• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang butuh berkomunikasi dengan sesamanya. Alat komunikasi ini merupakan hal yang vital bagi manusia karena digunakan setiap hari. Alat komunikasi manusia berupa bahasa, suara, gerak tubuh dan lain sebagainya.

Bahasa, baik secara lisan maupun tulisan merupakan alat untuk saling berinteraksi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling kuat dan menonjol dibandingkan dengan bunyi-bunyian, gerak tubuh, dan lain sebagainya.

Ketika manusia saling berinteraksi menggunakan bahasa, disadari ataupun tidak mereka memilih bahasa yang efektif dan efisien. Bahasa yang efektif dan efisien ini di antaranya dengan penggunaan kata penghubung. Dengan kata penghubung, jika kalimat itu panjang atau lebih dari satu proposisi, penutur tidak harus mengulang kembali subjek ataupun objek dalam kalimatnya. Perhatikanlah contoh kalimat berikut ini :

(01) Perempuan cantik itu sedang memasak di dapur. Perempuan cantik itu kakakku.

(2)

Pada contoh (01) ada dua kalimat, kalimat pertama adalah: perempuan cantik itu sedang memasak di dapur, kalimat kedua adalah: perempuan cantik itu kakakku. Jika digabungkan kalimat itu menjadi seperti ini: perempuan cantik itu sedang memasak di dapur, perempuan cantik itu kakakku. Subjek ‘perempuan cantik’ pada kalimat pertama diulang kembali pada kalimat kedua. Akan tetapi, kedua kalimat itu bisa digabung secara ringkas dan padat makna menjadi seperti ini: perempuan cantik yang sedang memasak di dapur itu kakakku. Jadi, yang berfungsi sebagai pengganti subjek ‘perempuan cantik’ pada kalimat kedua sekaligus yang menghubungkan kalimat pertama dan kalimat kedua.

Salah satu hal yang penting dalam berkomunikasi antarmanusia yang berbeda suku, bahasa, dan budaya sejak dulu hingga sekarang adalah penerjemahan. Penerjemahan membantu penukaran makna dan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Penerjemahan membantu persebaran arus informasi, ide, ilmu, dan lain-lainnya. Penerjemahan di berbagai bidang ilmu pengetahuan juga membantu persebaran informasi dengan cepat dan mendukung kemajuan arus globalisasi.

Kridalaksana (1985) (via Nababan, 2003: 19) mendefinisikan penerjemahan sebagai pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kemudian gaya bahasanya. Penerjemahan yang baik adalah tersampaikannya pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Hal ini berlaku pula untuk penerjemahan le pronom relatif bahasa Prancis (bP) yang diawali ce ke dalam bahasa Indonesia (bI).

(3)

Le pronom relatif (selanjutnya akan disingkat menjadi lpr) atau yang berarti kata ganti penghubung di dalam bP ini dibagi menjadi dua kategori: tanpa diawali ce dan yang diawali ce. Lpr tanpa diawali ce ini selalu diawali juga dengan anteseden. Anteseden ini berisikan nomina persona, nomina bukan persona, ataupun pronomina. Sedangkan lpr yang diawali ce ini bisa diawali juga oleh anteseden maupun tidak. Anteseden dari lpr yang diawali ce ini berisikan sebuah proposisi tentang sebuah ide, gagasan, maupun sebuah perbuatan.

Lpr tanpa diawali ce ini mudah untuk diterjemahkan karena susunan kalimatnya sederhana. Sedangkan penerjemahan lpr yang diawali ce ini agak rumit karena terkadang susunan kalimatnya panjang dan berisikan proposisi yang kompleks. Perhatikanlah contoh berikut.

(02) L’histoire que vous me racontez n’est pas raisonnable. (Grammaire Française : 179)

“Cerita yang kamu ceritakan kepadaku tidak masuk akal.” (03) J’ai froid, ce qui est désagréable. (Grammaire Française : 180)

“Aku kedinginan, itu hal yang buruk.”

