• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009)."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsilidasi, begitupun dengan aliran darah di sekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal (Somantri, 2009).

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut (Misnadiarly, 2008).

2.1.1 Penyebab Pneumonia

1) Pneumonia Karena Infeksi Bakteri

Bakteri yang pada umumnya muncul antara lain : a. Pneumonia karena infeksi Streptococus pneumoniae

Streptococus adalah penyebab pneumonia bakteri yang paling sering, terutama

pada anak kecil. Streptococus penumoniae sudah ada di kerongkongan manusia yang sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, malnutrisi, bakteri akan segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan (Misnadiarly, 2008).

Penyakit ini ditandai dengan gejala akut berupa demam, nyeri dada dan pernapasan cepat yang sering disertai suara mendengkur. Pada pemeriksaan fisik akan

(2)

ditemukan konsolidasi segmen atau lobus dan dikonfirmasi dengan rontgen (Hull dan Johnston, 2008).

Stadium dari pneumonia karena Pneumococcus adalah sebagai berikut :

i. Kongesti (4-12 jam pertama) : eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari pembuluh darah yang bocor.

ii. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveolus. iii. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak abu-abu karena leukosit dan

fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.

iv. Resolusi (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula (Somantri, 2009).

b. Pneumonia karena infeksi Haemophilus Influenza tipe B

Di seluruh dunia dilaporkan bahwa infeksi ini merupakan penyebab kedua tersering pada pneumonia bakteri. Rontgen toraks biasanya memperlihatkan pola bronkopneumonia yang menyebar dan tidak memperlihatkan bayangan pada lobus. Umumnya berespon terhadap pengobatan amoksilin oral (Hull dan Johnston, 2008). c. Pneumonia karena Infeksi Stafilokokus aureus

Stafilokokus aureus merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang

pasien rawat inap yang lemah, dan cenderung menyebabkan bronkopneumoni. Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam tinggi dan septikemia, disertai konsolidasi segmen atau lobus yang mungkin akan mengakibatkan komplikasi empisema atau pneumutoraks yang memerlukan drainase (Hull dan Johnston, 2008).

(3)

d. Pneumonia karena infeksi Klebsiella sp

Ciri khas dari pneumonia jenis ini adalah sputum kental yang disebut ‘Red Currant Jelly’. Kebanyakan pasien klebsiella adalah laki-laki usia pertengahan atau tua yang menjadi peminum alkohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

e. Pneumonia karena Infeksi Pseudomonas sp

Pneumonia jenis ini paling sering ditemukan pada pasien yang sakit berat yang dirawat di rumah sakit, atau yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh (misal, pasien dengan leukimia atau transplantasi ginjal yang mendapat obat imunosupresif dosis tinggi. Infeksi Pseudomonas seringkali diakibatkan kontaminasi peralatan ventilasi (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

2) Pneumonia karena Infeksi Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak virus yang berhasil diidentifikasi. Sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun apabila infeksi terjadi bersamaan dengan influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

3) Pneumonia karena Infeksi Mikoplasma

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan dan sering disebut pneumonia yang tidak tipikal

(4)

tersebar luas. Angka kematian sangat rendah,bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

4) Pneumonia Jenis Lain

Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP dan biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS (Misnadiarly, 2008). Pneumonia Carinii belakangan ini menjadi infeksi berat yang fatal bagi penderita AIDS akibat kelemahan sistem kekebalan tubuh mereka. PCP merupakan infeksi oportunistik dan dapat juga terjadi pada pejamu dengan gangguan imunitas seperti pasien yang mendapat terapi imunisupresif untuk pengobatan kanker atau transplantasi organ (Price, Sylvia Anderson dan Wilson, 2006).

