena adanya residu bahan antibiotik pada udang (Muliani et al, 2003).

Penurunan volume ekspor udang ini nampaknya merupakan dampak dari pengetatan terhadap standar mutu khususnya residu antibiotik pada udang impor.

(2)

Sejak tahun 2004, pemerintah Jepang mengikuti jejak Uni Eropa dengan menetapkan zero tolerance terhadap residu kloramfenikol dan nitrofuran pada udang impor. Akibatnya beberapa kontainer udang yang diekspor dari Indonesia, ditahan atau ditolak di pelabuhan masuk karena dicurigai mengandung antibiotik tersebut. Seperti diketahui bahwa pemeriksaan terhadap residu antibiotik di Jepang selama ini hanya difokuskan pada tetrasiklin termasuk OTC (oxytetracycline) dan CTC (chlortetracycline) (Putro, 2004).

2.2 Bakteri Patogen Oportunis Pada Udang

Salah satu penyebab turunnya volume produksi udang Indonesia adalah munculnya berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen oportunis. Penyakit dapat bermula dari kondisi pemeliharaan dan air yang buruk yang dapat memperlemah daya tahan udang dan membuatnya rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh patogen oportunis. Bakteri patogen oportunis pada tambak udang ialah bakteri yang bukan ada secara alamiah pada perairan tambak, tetapi masuk ke tambak akibat tercemarnya lingkungan dengan limbah buangan manusia. Beberapa diantara bakteri ini ialah coliform, E. coli, Salmonella sp.,

Staphylococcuss aureus, dan Vibrio (Harish et al. 2003; Hattha et al. 2003).

Sebagian bakteri patogen oportunistik yang ada pada tambak udang tersebut diduga dapat membentuk biofilm pada udang, tempat pemrosesan, maupun dipermukaan substrat pada tambak. Mikroorganisme merupakan agen utama yang mengambil tempat di permukaan untuk menghasilkan biofilm (Bishop, 2007). Biofilm memiliki bentuk yang beragam dan terdapat pada permukaan jaringan hidup dan dapat merusak peralatan kesehatan, industri, pipa saluran air dan saluran mata air (Donlan, 2002; Callow & Callow, 2008). Menurut Lens et al. (2003), terungkap bahwa biofilm memiliki ketahanan terhadap antibakteri, biosida, dan temperatur yang tinggi.

2.2.1 Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli (E. coli) termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini bersifat oksidase negatif, termasuk dalam golongan bakteri Gram negatif, berbentuk batang yang memiliki ukuran 1.1-1.5 μm x 2-6 μm, bersifat

(3)

motil karena adanya flagella. Bakteri ini memiliki rentangan suhu pertumbuhan yang sangat luas yaitu 15-45 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini resisten pada pemanasan suhu 550 C selama 60 menit atau pada suhu 60 0C selama 15 menit. Menurut Pelczar & Chan (1993) Struktur dinding sel bakteri Escherichia

coli berlapis-lapis yang terdiri dari lipopolisakarida, peptidoglikan, dan protein.

Lipopolisakarida ini mengandung antigen O dan enterotoksin yang dapat melindungi sel dari perubahan lingkungan. Menurut Holt et al. (1986) ciri biokimia dari bakteri ini ialah memiliki kemampuan memfermentasi laktosa, reaksi indol positif, metil positif, uji VP (Voges- Proskauer) negatif dan tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya. Pada media EMB (Eosin Metilen Blue) bakteri ini menunjukan warna hijau metalik.

Bakteri ini merupakan mikroflora normal yang terdapat pada usus besar manusia dan hewan berdarah panas lainnya yang dalam keadaan tertentu dapat bersifat sebagai patogen. Kemampuan suatu bakteri patogen untuk menyebabkan infeksi dipengaruhi oleh faktor virulensi yang dimilikinya. Faktor virulensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh bakteri untuk dapat bertindak sebagai bakteri patogen (Inglis,1996). Spesies ini dapat dijadikan sebagai indikator buruknya sanitasi, dikarenakan tercemarnya lingkungan tambak udang oleh limbah manusia. Oleh karena itu, salah satu syarat mutu udang ialah bebas cemaran mikroba seperti E.coli (Kanduri, 2002).

