• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN LAJU MAKAN SERTA EFISIENSI PROTEIN PADA POST LARVA UDANG WINDU YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG CACING LUR 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN LAJU MAKAN SERTA EFISIENSI PROTEIN PADA POST LARVA UDANG WINDU YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG TEPUNG CACING LUR 1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN LAJU MAKAN SERTA EFISIENSI

PROTEIN PADA POST LARVA UDANG WINDU YANG DIBERI

PAKAN MENGANDUNG TEPUNG CACING LUR

1

Basuki Rachmad dan Edy Yuwono

Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto 53123 Tel. O281-638784, email:edy@purwokerto.wasantara.net.id

ABSTRAK

Cacing lur (Nereis sp.) merupakan pakan alami udang windu (Penaeus monodon Fabricius). Dalam penelitian ini tepung cacing lur digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan remahan untuk post larva udang windu. Lima kelompok udang windu PL 20 masing-masing diberi pakan remahan yang mengandung tepung cacing lur dengan persentase 0%, 15%, 30%, 45% dan 60%. Pemberian pakan dilakukan terhadap kelompok hewan uji yang dirancang menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Pengamatan dilakukan terhadap bobot awal dan bobot akhir udang, konsumsi pakan dan kualitas air media pemeliharaan. Kandungan protein pakan dianalisis untuk perhitungan efisiensi protein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan persentase kandungan tepung cacing lur dalam pakan meningkatkan pertumbuhan dan pengambilan pakan, tetapi tidak meningkatkan konversi pakan dan efisiensi protein. Cacing lur memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan udang windu.

Kata kunci: Penaeus monodon, konversi pakan, pertumbuhan, efisiensi protein.

Pendahuluan

Cacing lur (Nereis sp.) secara alami banyak dijumpai di perairan payau di pantai utara Jawa. Cacing ini termasuk dalam kelas Polychaeta yang merupakan pakan alami bagi udang laut dari famili Penaeidae (Dall et al., 1990). Kandungan asam amino essensial pada cacing lur yang dibutuhkan oleh udang penaeid cukup memadai dan dilaporkan bahwa post larva (PL20) udang windu (Penaeus monodon Fabricius)yang diberi pakan cacing lur meningkat kelulusan hidupnya sampai 50% (Yuwono et al., 1995). Mysis udang windu dapat ditingkatkan kelulusan hidupnya sebesar 30% dengan pemberian pakan larva cacing lur (data belum dipublikasikan). Telah dilaporkan pula bahwa respon perilaku makan dan pertumbuhan juvenil udang galah

1

(2)

(Macrobrachium rosenbergii de Man) dapat ditingkatkan dengan pemberian pelet yang mengandung tepung cacing lur (Mujatmoko et al., 1995).

Potensi cacing lur untuk pakan udang didasarkan pada kandungan asam aminonya (Tabel 1.1.) maupun kinerjanya dalam memacu pertumbuhan udang terbukti cukup baik (Yuwono et al., 1995).

Tabel 1.1. Kandungan asam amino tepung cacing lur Nereis sp. (Yuwono et al., 1995)

ASAM AMINO % Threonine* 1,04 Serine 0,82 Asam glutamat 2,19 Proline 1,09 Glycine 0,86 Alanine 2,61 Valine* 2,05 Methionine* 3,23 Isoleucine* 0,90 Leucine* 3,60 Thyrosine 3,40 Phenylalanine* 5,24 Histidine* 1,04 Lysine* 7,71 Arginine* 2,67

*Asam amino esensial bagi udang Penaeidae (Dall et al., 1990).

Namun demikian pemanfaatannya masih terbatas sebagai pakan induk udang windu. Makalah ini melaporkan hasil penelitian penggunaan tepung cacing lur sebagai pakan post larva udang windu.

(3)

Materi dan Metode

Benih udang windu (Penaeus monodon) stadium post larva (PL) 15 diperoleh dari area tambak udang milik Haji Amaludin di Brebes, Jawa Tengah. Sebelum digunakan hewan percobaan diaklimasi di Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi UNSOED Purwokerto, Jawa Tengah selama 6 hari, sehingga pada saat percobaan dimulai benih udang windu tersebut telah mencapai stadium PL 20.

Pakan yang digunakan berupa pakan remahan (flake) yang mengandung tepung cacing lur dengan persentase 0%, 15%, 30%, 45% dan 60%. Cacing lur dikumpulkan dari kawasan perairan payau Desa Randusanga, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brenes, Propinsi Jawa Tengah. Kandungan tepung cacing lur disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan gizi tepung cacing lur Nereis sp.