Kalimat nomor (02) di atas merupakan contoh kalimat dari lpr tanpa diawali ce, dan berisi kata penghubung que. Que diterjemahkan menjadi ‘yang’. Sementara kalimat nomor (03) merupakan contoh kalimat dari lpr yang diawali ce yaitu ce qui. Di sini ce qui diterjemahkan menjadi ‘itu hal yang’.

Penelitian ini akan meneliti lpr yang diawali ce di dalam roman novel La Peste karya Albert Camus dan terjemahannya berjudul Sampar oleh NH Dini.

(4)

Menurut Castex dan Surer (1953) dan Majault et al. (1966) (via Benny Hoed, 1992: 12) mengatakan bahwa novel La Peste (selanjutnya akan disingkat menjadi LP) tergolong novel abad kedua puluh. Menurut Benny Hoed LP memiliki terjemahan yang baik yaitu Sampar yang diterjemahkan oleh NH Dini. Bahasa Indonesia yang dipergunakan sebagai terjemahannya termasuk dalam bahasa masa kini, karena diterjemahkan dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun (1972 – 1985).

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil beberapa permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini. Berikut permasalahannya:

1. Bagaimana penggunaan le pronom relatif yang diawali ce di dalam kalimat ataupun wacana bahasa Prancis?

2. Bagaimana penerjemahan le pronom relatif yang diawali ce dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penggunaan le pronom relatif yang diawali ce di dalam kalimat ataupun wacana bahasa Prancis.

(5)

2. Untuk mengetahui penerjemahan le pronom relatif yang diawali ce dari bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Lpr dalam bP dibagi menjadi dua kategori: yang tidak diawali ce dan yang diawali ce. Objek formal yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan le pronom relatif yang diawali ce di dalam wacana bP dan penerjemahannya ke dalam bI. Sementara itu, objek material yang dipakai adalah roman La Peste (Albert Camus) dan terjemahannya Sampar (NH Dini).

1.5 Kerangka Teori

Teori di dalam sebuah penelitian sangat dibutuhkan sebagai acuan dan dasar untuk membedah data yang ada. Dengan teori, pembahasan data akan lebih jelas dan terarah. Teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori tatabahasa (lebih tepatnya adalah tatabahasa mengenai Les Pronoms Relatifs) dan teori terjemah.

1.5.1 Teori Les Pronoms Relatifs

Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk

(6)

kalimat atau wacana. Ramlan (2005: 18) mengatakan bahwa sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Teori sintaksis yang dipakai di sini adalah yang sesuai dengan kaidah tatabahasa bP dan yang berhubungan dengan data yang akan dibahas nantinya, yaitu : les pronoms relatifs.

Le pronom relatif atau dalam bentuk jamaknya adalah les pronoms relatifs merupakan kata ganti penghubung dalam bP. Dalam bukunya, Jacqueline Olivier (1978) menerangkan tentang les pronoms relatif dalam satu bab pembahasan tersendiri.

Untuk mengetahui fungsi dari le pronom relatif lihatlah kalimat berikut:

(04) J’ai besoin du livre qui est sur le bureau. (Grammaire Français : 178) “Aku membutuhkan buku yang berada di atas meja.”

Di sana ada dua proposisi (sebuah kalimat biasanya terdiri dari proposisi-proposisi). Proposisi pertama j’ai besoin du livre dan proposisi penghubung qui est sur le bureau, disebut proposisi penghubung karena kalimat tersebut diantarkan/dimasukkan oleh le pronom relatif.

Qui adalah subjek dari verba est di dalam proposisi penghubung; kata kerja dari proposisi tersebut selalu terletak setelah le pronom relatif maka karenanya le pronom relatif dikenal sebagai proposisi relatif atau proposisi penghubung. Kata livre adalah anteseden (kata yang mendahului kata ganti) le pronom relatif qui.

(7)

Le pronom relatif qui menghubungkan dua frasa independen: J’ai besoin d’un livre. – Il est sur le bureau. → J’ai besoin du livre qui est sur le bureau.

