BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian warisan
Dalam Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa “.pewarisan hanya berlangsung karena kematian ”. warisan itu adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia, akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Pendapat tersebut memberikan batasan-batasan mengenai warisan antara lain : a. Seorang peninggal warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan kekayaan ; b. Seseorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaaan yang
ditinggalkannya ;
c. Harta warisan, yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan beralih kepada ahli warisnya.
Kata waris berasal dari bahasa Arab yaitu Al-miirats, bentuk masdar dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan, yang artinya adalah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan makna Al-miirats menurut istilah adalah hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang tinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara syar’i.11
Di dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan mengambil kata waris dengan dibubuhi awalan ke dan akhiran an. Kata waris itu sendiri dapat berarti orang, pewaris sebagai subjek dan dapat berarti pula proses. Dalam arti yang _____________________________
11
Muhammad Ali Ash-Shabuni, “Pembagian Waris Menurut Islam : Penerjemah A.M.
pertama mengandung makna “ hal ikhwal “, orang yang menerima warisan dan dalam arti yang kedua mengandung makna “ hal ihwal peralihan “ harta dari yang sudah mati kepada yang masih hidup dan dinyatakan berhak menurut hukum yang diyakini dan diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang yang beragama Islam. Mewaris, berarti menggantikan tempat dari seseorang yang meninggal ( si pewaris ) dalam hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya. Pewarisan dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Pewarisan berdasarkan Undang-Undang , juga disebut pewarisan ab-in-testato. Dan (2) Pewarisan testamentair, yaitu pewarisan yang berdasarkan suatu testamen.12
Di dalam BW, pewarisan berdasarkan Undang-Undang dibicarakan terlebih dahulu, baru kemudian pewarisan testamentair. Kalau dalam pewarisan testamentair yang ditonjolkan adalah kehendak dari pewaris, maka pewarisan ab-intestato berdasarkan berbagai alasan, sebab ada yang bersifat mengatur, tetapi ada juga yang bersifat memaksa. Salah satu alasan, yaitu pandangan bahwa keluarga terdekat yang pertama berhak atas warisan itu.
Menurut Idris Djakfar dan Taufik yahya bahwa hukum kewarisan ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapat dalam Al-Quran dan penjelasannya yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam istilah Arab disebut Faraidl.13
Pasal 171 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam Mendefinisikan : “ Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan ( tirkah ) pewaris”.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur tentang peralihan kepemilikan harta dari orang yang telah _____________________________
12
R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, ( Surabaya : Airlangga University press, 2005 ), halaman 4.
meninggal dunia kepada orang yang masih hidup ( yang berhak menerimanya ), yang mencakup apa saja yang menjadi harta warisan, siapa-siapa saja yang berhak menerima, serta bagaimana mekanisme pembagiannya.
Warisan menurut sebagian besar ahli hukum Islam ialah semua harta benda yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia baik berupa benda bergerak maupun benda tetap, termasuk barang / uang pinjaman dan juga barang yang ada sangkut pautnya dengan hak orang lain, misalnya barang yang digadaikan sebagai jaminan atas hutangnya ketika pewaris masih hidup.14Hukum Islam merumuskan ; ”.Hukum Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta memindahkankan barang-barang / harta benda, baik barang-barang yang tidak terwujud, dan benda (.immaterielle goederen ) dari suatu angkatan manusia (.generatie ) kepada turunannya. Hukum Waris Islam menyebutkan bahwa aturan-aturan hukumnya mengatur bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi dari pewaris kepada para waris dari generasi ke generasi berikutnya ”.
1.1 Waris Dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam ahli waris yang berhak menerima kewarisan ada dua puluh lima orang, dengan perincian lima belas orang dari pihak laki-laki dan sepuluh orang dari pihak perempuan.
a. Ahli waris dari pihak laki-laki adalah anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki, bapak,kakek, saudara laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki-laki-laki seibu, anak laki-laki-laki-laki saudara laki-laki-laki-laki sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki sebapak, paman sekandung, paman sebapak, anak laki-laki paman sekandung, anak laki-laki paman sebapak, suami dan laki-laki yang telah memerdekakan hamba sahaya. b. Ahli waris dari pihak perempuan adalah anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, ibu, nenek pihak ayah, nenek pihak ibu, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu, isteri, dan perempuan yang telah memerdekakan hamba sahaya.15
_____________________________
14
Masjfuk zuhdi, Study Islam : Jilid III ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007 ), halaman 57.
15 Asrory Zain Muhammad dan Mizan, Al-faraidh ( Pembagian Pusaka dalam Islam ),
Menurut hukum kewarisan Islam besar kecilnya bagian warisan setiap kerabat adalah berdasarkan derajat kekerabatan mereka. Oleh karena itu, kerabat-kerabatnya lebih kuat mendapatkan bagian yang lebih banyak. Bahkan tidak semua kerabat akan mendapatkan warisan, karena hak-hak yang dimiliki oleh sebagian kerabat akan timbul jika terdapat kerabat tertentu. Hal ini telah diatur secara jelas dalam Al-Quran dan as-Sunnah. Dalam hukum kewarisan Islam, sebelum harta peninggalan dibagikan maka harta peninggalan tersebut dikeluarkan dulu yang telah digunakan untuk biaya perawatan / penguburan, melunasi hutang piutang pewaris, dan melaksanakan wasiat yang dibuat oleh pewaris.
1.2 Prinsip-prinsip Hukum Waris
Hukum Islam, sebagai bagian agama Islam melindungi hak asasi manusia. Jika hukum Islam dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran hukum barat tentang hak asasi manusiaakan kelihatan perbedaannya. Hukum barat memandang hak asasimanusia semata-mata berpusat pada manusia. Dengan demikian pemikiran manusia sangat dipentingkan.
