• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan yaitu Kecamatan Balong, Bungkal, Sambit, dan Sawoo dalam wilayah Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Penetapan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa keempat kecamatan tersebut merupakan wilayah yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan degradasi lahan kering. Di setiap kecamatan dipilih dua desa, yaitu desa yang memiliki mutu lahan yang relatif baik dan desa yang memiliki mutu lahan yang relatif kurang baik. Penelitian berlangsung selama enam bulan; mulai bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juli 2011.

3.2. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif: Analisis univariat (deskriptif) dan bivariat, Analytical Hierarchy Process (AHP), Interpretative Structural Modelling (ISM), dan pendekatan sistem.

3.3. Responden Penelitian

Jumlah responden penelitian berjumlah 326 orang, terdiri dari enam pakar, 20 pejabat dinas dan instansi, dan 300 masyarakat tani lahan kering. Penentuan seseorang sebagai pakar ialah berdasarkan kompetensi dan pengalaman berkaitan dengan lahan kering atau sumberdaya alam dan lingkungan. Responden dinas dan instansi adalah pejabat struktural atau fungsional di Kabupaten Ponorogo yang berkaitan dengan pengendalian mutu lahan kering. Responden masyarakat tani lahan kering adalah mereka yang berstatus sebagai kepala keluarga dan berdomisili di kecamatan penelitian. Tehnik pengambilan sampel responden pakar dan dinas dan instansi ialah dengan purposive sampling; sedangkan pengambilan sampel masyarakat tani lahan kering dengan stratified random sampling. Jumlah responden pejabat atau staf Pemerintah Kabupaten Ponorogo satu orang; pejabat atau staf Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo satu orang; pejabat atau staf Sub Dinas Kehutanan Kabupaten Ponorogo satu orang; pejabat atau staf Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo satu orang, mantan manajer program

(2)

PIDRA Kabupaten Ponorogo satu orang; dan Pimpinan LSM Kabupaten Ponorogo satu orang.

Responden dinas dan instansi terkait terdiri atas pejabat atau staf Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo tiga orang; pejabat atau staf Sub Dinas Kehutanan Kabupaten Ponorogo satu orang; pejabat atau staf Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Ponorogo tiga orang; pejabat Pemerintahan Desa Ngadisanan satu orang; pejabat atau staf Pemerintah Desa Karangpatihan dua orang; pejabat atau staf Pemerintah Desa Dadapan dua orang, pejabat atau staf Pemerintah Desa Kori dua orang; pejabat atau staf Pemerintah Kecamatan Sambit satu orang; pejabat atau staf Pemerintah Desa Prayungan dua orang; pejabat atau staf Pemerintah Desa Koripan satu orang; pejabat atau staf Pemerintah Desa Kupuk dua orang.

Jumlah responden masyarakat dinilai telah memenuhi syarat sesuai dengan pendapat Gay (1976) tentang ukuran minimum yang dapat diterima berdasarkan tipe penelitian, (1) penelitian deskriptif : 10 persen dari populasi; untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimun 20 persen; (2) penelitian korelasi: 30 subjek; (3) penelitian ex post facto atau penelitian kausal komparatif: 15 subjek per kelompok; penelitian eksperimen: 15 subjek per kelompok. Beberapa ahli percaya bahwa 30 subjek per kelompok dapat dipertimbangkan sebagai ukuran minimum.

3.4. Batasan Istilah

Berikut ini dikemukakan definisi operasional dari beberapa istilah yang digunakan dalam penulisan disertasi ini.

1. Model ialah suatu bentuk yang sengaja dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Model yang dibangun dalam disertasi ini ini ialah model kuantitatif. Untuk validasi model dilakukan validasi struktur model yaitu untuk mengetahui tingkat keserupaan struktur model dengan struktur yang nyata. Jenis pengujian validasi struktur model yaitu uji kesesuaian struktur dan uji kestabilan struktur. Uji kesesuaian struktur untuk mengetahui bahwa struktur model berlawanan atau tidak berlawanan dengan teori-teori baru atau pengetahuan yang berkembang; dan uji kestabilan struktur untuk mengetahui berlakunya model menurut dimensi waktu. Selain validasi di atas digunakan pula validasi kinerja model untuk menilai

(3)

perbandingan kinerja model dengan kinerja sistem nyata, yaitu menggunakan (1) Absolute Mean Error yaitu penyimpangan (selisih) antara nilai rata-rata (mean) hasil simulasi terhadap nilai aktual, (2) Absolute Variation Error yaitu penyimpangan nilai variasi (variance) simulasi terhadap aktual. Jika penyimpangan < 10% dapat disimpulkan bahwa model mampu mensimulasikan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa depan.