Untuk menentukan le pronom relatif yang sesuai, kita harus mengetahui:

1) Apa fungsinya di dalam proposisi relatif yang telah disebutkan sebelumnya (subjek dari verba, objek langsung dari verba, atau objek dari sebuah preposisi).

2) Apa antesedennya: nomina persona, nomina bukan orang, atau sebuah proposisi; kadang-kadang juga tidak ada anteseden yang dijelaskan.

Di dalam kalimat, proposisi relatif bisa ditempatkan:

1) Setelah proposisi utama.

2) Di dalam proposisi utama. Cobalah lihat kalimat (05) berikut ini:

(05) L’histoire que vous me racontez est très intéressante. (Grammaire Français :179)

“Cerita yang kamu ceritakan kepadaku sangat menarik.” 3) Pada permulaan sebuah frasa

(06) Ce que vous voulez n’est pas raisonnable. (Grammaire Français : 179) “Apa yang kamu inginkan tidak masuk akal.”

Le pronom relatif juga mempunyai bentuknya di dalam kalimat. Pembagian bentuk le pronom relatif adalah sebagai berikut:

1) Dengan anteseden nomina persona atau nomina bukan persona (atau pronomina).

(8)

2) Dengan anteseden proposisi, atau tanpa anteseden.

Dan berikut tabel untuk pembagian bentuk-bentuk les pronoms relatifs.

Tabel 1 : Les Pronoms Relatifs

A. Avec antécédent

B.

Avec antécédent Sans antécédent Un nom de PERSONNE (ou un pronom) Un nom de CHOSE (ou un pronom) Une PROPOSITION (idée, fait) Sujet de verbe

Qui Qui Ce qui

Objet direct du verbe

Que, qu’ Que, qu’ Ce que, ce qu’

Objet de la préposition de Dont De qui (duquel, de laquelle, desquels, desquelles) Dont Duquel De laquelle Desquels Desquelles Ce dont

(9)

Objet d’une préposition (autre que de) Qui (lequel, laquelle, lesquels, lesquelles) Lequel, laquelle, lesquels, lesquelles (où)

(ce) + préposition + quoi

1.5.1.1 Le Pronom Relatif yang Diawali Ce

Di dalam penelitian ini pembahasan akan difokuskan pada lpr yang diawali ce. Oleh karena itu agar lebih fokus, teorinya pun mengacu pada lpr yang diawali ce saja, tidak membutuhkan lpr tanpa diawali ce. Lpr yang diawali ce ini bisa memakai anteseden proposisi (berisikan ide atau perbuatan) atau bahkan tanpa anteseden sama sekali. Itulah hal yang membedakannya dengan lpr tanpa diawali ce. Dan berikut adalah penjabaran lpr yang diawali ce.

(10)

Ce qui

Tabel 2 : Ce qui

avec antécédent

PROPOSITION

sans antécédent

Sujet du verbe Ce qui

a. Ce merupakan pronomina netral, diletakkan di depan le pronom relatif qui, merepresentasikan/menjelaskan proposisi antesedennya. Qui adalah subjek dari verba seperti berikut ini :

(07) Il a raté son examen, ce qui est très surprenant. (Grammaire Française : 186) “Yang sangat mengejutkan, dia telah gagal ujian.”

(08) Ce qui l’étonne, c’est que vous n’ayez pas appelé. (Grammaire Française : 186)

“Yang mengagetkan adalah kamu tidak terpanggil. ”

Perhatikanlah pengulangan ce di depan est digunakan ketika proposisi antesedennya mengikuti proposisi relatif. Jika proposisi anteseden tidak mengikuti proposisi relatif, maka bentuknya akan seperti ini : Il est étonné que vous n’ayez pas appelé.

b. Ketika le pronom relatif tidak mempunyi anteseden, maka ditambahkan ce. (ce : la chose (bentuk tunggal), les choses (bentuk jamak dari la chose) berarti sesuatu, hal, benda, dll). Jadi pronomina-pronomina ini sama seperti anteseden proposisinya, seperti berikut ini :

(11)

(09) Je n’aime pas faire ce qui est désagréable. (Grammaire Française : 186) “Aku tidak suka hal yang buruk.” (Ce qui di sini berarti les choses qui).

