BACKGROUND
The simultaneous election format is designed to meet the needs of the
effectiveness of the presidential system. However, simultaneous elections are
indicated by parliamentary deviate, because elections for members of DPRD I
and II are not conducted at the same time. This makes the central and
regional regimes more sustainable because of the lack of decentralization and
the implications of simultaneous elections are no longer significant and
efficient in many ways. Various considerations for choosing simultaneous
elections have become the final decision, especially related to the efficiency of
election costs so that elections are no longer held many times. Meanwhile,
simultaneous elections have major consequences including the preparation of
holding an election that requires a long period of time, the technical aspects of
holding elections are becoming more complicated, election logistics are
becoming more numerous, and human labor is physically and mentally
healthy. This study is focused on exploring information about the Balinese
response to simultaneous elections and measuring the quality of post-election
procedural democracy simultaneously with Herbert Kitchelts's approach.
Herbert Kitschelt's thought was used to analyze how the legislative political
elite works to actualize democratic values
as
people's representatives
.
2
ND
INTERNATIONAL CONFERENCE ON SCIENCE TECHNOLOGY AND HUMANITIES
ICoSTH 2019
Kuta, Bali, INDONESIA, 14– 15 Nopember 2019
MEASURING THE QUALITY OF PROSEDURAL
DEMOCRACY & RESPONSE OF BALINESE ON THE
IMPLEMENTATION OF GENERAL ELECTION 2019
Bandiyah
Political Science Study Program, FISIP, Udayana University
[email protected]
Diagram 1. Education respondent,
Diagram 2. profession respoden
Picture 3. Number of respondent distribution
RESULTS & DISCUSSION
CONCLUSION
The Balinese response to the 2019 simultaneous elections was
divided into 3 (three) components, namely: Based on the analysis of
the data obtained, the results of the Balinese response to the
simultaneous elections were fairly high and good. The Balinese
perception of the simultaneous elections of 2019 is already good with
an average score of 4.04. The participation of Balinese people in the
holding of elections in 2019 was high with an average score of 3.62.
The attitude of the Balinese towards the 2019 simultaneous elections
was good with an average score of 4.26. Based on the analysis of the
three components, the attitude component occupies the highest average
score and the participation component occupies the lowest average
score.
The holding of elections simultaneously is considered to fail to
actualize the values of procedural democracy, so that the quality of
democracy is weak, not measured in the Herbert Kitschelt Instrument.
REFERENCES
THANKS TO
Chancellor, Chair of LPPM, Dean of FISIP, Political Science Study
Program Students.
RESEARCH METHOD
The research method uses a mixture of quantitative and qualitatve methods.
Quantitative method used to survey the Balinese response to the holding of
elections simultaneously. While Qualitative descriptive method with Indepth
Interview to obtain data on the quality of democracy after the 2019 elections
simultaneously.
Programatic party
are not available,
because they are
not programmed
Competitiveness
did not happen
because of the
Patron Clien
Coalition Capacity
not fulfilled
because
Collective
collegial
NO:
Picture 4. the results of the quality of democracy after the elections simultaneously in Bali (Herbert
Kitschelt)
No
Nama Partai
Kenaikan suara %
Penurunan suara%
1.
PDIP
0,38
2.
Gerindra
0,76
3.
Nasdem
2,33
4.
PKB
0,65
5.
PKS
1,42
6.
Golkar
2,44
7.
Hanura
3,72
8.
PPP
2,01
9.
Demokrat
3,13
10.
PAN
0,75
Andersen, J. David. (2011). Pushing the Limits of Democracy; Concurrent Election
and Cognitive Limitations of Voters. PhD Dessertation. New Jersey; The State
University of New Jersey.
Geys, Benny. (2006). Explaining Voter Turnout: A Review of Aggregate Level
Research dalam Electoral Studies 25.
Juan j. Linz et. Al. (2001). Menjahui Demokrasi Kaum Penjahat: Belajar dari
Kekeluiruan Negara Negara lain, Bandung: Penerbit Mizan.
Kawamura, Koichi. (2013). Presidentialism and Political Parties in Indonesia:
Why Are All Parties Not Presidentialized?. IDE Discussion Papers, (409).
Kitschelt, Herbert. (1995).
Party systems in East Central Europe : consolidation or
fluidity?. Glasgow : Centre for the Study of Public Policy, University of
Strathclyde.