SENYAWA % Air 5,63 Protein 56,29 Lemak 11,32 Serat kasar 1,19 Abu 14,34

Selain tepung cacing lur sebagai sumber protein juga digunakan tepung kedelai dan tepung terigu serta vitamin dan mineral premix. Pembuatan pakan dilakukan di Balai Budidaya Air Payau, Jepara, Jawa Tengah. Komposisi pakanadalah sebagai berikut:

Tabel 2.2. Komposisi bahan baku dalam pakan yang diberikan pada hewan percobaan.

Bahan Persentase bahan dalam pakan

Pakan A Pakan B Pakan C Pakan D Pakan E

Tepung cacing lur 0 15 30 45 60

Tepung kedelai 60 45 30 15 0

Tepung terigu 38 38 38 38 38

(4)

Hewan uji berupa udang windu PL 20 dipelihara dalam akuarium berisi air payau dengan salinitas 17-20 ppt yang telah disaring dan diendapkan dalam bak penampungan selama 24 jam dengan padat penebaran 5 ekor per 2 liter air. Sebelum digunakan akuarium percobaan disucihamakan dengan hipoklorin dan dibilas dengan tiosulfat.

Lima macam pakan yang dicobakan disusun menurut rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 15 akuarium percobaan. Pakan diberikan tiga kali sehari yaitu pada jam 07.00, 13.00 dan 19.00. Sisa pakan dikumpulkan dan ditiriskan pada kertas saring Whatman no. 40 dan disimpan dalam oven pada suhu 600 selama 48 jam sehingga kering dan kemudian ditimbang.

Pertumbuhan dihitung dengan mengukur bobot hewan uji menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 0,1 gram, pada awal percobaan, kemudian berturut-turut pada hari ke 5, 10, 15 dan 20. Pertambahan bobot (G) dihitung dengan mengurangi bobot hewan uji pada saat akhir penelitian (Wt) dengan bobot hewan uji pada awal penelitian (Wo), dengan rumus: G = Wt – Wo. Laju makan dihitung dengan menggunakan rumus menurut Haiqing & Xiqin (1994) sebagai berikut:

2 X intake pakan (gram) X 100 Laju makan =

Bobot basah (awal + akhir) (gram)

Efisiensi protein yaitu jumlah protein yang dimakan dan digunakan untuk meningkatkan bobot tubuh hewan uji dihitung menggunakan rumus menurut Jantrarotai et al. (1994) sebagai berikut:

Perolehan bobot basah (gram) Efisiensi protein =

Protein pakan yang dimakan (gram)

Data pertambahan bobot sebagai parameter pertumbuhan dianalisis sidik ragam dan uji beda nyata terkecil, sedangkan laju makan dan efisiensi protein dianalisis secara deskriptif (Sokal and Rohlf, 1981).

Kondisi media pemeliharaan dijaga dengan melakukan penyifonan menjelang pemberian pakan dan penggantian air sebanyak 20% per hari. Kualitas air dipantau dengan

(5)

mengukur suhu menggunakan termometer Celcius dua kali sehari pada pagi dan siang hari, pH menggunakan pH meter pada pagi dan siang hari, kandungan oksigen terlarut dengan metode Winkler setiap lima hari sekali, karbondioksida bebas menggunakan metode titrimetri setiap lima hari sekali dan salinitas menggunakan hand refractometer tiga kali sehari.

Hasil dan Pembahasan

Data pertambahan bobot sebagai parameter pertumbuhan dan hasil perhitungan konversi pakan serta efisiensi protein disajikan dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1. Pertumbuhan dan konversi pakan, udang windu PL 20 s/d PL40 yang diberi pakan remahan mengandung tepung cacing lur.

Parameter

Persentase tepung cacing lur dalam pakan

0% 15% 30% 45% 60% Bobot awal (gr) 0,33 0,34 0,33 0,33 0,34 Bobot akhir (gr) 0,42 0,52 0,60 0,56 0,57 Pertambahan bobot (gr) 0,09c 0,18b 0,27a 0,23ab 0,23ab Konversi pakan 4,87c 3,89b 3,08a 3,85b 3,88b Efisiensi protein 68d 80b 93a 78c 79bc Data dalam tabel yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot rata-rata benih udang windu PL 20 – PL 40 berkisar antara 0,09 gram sampai dengan 0,27 gram (Tabel 3.1). Pertambahan bobot benih udang uji meningkat dengan meningkatnya kandungan tepung cacing lur dalam pakan yang diberikan. Pada benih udang yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 15% pertumbuhannya berbeda nyata dari benih udang yang diberi pakan yang tidak mengandung tepung cacing lur. Pertumbuhan meningkat secara signifikan (P<0,05) pada benih udang yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 30% (Pakan C), tetapi tidak berbeda nyata dengan benih udang yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 45% (Pakan D) dan 60% (Pakan E).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat nilai optimal bagi persentase bahan sumber protein hewani dalam pakan udang windu untuk memacu pertumbuhannya. Menurut

(6)

Dall et al. (1990) udang Penaeidae bersifat opportunistic omnivorous dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan yang lebih tinggi ditemukan pada udang yang diberi pakan yang mengandung sumber protein hewani dengan persentase sama atau lebih tinggi dari kandungan sumber protein nabati yaitu yang diberi Pakan C, D dan E. Pada berbagai tingkat perkembangan larva P. monodon yang diberi pakan sumber protein hewani tinggi menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibanding larva hewan karnivora yang lebih banyak menggunakan energi yang diasimilasi untuk pemeliharaan tubuhnya (Kurmaly et al., 1989).