2. Lahan kering ialah hamparan lahan yang ketersediaan airnya tergantung pada air hujan, berada di lahan dataran tinggi dan menjadi salah sumber mata pencaharian utama petani di wilayah tersebut.

3. Pengendalian mutu lahan kering ialah serangkaian upaya untuk mencegah adanya kerusakan lahan, meningkatkan kualitas lahan agar lebih produktif dan terkonservasi serta mempertahakan lahan yang telah berkualitas baik.

4. Pemberdayaan masyarakat ialah rangkaian upaya sistematis dan berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat, sarana dan prasarana sesuai jumlah dan jenis yang dibutuhkan masyarakat sehingga mereka siap dan mampu meningkatkan produktivitas lahan kering secara optimal dengan tetap memperhatikan aspek konservasi lahan. 5. Kependudukan yang dimaksudkan dalam disertasi ini ialah keadaan jumlah dan

kualitas masyarakat yang merupakan salah satu faktor yang turut menentukan baik tidaknya pengendalian mutu lahan kering. Kualitas masyarakat diartikan secara sempit yaitu dinilai hanya dari tingkat kesehatan jasmani dan rokhani, usia, pengeluaran konsumsi, pengetahuan bertani masyarakat, sikap para petani terhadap pengendalian mutu lahan kering, motivasi mencapai mutu yang terbaik, dan perilaku bertani masyarakat.

6. Umur adalah masa hidup seseorang dihitung sejak tanggal lahir seseorang sampai saat wawancara dilakukan dalam satuan tahun.

7. Pendidikan adalah tingkat sekolah formal terakhir seseorang yang dibuktikan dengan adanya ijazah yang legal.

8. Pengeluaran responden adalah biaya keperluan diri dan keluarga seseorang rata-rata per bulan; yaitu hasil rekapitulasi biaya untuk sandang, pangan, listrik, telepon, keperluan sosial, pendidikan dan kesehatan, dan lainnya dalam satuan rupiah.

(4)

9. Pengetahuan bertani adalah pemahaman petani tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengendalian mutu lahan kering, mencakup: ciri-ciri lahan kering yang bermutu baik dan tidak baik, faktor-faktor mempengaruhi mutu lahan kering, akibat atau dampak negatif dari mutu lahan kering yang tidak baik, dampak positif dari mutu lahan kering yang baik, pokok-pokok pengendalian mutu lahan kering agar sesuai dengan yang diharapkan, tugas dan tanggung jawab pengandalian mutu lahan kering di daerah. Tingkat pengetahuan bertani responden dikategorikan “kurang” jika “jawaban benar” responden dinilai kurang dari atau sama dengan 50% “jawaban benar” (seharusnya); dikategorikan “cukup” jika “jawaban benar” responden dinilai lebih dari 50% dari jawaban benar.

10. Perilaku bertani responden ialah penampilan seseorang dalam mengelola lahan kering garapannya. Penilaian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi terhadap: frekuensi penggunaan pestisida dalam bertani, jumlah penanaman tanaman pohon keras di areal lahan, jumlah penebangan tanaman pohon keras, frekuensi mengikuti penyuluhan dan bimbingan teknis yang diprogramkan pemerintah dan swasta, frekuensi konsultasi kepada petugas pertanian. Perilaku bertani dinilai ”kurang” jika persentase penampilan mereka lebih rendah atau sama dengan 50% dari yang diharapkan; dinilai ”cukup” jika persentase penampilan mereka dinilai lebih rendah atau sama dengan 50% dari yang diharapkan.

3.5. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

Sebelum pengumpulan data, terlebih dahulu ditetapkan: (a) faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan pengendalian mutu lahan kering di empat kecamatan penelitian; (b) data sekunder dan data primer yang akan dikumpulkan untuk keperluan analisis deskriptif dan bivariat, AHP dan ISM; (c) sumber data sekunder; (d) responden untuk data primer (e) alat atau instrumen pengumpulan data; (f) teknik pengumpulan data menurut ketegori responden.