Nurhasim, Moch (2019), Evaluasi Pemilu Serentak 2019, dalam Koran Kompas,
Opini, Selasa 8 Oktober.
Syamsuddin Haris, Ramlan Surbakti, Ikrar Nusa Bakti dkk. (2014). Pemilu
Nasional Serentak. (Position Paper). Jakarta: Elektoral Institute LIPI.
Surbakti
Ramlan
(2011).
Merancang
Sistem
Politik
Demokrasi
Menuju
Pemerintahan Presidensial yang Efektif. Buku 1. Jakarta; Kemitraan bagi
Pembaharauan Tata Pemerintahan.
Surbakti, R., Supriyanto, D., & Asy’ari, H. (2011). Merancang Sistem Politik
Demokratis
Menuju
Pemerintahan
Presidensial
yang
Efektif.
Jakarta:
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan.
Gambar 6: Jumlah Sebaran Responden
In simultaneous elections there is no minimum majority of winning parties because the average
political party winning the election gets a vote below 22 percent. As a result, the president elected
was considered to be less supported by adequate party power in parliament. Although simultaneous
elections have succeeded in stimulating politics in increasing voter participation.
Proceedings of the International Conference on Science, Technology and Humanities Bali, Indonesia, 14-15 November 2019 Paper No. 054
MENGUKUR KUALITAS DEMOKRASI PROSEDURAL: RESPON
MASYARAKAT BALI TERHADAP PENYELENGGARAAN PEMILU
SERENTAK 2019
1Bandiyah
Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana, Denpasar-Bali
Abstract—.Tujuan penelitian ini menggali informasi terkait dengan repon Masyarakat Bali terhadap pemilu serentak dan bagaimana kualitas demokrasi yang dihasilkan pasca pemilu serentak 2019. Pisau analisis yang digunakan untuk mengukur kualitas demokrasi adalah pendekatan Herbert Kitschelt dengan 3 dimensi: Hubungan elit politik dengan linkage sector,
competitiveness, dan coalition capacity. Metode yang digunakan kuantitatif dan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
pada saat hari pelaksanaan pemilu serentak sekitar pukul 09.00-21.00 WITA (12 jam) melalui kuesioner yang disajikan di aplikasi formulir google. Populasi berdasarkan DPT 2019 Bali berdasarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah 3.130.288 pemilih. Jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat signifikansi 5% yang diperoleh adalah 400 responden. Berdasarkan analisis data yang diperoleh, hasil respons masyarakat Bali terhadap pelaksanaan pemilu serentak cukup tinggi dan baik. Persepsi masyarakat Bali tentang pelaksanaan pemilu serentak 2019 adalah baik dengan skor rata-rata 4,04. Partisipasi masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilihan umum serentak tahun 2019 cukup baik dengan skor rata-rata 3,62. Sikap masyarakat Bali terhadap pelaksanaan pemilu serentak 2019 adalah baik dengan skor rata-rata 4,26. Sementara hasil studi tentang kualitas demokrasi dapat dijelaskan bahwa: Penyelenggaraan pemilu serentak gagal mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi prosedural dikarenakan adanya kerumitan yang komplek dan banyak korban manusia yang meninggal. Pemilu serentak tidak memberikan ruang demokrasi untuk mengenal lebih jauh calon pemimpinnya, di samping itu bias parliamentary, Bias pusat yakni desentralisasi partai tidak terjadi di daerah. Pemikiran Herbert Kitschelt dalam menilai pemilu serentak di Indonesia 2019 khususnya di beberapa DPRD wilayah Bali belum berkualitas disebabkan; Pertama, Elit politik belum memiliki kemampuan sepenuhnya menerjemahkan kepentingan rakyat dalam program kebijakan. Ini terlihat dari tidak adanya inisiatif usulan program kebijakan dari dewan legislatif dan tidak adanya program partai dalam produk kebijakan. Kedua, pada saat memproduksi sebuah program kebijakan tidak terjadi competitiveness sebab patron klien partai masih terikat dalam kelembagaan DPRD. Ketiga, elit politik tidak memiliki kemampuan membangun koalisi dan kolektivitas menerjemahkan kepentingan rakyat dalam program kebijakan, karena legislatif bekerja secara kolektif kolegial dengan bermodal semangat kebersamaan organisasi.