2.2.2 Salmonella

Kelompok ini adalah bakteri Gram negatif yang dapat dibedakan dari flora normal usus dengan cara kriteria biokimia dan antigen. Salmonella tidak memfermentasikan laktosa, tetapi kebanyakan membentuk H2S dan gas dari karbohidrat dan akan mendekarboksilasi lisin. Beberapa sifat Salmonella adalah bersifat motil dengan flagella ataupun jika tidak motil termasuk Gram negatif, positif pada uji Metyl Red, memproduksi nitrit dan nitrat, mampu menggunakan amonium sitrat dan tidak menghidrolisa urea. Akan tetapi, tidak seperti organisme saluran pencernaan, Salmonella selalu dianggap sebagai patogen potensial, bahkan bila berada pada organ yang kelihatannya sehat. Salmonella sp.

(4)

merupakan bakteri patogen dan menyebabkan masalah kesehatan yang serius (D’Aoust & Maurer,2007).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini disebut sebagai Salmonellosis. Pada udang maupun biota lain yang dikonsumsi oleh manusia, tidak diperbolehkan terdapat bakteri ini. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada lingkungan perairan budi daya biota laut harus diupayakan bebas dari bakteri

Salmonella sp. Jika suatu perairan telah terkontaminasi oleh Salmonella sp.,

menunjukkan danya penurunan kualitas air (Hatmanti, 2003).

2.2.3 Staphylococcuss aureus

Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif yang termasuk dalam famili Micrococcaceae. Beberapa galur membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut dalam air. Sifat koagulase positif dari galur bakteri ini dapat memproduksi bermacam-macam toksin sehingga memiliki potensi patogenik yang tinggi dan dapat menyebabkan keracunan makanan. Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif tetapi pada keadaan anaerobik pertumbuhannya sangat lambat. Suhu optimum untuk pertumbuhan S. aureus adalah 35-37 0C dengan suhu minimum 6-7 0C dan suhu maksimal 45,5 0C. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. S. aureus dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi, di dalam makanan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala intoksikasi biasanya mencapai 106 sel/g makanan (Fardiaz,1981).

Pertumbuhan bakteri S. aureus pada pangan dan olahannya dapat mengancam kesehatan masyarakat karena beberapa galur S. aureus memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan kasus keracunan pangan (food poisoning). Pangan yang tercemar atau mengandung S. aureus enterotoksigenik sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen karena tidak adanya mikroorganisme pesaing lainnya yang biasanya dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan pembentukan toksin dari S. aureus. Enterotoksin yang diproduksi S. aureus lebih tahan terhadap panas dibandingkan sel bakterinya (Slamet, 2000).

(5)

2.3 Biofilm

Biofilm merupakan sekumpulan mikroba yang hidup berkoloni dan menempel pada permukaan padat. Mikroba tersebut menghasilkan senyawa ekstraseluler, sehingga membentuk matriks eksopolimer yang luas, yang sebagian besar terdiri dari polisakarida. Penempelan bakteri ini didefinisikan sebagai sel-sel mikroorganisme yang termobilisasi pada substrat dan terperangkap di dalam polimer ekstraseluler yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut. Komunitas biofilm ini umumnya terbentuk diantara fase padat dan fase cair (Yunus, 2000).

Di alam mikroorganisme lebih banyak terdapat dalam keadaan menempel pada permukaan dari pada yang tersuspensi dalam fase cairan. Sel yang menempel pada permukaan padat ini kemudian berkembang menjadi biofilm yang stabil yang merupakan komunitas mikroorganisme. Biofilm di alam banyak berperan positif dalam kehidupan, misalnya akumulasi biofilm pada dasar sungai atau lautan berperan dalam menguraikan polutan terlarut (Brierly, 1984).

Sel biofilm bakteri memiliki karakteristik fisiologi yang khas, dimana dalam kondisi tersebut biasanya sel lebih tahan terhadap kondisi-kondisi yang tidak sesuai bagi pertumbuhannya seperti keberadaan senyawa antimikroba, suhu dan pH dibandingkan dengan sel yang hidup bebas (planktonik). Umumnya bakteri patogen oportunis di tambak udang seperti E. coli, Salmonella, Vibrio,

Psedomonas dapat membentuk biofilm (Koonse et al. 2005). Hal ini lah yang

menjadi perhatian khusus dalam menanggulangi penyakit pada udang.