Adapun perincian faktor-faktor dan aspek yang dianalisis secara univariat dan bivariat dalam rangka membangun model kebijakan pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur yaitu tertera dalam Tabel 3. Untuk keperluan pengumpulan data primer ini

(5)

disusun questionnaire untuk responden masyarakat dan untuk responden dinas dan instansi. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square (2

) yang tata cara dan rumus-rumusnya telah baku seperti tercantum dalam buku statistik karangan Walpole (1990) dengan tingkat signifikansi p value > α dalam 0,05. Hasil analisis data ini digunakan untuk membangun model pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo.

Tabel 3 Faktor-faktor dan aspek yang dianalisis dalam membangun model pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo

Faktor-faktor Aspek yang dianalisis Hasil

1. Lingkungan  Sumberdaya air  Pohon/tanaman keras  Curah hujan/suhu udara/ kelembaban udara

1. Perolehan air untuk pertanian 2. Keadaan pohon/tanaman keras 3. Angka curah hujan, suhu udara,

dan kelembaban udara

Mode l Pe m be rday aa n Ma syar ak at T ani dal am Penge n dal ian Deg rad as i Laha n K er ing di K abupa ten Po nor ogo 2. Kependudukan  Pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat  Pendidikan formal masya-rakat  Pendapatan masyarakat 4. Tingkat pengetahuan

masyarakat tentang lahan kering 5. Sikap masyarakat terhadap

pengendalian degradasi lahan kering

6. Tingkat perilaku masyarakat 7. Tingkat pendidikan formal

masyarakat

8. Tingkat pendapatan/

pengeluaran per kapita keluarga masyarakat

3. Layanan Pemerintah

 Penanganan erosi dan/ atau degradasi lahan kering

 Penyuluhan pertanian

 Bimbingan teknis pengendalian

degradasi lahan kering

9. Cakupan layanan penanganan degradasi lahan kering

10. Frekuensi layanan penyuluhan pengendalian degradasi lahan kering. 4. Teknologi  Biologi  Fisika  Kimia Dampak penerapan/penggunaan hasil teknologi pertanian.

Data primer untuk keperluan AHP dikumpulkan dari pendapat pakar menggunakan questionnaire khusus yang disusun berdasarkan struktur hierarki antar elemen pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo.

(6)

Data primer untuk keperluan ISM yang dikumpulkan dari responden pakar menggunakan questionnaire kedua yaitu sejumlah sub elemen dari elemen-elemen ”strategi” pengendalian degradasi lahan kering di Kabupaten Ponorogo. Hasil ISM berupa perolehan elemen kunci akan dipergunakan sebagai predictor dalam penyusunan skenario. Data sekunder yang diperlukan untuk analisis deskriptif dan bivariat ialah data faktor-faktor atau aspek lingkungan, kependudukan, layanan Pemerintah, dan teknologi seperti terurai dalam Tabel 3.

3.5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan oleh penulis dibantu oleh beberapa orang tenaga yang telah dilatih. Data sekunder dikumpulkan dari hasil pengamatan obyek dan tanya jawab di lapangan. Data primer dikumpulkan dengan wawancara langsung serta pengisian kuesioner oleh responden. Dalam proses pengumpulan ada kemungkinan terjadi kesalahan, kekurangan, atau ketidakjelasan; oleh karena itu dilakukan monitoring dan koreksi agar semua data yang diperlukan lengkap.

Focus group discussion (FGD) dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dengan tata cara menurut pedoman umum penyelenggaraan FGD, dengan modifikasi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Tentang waktu dan tempat pelaksanaan wawancara mendalam sesuai kesepakatan responden dan peneliti.

3.5.2. Pengolahan Data

Tahapan kegiatan pengolahan data hasil responden masyarakat yaitu: pertama, pengeditan data; kedua, pengkodean data; ketiga, pemasukan data ke dalam komputer; dan keempat, pembersihan data. Pengolahan data menggunakan program komputer di antaranya paket program Statistical program for social science (SPSS) 13.0 for Windows. Pengolahan data AHP yang tertera dalam matriks perbandingan lokal yang telah diisi oleh pakar yaitu nilai-nilai kepentingan atau perbandingan berpasangan suatu elemen terhadap elemen yang lain, digunakan perangkat lunak Criterium Decision Plus V3.04.