Keywords— Herbert Kitschelt, Kualitas emokrasi, Pemilu serentak 2019, Responsivitas. I. LATAR BELAKANG
Pada tanggal 17 April 2019, untuk pertama kalinya Bangsa Indonesia menggelar pemilu serentak nasional untuk memilih anggota presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD dan DPD RI dalam waktu bersamaan. Format pemilu serentak dirancang untuk pemenuhan dan kebutuhan efektivitas sistem presidensial. Pemilu serentak juga diindikasikan bias parliamentary sebab pemilihan anggota DPRD 1 dan II tidak dilakukan pada pilkada serentak. Ini membuat rejim pusat dan daerah semakin langgeng karena tiadanya desentralisasi dan implikasi pemilu serentak tidak lagi signifikan dan efisien dalam berbagai aspek. Argument pertimbangan untuk memilih pemilu serentak sudah menjadi keputusan akhir, terutama terkait dengan efisiensi biaya pemilu agar pemilu tidak lagi dilaksanakan berkali-kali. Namun pemilu serentak membawa konsekuensi besar antara lain persiapan penyelenggaran pemilu membutuhkan waktu yang cukup panjang, aspek teknis penyelenggaraan pemilu menjadi lebih rumit, logistik pemilu menjadi lebih banyak. Studi ini difokuskan untuk menggali Informasi mengenai responsivitas masyarakat Bali terhadap penyelenggraan pemilu serentak, dan mengukur bagaimana kualitas demokrasi prosedural pasca pemilu serentak dengan pendekatan Kitchelts. Pendekataan Kitschelt dipakai untuk menganalisis sejauh mana elit politik legislatif bekerja mengakutualisasikan nilai-nilai demokrasi sebagai wakil rakyat.
054-2
II. LANDASAN TEORITIS
Respon
Respon berasal dari kata response yang memiliki makna yaitu jawaban, balasan, atau tanggapan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga menjelaskan definisi respon sebagai tanggapan, reaksi, dan jawaban. Respon terhadap suatu objek dipengaruhi oleh sejauh mana pemahaman terhadap objek respon tersebut. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan tertentu. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah persepsi, partisipasi dan sikap. Respon dalam penelitian ini diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap, dan partisipasi.
Kualitas Demokrasi Herbert Kitschelt
Landasan teoritis yang dipakai untuk membedah kualitas demokrasi Pemilu serentak adalah pemikiran Herbert Kitschelt. Sebuah pernyataan klasik ‘pemilu adalah demokrasi’. Kemungkinan sebagian orang sulit meyakini pernyataan ini, namun sebaliknya bahwa kesuksesan sebuah penyelenggaraan pemilu di suatu negara dapat meningkatkan kualitas demokrasi. Menurut Herbert Kitschelt (1995: 146-149), kualitas demokrasi dalam setiap pemilihan electoral legislatif maupun presiden dapat ditentukan dengan tiga arena yaitu: Pertama adalah bagaimana hubungan elit dengan masyarakat atau lingkage sector berjalan dengan baik. Dalam hal ini para elit politik mampu mengakomodasi seluruh kebutuhan, permasalahn dan kepentingan rakyat untuk bisa diimplementasikan dalam program kebijakan pemerintahan, termasuk janji janji yang disebarkan para elit politik pada saat kampanye. Kedua, competitiveness yaitu Bagaimana para elit bersaing untuk membawa program kebijakannya. Dalam hal ini kemampuan elit politik legislatif dan eksekutif sangat diperlukan untuk menerjemahkan program-program kerja dalam kebijakan mulai dari strategi melobby, melakukan agregasi hingga mengambil keputusan dalam kebijakan. Ketiga, coalition capacity yaitu kemampuan bekerjasama untuk membangun koalisi atau kolektivitas dan mampu menerjemakan keinginan rakyat dalam kebijakan.
Lebih lanjut Kitschelt menegaskan bahwa demokrasi yang mapan dapat diperoleh ketika; ketiga arena tersebut (lingkage sector, competitiveness, dan coalition capacity) saling menjaga dan mencapai keseimbangan satu sama lain. Ketiga arena tersebut ditentukan oleh bagaimana kualitas kemampuan menerjemahkannya berdasarkan
programatic party (program partai politiknya) misalnya program partai disesuaikan dengan ideology, flatform visi
misi partai dan lain sebagainya. Ketiga arena tersebut harus ditata oleh dua hal yakni partai politik berdasarkan program dan interaksi antar politik bersadarkan party system atau sistem kepartaian.
III. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan mix method yakni kuantitatif deskriptif dan kualitatif. Kuantitatif dipakai untuk menjawab responsivitas, dimana seluruh data yang diperoleh akan dijelaskan disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan sesuai dengan pertanyaan kuesioner. Lokasi penelitian dilakukan di kabupaten kota di wilayah Bali. Ditentukan besar sampel sebanyak 400 responden dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan penelitian kepada responden untuk dijawab oleh responden. Kedua adalah kualitatif dengan pendekatan wawancara mendalam kepada informan legislative terpilih untuk menemukan jawaban mengenai kualitas demokrasi (Herbert Kitschelt) pasca Pemilu serentak. Pelaksanaan wawancara dilakukan di Bulan Agustus - September 2019.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa presepsi Masyarakat Bali adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas, semua responden (100%) telah berpartisipasi menggunakan hak pilihnya pada pemilu dengan rata-rata skor 4,59 (sangat tinggi). Sebagian besar responden berpartisipasi pada pemilu serentak 2019 setelah adanya sosialisasi dari pemerintah dengan rata-rata skor 3,89 (tinggi). Data juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpartisipasi mengikuti kegiatan kampanye pemilu serentak 2019 secara langsung di lapangan cukup tinggi (rata-rata skor 3,27). Partisipasi responden untuk mengikuti kegiatan kampanye pemilu serentak 2019 baik dari media massa dan media sosial cukup tinggi (rata-rata skor 3,62). Partisipasi responden mengikuti kegiatan politik apapun yang berhubungan dengan pemilu serentak 2019 guna mensukseskan pemilu serentak 2019 terbilang cukup tinggi (rata-rata skor 3,38). Dalam hal penyelenggaraan pemilu serentak 2019, responden setuju untuk berpartisipasi dalam pemilu serentak 2019 karena lebih praktis dan mudah dilaksanakan mendapat rata-rata skor 3,82. Secara umum, partisipasi responden untuk ikut mengawasi proses pengambilan suara dalam pemilu serentak 2019 di TPS cukup tinggi (rata-rata skor 3,18). Responden menyaksikan bahwa penyelenggaraan pemilu serentak 2019 telah melibatkan seluruh stakeholder pemilu dan masyarakat (rata-rata skor 3,84). Rata-rata skor paling kecil (2,84) adalah mengenai partisipasi responden untuk ikut serta menjadi tim sukses (timses) salah satu calon dalam pemilu serentak 2019. Partisipasi responden untuk mensukseskan penyelenggaraan pemilu serentak 2019 dan percaya tidak terjadi diskriminasi dan intimidasi juga mendapat skor tinggi (3,81). Sebagian besar responden sepakat untuk berpartisipasi mensukseskan penyelenggaraan pemilu serentak 2019 dengan tidak melakukan penyebaran informasi HOAX (rata-rata skor 4,24). Berdasarkan data diperoleh fakta bahwa partisipasi responden untuk ikut menyaksikan perhitungan suara dalam pemilu serentak 2019 dan ikut mensosialisasikan program kegiatan pemilu serentak 2019 kepada masyarakat terbilang cukup tinggi (rata skor 3,23 dan 3,39).
Tabel 2. Partisipasi Masyarakat Bali dalam pemilu serentak 2019
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap responden untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena kesadaran diri sendiri dan alasan karena suara responden berharga memperoleh rata-rata skor yang sangat tinggi (4,57). Hampir seluruh responden (rata-rata skor 4,36) sepakat memiliki sikap untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena khawatir suara responden akan disalahgunakan jika tidak mengunakannya. Data juga menunjukkan bahwa sikap responden untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena memahami sebagai warga negara yang baik dan memenuhi persyaratan sebagai pemilih terbilang sangat tinggi (rata-rata skor 4,55 dan 4,53). Sikap responden untuk mengajak keluarga dan kerabat saya untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu serentak 2019 terbilang tinggi (4,36). Responden setuju bersikap untuk melaporkan kepada pihak berwenang apabila saya menemukan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu serentak 2019 (rata-rata skor 3,98). Sebagian besar responden bersikap untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena menyukai figur calon dan termotivasi dengan visi dan misi figur calon terbilang tinggi (rata-rata skor 4,00). Hanya saja, sikap untuk ikut memilih karena termotivasi dengan partai politik mendapatkan skor rata-rata paling kecil (3,27) dalam faktor penduga sikap. Data juga menunjukkan bahwa sikap untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena tahu suara responden dapat membuat perubahan lebih baik dan suara yang responden berikan akan menentukan wakil rakyat yang terpilih terbilang tinggi (rata-rata skor 4,34 dan 4,38).