Ce que

Tabel 3 : Ce que avec antécédent PROPOSITION

sans antécédent

Object direct du verbe Ce que, ce qu’

a. Ce merepresentasikan proposisi anteseden dan que (qu’) adalah object direct du verbe (objek langsung verbanya) yang mengikutinya:

(10) J’ai mal à la tête, ce que je redoute toujours. (Grammaire Française : 186) “Aku sakit kepala, itu adalah hal yang selalu aku takutkan.”

(11) Ce que je ne comprends pas, c’est que notre discussion n’ait servi à rien. (Grammaire Française : 186)

“Yang tidak aku mengerti adalah bahwa diskusi kami tidak berguna sama sekali.” = (Je ne comprends pas que notre discussion n’ait servi à rien. | Aku tidak mengerti kenapa diskusi kami tidak berguna sama sekali.)

b. Tanpa anteseden:

Untuk mengetahui lpr yang diawali ce dan tidak memiliki anteseden, perhatikanlah kalimat berikut:

(12) Ce que vous voulez n’est pas raisonnable. (Grammaire Française : 186) “Apa yang kamu inginkan tidak masuk akal.” (Ce que di sini berarti les choses qui).

(12)

Ce dont Tabel 4 : Ce dont avec antécédent PROPOSITION sans antécédent Objet de la préposition de Ce dont

a. Dont menggantikan que di dalam ce que, ketika verba dari proposisi relatif terbentuk bersama dengan de:

(13) Il est passé la voir, ce dont je m’étonne. (Grammaire Française : 187)

“Dia telah berjalan melewatinya, itulah yang membuatku kaget.” (kata verbanya adalah s’étonner de).

b. Tanpa anteseden:

(14) J’ai oublié ce dont vous m’avez parlé. (Grammaire Française : 187)

“Aku lupa apa yang telah kamu katakan kepadaku.” (kata verbanya adalah parler de).

Perhatikan

 Tout ce qui, tout ce que, tout ce dont. Ingatlah bahwa ce terletak di antara tout dan le pronom relatif. Untuk lebih jelasnya perhatikanlah kalimat-kalimat berikut ini.

(15) Tout ce qui brille n’est pas or. (Grammaire Française : 187) “Semua yang bersinar tidak selalu emas.”

(13)

(16) J’ai oublié tout ce qu’il m’a dit. (Grammaire Française : 187) “Aku lupa semua apa yang kamu katakan kepadaku. ”

(17) Il a déjà vu tout ce dont tu parles. (Grammaire Française : 187) “Dia telah melihat semua yang kamu katakan.”

Ce + préposition + quoi

Tabel 5 : Ce + préposition + quoi

avec antécédent

PROPOSITION

sans antécédent

Objet d’une préposition (autre que

de)

(ce) + préposition + quoi

a. Di dalam kasus tersebut, ce adalah pronomina netral, yang merepresentasikan proposisi anteseden, dan selalu dijelaskan pada permulaan sebuah kalimat; di dalam kasus lain terkadang ia dijelaskan terkadang tidak, tidak ada aturan khusus untuk ini. Perhatikanlah bahwa quoi berfungsi sebagai objek sebuah preposisi, hanya dengan anteseden proposisi maupun tanpa anteseden, tidak pernah antesedennya adalah nomina persona atau nomina bukan orang.

(18) Vous avez apporté une caméra, ce à quoi je n’avais pas pensé. (penser à) (Grammaire Française : 187)

(14)

b. Tanpa anteseden :

(19) Ce à quoi elle voulait arriver était très clair. (la chose à laquelle). (Grammaire Française : 187)

“Yang dia inginkan sudah sangat jelas.”

1.5.2 Teori Terjemah

Dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation, Catford (1965: 1) menerangkan bahwa penerjemahan adalah ilmu terapan di dalam bahasa. Penerjemahan merupakan sebuah proses penggantian teks dalam satu bahasa ke bahasa lainnya. Berikut teori penerjemahan yang berhubungan dengan pembahasan data pada Bab II nanti.