Sebaliknya, hukum Islam berpusat pada Tuhan. Manusia adalah penting, tetapi yang lebih utama adalah Allah. Dialah pusat segala sesuatu.16Perkembangan dan penetapan hukum Islam, dikenal sejumlah prinsip yang mendasar yang senantiasa harus dipegangi pada setiap upaya penetapan hukum.
Sejumlah prinsip yang yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Meniadakan kepicikan dan tidak memberatkan
Prinsip tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain, bahwa agama itu mudah, selalu mempermudah dan tidak mempersulit. Secara substantif ajaran Islam senantiasa memberikan kemudahan agar pelaksanaannya tidak menjadi beban di luar kapasitas.
_____________________________
2) Menyedikitkan beban
Telah menjadi etika dalam menjalankan hukum Islam untuk tidak selalu mempertanyakannya yang berakibat pada semakin bertambahnya aturan itu. Nabi Muhammad selalu menganjurkan untuk memahami kaidah-kaidah umum agar dapat leluasa untuk berijtihad dan menggali nilai-nilai hukum di dalamnya.
3) Berangsur-angsur dalam penetapan hukum
Sesuai dengan teori sosiologis bahwa penerimaan terhadap sesuatu terkadang memerlukan proses adaptasi yang memerlukan waktu. Hukum Islam sangat memperhatikan ini dengan melakukan penetapan hukum secara bertahap atau berangsur sesuai perkembangan dan kapasitas.
4) Memperhatikan kemaslahatan manusia
Hukum Islam secara substansial selalu menekankan perlunya menjaga kemaslahatan manusia. Hukum Islam senantiasa memperhatikan kepentingan dan perkembangan kebutuhan manusia yang pluralistik. Secara praktis kemaslahatan itu tertuju kepada tujuan-tujuan, yaitu :
a. Memelihara kemaslahatan agama ; b. Memelihara kemaslahatan jiwa ; c. Memelihara kemaslahatan akal ; d. Memelihara kemaslahatan keturunan ; e. Memelihara kemaslahatan harta benda. 5) Mewujudkan keadilan yang merata
Hukum Islam senantiasa menuntut kesadaran akan semangat egality dan equality. Semua manusia dan makhluk lainnya merupakan ciptaan Tuhan yang memiliki peluang yang sama untuk mengabdi kepada pencipta-nya. Dan yang membedakan hanyalah tingkatan ketakwaanpencipta-nya. Dalam konteks ini tidak dibenarkan untuk tidak berlaku adil diantara sesama ciptaan Tuhan.17
1.3 Hukum Waris ( Kitab Faraidh )
Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya, oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan bagian masing-masing dan menerangkan bagian masing-masing-masing-masing ahli waris, sebagian besar diterangkan diterangkan dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya merupakan sumber ketamakan bagi manusia, sebagian besar dari harta warisan adalah untuk pria dan wanita, besar dan kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat atau berbicara dengan hawa nafsu.
_______________________ 17Ibid, halaman 89.
Oleh sebab itu Allah-lah yang langsung mengatur sendiri pembagian sertarincianya dalam Kitab-Nya, meratakannya di antara para ahli waris sesuai dengan keadilan serta maslahat yang ia ketahui. Manusia memiliki dua keadaan, yaitu keadaan hidup dan keadaan mati, kebanyakan hukum yang ada dalam ilmu Faraidh berhubungan dengan mati, maka Faraidh bisa dikatakan setengah dari ilmu yang ada, seluruh orang pasti butuh kepadanya.
Ilmu Faraidh adalah Ilmu yang menerangkan tentang siapa yang berhak mendapat warisan, dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa bagian setiap ahli waris. Pembahasannya yaitu seluruh peninggalan, yaitu apa yang ditinggalkan oleh mayit baik itu berupa harta ataupun lainnya. Hasilnya adalah memberikan seluruh hak kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Faridhah adalah bagian tertentu sesuai syari'at bagi setiap ahli waris, seperti sepertiga, seperempat dan sebagainya. Hak-hak yang berhubungan dengan harta peninggalan ada lima, dilaksanakan secara berurutan jika semuanya ada, sebagaimana dibawah ini :
a. Dikeluarkan dari harta warisan untuk penyelesaian kebutuhan mayit, seperti kain kafan dan lainnya ,
b. kemudian hak-hak yang berhubungan dengan barang yang ditinggalkan, seperti hutang dengan sebuah jaminan barang dan sebagainya ,
c. Kemudian pelunasan hutang, baik itu yang berhubungan dengan Allah sepertizakat, kaffarat dan sebagainya, ataupun yang berhubungan dengan manusia ,
d. Kemudian pelaksanakan wasiat, dan
2. Sistem Hukum Kewarisan
Hukum kewarisan Islam merupakan nilai-nilai agama Islam yang telah diyakini umatnya, kemudian dijadikan sistem kehidupan untuk mengatur hubungan sesama manusia, yang selanjutnya menjadi sistem hukum kewarisan. Agama Islam merupakan mayoritas agama yang dianut oleh warga negara Indonesia, maka sistem hukum kewarisan Islam menjadi salah satu sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem
hukum warisan Islam sebagai bagian dari sistem syari‘at merupakan dalam aspek sistem hukum mu‘amalah atau juga dalam lingkungan hukum perdata. Dalam ajaran
Islam hukum warisan ini tidak dapat dipisahkan dengan hukum Islam dan ibadah Karenanya dalam penyusunan kaidah-kaidah hukum warisan harus berdasarkan sumber-sumber hukum Islam seperti hukum-hukum Islam yang lainnya.