Pneumonia lain yang lebih jarang adalah disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu, maupun jamur. Ricketsia juga masuk golongan antara virus dan bakteri yang menyebakan demam Rocky Mountai, demam Q, Tipus, dan Psittacocis (Misnadiarly, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Pneumonia

Menurut Brunner dan Suddarth (2002) berdasarkan agen penyebab dikategorikan sebagai:

a. Pneumonia Bakterialis

Pneumonia yang disebabkan oleh, Pneumonia Streptokokus; Pneumonia Stafilokokus; Pneumonia Klebsiella; Pneumonia Pseudomonas; Haemophilus Influenza

(5)

b. Pneumonia Atipikal

Pneumonia atipikal beragam gejalanya, tergantung kepada agen penyebab, Penyakit Legionnaires ; Pneumonia Mikoplasma; Pneumonia Virus; Pneumonia Pneumosistis Carinii (PPC); Pneumonia Fungi; Pneumonia Klamidia; Tuberkulosis

2.1.3 Gejala dan Tanda Pneumonia a. Gejala

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

b. Tanda

Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita antara lain : Batuk nonproduktif ; Ingus (nasal discharge) ; Suara napas lemah ; Penggunaan otot bantu napas ; Demam ; Cyanosis (kebiru-biruan) ; Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar ; Sakit kepala; Kekakuan dan nyeri otot; Sesak napas; Menggigil; Berkeringat ; Lelah ;Terkadang kulit menjadi lembab ; Mual dan muntah 2.1.4 Faktor – Faktor Resiko Pneumonia

Menurut Misnadiarly (2008), Faktor-faktor risiko pneumonia pada balita adalah :

(6)

a. Dikarenakan sang ibu : Menderita ISPA, pecandu alkohol, perokok, menderita penyakit kronik menahun, tingkat pendidikannya rendah, kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai

b. Dikarenakan bayi yang dilahirkan:Kekurangan nutrisi, umur dibawah 2 bulan, jenis kelamin laki-laki (lebih rentan), gizi kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, terkena polusi udara, tinggal di lingkungan kumuh, tidak mendapatkan imunisasi yang memadai, defisiensi vitamin A

2.1.5 Diagnosis dan Tatalaksana Pneumonia a) Pneumonia Ringan

Diagnosis

Disamping batuk atau sukar bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas cepat pada anak umur 2 bulan – 11 bulan yaitu ≥ 50 kali/menit sedangkan pada anak umur 1 tahun- 5 tahun adalah ≥ 40 kali/menit.

Tatalaksana

i. Anak di rawat jalan

ii. Pemberian antibiotik: kontrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau amoksilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

b) Pneumonia Berat Diagnosis

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini: Kepala terangguk-angguk, Pernapasan cuping hidung, Tarikan dinding dada bagian

(7)

bawah ke dalam, Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll).

Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

i. Napas cepat : a. Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit b. Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 kali/menit c. Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 kali/menit d. Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit ii. Suara merintih (grunting) pada bayi muda

iii. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun, suara pernapasan bronkial.

Bila keadaan yang sangat berat dapat dijumpai : tidak dapat menyusui, kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat.

Tatalaksana

i. Anak dirawat di rumah sakit

ii. Terapi antibiotik, seperti amoksilin/ampisilin, kloramfenikol.

iii. Terapi oksigen seperti, pulse oximetry, nasal prongs (WHO et al, 2009). 2.1.6 Pencegahan Pneumonia

I. Menghindarkan bayi/balita dari paparan asap rokok, polusi udara, dan tempat keramaian yang berpotensi penularan

II. Menghindarkan bayi/balita dari kontak dengan penderita ISPA III. Membiasakan pemberian ASI

(8)

IV. Segera berobat jika mendapati anak kita mengalami panas, batuk, pilek. Terlebih jika disertai suara serak, sesak napas, dan adanya tarikan pada otot di antara rusuk (retraksi)

V. Periksakan kembali jika dalam 2 hari belum menampakkan perbaikan dan segera ke Rumah Sakit jika kondisi anak memburuk

VI. Imunisasi Hib untuk memberikan kekebalan terhadap Haemphilus influenza, vaksin Pneumokokal Heptavalen (mencegah IPD=Invasive pneumococcal

disease) dan vaksinanasi influenza pada anak resiko tinggi, terutama usia 6-23

bulan (Misnadiarly, 2008).

2.2 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas adalah salah satu unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota/Kab (UPTD) yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerjanya. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Menkes RI, 2004).