Dalam rangka penyelesaian ISM, setelah ketiga Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) diisi lengkap oleh responden dengan simbol V, A, X, atau O, kemudian dimasukkan ke dalam Reachability Matrix (RM) dengan mengkonversi simbol V menjadi angka 1 dan sebaliknya O; huruf A menjadi angka O dan

(7)

sebaliknya 1; huruf X menjadi angka 1 dan sebaliknya 1; dan huruf O menjadi 0 dan sebaliknya juga 0. Langkah selanjutnya ialah pemeriksaan transitivity rule matriks dengan cara memeriksa sebelum sel-sel yang nilainya 0, apakah telah memenuhi transitivity atau belum. Setelah seluruhnya selesai kemudian angka-angka nilai itu dijumlahkan secara horizontal dan vertikal. Penjumlahan secara horizontal untuk memperoleh nilai drive power; dan penjumlahan secara vertikal untuk memperoleh nilai dependence setiap elemen.

3.5.3. Analisis Data

Data yang berkaitan dengan faktor-faktor pengendalian degradasi lahan dianalisis secara deskriptif dan bivariat. Analisis deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan kerakteristik masing-masing sampel penelitian. Analisis bivariat dimaksudkan untuk memperoleh gambaran signifikansi hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat.

Dalam rangka AHP, berdasarkan nilai eigen atau nilai bobot global dari hasil pengolahan matriks perbandingan sebelumnya, dapat diketahui elemen mana yang paling penting atau mendapat skala prioritas yang paling tinggi pada masing-masing level: Aktor, Faktor, Tujuan. Kriteria, dan Strategi. Dalam analisis ini dilakukan penentuan parameter Consistency ratio (CR) untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan dilakukan konsekuen atau tidak.

Dalam rangka penyelesaian ISM, analisis data dilakukan untuk mengetahui ranking setiap sub elemen dalam elemen strategi. Berdasarkan nilai driver power (DP) dan dependence (D) seluruh elemen dipetakan dengan menempatkan pada setiap ordinat (x,y) atau ke dalam empat sektor beserta koordinatnya dalam kuadran Independent, Linkage, Autonomous, dan Dependent. Dari pemetaan kemudian diidentifikasi struktur faktor-faktor kunci (key factors) berdasarkan kebutuhan stakeholder, berupa elemen atau sub-elemen prioritas pada sektor independen.

3.6. Pendekatan Sistem dalam Pengendalian Mutu Lahan Kering

Pada penelitian ini digunakan pendekatan sistem dengan tahapan: mulai, analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem, pemodelan

(8)

sistem, verifikasi dan validasi, implementasi dan selesai (Manetsch dan Park 1977, diacu dalam Hartrisari 2007).

Analisis kebutuhan ditujukan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman tentang kebutuhan stakeholder melalui proses penguraian faktor-faktor yang diteliti atau komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam sistem ke bagian yang lebih detail. Pada tahap ini dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, meliputi stakeholder yang terdiri dari pemerintah, petani, masyarakat, LSM (lembaga swadaya masyarakat), dan perguruan tinggi; kemudian dideskripsikan daftar kebutuhannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal perilaku sistem yang akan terjadi.

Tahap selanjutnya ialah formulasi permasalahan dengan cara mengelompokkan kebutuhan yang sejalan (sinergis) dan yang kontradiktif. Terjadinya konflik kepentingan antara para stakeholder, merupakan masalah yang membutuhkan solusi agar sistem dapat bekerja secara konstruktif dalam rangka mencapai tujuan dengan mengetahui permasalahan yang ada dari masing- masing stakeholder dari pengaruh stakeholder yang lain.

Identifikasi permasalahan yang ada merupakan tahapan awal dalam melakukan pendekatan sistem sehingga dengan mengidentifikasi masalah-masalah awal dan mendasar maka diharapkan diperoleh alternatif penyelesaian masalah sesuai dengan tingkat permasalahan yang diangkat.