2.1 Sistem Pewarisan Menurut KUH Perdata
KUH Perdata menganut sistem individual, dimana harta warisan jika pewaris meninggal harus sesegera mungkin diadakan pembagian. Sistem ini kebanyakan dianut oleh Warga Negara Indonesia keturunan asing seperti keturunan Eropa, Cina, bahkan Arab atau lainnya yang tidak lagi berpegang pada ajaran agamanya.
Menurut Hukum Waris Perdata yang di anut oleh bangsa Indonesia menyatakan bahwa :
a. Dalam hal seorang mempunyai hak atas sebagian dari sekumpulan harta benda, seorang itu tidak dipaksa membiarkan harta benda itu tetap tidak dibagi-bagi diantara orang-orang yang bersama-sama berhak atasnya ; b. Pembagian harta benda ini selalu dapat dituntut, meskipun ada suatu
perjanjian yang bertentangan dengan itu ;
c. Dapat diperjanjikan, bahwa pembagian harta benda itu dipertangguhkan selama waktu tertentu ;
d. Perjanjian semacam ini hanya dapat berlaku selama lima tahun tetapi dapat diadakan lagi, kalau tenggang lima tahun itu telah lalu.18
__________________
18
Sistem hukum waris barat tidak sesuai dengan alam pikiran bangsa Indonesia karena sifatnya yang mementingkan hak-hak perseorangan atas kebendaan. Hal mana selalu akan dapat menimbulkan perselisihan tentang harta warisan diantara para waris apabila pewaris wafat, dikarenakan menurut hukum barat pada hakekatnya semua harta warisan termasuk hutang piutang beralih kepada waris, sedangkan parawaris dapat memilih diantara 3 (tiga) sikap yaitu :
a. Sikap menerima secara keseluruhan, berarti waris menerima warisan termasuk hutang-hutang pewaris ;
b. Sikap menerima dengan syarat, berarti waris menerima warisan secara terperinci dan hutang-hutang pewaris akan dibayar berdasarkan barang-barang warisan yang diterima ;
c. Sikap menolak, berarti waris tidak mau menerima warisan karena ia tidak tahu menahu mengenai pengurusan harta warisan itu.19
2.2 SistemPewarisan Islam
Hukum Kewarisan Islam pada dasarnya bersumber dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah yang terdiri dari ucapan, perbuatan, dan hal-hal yang ditentukan Rasulullah. Dasar hukum kewarisan itu ada yang secara tegas mengatur, dan ada yang secara tersirat, bahkan kadang-kadang hanya berisi pokok-pokoknya saja, yang paling banyak ditemui dasar atau sumber hukum itu dalam Surah An-Nisa’; disamping surah lainnya sebagai pembantu.
Pewaris ( muwarits ) atau harta peninggalan (Tirkah), ialah apa yang ditinggalkan pewaris baik hak kebendaan berwujud, maupun tidak berwujud, bernilai atau tidak bernilai, atau kewajiban yang harus dibayar. Harus ada ahli waris ( warits ), yaitu orang yang akan menerima harta peninggalan pewaris, yang dapat dibagi dalam 5 (lima) golongan yaitu :
1. ahli waris sebab ( Sababiyah ) perkawinan antara suami dan istri ;
2. ahli waris nasabiyah, yaitu orang yang menerima warisan karena ada hubungan nasab ( Qarabat ) ;
__________________
19 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, ( Bandung : PT. Citra Adiya Bakti, 2013 ),
3. ahli waris karena hubungan Wala ( karena pembebasan budak ) ; 4. apabila menangis anak yang baru dilahirkan maka dia akan mewaris ; 5. kematiannya bersamaan, mereka tidak saling mewaris.20
Sesungguhnya hukum waris Islam adalah perubahan dari hukum waris adat bangsa Arab sebelum Islam masuk ke negara tersebut, yang berdasarkan sistem kekeluargaan ( patrilineal ). Setelah datangnya Islam maka Al-Qur’an melakukan perubahan sebagaimana diatur di dalamnya, dengan memberi bagian pula bagi kaum wanita sehingga disebut dzawu’I-faraidh.
3. Sumber Hukum Pewarisan beserta Asas-Asasnya
Sumber-sumber hukum warisan Islam adalah pertama Al-Qur‘an, kedua Sunnah Rasulullah SAW, dan yang ketiga ialah ijtihad para ahli hukum Islam. Dasar penggunaan ketiga sumber hukum warisan Islam itu pertama dalam Al-Qur‘an surat An-Nisa‘ ayat 59 :
“ Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan taatilah Rasul (.Nya ), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al-Quran.) dan Rasul ( sunnahnya ), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya.”21
Dalam ayat tersebut mewajibkan bahwa setiap manusia dalam menetapkan hukum harus berdasarkan ketetapan-ketetapan Allah SWT dan Sunnah Rasulullah SAW, 22 serta Uil Amri mmenyatakan bahwa dapat dimaknakan sebagai sumber ijtihad para mujtahid.23
Setiap perangkat hukum mempunyai asas atau prinsip masing-masing, tidak terkecuali dalam hukum waris. Dalam hukum waris dikenal 5 asas yaitu :
1) Asas ijbari. Dalam bhukum Islam peralihan harta dari orang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup berlaku dengan _______________________
20Hilman Hadikusuma, Op.Cit., halaman 87.
21Ulil Amri, Mujitahid Ar-Razi dalam Mafnatihul Ghaib ( dikutip oleh Munawar Chalil, Ulil
Amri ), ( Semarang : Ramadhani, 2008 ) halaman 69.