Puskesmas merupakan suatu kesatuan yang bersifat fungsionil dan langsung berada dalam pengawasan administrasi maupun teknis dari dinas kesehatan kota/kabupaten. Pembentukan puskesmas termasuk dalam program kesehatan nasional, dengan maksud memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang

(9)

setinggi-tingginya. Dalam wilayah administrasi pemerintahan tempat kedudukan sebuah puskesmas adalah di tingkat kecamatan (Entjang, 2000).

2.2.1 Upaya dan Azas Penyelenggaraan 2.2.1.1 Upaya

1. Upaya Kesehatan Wajib

Upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tiggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

a. Upaya Promosi Kesehatan b. Upaya Kesehatan Lingkungan

c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular f. Upaya Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni:

a. Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olahraga

(10)

d. Upaya Kesehatan Kerja

e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa

g. Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional (Menkes RI, 2004). 2.2.1.2 Azas Penyelenggaraan

1. Azas Pertanggungjawaban Wilayah

Puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Berbagai kegaiatn yang dilakukan puskesmas adalah:

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan sehingga berwawasan kesehatan

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya

c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya

d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.

2. Azas Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas. Beberapa kegiatan

(11)

yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

a. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita b. Upaya Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)

c. Upaya Perbaikan Gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

d. Upaya Kesehatan Sekolah : Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren)

e. Upaya Kesehatan Lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

f. Upaya Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti werda g. Upaya Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

h. Upaya Kesehatan Jiwa: Posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Mayarakat (TPKJM)

i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional : Taman Obat Keluarga (TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Batra)

j. Upaya Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (inovatif) : dana sehat, Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Mobilisasi dana keagamaan.

(12)

3. Azas Keterpaduan

a. Keterpaduan Lintas Program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh keterpaduan lintas program :

1) Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) : keterpadua KIA dengan P2M, Gizi, Promosi Kesehatan, pengobatan

2) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan Promosi Kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja dan eksehatan jiwa

3) Puskesmas Keliling : Keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi kesehatan, kesehatan gigi

4) Posyandu : Keterpaduan KIA dengan KB, Gizi, P2M, Kesehatan Jiwa, Promosi Kesehatan

b. Keterpaduan Lintas Sektor

Upaya memadukan penyelenggaraan upaya puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor:

1) Upaya Kesehatan Sekolah : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama

2) Upaya Promosi Kesehatan : Keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, agama, dan pertanian

(13)

3) Upaya Kesehatan Ibu dan Anak : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, PKK, dan PLKB 4. Azas Rujukan

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni :

a. Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan

Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain

2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap

3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas

b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat

Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam : 1) Rujukan sarana dan logistik

(14)

3) Rujukan operasional (Menkes RI, 2004). 2.3 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau dalam bahasa inggris yaitu

Integrated Management Of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen

melalui pendekatan teintegrasi/ terpadu dalam tata laksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi, maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Depkes, 2008).

MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/ cara menatalaksana balita sakit. World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan di negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita (Prasetyawati, 2012).

2.3.1 Sejarah MTBS di Indonesia

Strategi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun 1996. Modul MTBS telah diadaptasi pada tahun 1997 atas kerjasama antara Kemenkes RI, WHO, Unicef, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Sejak itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan up-date modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program kesehatan di Depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab,

(15)

diantaranya belum adanya tenaga kesehatan yang sudah terlatih MTBS dan sarana prasarana untuk pelaksanaan kegiatan (Depkes, 2008).

2.3.2 Sasaran

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran, yaitu :

a. kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (usia < 2 bulan) b. kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun.

2.3.3 Tujuan

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar seperti Puskesmas.

2.3.4 Manfaat MTBS

MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat : a. Menurunkan angka kematian balita

b. Memperbaiki status gizi

c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang menguntungkan, yaitu :

(16)

1) Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien apabila sudah dilatih)

2) Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)

3) Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).