1.5.2.1 Penerjemahan : Definisi dan Jenis-jenis Umumnya

Menurut Catford (1965: 20) teori penerjemahan berkaitan dengan tipe hubungan tertentu antara bahasa-bahasa dan karenanya merupakan cabang linguistik komparatif. Dari sudut pandang teori penerjemahan pembedaan antara sinkronik dan diakronik tidak relevan. Ekuivalensi penerjemahan dapat dibentuk dan penerjemahan dilakukan antara pasangan bahasa dan dialek manapun – “bahasa yang berhubungan maupun tidak berhubungan”–, dan dengan jenis hubungan spasial, temporal, sosial dan lainnya. Hubungan antarbahasa itu bersifat dua arah dan tidak selalu simetris.

Penerjemahan selalu bersifat satu arah dari bahasa sumber (Bsu) ke bahasa sasaran (Bsa). Penerjemahan dapat didefinisikan sebagai berikut : penggantian

(15)

material tekstual pada Bsu dengan materi tekstual yang ekuivalen pada Bsa. Dengan kata lain, penerjemahan dari Bsu ke Bsa dicari kata-kata yang ekuivalen ataupun sepadan. Ekuivalen ataupun kesepadanan merupakan istilah kunci. Karena masalah utama dalam praktek penerjemahan adalah menentukan terjemahan Bsa yang sepadan.

Berikut ini adalah jenis-jenis penerjemahan (Catford, 1965: 21), di antaranya :

1) Penerjemahan penuh versus penerjemahan parsial.

Penerjemahan penuh adalah semua teks dimasukkan ke dalam proses penerjemahannya, dengan kata lain semua bagian teks Bsu diganti dengan material teks Bsa. Sedangkan penerjemahan parsial adalah penerjemahan yang hanya beberapa bagian teks Bsu-nya yang tidak diterjemahkan. Hal itu dikarenakan adanya makna leksikal pada Bsu yang tidak dapat diterjemahkan, contohnya karena adanya ‘kultur lokal’ Bsu yang tidak dapat dicari kesepadanannya dalam Bsa.

Istilah ‘unstranslatable’ adalah salah, karena pada dasarnya hal itu terjadi karena data Bsu secara teknis sangat susah untuk diterjemahkan ke dalam Bsa, maka dianggaplah ‘untranslatable’ atau ‘tidak diterjemahkan’.

2) Penerjemahan total versus penerjemahan terbatas.

Penerjemahan total adalah penerjemahan semua materi Bsa tetapi tidak sepadan dengan materi pada teks Bsu. Sedangkan penerjemahan terbatas adalah penggantian material tekstual Bsu dengan material tekstual Bsa yang

(16)

sepadan dan hanya pada 1 tingkat saja. Atau dengan kata lain, pada penerjemahan ini material tekstual Bsu hanya diterjemahkan secara kontekstual atau garis besarnya saja ke dalam Bsa.

Kesepadanan level penerjemahan ada di tingkat kalimat perkalimat, frasa perfrasa, atau kata perkata (Catford, 1965: 25). Berikut kategori level-level penerjemahan :

1) Penerjemahan yang terikat level.

Penerjemahan yang terikat level contohnya seperti penerjemahan kata per kata (letter lock).

2) Penerjemahan bebas, literal, kata per kata.

Penerjemahan ini secara konteksnya saja, bebas, tidak ada aturannya, yang terpenting adalah ada kesepadanan Bsu dengan Bsa-nya.

1.5.2.2 Kesepadanan/Ekuivalensi Penerjemahan

Catford (1965: 27) menekankan kepada kita untuk bisa membedakan antara ekuivalensi penerjemahan dengan kondisi atau justifikasi ekuivalensi penerjemahan. Ekuivalensi penerjemahan adalah : fenomena empirik yang ditemukan dengan membandingkan teks Bsu dan Bsa. Justifikasi ekuivalensi penerjemahan itu adalah kondisi yang membenarkan ekuivalensi tersebut.