22 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam ( mengutip ayat-ayat Al-Qur’an,
Surat An-Nisa’, Sunah Raullullah SAW ), ( Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 2009 ), halaman 11.
sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima, cara peralihan inidisebut ijbari. Kata ijbar berasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan paksaan atau pengendalian Tuhan (atas segala ciptaann-Nya) termasuk segala gerak gerik perbuatan manusia. Peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya sesuai dengan kehendak Allah tanpa tergantung kepada kehendak ahli waris atau pewaris. Ahli waris langsung menerima kenyataan pindahnya harta pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
2) Asas bilateral, yaitu orang yang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat yaitu kerabat garis keturunan garis laki-laki maupun dari pihak kerabat keturunan perempuan. Dalam ayat 7 surah An-Nisa’ dijelaskan bahwa seorang laki-laki berhak mendapatkan warisan dari pihak ayahnya juga dari pihak ibunya. Begitu pula seorang anak perempuan berhak menerima harta warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya.
3) Asas Individual, yaitu harta peninggalan yang ditinggal mati oleh pribadi langsung kepada masing-masing. Pembagian secara individual ini didasarkan pada ketentuan bahwa setiap insan sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menjalankan hak dan kewajibannya. Dengan demikian, harta waris yang telah dibagi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan menjadi milik ahli waris secara individual.
4) Asas keadilan berimbang, yaitu ahli waris laki-laki maupun perempuan semuanya berhak mewarisi harta peninggalan yang ditinggal mati oleh pewaris sebagaimana dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 7, yakni bahwa anak laki-laki demikian juga anak perempuan ada bagian harta dari peninggalan ibu bapaknya. Kata keadilan yang berasal dari bahasa
Arab yaitu “al-adl” berarti keadaan yang terdapat di dalam jiwa
seseorang yang membuatnya menjadi lurus.
5) Asas hukum warisan Islam dalam teks Al-Qur‘an dan As-Sunnah tidak dijumpai, dan asas tersebut merupakan hasil ijtihad para mujtahid, atau ahli hukum Islam. Dengan demikian kemungkinan asas hukum warisan Islam itu beragam. Menurut Amir Syarifuddin asas hukum warisan Islam lima macam, yaitu asas ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang, dan asas warisan semata akibat kematian.24
3.1 Asas Ijbari
Asas Ijbari , yaitu peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya yang dalam pengertian hukum Islam berlangsung secara ijbari. Hal ini mengandung pengertian bahwa peralihan harta
_______________________
warisan seorang pewaris yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya sesuai dengan ketetapan Allah SWT, tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris dengan bagian yang telah ditetapkan.
Kata ijbari secara Etimologi mengandung arti paksaan, artinya melakukan sesuatu diluar kehendaknya sendiri.25 Karena hukum warisan Islam berasaskan ijbari, maka pelaksanaan pembagian harta warisan itu mengandung arti paksaan tidak kehendak pewaris sebagaimana hukum warisan Perdata barat. Kemudian Amir Syarifuddin pengertian asas ijbari itu mengandung beberpa segi :
a. Segi peralihan harta, artinya dengan meninggal dunianya seseorang dengan sedirinya harta warisannya beralih kepada orang lain dalam hal ini ahli warisnya. Menurut asas ini, pewaris dan ahli waris tidak diperbolehkan merencanakan peralihan harta warisan pewaris;
b. Segi jumlah harta artinya jumlah atau bagian ahli waris dari harta peninggalan orang yang meninggal dunia (pewaris) itu sudah ditentukanoleh ketentuan-ketentuan Allah SWT, dan Sunnah Rasulullah SAW. Sehingga pewaris dan ahli waris tidak diperbolehkan menentukan jumlah bagin-bagiannya.
c. Segi kepada siapa harta itu beralih, artinya orang-orang (ahli waris) yang menerima peralihan harta peninggalan pewaris itu sudah ditetapkan oleh Al-Qur‘an dan As-Sunnah Rasulullah SAW, sehingga pewaris maupun ahli waris tidak diperbolehkan merubahnya. Kecuali ketentuan-ketentuan Al-Qur‘an dan As-Sunah Nabi Muhammad SAW yang bersifat dhonni, artinya nash-nash Al-Qur‘an dan As-Sunah yang belum jelas, seperti pengembangan ahli waris dari anak berlembang ke cucu terus ke bawah.26
3.2 Asas Induvidual
Maksud dari pada asas ini adalah harta warisan dari pewaris yang telah diterima oleh ahli warisnya, dapat dimiliki secara individu perorangan. Bagian-bagian setiap ahli waris tidak terikat dengan ahli waris lainnya tidak seperti dalam hukum Adat, ada bagian yang sifatnya tidak dapat dimiliki secara perorangan, tetapi dimiliki secara kelompok. Asas Individual yaitu harta peninggalan yang ditinggalkan oleh yang meninggal dunia, dibagi secara individual atau secara pribadi langsung kepada masing-masing individu.
_______________________
25 Ibid. 26 Ibid.
3.3 Asas Bilateral
Asas bilateral, yaitu seseorang menerima warisan dari kedua belah pihak kerabat, yaitu baik kerabat garis keturunan laki-laki maupun dari pihak kerabat garis keturunan perempuan. Asas tersebut mengandung pengertian bahwa seseorang yang menjadi ahli waris dari kedua garis kerabat, yakni dari pihak ayah dan pihak ibu. Asas ini dapat dilihat dalam surat An-Nisa’ ayat 7 yang maksudnya bahwa laki-laki ada bagian dari peninggalan ibu bapaknya dan karibnya. Asas bilateral artinya ahli waris menerima harta warisan dari garis keturunan atau kerabat dari pihak laki-laki dan pihak perempuan, demikian sebaliknya peralihan harta peninggalan dari pihak garis keturunan pewaris laki-laki maupun perempuan.