2.3.5 Materi MTBS

Materi MTBS terdiri atas langkah : 1. Penilaian

Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penyakit yang dilakukan penilaian oleh MTBS adalah :

a. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernafas b. Penilaian dan klasifikasi diare

c. Penilaian dan klasifikasi demam (demam untuk malaria, demam untuk DBD, demam untuk campak)

d. Penilaian dan klasifikasi masalah telinga e. Memeriksa status gizi

f. Memeriksa anemia g. Memeriksa status anemia

(17)

h. Memeriksa pemberian vitamin A

i. Menilai masalah/ keluhan lain (Depkes RI, 2008) 2. Klasifkasi Penyakit

Klasifikasi dalam MTBS merupakan suatu keputusan penilaian untuk menggolongkan tingkat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap Klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai dengan klasifikasi tersebut dan mempunyai warna dasar, yaitu :

a. Merah : Penanganan segera atau perlu dirujuk

b. Kuning : Pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan c. Hijau : Perawatan di rumah

3. Identifikasi Tindakan

Dari klasifikasi baru bisa ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. 4. Pengobatan

Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat, baik obat yang harus diberikan di klinik maupun obat yang harus diteruskan di rumah.

5. Konseling

Alur konseling merupakan nasehat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan nasehat kapan harus kembali segera maupun kembali untuk tindak lanjut.

(18)

2.3.6 Strategi Menuju MTBS

a. Mengembalikan fungsi posyandu dan meningkatkan kembali partisipasi masyarakat dan kelaurga dalam memantau tumbuh kembang balita, mengenali dan menanggulangi secara dini balita yang mengalami gangguan pertumbuhan melalui revitalisasi Posyandu

b. Meningkatkan kemampuan tenaga dalam manajemen dan melakukan tata laksana gizi buruk untuk mendukung fungsi Posyandu yang dikelola oleh masyarakat melalui revitalisasi Puskesmas

c. Menanggulangi secara langsung masalah gizi yang terjadi pada kelompok rawan melalui pemberian intervensi gizi (suplementasi), seperti kapsul vitamin A, MP-ASI, dan makanan tambahan

d. Mewujudkan keluarga sadar gizi melalui promosi gizi, advokasi, dan sosialisasi tentang makanan sehat dan bergizi seimbang dan pola hidup bersih dan sehat e. Menggalang kerjasama lintas sektor dan kemitraan dengan swasta/ dunia usaha

masyarakat untuk mobilisasi sumber daya dalam rangka meningkatkan daya beli keluarga untuk menyediakan makanan sehat dan bergizi seimbang

f. Meningkatkan perilaku sadar gizi dengan : 1) Memantau berat badan

2) Memberi ASI ekslusif pada bayi 0 – 6 bulan 3) Makan beraneka ragam

4) Menggunakan garam beryodium

(19)

g. Intervensi gizi dan kesehatan dalam MTBS

1) Memberikan perawatan / pengobatan di Rumah Sakit dan Puskesmas pada anak balita gizi buruk disertai penyakit penyerta

2) Pendampingan pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi anak 6 – 23 bulan dan PMT pemulihan pada anak 24 – 59 bulan kepada balita gizi kurang baik yang memiliki penyakit penyerta ataupun tidak ada penyakit penyerta h. Advokasi dan pendampingan MTBS

1) Menyiapkan materi/ strategi advokasi MTBS

2) Diskusi dan rapat kerja dengan DPRD secara berkala tentang pelaksanaan dan anggaran MTBS

3) Melakukan pendampingan di semua Puskesmas di setiap Kabupaten/Kota (Prasetyawati, 2012).

2.3.7 Komponen MTBS

Dalam rencana aksi MTBS 2009-2014 Kementrian Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan strategi MTBS, yaitu :

1) Komponen I

Improving case management skills of first level workers through training and follow up yaitu, meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tatalaksana

kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah diadaptasi (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan).

(20)

2) Komponen II

Ensuring that health facility supports reqired to provide effective IMCI care are in place yaitu memperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit pada

balita lebih efektif 3) Komponen III

Household and community component, yaitu meningkatkan praktek /peran

keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat, yang dikenal sebagai ‘Manajemen terpadu balita sakit berbasis masyarakat’) (Prasetyawati, 2012).

2.4 Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas 2.4.1 Persiapan MTBS di Puskesmas

Puskesmas yang akan menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada balita sakit perlu melakukan :

2.4.1.1 Diseminasi Informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas

Kegiatan diseminasi informasi MTBS kepada seluruh tenaga Puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh tenaga yang meliputi perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga imunisasi, tenaga obat, pengelola SP3, pengelola program P2M, tenaga loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh tenaga yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten. Informasi yang harus disampaikan: Konsep umum

(21)

MTBS, Peran dan tanggung jawab tenaga Puskesmas dalam menerapkan MTBS (Depkes, 2008).

Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan rencana penerapan MTBS di Puskesmas yang meliputi persiapan logistik, penyusaian alur pelayanan, penerapan MTBS di Puskesmas dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS (Depkes, 2008).

2.4.1.2 Rencana persiapan logistik

Persiapan sebelum menerapkan MTBS adalah : 1) Persiapan Obat dan Alat

a. Obat

Obat –obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada, kecuali beberapa obat yang belum tersedia di Puskesmas. Obat yang digunakan termasuk dalam Daftar Obat Eesensial (DOEN) dan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas.

Obat-obat yang diperlukan adalah : Kotrimoksazol tablet dewasa, kotrimoksazol tablet anak, sirup kotimoksazol, sirup amoksilin, tablet amoksilin, kapsul tetrasiklin, tablet asam nalidiksat, tablet metronidazol, tablet primakuin, tablet kina, tablet artesunate, tablet amodiakuin, tablet parasetamol, tablet albendazol, tablet pirantel pamoat, tablet besi, sirup besi, suntikan ampisilin, suntikan gentamisin, suntikan penisilin prokain, suntikan artemeter, suntikan kinin HCL, suntikan fenobarbital, suntikan diazepam, tetrasiklin atau kloramfenikol salep mata, gentian violet 1%, tablet nistatin, gliserin, vitamin A 200.000 IU, vitamin A 100.000 IU,

(22)

tablet zinc, aqua bides untuk pelarut, oralit 200 cc, cairan infus Na Cl 0,9%, cairan infus ringer laktat, cairan infus detrose 5%, alkohol, povidone iodine (Depkes RI, 2008).

b. Peralatan

Peralatan yang dipergunakan dalam penerapan MTBS adalah : i. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik

ii. Tensimeter dan manset anak (bila ada)

iii. Gelas, sendok, dan teko tempat air matang dan bersih (digunakan di pojok oralit)

iv. Infus set dengan wing needles no 23 dan no 25 v. Semprit dan jarum suntik: 1 ml ; 2.5 ml; 5 ml; 10 ml vi. Timbangan bayi

vii. Termometer viii. Kasa/ kapas

ix. Pipa lambung (nasogastire tube- NGT) x. Alat penumbuk obat

xi. Alat pengisap lendir

xii. RDT- Rapid Diagnostic Test untuk malaria

xiii. Kalau mungkin Mikroskop untuk pemeriksaan malaria 2) Persiapan formulir MTBS dan Kartu Nasihat Ibu (KNI)

Formulir rawat jalan MTBS merupakan logistik pencatatan yang belum ada di puskesmas. Langkah-langkah dalam persiapan formulir MTBS dan KNI :

(23)

a. Hitung jumlah kunjungan balita sakit per hari dan hitung kunjungan per bulan. Jumlah keseluruhan kunjungan balita sakit merupakan perkiraan kebutuhan formulir MTBS selama satu bulan. Formulir ini adalah untuk anak umur 2 bulan sampai 5 tahun, sedangkan kebutuhan formulir pencatatan untuk bayi muda, didasarkan pada perkiraan jumlah bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas, karena sasaran ini akan dikunjungi oleh bidan desa melalui kunjungan neonatal. b. Untuk pencetakan jumlah KNI sesuai jumlah kunjungan baru balita sakit dalam

sebulan ditambah perkiraan jumlah bayi baru lahir dalam sebulan.

c. Selama tahap awal penerapan MTBS, cetak formulir pencatatan dan KNI untuk memenuhi kebutuhan 3 bulan pertama

3) Penyesuaian alur pelayanan

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu pelayanan menjadi lebih lama. Untuk mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit, perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan balita sakit harus disepakati oleh seluruh tenaga kesehatan yang ada di puskesmas, pembahasan dilakukan pada saat diseminasi informasi. Penyesuaian alur pelayanan MTBS disusun menggunakan model ban berjalan yaitu balita sakit menjalani langkah-langkah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berbeda. Adapun alur pelayanan yang diterima oleh balita sakit :

a. Pendaftaran

(24)

c. Pemberian tindakan yang diperlukan d. Pemberian obat

e. Rujukan bila diperlukan (Depkes RI, 2008).