054-4
Berdasarkan data tabel di atas dapat dilihat bahwa sikap responden untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena kesadaran diri sendiri dan alasan karena suara responden berharga memperoleh rata-rata skor yang sangat tinggi (4,57). Hampir seluruh responden (rata-rata skor 4,36) sepakat memiliki sikap untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena khawatir suara responden akan disalahgunakan jika tidak mengunakannya. Data juga menunjukkan bahwa sikap responden untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena memahami sebagai warga negara yang baik dan memenuhi persyaratan sebagai pemilih terbilang sangat tinggi (rata-rata skor 4,55 dan 4,53). Sikap responden untuk mengajak keluarga dan kerabat saya untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu serentak 2019 terbilang tinggi (4,36). Responden setuju bersikap untuk melaporkan kepada pihak berwenang apabila saya menemukan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu serentak 2019 (rata-rata skor 3,98). Sebagian besar responden bersikap untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena menyukai figur calon dan termotivasi dengan visi dan misi figur calon terbilang tinggi (rata-rata skor 4,00). Hanya saja, sikap untuk ikut memilih karena termotivasi dengan partai politik mendapatkan skor rata-rata paling kecil (3,27) dalam faktor penduga sikap. Data juga menunjukkan bahwa sikap untuk ikut memilih dalam pemilu serentak 2019 karena tahu suara responden dapat membuat perubahan lebih baik dan suara yang responden berikan akan menentukan wakil rakyat yang terpilih terbilang tinggi (rata-rata skor 4,34 dan 4,38).
Kualitas demokrasi Prosedural Pasca Pemilu Serentak dapat dijelaskan bahwa programmatic party tidak tersedia, sebab tidak ada ada program di dalam partai politik. Kedua Competitiveness dalam kelembagaan legislatif tidak terjadi sebab adanya Patron Clien. Ketiga
c
oalition capacity tidak terpenuhi sebab kelembagaan legislatif bekerja secara kolektif kolegial.V. KESIMPULAN DAN SARAN
Respon Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019 dibagi ke dalam 3 (tiga) komponen, yakni: persepsi Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019, partisipasi Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019 dan sikap Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh hasil respon Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak terbilang tinggi dan baik. Persepsi Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019 sudah baik dengan skor rata-rata 4,04. Partisipasi Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019 tinggi dengan skor rata-rata 3,62. Sikap Masyarakat Bali terhadap penyelenggaraan pemilu serentak 2019 sudah baik dengan skor rata-rata 4,26. Berdasarkan analisis dari ketiga komponen, komponen sikap menempati skor rata-rata tertinggi dan komponen partisipasi menempati skor rata-rata terendah. Sedangkan penyelenggaraan pemilu serentak dianggap gagal mengaktualisasikan demokrasi prosedural dan kualitas demokrasi lemah, sebab tidak terukur dalam Instrumen Herbert Kitschelt.
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Andersen, J. David. (2011). Pushing the Limits of Democracy; Concurrent Election and Cognitive
Limitations of Voters. PhD Dessertation. New Jersey; The State University of New Jersey.
2. Geys, Benny. (2006). Explaining Voter Turnout: A Review of Aggregate Level Research dalam Electoral Studies 25.
3. Juan j. Linz et. Al. (2001). Menjahui Demokrasi kaum Penjahat: belajar dari kekeluiruan Negara Negara lain, bandung: penerbit Mizan
4. Kawamura, Koichi. (2013). Presidentialism and Political Parties in Indonesia: Why Are All Parties Not
Presidentialized?. IDE Discussion Papers, (409).
5. Kitschelt, Herbert. (1995). Party systems in East Central Europe : consolidation or fluidity?. Glasgow :
Centre for the Study of Public Policy, University of Strathclyde.
6. Nurhasim, Moch (2019), Evaluasi Pemilu Serentak 2019, dalam Koran Kompas, Opini, Selasa 8 Oktober 7. Reynolds, A., Reilly, B., & Ellis, A. (2008). Electoral System Design: The New International IDEA
Handbook. Stockholm: Idea International. Diakses dari http://www.idea.int/publications/esd/ upload/ESD_Handb_low.pdf
8. Surbakti Ramlan (2011). Merancang Sistem Politik Demokrasi Menuju Pemerintahan Presidensial yang