3.4 Asas Keadilan Berimbang
Asas keadilan berimbang yaitu baik laki-laki maupun perempuan sama-sama berhak tampil sebagai ahli waris, mewarisi harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris. Asas tersebut mengandung pengertian bahwa harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban, antar hak yang diperoleh seseorang dengan kewajiban yang harus ditunaikan laki-laki dan perempuan mendapat hak yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing kelak dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dari pihak laki-laki dan pihak perempuan menerima harta warisan secara berimbang artinya dari garis keturunan pihak laki-laki dan darl garis keturunan pihak perempuan menerima harta warisan sesuai dengan keseimbangan tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga. Antara laki-laki dengan perempuan keduanya mempunyai hak menerima harta warisan dari pewaris, namun tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan berbeda, laki-laki ( public family ) sebagai
kepala rumah tangga bertanggung jawab nafkah keluarganya, sedangkan perempuan sebagai ibu rumah tangga ( domistic family ), yang mengatur rumah tangga.
3.5 Asas Warisan Semata Kematian
Peralihan peninggalan seseorang kepada orang lain dengan nama kewarisan berlaku sesudah meninggalnya pewaris. Hukum warisan Islam hanya mengenal satu bentuk warisan karena adanya kematian, seperti dalam Hukum Warisan Perdata barat (BW), dengan istilah “intestato”, namun dalam hukum warisan BW, selain ab-intestato juga karena adanya wasiat yang disebut testament.
Asas ini ada hubungannya sangat erat dengan asas ijbari, disebabkan meskipun seorang ada kebebasan atas hartanya, tetapi setelah meninggal dunia kebebasan itu tidak ada lagi. Hal ini juga difahami bahwa harta dalam Islam mempunyai sifat amanah ( titipan ), artinya manusia berhak mengatur, tetapi harus sesuai dengan ketetapan-ketetapan Allah SWT, sehingga apabila seorang telah meninggal dunia tidak mempunyai hak lagi untuk mengaturnya, dan kembali kepada-Nya.27
Selain kelima asas tersebut asas ta’awun atau tolong-menolong juga merupakan asas hukum warisan Islam. Dasar hukum asas ini akan dijelaskan dalam sub bab as-shulh. Ta‘awun atau tolong-menolong diantara para ahli waris, sudah menjadikan kewajiban diantara ahli waris, bagi ahli waris yang mampu berkewajiban meringankan beban atau penderitaan ahli waris yang tidak mampu, dengan menyerahkan atau menggugurkan hak harta warisannya, dan atau rela menerima harta warisan yang tidak sesuai dengan hak yang harus diterimanya. Dengan demikian salah satu ahli waris, dapat meringankan beban penderitaan, kesukaran ahli waris yang lain, apalagi para ahli waris itu dalam satu kekerabatan / hubungan darah.28
4. Unsur-unsur Hukum Waris
Dalam hukum warisan Islam sama dengan hukum warisan adat, terdapat unsur-unsur yang dalam hukum Islam disebut rukun. Adapun unsur-unsur-unsur-unsur hukum warisan Islam, antara lain : pertama, pewaris ( muwaris ), yaitu orang yang telah meninggal
_______________________
27Ibid., halaman 35. 28Ibid., halaman 36.
dunia dan meninggalkan harta warisan ; dan kedua, harta warisan adalah harta, baik berupa harta bergerak, tidak bergerak, dan harta yang tidak maujud, seperti hak intelektual, hak cipta dan lain-lain. Harta tersebut dapat dibagikan kepada ahli waris, setelah dikurangi biaya perawatan / pengobatan pewaris, pemakaman, pembayaran hutang, dan wasiat.
4.1 Pewaris
Pewaris ialah seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup. Sedangkan apabila seseorang yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup ia bukan pewaris. Dalam hukum warisan Islam, yang menjadi factor-faktor warisan adalah karena hubungan nasab, karena hubungan perkawinan dan karena hubungan wala‘ atau budak.29
Kemudian dalam hukum Islam Amir Syarifuddin mengatakan bahwa pewaris dalam kelompok pengertian walidani, sebagaimana ketentuan Surat An-Nisa‘ ayat 7 dan 33 adalah ayah, ibu, kakek, nenek, anak dan cucu. Sedangkan pewaris dalam kelompok pengertian aqrabuna, sebagaimana ditemukan dalam Surat An-Nisa‘ ayat 12 dan 176 adalah suami dan istri dan saudara. Kemudian pengertian menurut Al-Qur‘an diperluas dengan Hadits Nabi SAW, dengan memasukan keturunan ayah dan keturunan kakek, sehingga termasuk anak saudara dan paman serta bibi,30 kemudian pewaris karena telah memerdekakan budak ( wala‘ ) yang tidak meninggalkan ahli waris.31
Atas dasar prinsip meninggalnya seseorang, berlakunya pembagian harta warisan, sehingga pewaris itu harus nyata meninggal dunia. Kemudian ada dua bentuk meninggal dunia :
1. pertama, seseorang meninggal dunia, artinya seseorang telah nyata putusnya nyawa dari jasad yang dibuktikan dengan pancaidera atau melalui medis atau tidak hidup lagi.
2. kedua, dianggap meninggal dunia secara hukum, artinya meninggal dunia karena putusan pengadilan, artinya seseorang dianggap atau dinyatakan meninggal dunia dengan putusan hakim, kemungkinkan orang tersebut masih hidup tetapi disebabkan oleh sesuatu hal tertentu orang itu dianggap meninggal dunia, seperti dalam kasus seorang pewaris telah hilang bertahun-tahun tidak diketahui tempat tinggalnya..32 _______________________ 29Ibid., halaman 51. 30 Ibid., halaman 52. 31Ibid.