Gambar 2.1 Alur Pelayanan penatalaksanaan penyakit dengan MTBS yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan

2.4.2 Penerapan MTBS di Puskesmas

Seluruh balita sakit yang datang ke puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungannya tidak banyak (kurang dari 10 kasus per hari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih

1. Pemeriksaan (Memeriksa dan membuat klasifikasi, identifikasi pengobatan) 2. Konseling (cara pemberian obat di

rumah, kapan kembali, pemberian makan 3. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 4. Tindakan yang diperlukan (pengobatan

pra rujukan dan imunisasi)

Pemberian Obat

Pulang Rujuk

Pendaftaran +

Memberi formulir MTBS + Family Folder

Petugas 2. di ruang periksa melakukan seluruh langkah sejak  Pengukuran suhu badan  Penimbangan berat badan hingga konseling Petugas 3. di Apotik Datang Petugas 1. di loket : mengisi formulir MTBS (Identitas dan status kunjungan)

(25)

MTBS dan jumlah kunjungan balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskesmas dilakukan secara bertahap, hal ini tergantung kepada apakah tenaga tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan balita, kegiatan ke posyandu, dan lain-lain (Depkes RI, 2008).

Sebagai acuan dalam pentahapan penerapan adalah sebagai berikut:

a. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita.

b. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari, memberikan pelayanan kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS.

c. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari, memberikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan MTBS (Depkes, 2008).

2.4.3 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3). Dengan demikian semua pencatatan dan pelaporan yang digunakan tidak perlu mengalami perubahan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah konvensi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3 sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan.

(26)

2.4.3.1 Pencatatan Hasil Pelayanan

Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil pemeriksaan hingga penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan khusus. Pencatatan yang telah ada di puskesmas digunakan sebagai alat pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah :

a. Register kunjungan b. Register rawat jalan c. Register kohort bayi d. Register kohort balita e. Register imunisasi

f. Register malaria, demam berdarah dengue, diare, ISPA, gizi, dll g. Register Obat

2.4.3.2 Pelaporan Hasil Pelayanan

Pelaporan yang digunakan adalah :

a. Laporan bulanan 1/ Laporan bulanan data kesakitan (LB1) b. Laporan pemeriksaan dan lembar permintaan obat (LPLPO) c. Laporan bulanan gizi, KIA, Imunisasi dan P2M (LB3) d. Laporan Minggu diare

e. Laporan kejadian luar biasa

Diperlukan konvensi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB1 (Depkes RI, 2008).

(27)

2.5 Penatalaksaan Pneumonia dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit 2.5.1 Penilaian dan Klasifikasi Anak Sakit

i. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah anaknya

Bagan MTBS tidak digunakan bagi anak sehat yang dibawa untuk imunisasi atau bagi anak dengan keracunan, kecelakaan atau luka bakar. Tentukan apakah kunjungan merupakan kunjungan pertama atau kunjungan ulang

ii. Memeriksa tanda bahaya umum

Periksa tanda bahaya umum pada anak sakit. Anak dengan tanda bahaya umum memiliki masalah kesehatan serius dan sebagian besar perlu segera dirujuk. Tanda bahaya umum adalah:

a. Tidak bisa minum atau menyusui b. Memuntahkan semuanya

c. Kejang

d. Letargis atau tidak sadar

iii. Penilaian dan klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan berat lainnya. Anak yang menderita pneumonia, paru mereka menjadi kaku, sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat, agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada ke dalam.

(28)

a. Menilai batuk atau sukar bernapas

Anak yang batuk atau sukar bernapas dinilai untuk: Sudah berapa lama anak batuk atau sukar bernapas, Napas cepat, Tarikan dinding dada ke dalam, Stridor (Depkes, 2008).

b. Klasifikasi batuk atau sukar bernapas

Pada umumnya klasifikasi mempunyai tiga lajur :

1. Klasifikasi pada lajur merah muda berarti anak memerlukan perhatian dan harus segera dirujuk. Ini adalah klasifikasi yang berat

2. Klasifikasi pada lajur kuning berarti anak memerlukan tindakan khusus, misalnya pemberian antibiotik, antimalaria, cairan dengan pengawasan atau pengobatan lainnya

3. Klasifikasi pada lajur hijau berarti anak tidak memerlukan tindakan medis khusus, tenaga kesehatan mengajari ibu cara merawat anak di rumah.