2.4 Bacillus Sebagai Penghasil Bakteriosin

Definisi probiotik pada akuakultur adalah mikroba hidup yang memiliki efek menguntungkan pada inang dengan cara memodifikasi asosiasi inang atau ambang batas komunitas mikroba dengan meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi, meningkatkan ketahanan inang terhadap penyakit atau meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan definisi tersebut, maka probiotik termasuk juga mikroba yang mencegah proliferasi patogen dalam saluran pencernaan, pada permukaan tubuh inang, dan pada lingkungan, mikroba yang dapat meningkatkan penggunaan pakan dengan meningkatkan daya cerna pakan, meningkatkan sistem imun inang dan meningkatkan kualitas air (Verschuere et al. 2000).

(6)

Bakteriosin merupakan zat antimikroba yang berupa polipeptida pendek. Bakteriosin disintesis di ribosom oleh bakteri selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat galur-galur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al. 1995, Kone & Fung 1992). Kriteria yang merupakan ciri-ciri bakteriosin adalah (1) memiliki spektra aktivitas yang sempit, (2) senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein, (3) bersifat bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, dan (5) gen determinan terdapat pada plasmid, plasmid rekombinan atau episom, kromosom atau transposon yang berperan pada produksi dan imunitas (Tagg et al. 1976).

Salah satu mikroorganisme probiotik yang telah banyak diteliti ialah bakteri dari genus Bacillus. Bacillus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, memiliki endospora, bersifat motil, dan tergolong dalam bakteri aerob atau anaerob fakultatif (Holt et al, 1994). Genus Bacillus merupakan kandidat pengendali hayati yang baik, karena dapat menghasilkan beberapa metabolit aktif seperti antibiotik, proteinase, dan bakteriosin (Torkar &Matijasic, 2003).

Beberapa peneliti telah berhasil mengisolasi dan memurnikan bakteriosin yang diproduksi oleh Bacillus sp. Diantaranya Subtilin dihasilkan oleh B. subtilis (Klein et al. 1993), Megacin oleh B. megaterium (Tagg et al. 1976), Coagulin oleh B. coagulans I4 (Hyronimus 1998), Cerein oleh B. cereus (Oscariz & Pisabarro 2000), dan Tochicin oleh B. thuringiensis (Paik et al. 1997). Pada tahun 1939, Rene Dubos telah mengisolasi dari New Jersey suatu kultur Bacillus brevis yang membentuk suatu substansi yang mampu mematikan banyak bakteri Gram-positif. Ekstrak bebas sel yang diperoleh dari B. brevis ditemukan mengandung dua bahan aktif, yang sekarang dikenal dengan nama gramisidin dan tirosidin (Pelczar & Chan, 2005).

Hasil penelitian Isramilda (2007) menunjukkan bahwa bakteri Bacillus sp. Lts 40 dapat menghasilkan zat antimikroba yang memiliki persentase penghambatan 3% - 7% terhadap V. harveyi dan E. coli. Persentase penghambatan

Bacillus sp. Lts 40 terhadap V. harveyi dan E. coli masing-masing sebesar 81,8%

dan 85,5%. Bacillus sp. Lts 40 menghasilkan 2 jenis bakteriosin dengan berat molekul 47,38 kDa yang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan V.

Referensi

Dokumen terkait

Misalkan dilihat dari proporsi penempatan asset bank dalam bentuk penempatan dana pada BI (SBI), surat-surat berharga, dan kredit dari kelima bank yang mempunyai ranking tinggi

Setelah melalui kegiatan diskusi bersama guru peserta didik dapat merancang strategi untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat fungsi dan operasi aljabar fungsi pada

Pada zaman sekarang ini, banyak sekali jenis katalis padat yang telah digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel seperti oksida

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis literasi informasi Dinas Kominfo Kabupaten Pasuruan pada Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) sebagai agen informasi (Studi

Pengendalian motor induksi tiga fasa ini dapat dilakukan denan mengatur kecepatan putar motor secara bertahap (soft starting) sampai mencapai kecepatan

Perbanyakan tunas dan bulblet bawang merah in vitro cv Sumenep berhasil dilakukan Hidayat (1997). Eksplan disiapkan seperti metoda yang dilakukan Mohamed-Yasseen

Keragaman genetika yang cukup tinggi dapat di- deteksi dari empat belas aksesi kentang yang diguna- kan dalam penelitian ini.. Sebanyak 60 alel terdeteksi berdasarkan 12

Fasilitator CD Korkot Askot CD Askot CD Askot CD Asmandat Senior Fasilitator Senior Fasilitator Senior Fasilitator Senior Fasilitator Senior Fasilitator Senior Fasilitator