Kemudian perincian pewaris dalam hukum warisan Islam dapat dilihat dalam ayat-ayat Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah SAW, serta dikembangkan dengan ijtihad, maka dalam hal ini Amir Syarifuddin memberikan perincian pewaris menjadi 4 kelompok, yaitu :
a. Kelompok ayah dan ibu dan dikembangkan kakek dan nenek terus ke atas ;
b. Kelompok anak baik anak laki-laki dan anak perempuan dan dikembangkan kepada cucu terus ke bawah ;
c. Kelompok suami dan istri ; d. Kelompok saudara dan paman.
4.2 Harta Warisan
Harta adalah barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan.33 Sedangkan harta warisan adalah barang atau benda yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang menjadi hak ahli waris, setelah dikurangi untuk kepentingan biaya perawatan jenasah, hutang-hutang dan wasiat. 34Dalam pengertian ini antara harta peninggalan dengan harta warisan dapat dibedakan. Harta peninggalan seluruh barang atau benda yang ditinggalkan oleh seseorang telah meninggal dunia, dalam arti barang tersebut milik orang pada saat meninggal dunia, sedangkan harta warisan ialah harta yang berupa barang atau benda yang berhak diterima oleh ahli waris.
Jenis harta kewarisan ada yang berwujud dan ada yang tak berwujud, yang berwujud dalam istilah ekonomi disebut harta aktiva, harta ini dalam istilah hukum ada dua macam sifat, pertama adalah harta disebut barang tak begerak, artinya barang tersebut tidak dapat dipindahkan, dan harta yang berupa barang begerak artinya harta _______________________
33Hasan Alwi, Op.Cit., halaman 390.
itu dapat dipindahkan tempatnya, seperti mobil, peralatan rumah tangga dan lain sebagainya, namun dalam Hukum Perdata terdapat barang yang sifatnya dapat dipindahkan tempatnya, tetapi dikelompokan dalam barang tak bergerak.
Harta yang berupa barang bergerak tersebut di atas, terdapat beberapa hak atas barang bergerak seperti :
a. Hak memetik hasil atau hak memakai ;
b. Hak atas uang bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang ; c. Saham-saham dari perseroan ;
d. Tanda-tanda pinjaman suatu negara baik negara sendiri maupun negara asing ; dan
e. Hak menuntut ke Pengadilan tentang penyerahan barang bergerak atau pembayaran uang terhadap barang bergerak.35
Dalam hukum Islam hak kebendaan yang berbentuk hutang tidak menjadi harta warisan. Akan tetapi, harta yang menjadi hak ahli waris itu hanya harta peninggalan dalam keadaan bersih, artinya harta peninggalan itu setelah dikurangi hak-hak lain, seperti biaya-biaya penguburan, pajak, zakat termasuh hutang kepada orang lain. Hutang dalam hukum Islam hutang, selain terhadap orang dan badan hukum juga hutang kepada Allah SWT. Hutang kepada Allah yaitu kewajiban materi kepada Allah yang harus ditunaikan, seperti membayar zakat, nadhar dan lain sebagainya.36
Mengacu kepada pengertian tersebut di atas, bahwa harta peninggalan berbeda dengan Harta Warisan, harta peninggalan ialah semua harta yang ditinggalkan oleh pewaris, sedangkan Harta Warisan hanya harta yang berhak diterima oleh ahli waris, dimana harta harta peninggalan itu setelah dikurangi atau terlepas dari tersangkutnya segala macam hak-hak orang lain di dalamnya.
Harta peninggalan itu sebelum menjadi harta warisan dan dibagi kepada ahli warisnya harus dilakukan berbagai tindakan pemurnian agar supaya harta yang menjadi hak orang lain tidak terpakai oleh ahli waris. Sebelum dilakukan pemurnian harus dilihat dahulu harta peninggalan tersebut, apakah harta peninggalan itu harta bersama atau harta bawaan, atau mungkin kedua harta itu menyatu di dalamnya.
_______________________
35Ibid, halaman 195. 36 Ibid, halaman 26.
4.3 Ahli Waris
Ahli waris adalah orang yang mempunyai hak harta warisan yang dtinggalkan oleh seorang yang telah meninggal dunia. Kemudian orang yang mempunyai hak sebagai ahli waris dalam hukum Islam ada empat faktor utama, yaitu :
a. Adanya perkawinan, suami ahli waris istri sebaliknya istri ahli waris suami ; b. Adanya nasab atau hubungan darah ;
c. Wala‘ orang yang telah memerdekakan budak, dan tidak meninggalkan ahli warisnya ;
d. Hubungan secara Islam, orang Islam yang meninggal dunia tidak meninggalkan ahli waris, dan harta warisannya diserahkan kepada baitul mal untuk kepentinganumat Islam.37
Di Indonesia umumnya hanya dua faktor, yaitu faktor pertama dan kedua, untuk faktor yang ketiga di Indonesia tidak terdapat perbudakan, akibatnya ahli waris ini tidak dikenal, sedangkan faktor keempat bukan sistem hukum warisan. Selain adanya kedua bentuk hubungan dalam kedua foktor tersebut, mereka baru mempunyai hak warisan, apabila pertama dalam keadaan masih hidup pada saat pewaris menimngal dunia. Dan kedua mereka tidak ada halangan menjadi ahli waris, tidak tertutup ( terhijab ) oleh ahli waris lannya, perbedaan agama dan lain-lain.
