• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia disebut juga Homofabulans yang berarti mahluk bercerita, ini tidak dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Manusia disebut juga Homofabulans yang berarti mahluk bercerita, ini tidak dapat"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia disebut juga Homofabulans yang berarti mahluk bercerita, ini tidak dapat dipungkiri karena manusia tidak dapat dipisahkan dengan karya sastra, (Sukapiring,1990:34). Sastra adalah pengucapan atau ekspresi jiwa yang paling individu oleh seorang pengarang serta tinggi dan mulia sifatnya. Fananie (2000:32) mengatakan bahwa sastra adalah karya seni yang merupakam ekspresi kehidupan manusia.

Karya sastra itu tersendiri bukan hanya suatu tiruan hidup, tetapi merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan, yang artinya sastra dapat digunakan sebagai tempat penuangan ekspresi jiwa. Selain itu sastra juga mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan oleh pengarang mengenai kehidupan manusia. Berarti, sastra itu dapat menampilkan gambaran kehidupan sosial masyarakat.

Etnis Pakpak merupakan salah satu etnis yang sudah mempunyai kebudayaan dan karya sastra sendiri. Secara garis besar sastra terbagi atas dua bagian yaitu : sastra lisan dan sastra tulisan. Sastra lisan merupakan sastra yang hidup ditengah-tengah

(2)

masyarakatyang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut dan merupakan warisan turun temurun yang mempunyai nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan.Seperti mitos, legenda, dongeng, cerita rakyat dan lain-lain.Sastra tulisan dalam penyampainnya adalah melalui tulisan yang sudah dibukukan dan dibaca orang banyak. Sastra tulisan ini banyak yang berasal dari sastra lisan misalnya dongeng yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh orang yang mendengarnya.

Sastra lisan merupakan kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra karena sastra lisan sebagai modal apresiasi sastra, sebab sastra lisan telah membimbing pendengar untuk melakukan apresiasi dan pemahaman gagasan berdasarkan praktik selama berabad-abad. Sastra lisan merupakan dasar komuikasi antara pencipta, masyarakat dan peminat cerita yang dalam arti bahwa karya atau ciptaan yang didasarkan pada karya sastra akan lebih mudah untuk dipahami dan dihayati sebab unsur-unsurnya lebih mudah dikenal dan dilaksanakan oleh masyarakat.

Karya-karya sastra lisan tersebut telah banyak memberikan sumbangan yang berupa didaktis, filsafat, ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang perlu diteliti dan diangkat ke permukaan melalui buku-buku yang menyangkut kepada karya sastra lisan tersebut agar masyarakat lain yang belum mengetahui menjadi mengenal. Banyak sastra lisan yang telah dibukukan, tetapi harus diakui juga masih banyak yang belum dibukukan.Sebagai contoh sastra lisan Pakpak(cerita rakyat).

Cerita rakyat adalah cerita pada jaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Dengan segala kekurangan dan kelemahannya penulis mencoba mengangkat salah satu karya sastra berupanangen atau cerita yang dinyanyikan yang sering disebut dengan bahasa beriramadalam cerita rakyat. Misalnyanangen Si Tagan

(3)

Dera dalam ceritaSi Tagan Derayang dikutuk menjadi seekor monyetdemi

mendapatkan putri raja sebagai pendamping hidupnya.

Penulis mengangkat judul “Analisis Stilistika terhadap nangen SiTagan Dera masyarakat Pakpak” karena sepengetahuan penulis judul ini belum pernah dibahas. Keistimewaan yang penulis temukan dari nangen ini adalah hanya terdapat pada etnis Pakpak serta masih sering diperbincangkan dalam masyarakat Pakpak.

Dalam pandangan awal tentang nangen Si Tagan Dera,penulis mengambil satu contoh nangen Si Tagan Dera dan mencoba membahasnya dalam analis stilistika yang diambil dari salah satu nangen Si Tagan Derayaitu sebagai berikut:

Enda ….berrumu kin, berru ampun-ampun, Kepeken…..itubuhken kono kin pana … I bellah turun…mo nange…

Mendapen mo berrumu, turun mo ndersana, Turun mo pagitna,i peldang sipitu cundut.

Kutare bulan midates , matanta rebbak merdemu, Dagingta kidah laju madeng merdemmu……

‘Ini….putrimu, putri bungsumu…. Yang dulu engkau lahirkan

Dibelah turun …ibu….

Kedinginanlah putrimu, turunlah penderitaan, Turunlah kepahitan, dibukit si Pitu Cundut… Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu. Badan kita masih belum bertemu’.

(4)

a. Diksi

Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada teks di atasterdapat pada baris ke-3yaitu pada kata ‘ibelah turun’ (dibelah turun) merupakan konotasi yang artinya ditakdirkan dalam penderitaan, pilihan kata ini sudah sangat jarang dipakai karena merupakan bahasa kuno atau bahasa jaman dulu. Kemudian kata ‘Kutare’ (kupandang) pada baris -6 merupakan diksi atau pilihan kata yang memiliki persamaan kata yaitu pada kata ‘kutilik’ (kupandang, kulihat) pilihan kata ini juga sudah jarang dipakai karena merupakan bahasa jaman dulu dan banyak orang sudah melupakannya.

Diksi atau pilihan kata denotatif pada teks di atas terdapat pada kata ‘Enda

….berrumu kin’ (ini putrimu yang dulu) pada baris -1, ‘itubuhken kono kin pana’

(yang dulu engkau lahirkan) pada baris -2 dan ‘Kutare bulan midates’ (kupandang bulan di atas) pada baris -6 semua kalimat tersebut menyatakan arti atau makna yang sebenarnya.

b. Imaji (pencitraan atau daya bayang)

Imaji yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘mata’ (mata) pada baris -6 merupakan imaji visual yang merupakan mimpi Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya.