(17)

Perbedaan lebih lanjut harus dibuat antara teks ekuivalensi dan kesejajaran bentuk. Teks yang ekuivalen adalah teks atau bagian apapun dari teks Bsa yang menggantikan teks atau bagian Bsu dengan metode berikut. Kesejajaran bentuk adalah Bsa apapun (unit, kelas, struktur, elemen struktur, dan lain-lain) yang menempati tempat yang “sama” dari Bsa seperti halnya kategori Bsu menempati kategorinya. Semua bahasa itu “sui generis”, yang artinya adalah kategori yang ada diterangkan dalam hubungan istilah yang ada dalam bahasa itu sendiri.

Teks terjemahan yang ekuivalen adalah bentuk Bsa apapun (teks ataupun bagian teks) yang diamati sebagai ekuivalen Bsu yang diterjemahkan. Pencarian teks yang ekuivalen tergantung dengan otoritas kemampuan penguasaan dua bahasa si penerjemah. Oleh karena itu, untuk mencari teks bahasa Prancis yang ekuivalen dari teks bahasa Inggrisnya harus ditanyakan kepada penerjemah. Lihatlah contoh kalimat berikut.

(20) My son is six.  Mon fils a six ans.

Dari contoh di atas kita tahu bahwa my son (bahasa Inggris) sepadan dengan mon fils (bahasa Prancis). Dalam mencari ekuivalensi kita dapat mengadopsi prosedur formal yang lain seperti komutasi dan observasi variasi penukaran. Dengan kata lain kita bisa secara tersistem mengenalkan perubahan ke dalam teks Bsu dan mengamati perubahan apa yang terjadi pada teks Bsa sebagai konsekuensinya.

Penerjemahan teks yang ekuivalen adalah bagian dari teks Bsa yang berubah ketika teks Bsu-nya juga berubah. Perhatikanlah kalimat berikut.

(18)

(21) My son  mon fils

Your daughter votre fille

My son (bahasa Inggris) diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis menjadi mon fils. My son kemudian ditukar dengan your daughter untuk mengetahui kesepadanannya dalam bahasa Prancis. Your daughter (bahasa Inggris) sepadan dengan votre fille dalam bahasa Prancis. Jadi, penerjemahan teks yang sepadan adalah bagian dari teks Bsa yang berubah ketika Bsu-nya pun juga berubah.

Dalam kasus sederhana seperti di atas, seseorang biasanya bergantung pada pengetahuannya tentang bahasa yang dibahas. Ini hanya mungkin dilakukan dengan catatan teks (suara atau tulisan) saat penerjemah yang sebenarnya tidak ada. Pada kasus tersebut, investigator berperan sebagai informannya sendiri dan menemukan ekuivalensi tekstual secara “intuitif”. Di sisi lain, komutasi (penukaran) merupakan pengujian yang utama untuk ekuivalensi, dan berguna untuk kasus dimana ekuivalensi dicari bukan pada tingkat-tingkat yang sama dan unit-ke-unit seperti yang dicontohkan di atas.

Dalam teks sepanjang apapun, beberapa hal yang spesifik dari Bsu dapat dipastikan muncul beberapa kali. Pada tiap kemunculannya, akan ada ekuivalen tekstual Bsa yang spesisfik. Setelah mengamati tiap ekuivalen tekstual tertentu, kita dapat membuat pernyataan umum mengenai ekuivalensi tekstual untuk tiap Bsu, yang mencakup semua kemunculannya dalam teks sebagai keseluruhan. Pernyataan umum tentang ekuivalensi tekstual pada kasus ini bersifat kualitatif sama halnya dengan

(19)

ekuivalensi tekstual tertentu; tetapi terdapat perbedaan, dimana ekuivalensi ini dapat dihitung. Ekuivalensi ini dapat juga dijelaskan dalam bentuk kemungkinan yang menunjukkan kemunculan ekuivalensi dalam keseluruhan populasi kemunculan.