Parameter rancang sistem adalah parameter yang mempengaruhi input sampai menjadi (transformasi) output. Tiap-tiap sistem memiliki parameter rancangan tersendiri, yang dapat berupa lokasi fisik, ukuran dari sistem dan komponennya, ukuran fisik dari sistem, serta jumlah dan tipe komponen dari sistem. Parameter rancang sistem cenderung konstan karena hal ini tidak dapat diubah tanpa penggantian sumberdaya. Dalam beberapa hal mungkin diharapkan untuk mengubahnya selama sistem berjalan untuk memperbaiki kemampuan sistem agar tetap berjalan baik apabila ada perubahan kondisi lingkungan. Pada tahap identifikasi sistem, disusun diagram lingkar sebab-akibat (causal-loop-diagram), diagram input-output, dan diagram alir yang dimaksudkan untuk: (1) memberikan gambaran sifat dinamik dari sistem yang dikaji, (2) memberikan dasar untuk pembentukan persamaan pada model dan, (3) mengidentifikasi faktor

(9)

penting dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Hartrisari, 2007). Dalam diagram lingkar sebab akibat digambarkan hubungan antar elemen yang terlibat dalam sistem yang dikaji. Sementara itu dalam diagram input-output dikemukakan enam variabel yang berhubungan dengan kinerja sistem yaitu: (1) variabel output yang dikehendaki, sumber rujukan dari analisis prospektif; (2) variabel input terkendali, sumber rujukan dari analisis prospektif; (3) variabel output yang tidak dikehendaki, dampak yang akan ditimbulkan bersama-sama dengan output yang dikehendaki, (4) variabel input tak terkendali, berasal dari dalam sistem, (5) variabel input lingkungan, berasal dari luar sistem, (6) variabel manajemen pengendalian. Diagram alir disusun ini sebagai gambaran struktur model atau hubungan antar variabel dalam bentuk simbol perangkat lunak Powersim: simbol aliran, simbol level, simbol panah tebal dan halus.

Berbagai data dan informasi yang diperoleh, kemudian dibangun model dengan beberapa asumsi; dan untuk mengetahui sejauhmana model dapat menirukan fakta. Simulasi dari hasil pemodelan sistemik digunakan untuk melihat pola kecenderungamnya perilaku model. Hasil simulasi model dianalisis pola dan kecenderungannya, ditelusuri faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pola dan kecenderungan tersebut, serta dijelaskan bagaimana mekanisme kejadian tersebut berdasarkan analisis struktur model. Simulasi model dilakukan dengan menggunakan program powersim constructor. Validasi model dilakukan dengan dengan uji validitas struktur dan uji validitas kinerja atau output model. Uji validasi struktur dilakukan dengan dua bentuk pengujian yaitu validitas konstruksi dan kestabilan struktur. Validitas konstruksi yaitu keyakinan terhadap konstruksi model valid secara ilmiah atau didukung secara akademis. Kestabilan struktur yaitu keberlakuan atau kekuatan struktur dalam dimensi waktu. Validitas kinerja atau output model bertujuan memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata; caranya ialah dengan memvalidasi kinerja model dengan data empiris. Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara besar dan sifat kesalahan dapat digunakan: (1) Absolute Mean Error (AME) adalah penyimpangan (selisih) antara nilai rata-rata (mean) hasil dari simulasi terhadap nilai aktual, (2) Absolute Variation Error (AVE)

(10)

adalah penyimpangan nilai variasi (variance) simulasi terhadap aktual. Batas penyimpangan yang dapat diterima adalah antara 1-10%.

AME=[(Si– Ai)/Ai]...(1) Si = Si N, di mana S = nilai simulasi

Ai = Ai N, di mana A = nilai aktual N = interval waktu pengamatan

AVE = [(Ss – Sa)/Sa]...(2) Ss = ((Si – Si)2 N) = deviasi nilai simulasi

Sa = ((Ai – Ai) 2 N) = deviasi nilai aktual

3.7. Analisis Skenario Faktor Penting dan Rekomendasi Kebijakan

Analisis skenario yaitu dilakukan dengan menskenariokan model eksisting untuk melihat kondisi pada masa yang akan datang berdasarkan faktor penting yang diperoleh dari analisis ISM sehingga dapat dirumuskan kebijakan dan strategi pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Adapun tahapan dalam analisis skenario antara lain:

1. Membangun skenario yang mungkin terjadi.

Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :

 Skenario yang memiliki peluang besar untuk terjadi di masa datang disusun terlebih dahulu.

 Skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual incompatible (saling bertolak belakang)

 Setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama.

(11)

2. Implikasi Skenario

Merupakan kegiatan terakhir dalam analisis prospektif, yang meliputi:

 Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas kontribusinya terhadap tujuan studi.

 Skenario tersebut didiskusikan implikasinya

Tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun. Rumusan skenario disusun berdasarkan faktor-faktor kunci yang telah diketahui dari hasil ISM yang terkombinasi dalam berbagai kondisi. Kondisi masing-masing faktor pada masa yang akan datang dirumuskan dan ditetapkan dari hasil wawancara dengan pakar atau responden. Dari kombinasi antar kondisi faktor tersebut ditetapkan tiga skenario, dinamakan: (1) optimistik, (2) moderat, dan (3) pesimistik. Masing-masing skenario ini kemudian disimulasikan untuk memprediksi kecenderungan hasil pada masa yang akan datang sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan.

3.8. Implementasi

Setelah diadakan validasi dan memenuhi syarat, model kemudian diimplementasikan menurut skenario yang sesuai. Dalam rangka ini disusun dan ditetapkan kebijakan-kebijakan dan strategi pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Ponorogo, termasuk langkah-langkah operasional pengelolaan mulai tingkat Kabupaten hingga tingkat desa atau kelurahan secara berjenjang. Hasil evaluasi implementasi ditindaklanjuti dengan langkah pengembangan atau penyempurnaan sesuai dengan kebutuhan. Keterkaitan antara tahapan analisis data dengan tahapan pendekatan sistem dalam rangka membangun model dapat dilihat pada Gambar 5.

(12)

Keterangan : PMLK-BPM = Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

LSM = Lembaga Sosial Masyarakat

AHP = Analytical hierarchy process ISM = Interpretative structural modeling

Gambar 5 Tahapan kegiatan penelitian

Kodisi Existing Pengendalian Mutu Lahan Kering di Kabupaten Ponorogo Program Model PMLK-BPM Strategi Model Pengembangan PMLK-BPM Kebijakan Model PMLK-BPM Analisis Kebutuhan Stakeholder  Pemerintah  Petani  Masyarakat  LSM dan Peneliti  Akademisi Formulasi Permasalahan Identifikasi system :

 Diagram lingkar sebab akibat

Diagram input-output

 Diagram alir

Pemodelan Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Ponorogo

Validasi model

Model Kebijakan Pengendalian Mutu Lahan Kering Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PMLK-BPM)

Skenario Kebijakan Model PMLK-BPM

AHP, ISM Interview Powersim software Analisis data  Deskriptif  Bivariat Hasil kajian penelitian

Gambar

Tabel 3  Faktor-faktor  dan    aspek  yang  dianalisis  dalam  membangun  model  pengendalian mutu lahan kering berbasis pemberdayaan masyarakat  di  Kabupaten Ponorogo
Gambar 5   Tahapan kegiatan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Menurut penelitian Sarwoko (2011) hasil analisis menunjukkan bahwa dukungan teman, dukungan keluarga dan dukungan orang yang dianggap penting berpengaruh positif terhadap

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

Jumlah Persembahan Ibadah Hari Minggu di Rumah Lain - Lain : 14 (1 + 2) Nama Keluarga Sektor.. Jumlah Keluarga &amp; Persentase (

Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III 2016 mencapai 2.9% SAAR, utamanya didorong peningkatan pertumbuhan ekspor dan investasi yang lebih besar dari penurunan pertumbuhan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun petai cina (Leucaena glauca (L.) Benth.) memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas dengan

Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elvandari 19

Adanya nilai Creatine Kinase-Myocardial Band (CK-MB) yang normal pada pasien penyakit jantung koroner di RSUD Abdoel Moeloek Bandar Lampung disebabkan pasien selalu

Sistematika yang pertama, pendidikan sebagai gejala, dapat dianalisis dari proses atau situasi pendidikan, yaitu adanya komponen-komponen pendidikan yang secara