5. Tinjauan Jual Beli Hak Atas Harta Warisan
Pemindahan hak atas harta warisan dapat berupa jual beli, hibah, tukar menukar dan lelang. Dari perbuatan hukum yang sering dilakukan adalah jual beli harta warisan.
_______________________
5.1 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
a. Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan secara tegas yang
dimaksud dengan transaksi jual beli, adalah : “ jual beli adalah suatu persetujuan,
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan ”. b. Pasal 1458 Kitab Undang-Undang hukum Perdata menyatakan pula : “ Jual beli ini
dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun kebendaan itu belum dibayar ”.
c. Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan : “ Hak Milik atas benda yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli selama penyerahannya
belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616 ”.
Transaksi jual beli hak atas tanah itu diperlukan adanya kata sepakat, yang mana harga dari hak atas tanah yang dijual itu belum dibayar tetapi sudah kata sepakat maka, transaksi jual beli hak atas tanah itu dianggap telah sah. Transaksi Jual Beli hak atas tanah itu dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak pada saat mereka sudah mencapai kata sepakat mengenai hak atas tanah yang diperjualbelikan itu serta mengenai harganya, biarpun hak atas tanah itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.38
Dari ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 adalah sistem yang dipakai pada hukum agraria kita ( Undang-Undang Pokok Agraria ) yaitu : “ Sistem Hukum Agraria Adat ”. Dalam pembentukan hukum tanah nasional yang digunakan sebagai bahan utama adalah konsepsi dan asas-asasnya.39
5.2 Menurut Hukum Islam
Dalam konsep hukum Islam kepemilikan mutlak itu berada di tangan Allah. Quran dalam beberapa ayatnya mengindikasikan mengenai hal ini, dalam surat Al-________________________
38Effendi perangin, Hukum Agraria Jilid I tentang transaksi jual beli hak atas tanah, ( Jakarta :
Rajawali press, cetakan IV, 2007 ), halaman 114.
39
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaanya jilid 1 Hukum tanah nasional, ( Jakarta : djambatan, 2009 ), halaman.180.
Baqarah (2) ayat 255 menegaskan : “ Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan dibumi.”
Ayat-ayat lain yang juga menegaskan hal itu di antaranya adalah QS. Al-Baqarah (2) : 284, QS. Ali Imran (3) : 109, dan 129, QS. An-Nisa’ (4) : 126, 131, 132, 170, dan 171, QS. Yunus (10) : 55 dan 68, QS. Ibrahim (14) : 2, An-Nahl 916) : 52, QS. Thaha 9 (20).: 6, QS. Al-Hajj (22) : 64, QS. Luqman (31) : 26, dan QS. Asy-Syura (42) : 4.
Hukum Islam mengakui adanya kepemilikan individual atau kepemilikan yang diberikan kepada manusia. Kepemilikan Allah atas semua yang ada di alam semesta ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah. Begitu juga manusia yang memiliki diri pribadinya dianggap sebagai pemilik kerjanya maupun produk kerjanya. Tingkat kepemilikan seorang individu atas barang yang telah diproduksinya dapat diukur oleh kontribusinya dan proses produksinya. Kepemilikan bisa juga diperoleh karena pemberian alam ( langsung dari Allah ), tanpa harus mengolahnya, misalnya memanfaatkan air sungai / laut atau yang lainnya.40
Nabi Muhammad Saw, Bersabda : “Barang siapa menyentuh, dengan tangannya, sesuatu yang belum pernah disentuh oleh seorang Muslim sebelumnya, dianggap sebagai pemilik sesuatu itu.” Hadits ini mencakup sumber daya alam pada umumnya dan barang-barang konsumsi pada khususnya.41
Di dalam hal jual beli, berarti bahwa kepemilikan barang akan berpindah setelah barang itu diperjualbelikan, sehingga hak kepemilikan barang itu akan berpindah dari penjual kepada pembelinya. Tentu saja hak kepemilikan ini jika dirinci lagi bisa meliputi berbagai cara, seperti terkait dengan sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan lain sebagainya. Kasus kepemilikan lainnya bisa juga melalui kasus rampasan perang, wasiat, dan lain sebagainya.
6. Kajian Umum Tentang Jual Beli Harta Warisan
Jual beli secara Etimologis berarti pertukaran mutlak. Dalam syari’at Islam, jual beli merupakan pertukaran semua harta ( yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan ) dengan harta lain berdasarkan keridho’an antara keduanya, atau dengan pengertian lain
_______________________
40 H. Muhammad Behesti, Kepemilikan dalam Islam ( Diterjemahkan dari buku aslinya :
Ownership in Islam ), ( Jakarta : Pustaka Hidayah, 2002 ), halaman 15.
memindahkan hak milik dengan hak milik orang lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.42
Jual beli warisan adalah jual beli dari seluruh hak terhadap warisan, dengan kewajiban untuk melakukan semua kewajiban yang dilahirkan bagi si penjual dari kedudukannya sebagai ahli waris. Dapat diartikan, menjual hak yang dapat dilakukan oleh siahli waris sebagai pengganti si pewaris atas aktiva warisan dengan syarat bahwa si pembeli mengikat diri terhadap si ahli waris untuk atas tanggungannya sendiri melunasi hutangnya si ahli waris yang menjadi kewajiban si ahli waris itu sebagai pengganti dalam kewajiban hukum si pewaris.43
6.1 Syarat Sah Perjanjian Jual Beli Warisan
Jual beli dinyatakan syah apabila telah memenuhi syarat-syarat atas pelaku akad, barang yang akan diakadkan, atau tempat berakad, barang yang akan dipindah kepemilikannya dari salah satu pihak kepada pihak lain baik berupa harga atau barang yang ditentukan dengan nilai atau harga. Pelaku akad adalah orang yang berakal dan mempunyai kemampuan memilih. Jadi orang gila, orang mabuk, dan anak kecil tidak bisa dinyatakan sah. Bagi anak kecil yang sudah mampu membedakan yang benar dan yang salah maka akadnya sah, tapi tergantung walinya.