Seringkali data-data pada Bsu memiliki lebih dari satu ekuivalensi dalam Bsa dalam teks yang panjang. Tiap ekuivalensi muncul dalam jumlah tertentu: dengan membagi jumlah kemunculan untuk tiap ekuivalensi tertentu dengan jumlah total kemunculan data-data Bsu, kita akan mendapatkan nilai kemungkinan kemunculan ekuivalensi tiap data tertentu.

Nilai probabilitas yang ada didapatkan dari asumsi bahwa pada tiap kemunculan, probabilitias ekuivalensi tertentu bernilai sama pada kemunculan lainnya; ini disebut probabilitas tak bersyarat. Tetapi probabilitas-ekuivalensi pada nyatanya secara konstan dipengaruhi oleh faktor kontekstual dan ko-tekstual. Kita harus memasukkan faktor-faktor tersebut ke dalam pertimbangan, sehingga probabilitas yang ada menjadi probabilitas bersyarat.

Probabilitas ekuivalensi terjemahan dapat digeneralisasikan menjadi “aturan penerjemahan” yang dapat diaplikasikan ke teks lain dan mungkin pada “bahasa secara keseluruhan” atau lebih tepatnya semua teks dalam varietas yang sama dalam bahasa, jika sampel yang diambil cukup besar. “Aturan penerjemahan” merupakan perhitungan nilai probabilitas dari ekuivalensi penerjemahan tekstual.

(20)

1.5.2.3 Kesejajaran Bentuk

Kesejajaran bentuk (Catford, 1965: 32) dalam penerjemahan hanya berupa perkiraan dan dapat dibuat pada tingkat abstraksi yang tinggi. Oleh karena itu jika kita menemukan bahwa dua bahasa mengoperasikan tingkat abstraksi dengan unit gramatikal pada lima tingkat kita dapat mengatakan bahwa ada kesejajaran bentuk antara dua hirarki unit tersebut; tiap bahasa mempunyai jumlah tingkat yang sama dan hirarki (taksonomi), tiap bahasa tersebut mempunyai hubungan yang serupa antara unit pada tingkat yang berbeda. Ini dapat digunakan sebagai kerangka referensi untuk menyatakan kesejajaran tafsiran pada tingkat abstraksional yang lebih rendah. Kesejajaran bentuk hanya dapat dibangun pada dasar ekuivalensi tekstual pada kondisi tertentu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa item atau kelas salah satu bahasa merupakan ekuivalen bentuk dari item atau kelas di bahasa yang lain. Kesejajaran bentuk merupakan perhatian dari sudut pandang yang lain; sebut saja derajat divergensi/perbedaan antara ekuivalensi tekstual dan kesejajaran bentuk mungkin dapat digunakan sebagai ukuran perbedaan tipologis antara bahasa-bahasa.

1.5.2.4 Penerjemahan Gramatikal dan Leksikal

Menurut Catford (1965: 71) penerjemahan gramatikal adalah penerjemahan terbatas dimana tatabahasa teks Bsu diganti dengan tatabahasa Bsa yang ekuivalen tetapi tidak disertai penggantian leksikalnya. Penerjemahan leksikal merupakan

(21)

penerjemahan terbatas dimana leksikal teks Bsu diganti dengan leksikal Bsa yang ekuivalen tetapi tidak disertai penggantian tatabahasa. Karena tatabahasa dan leksikal antara kedua bahasa sumber dan bahasa sasaran mempunyai bentuk tingkatan bahasanya masing-masing, penerjemahan gramatikal dan leksikal antara dua bahasa apapun merupakan hal yang bertentangan antara keduanya: dengan kata lain, penerjemahan gramatikal dari bahasa A ke bahasa B sama dengan penerjemahan leksikal dari bahasa B ke bahasa A.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang penggunaan dan penerjemahan le pronom relatif yang diawali ce menurut penulis belum ada. Tyas Nur Annisa (2013) menulis skripsi berjudul Pronomina “On”: Analisis Makna dan Fungsi (Dalam Roman Thérèse Raquin Karya Émile Zola). Tyas meneliti tentang pronomina on dan menganalisis fungsi dan makna pronomina on dalam Thérèse Raquin.