Selain itu Imaji atau citraan visualjuga terdapat pada kata ’I peldang’ (di bukit) pada baris -5, ‘bulan’ (bulan) pada baris -6 dan ‘kutare’ (kupandang) pada baris -6, kata-kata ini membawa imaji pembaca untuk membayangkan suasana di sebuah bukit dimalam hari dengan menikmati terang bulan yang indah.

Imaji yang terdapat Pada nangen diatas, sipencerita adalah Nan Tampuk Emas yang sedang merindukan orangtuanya dan berharap berjumpa dengan sang ibu.

(5)

Dalam nangen ini dia menyanyikan keluh kesah dan penderitaannya dibukit Si Pitu Cundut.

Terdapat pengulangan pola susunan kalimat ‘turun mo ndersana’ (turunlah penderitaan) pada baris -4, ‘turun mo pagitna’ (turunlah kepahitan) pada baris -5, itu membawa imaji pembaca bahwa Nan Tampuk Emas yang benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam atas apa yang dialaminya.

c. Kata nyata atau kata konkret

Kata nyata atau kata konkret yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘mata’ (mata) pada baris -6 yang melambangkan keinginan Nan Tampuk Emas untuk bertemu ibunya. Kata ’I peldang’ (di bukit) pada baris -5, ‘bulan’ (bulan) pada baris -6 dan ‘kutare’ (kupandang) pada baris -6 merupakan kata konkret yang melambangkan kehidupan Nan Tampuk Emas yang kesepian ditengah hutan disatu bukit.

d. Majas atau gaya bahasa

Majas yang digunakan pada teks di atas terdapat pada kata ‘Kutare bulan

midates, matanta rebbak merdemu’ (Kupandang bulan keatas, mata kita bertemu)

pada baris -6 dan -7 merupakan kalimat yang menggunakan majas metafora yaitu menyatakan sesuatu dengan kias perwujudan, sebagai makna yang sesungguhnya yaitu dia hanya bisa bertemu dengan sang ibu dalam hayalan indah seperti indahnya bulan. Selain itu ditemukan juga majas atau gaya bahasa repetisi pada kata ‘berru’ (putri) baris -1 dan -4 , ‘turunmo’ (turunlah) pada baris -4 dan -5 dan ‘merdemmu’ (bertemu) pada baris -6 dan -7 yang dipilih oleh pengarang untuk memperjelas makna.

(6)

Sajak yang digunakan pada teks di atas adalah sajak “abcd”. Terdapat jenis rima onomatope atau tiruan terhadap bunyi yang menekan menyeramkan, mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cacophony,yaitu pada bunyi u pada baris 6 dan 7. Pada baris -1 terdapat rima onomatope konsonan /n/ yang memberikan efek adanya dengungan (echo), nyanyian, musik dan kadang-kadang bersifat sinis.

Rima onomatope pada vokale pada baris -3 merupakan bunyi yang berat menekan menyeramkan dan mengerikan seolah-olah seperti desau atau bunyi burung hantu yang disebut cachophony.

Dari pembahasan salah satu Nangen Si Tagan Dera diatas penulis sangat tertarik membahas bagian stilistika Nangen Si Tagan Dera lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menghindari pembahasan atau pembicaraan yang menyimpang, penulis membatasi masalah agar pembahasan terarah dan terperinci.

Masalah yang akan dibahas dalam proposal skripsi ini adalah: Apa sajakah bagian-bagianstilistika yang terdapat padanangen sitaganderadalam Nangen Nan Tampuk

(7)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :Mendeskripsikan bagian-bagianstilistika yang terdapat padanangen Si Tagan Derayaitu dalam Nangen Nan

Tampuk Emas Tedoh mi Orang Tua?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menunjang pelaksanaan program pemerintah dalam upaya pelestarian bahasadaerah sebagai salah satu sumber pengembangan kosa kata bahasa Indonesia.

2. Melestarikan cerita rakyat agar tidak punah.

3. Sebagai bahan untuk penelitian lebih lanjut terhadap budaya dan sastra lisan yang ada di Pakpak.

Referensi

Dokumen terkait

Pilihan kata atau diksi bukan hanya memilih kata-kata yang cocok dan tepat untuk digunakan dalam mengungkapkan gagasan atau ide, tetapi juga menyangkut persoalan fraseologi

skripsi ini dibuat dengan titik berat pada bagian kontrol, bukan banyaknya variasi warna, sehingga pilihan warna yang dapat digunakan hanya dibatasi Selain itu, teks bergerak

Dumbbell curl merupakan suatu alat yang digunakan untuk melatih otot biceps brachii dengan cara melakukan gerakan fleksi dan ekstensi elbow joint yang terbuat dari lempengan

Dalam tindak tuturnya Klien maupun Target berusaha untuk menyelamatkan keterancaman muka dengan bertindak tutur menggunakan pilihan kata (diksi) untuk menyelamatkan

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian diksi adalah kemampuan seseorang dalam menentukan dan memilih suatu kata yang dipakai

Penggunaan kata harus dilakukan secara tepat, artinya kita harus memilih kata-kata yang sesuai dengan pesan yang disampaikan (Tarigan, 2008). Dalam penelitian,

1) Penerjemahan penuh versus penerjemahan parsial. Penerjemahan penuh adalah semua teks dimasukkan ke dalam proses penerjemahannya, dengan kata lain semua bagian teks Bsu

Pada kalimat (1), kata negasi bù tidak dapat digunakan dengan kata bantu guò, karena kata bantu guò biasanya digunakan pada kata negasi méi yang memiliki kandungan penunjuk