Ada tiga kemungkinan klasifikasi bagi anak dengan batuk atau sekedar bernapas.

Tabel 2.1 Gejala dan Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Umur 2 Bulan-5 Tahun

Gejala  Ada tanda bahaya umum

 Tarikan dinding dada ke dalam atau

 Stridor

Klasifikasi

Pneumonia berat atau penyakit sangat berat

Napas cepat Pneumonia

Tidak ada tanda-tanda pneumonia atau penyakit sangat berat

(29)

iv. Memeriksa status gizi v. Memeriksa anemia

vi. Memeriksa status imunisasi anak

vii. Memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008). 2.5.2 Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan 2.5.2.1 Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera

a) Rujukan untuk anak dengan tanda bahaya umum

Anak dengan tanda bahaya umum berarti mempunyai klasifikasi berat, sehingga mereka memerlukan rujukan.

b) Rujukan untuk pneumonia berat atau penyakit sangat berat

Anak dengan klasifikasi Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, benar-benar menderita sakit yang serius dan membutuhkan rujukan segera untuk tindakan seperti oksigen dan lain-lain. Sebelum anak dirujuk, beri dosis pertama antibiotik yang sesuai untuk membantu mencegah pneumonia berat menjadi lebih parah, serta membantu mengobati infeksi berat seperti sepsis atau meningitis (radang selaput otak) (Depkes, 2008).

2.5.2.2 Menentukan tindakan/ pengobatan pra rujukan

Sebelum merujuk biasanya dilakukan tindakan/pengobatan pra rujukan. Tindakan/pengobatan pra rujukan diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum melakukan tindakan /pengobatan pra rujukan tenaga meminta persetujuan orang tua (informed consent) (Depkes, 2008).

(30)

2.5.2.3 Merujuk anak

Hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke rumah sakit, yaitu:

i. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan ibu untuk membawa anaknya ke rumah sakit.

ii. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap masalahnya.

iii. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit. Memberi tahu ibu untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit (Depkes, 2008). 2.5.2.4 Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan

rujukan

Anak yang tidak memerlukan rujukan dapat ditangani di puskesmas atau klinik. Klasifikasi untuk pneumonia yang dapat ditangani di puskesmas atau klinik yaitu, pneumonia dan batuk bukan pneumonia.

Tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan rujukan segera meliputi :

i. Memilih obat oral yang sesuai dan menentukan dosis serta jadwal pemberian ii. Memberi cairan tambahan dan tablet zinc untuk diare dan melanjutkan

pemberian makan

iii. Memberi tindakan dan pengobatan infeksi lokal iv. Memberi imunisasi sesuai kebutuhan

(31)

2.5.2.5 Kunjungan Ulang

Kunjungan ulang diperlukan untuk klasifikasi pneumonia yang memerlukan untuk dilihat kembali hasilnya setelah beberapa hari makan obat. Waktu untuk kunjungan ulang dicatat pada tempat yang disediakan di bagian akhir atau kanan bawah formulir pencatatan. Waktu kunjungan ulang disampaikan oleh tenaga kepada ibu balita (Depkes, 2008).

2.5.3 Konseling bagi Ibu

Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita konseling yaitu:

a. Menggunakan Keterampilan Komunikasi yang Baik

Pengobatan di Puskesmas perlu dilanjutkan di rumah. Keberhasilan pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi tenaga kesehatan dengan ibu penderita yang meliputi : Menasehati ibu cara pengobatan di rumah (memberi penjelasan, memberi contoh, memberi kesempatan praktek), mengecek pemahaman ibu.

b. Mengajari ibu cara pemberian obat oral di rumah

Langkah-langkah dalam mengajari ibu cara memberikan obat oral di rumah kepada balita yang menderita pneumonia seperti, menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk umur atau berat badan anak, memberi tahu ibu alasan pemberian obat kepada anak, memperagakan cara mengukur satu dosis, mengamati cara ibu menyiapkan obat satu dosis, menjelaskan cara memberi obat, kemudian bungkus obat diberi tanda, dan lain-lain.