Dalam tesisnya, Icuk Prayogi (2010) menulis tentang Klitik Pronomina dalam Bahasa Indonesia. Di dalam tesisnya tersebut Prayogi mengupas tentang klitik pronomina bahasa Indonesia, baik yang proklitik maupun enklitik.

Christoforus Tri Widjanarko Ontoseno (2000) menulis skripsi berjudul Pronomina Y dalam Bahasa Prancis dan Padanannya dalam Bahasa Indonesia.

(22)

Christoforus meneliti padanan ataupun penerjemahan apa saja pronomina ‘y’ bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia.

Selain itu ada pula penelitian yang menggunakan objek material novel La Peste. Bayu Nurwijaya (2007) menulis skripsi dengan judul Kesadaran, Perlawanan dan Kebebasan dalam La Peste dan Siti Jenar : Pendekatan Strukturalisme Gilles Deleuze. Penelitian yang ditulis Bayu adalah penelitian sastra yang mengangkat problem utama eksistensi manusia tentang kesadaran, perlawanan, dan kebebasan. Dan salah satu objek materialnya adalah novel La Peste.

Pada penelitian ini, akan lebih dititikberatkan pada penggunaan dan penerjemahan le pronom relatif yang diawali ce di dalam La Peste dan Sampar. Sejauh pengetahuan penulis, penelitian ini belum pernah ada, maka penelitian ini layak untuk dilanjutkan.

1.7 Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini ada tiga tahapan, yaitu: tahap pengumpulan data, analisis data, dan penyajian data. Dalam tahap pengumpulan data, data yang dipakai adalah novel La Peste karangan Albert Camus. Metode yang dipakai adalah metode simak dengan teknik catat. Data-data yang sudah terkumpul kemudian dicatat pada kartu data. Metode yang digunakan dalam menganalisis data ini adalah metode padan referensial, yaitu metode padan dengan alat penentu referen

(23)

atau bahasa; teknik analisis datanya menggunakan teknik lesap dan teknik ganti. Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal.

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : bab I yang berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode pengumpulan dan analisis data, dan sistematika penyajian; bab II berisikan pembahasan mengenai lpr yang diawali ce : penggunaannya di dalam kalimat atau wacana, jenis-jenis lpr yang diawali ce, dan juga penerjemahannya ke dalam bI; bab III berisi hasil kesimpulan dari penelitian ini dan juga saran untuk penelitian ini.

Gambar

Tabel 1 : Les Pronoms Relatifs
Tabel 2 : Ce qui
Tabel 3 : Ce que  avec antécédent  PROPOSITION
Tabel 5 : Ce + préposition + quoi

Referensi

Dokumen terkait

Pedagang (wholesaler) Perantara yang secara nyata mempunyai barang dagangan dan melakukan fungsi pemasaran di mana barang yang didagangkan dalam jumlah volume

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda mengerjakan latihan berikut ini!.. Ditinjau dari judul dan istilah perbandingan dalam ilmu

Dengan kata lain, yang dimaksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau

Tidak ada aset pajak tangguhan yang dibentuk untuk akumulasi rugi fiskal dan perbedaan temporer antara dasar pengenaan pajak aset atau liabilitas dengan

Oleh karena itu bagi pimpinan perusahaan agar dapat lebih membangkitkan dan mendorong semangat kerja karyawannya dengan cara memberikan penghargaan terhadap prestasi atau kinerja

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari rekam medik pasien, yaitu riwayat hipertensi, usia dan jenis kelamin pasien, serta data primer yaitu gambaran EKG

FM 2.4, 3.3, 4.3 Melakukan berbagai gerakan terkoordinasi secara terkontrol,seimbang dan lincah Anak mampu mengkoordinasikan tangan dan mata melalui kegiatan melipat KOG

Model EMQ cukup sensitif terhadap perubahan-perubahan parameter yang diberikan, mulai dari perubahan parameter panjang waktu produksi, penambahan biaya investasi,