Seseorang bebas mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur oleh Undang-Undang maupun yang tidak diatur oleh Undang-Undang-Undang-Undang, dengan ketentuan sepanjang perjanjian yang dibuat tersebut tidak dilarang oleh Undang-Undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Dasar hukum berlakunya perjanjian bagi para
_______________________ 42
Slamet Ariyanto, “ Pemberian Warisan Dengan Jalan Hibah Menurut Pandangan Islam ”, (.Studi Kasus di Desa Japar, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang ), STAIN Salatiga, 2009, halaman 45.
43Hartono Soerjopratiknjo, “Aneka Perjanjian Jual Beli ”, Materi Kuliah, ( Yogyakarta : Fakultas
ahli waris dan mereka yang memperoleh hak terdapat dalam Pasal 1318 KUH perdata, yang menyatakan jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Suatu perjanjian jual beli warisan pada hakekatnya mempunyai syarat sah sama dengan syarat sahnya perjanjian pada umumnya. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata suatu perjanjian jual beli tanah baru dapat dikatakan sah bila dipenuhi syarat-syarat :
a. Bahwa perjanjian itu didasarkan atas kesepakatan para pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan penipuan ;
b. Bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus orang-orang yang cakap untuk membuat suatu perikatan, maka orang yang belum dewasa, di bawah pengampuan, dan Wanita yang masih terikat perkawinan tidak di perbolehkan. c. Adanya suatu hal tertentu yang diperjanjikan ;
d. Adanya suatu sebab yang halal ( yang dibenarkan dan tidak dilarang merupakan sebab yang masuk akal untuk dipenuhi ) yang mendasari perjanjian itu.
6.2 Masalah Hukum Penjualan Harta Warisan
Warisan yang belum dibagi tidak sah untuk diperjual belikan, karena di dalam warisan tersebut masih terdapat hak ahli waris yang lain. Dalam rukun jual beli yang dijelaskan dalam persyaratan untuk kedua penjual dan pembeli dalam melaksanakan transaksi yaitu menerangkan bahwa penjual yang menjual tersebut adalah pemilik asli atau pemilik mutlak dari harta warisan tersebut. Sedangkan dalam syarat jual beli, barang yang diakadkan dalam jual beli dijelaskan bahwa barang yang diperjual belikan adalah milik orang yang melakukan akad atau yang diberi izin oleh pemilik.44
_______________________
44Siti Nurkayah, “ Syarat dan Wewenang Wali Waris”, ( Studi Komparatif KHI dan KUH Perdata ),
Dalam KUH Perdata menjelaskan tepatnya dalam Pasal 1334 ayat 2 KUH Perdata yaitu melarang jual beli warisan yang belum terbuka, dengan melarang seseorang membuat suatu perjanjian tentang barang-barang yang akan masuk hakwarisnya, kalau seseorang lain akan meninggal dunia, meskipun dengan izin orang yang akan meninggalkan barang-barang warisan itu. Kalimat “ akan masuk hak warisnya ” mengandung maksud atau arti bahwa suatu harta kekayaan tersebut belum menjadi hak miliknya atau hak warisnya. Dalam Pasal 1334 ayat 2 KUH Perdata
dengan adanya anak kalimat “ juga tidak dengan izin dari si peninggal warisan ” , dapat
dilihat bahwa ayat 2 ini hanya mengenai persetujuan dari dua orang tentang bakal warisan dari seorang ketiga.
Pasal 1471 KUH Perdata yang menyatakan bahwa jual beli barang orang lain adalah batal, dan serta secara eksplisit menyangkut Pasal 1083 KUH Perdata yang pada intinya bahwa setiap ahli waris dianggap seketika menggantikan si pewaris dalam hal barang-barang yang dibagikan kepadanya. Hal tersebut di atas menggambarkan ketidakmungkinan menyerahkan hak kebendaan yang masih menjadi milik bersama, dan belum diadakan pembagian untuk menjadi milik perseorangan.
Jikalau si pewaris belum meninggal, maka yang berhak menjual harta kekayaan yang akan menjadi harta warisan adalah si pewaris sendiri. Sebab harta kekayaan si pewaris belum merupakan harta warisan, masih hak sepenuhnya dari si pewaris, sehingga belum dibagikan kepada ahli waris. Kalau si penerima waris hendak menjual harta kekayaan si pewaris, hendaknya meminta kepada si pewaris ( tentunya ketika si pewaris masih hidup ) untuk menjualkan harta kekayaannya itu, atau meminta lebih dahulu harta kekayaan yang kelak akan menjadi harta warisan bagiannya ( kalau ia tega memintanya ).
Pasal 1121 KUH Perdata menyatakan bahwa pembagian dan pemisahan harta warisan pada waktu pewaris masih hidup itu diperbolehkan. Seandainya dulu ketika si pewaris masih hidup membolehkan menjualnya, itu berarti dapat dianggap pewaris telah memberikan hak warisnya kepada si penjual warisan tersebut. Sehingga ahli waris tersebut telah mempunyai kedudukan yang kuat untuk menjual bagian harta warisan itu. Karena dalam jual beli suatu warisan penyerahannya ( Leveringnya ) tidak dapat dilakukan dengan satu perbuatan, melainkan masing-masing unsur-unsurnya harus diserahkan ( Dilever ) kepada pembelinya dengan cara yang ditentukan dalam Buku II KUH Perdata.