(32)

c. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal di rumah. d. Menganjurkan pemberian ASI dan makanan.

e. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak.

f. Menasehati ibu kapan harus kembali ke tenaga kesehatan (Depkes, 2008). 2.5.4 Tindak Lanjut

Setiap anak dengan pneumonia harus kembali ke tenaga kesehatan setelah 2 hari untuk kunjungan ulang dengan syarat:

a. Jika frekuensi napas cepat atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelumnya tenaga memastikan bahwa ibu memberikan antibiotik kepada balita nya 2 hari terakhir.

i. Jika anak tidak minum antibiotik atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Satu dosis diberikan didepan tenaga kesehatan dan memastikan ibu tahu cara memberi obat di rumah. ii. Jika anak telah mendapat antibiotik dengan benar namun tidak membaik, tenaga

mengganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia. Biasanya untuk 3 hari, misalnya bila anak sudah mendapat kotrimoksazol ganti dengan amoksilin. b. Jika anak harus melanjutkan pengobatan antibiotik hingga seluruhnya 3 hari,

pastikan ibu mengerti pentingnya menghabiskan obat tersebut walaupun keadaan anak membaik (Depkes, 2008).

(33)

2.6 Fokus Penelitian

Pada prinsipnya keberhasilan penatalaksanaan pneumonia dengan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dapat diukur melalui indikator masukan (input), proses (process), dan luaran (output). Oleh karena itu fokus penelitian dapat disusun sebagai berikut :

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai berikut:

1. Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS agar dapat berjalan dengan baik, meliputi : Tenaga Kesehatan; Pendanaan; Sarana, Prasarana dan Peralatan.

a. Tenaga adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan MTBS dan menerapkan MTBS dalam penatalaksanaan balita yang menderita pneumonia. b. Pendanaan adalah adanya materi dalam bentuk uang yang digunakan untuk

pelaksanaan MTBS.

c. Sarana, Prasarana dan peralatan termasuk didalamnya yaitu: obat, peralatan untuk pemeriksaan, formulir MTBS, kartu nasehat ibu (KNI), dan ruangan

Input : 1. Tenaga Kesehatan 2.Pendanaan 3.Sarana, Prasarana dan peralatan Process : Penatalaksanaan Pneumonia dengan MTBS Output : Balita Pneumonia ditangani dengan MTBS Gambar 2.2 Fokus Penelitian

(34)

khusus untuk MTBS yang mendukung terlaksananya penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS.

2. Proses (Process) adalah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi : Penilaian dan klasifikasi balita sakit, menetukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut. 3. Keluaran (output) adalah hasil dari suatu penatalaksanaan pneumonia dengan

manajemen terpadu balita sakit (MTBS), diharapkan semua balita yang menderita pneumonia dapat ditangani dengan MTBS.

Gambar

Gambar  2.1  Alur  Pelayanan  penatalaksanaan  penyakit  dengan  MTBS  yang diberikan oleh 3 orang tenaga kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Voltmeter untuk mengukur tegangan antara dua titik, dalam hal ini adalah tegangan pada lampu 3, voltmeter harus dipasang secara paralel dengan beban yang hendak diukur, posisi

Mengakses, yang mengacu pada kemampuan untuk mencari, menemukan Literasi kesehatan Akses dengan memperoleh informasi yang relevan Memahami informasi terkait kesehatan

Tahun 2020 DAU tidak adalagi dari pusat Sementara, Kepala Bappeda Kota Padang Medi Iswandi menuturkan, kondisi Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini memaksa kita untuk merobah

Hasil pengamatan pada TBM karet klon IRR Seri 300 di plot promosi Kebun Percobaan Sungei Putih, Sumatera Utara juga menunjukkan hasil yang sama bahwa klon IRR Seri

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, baik dari sisi metode k-means, persamaan OWA yang digunakan, keunggulan OWA untuk menyelesaikan pengambilan keputusan multikriteria,

Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif sebelumnya yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembangan perangkat pembelajaran dengan model concept attainment berbantuan CD Interaktif pada materi segitiga kelas