Konversi pakan berkisar antara 3,08 – 4,87 (Tabel 3.1). Data menunjukkan bahwa konversi pakan terbaik ditemukan pada benih udang yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing 30%. Pada kelompok perlakuan pakan tersebut konversi pakannya secara signifikan lebih baik dari konversi pakan pada benih udang pada kelompok perlakuan lainnya. Konversi pakan yang rendah menunjukkan mutu pakan yang baik. Pakan yang bermutu ditentukan oleh keseimbangan kandungan gizinya. Selain kandungan protein, lemak juga penting bagi pertumbuhan udang (Deshimaru, 1981). Telah dibuktikan bahwa kandungan lemak 15% dalam pakan dapat memacu pertumbuhan udang penaeidae (D’Abramo and Sheen, 1993).

Konversi pakan yang terbaik pada pakan yang mengandung proporsi sumber protein hewani dan nabati yang seimbang (Pakan C) pada eksperimen ini mengkonfirmasi pernyataan Dall et al. (1990) bahwa udang Penaeidae, termasuk Penaeus monodon, merupakan hewan omnivora oportunistik. Penurunan pertumbuhan dan konversi pakan pada substitusi protein nabati terhadap tepung ikan dimungkinkan karena ketidakseimbangan asam amino, khususnya defisiensi lysine dan methionine (Wee dalam Haiqing and Xiqin, 1994). Karena dalam percobaan ini digunakan tepung kedelai maka dimungkinkan juga terdapat adanya senyawa anti nutrisi dari kedelai yang merupakan inhibitor protease (Rackis dalam Grabner and Hofer, 1985) yang cukup tinggi pada Pakan A dan B.

Udang windu yang diberi pakan tanpa mengandung tepung caing lur menunjukkan efisiensi protein terendah yakni 68, sedangkan udang windu yang diberi pakan dengan kandungan tepung cacing lur 30% menunjukkan efisiensi protein yang tertinggi yaitu 93 (Tabel 3.1). Udang windu yang diberi pakan mengandung tepung cacing lur 15% secara signifikan lebih rendah dari efisiensi protein tertinggi, tetapi lebih tinggi dari efisiensi protein pada udang windu yang diberi pakan mengandung tepung cacing lur 45% (Pakan D). Menurunnya efisiensi protein pada Pakan D dimungkinkan karena menurunnya kualitas tepung cacing lur akibat

(7)

pemanasan. Daya cerna protein menurun akibat pemanasan sehingga menurunkan efisiensinya (Lan and Pan, 1992).

Hasil perhitungan terhadap pengambilan pakan (feed intake) dan laju makan disajikan dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pertambahan bobot basah, pengambilan pakan, laju makan dan efisiensi protein udang windu PL 20 s/d PL40 yang diberi pakan remahan mengandung tepung cacing lur.

Parameter

Persentase tepung cacing lur dalam pakan

0% 15% 30% 45% 60%

Pengambilan pakan 0,39c 0,68b 0,82a 0,85a 0,81a Laju makan 103,55d 157,66c 177,45bc 184,61a 178,28b Data dalam tabel yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05)

Pengambilan pakan (food intake) berkisar antara 0,39-0,85 gram (Tabel 3.2). Pengambilan pakan tertinggi ditemukan pada benih udang windu yang diberi pakan mengandung tepung cacing 30%. Pengambilan pakan pada kelompok hewan uji tersebut lebih tinggi secara nyata dari kelompok hewan uji yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 15% dan 0%. Tetapi peningkatan kandungan tepung cacing lur sampai dengan 60% dalam pakan tidak meningkatkan pengambilan pakan oleh benih udang windu. Pengambilan pakan dipengaruhi oleh daya tarik pakan yang ditentukan oleh kemoatraktan yang terkandung dalam pakan. Tepung cacing lur mengandung asam-asam amino yang merupakan kemoatraktan bagi udang antara lain glisin, alanin, serin, metionin, isoleusin, asam glutamat, valin, threonin dan lisin (Zimmer-Faust et al., 1984).

Laju makan pada benih udang windu yang diteliti berkisar antara 103,55 gram pada benih udang windu yang diberi pakan yang tidak mengandung tepung cacing lur dan 185,61 gram pada udang yang diberi pakan mengandung tepung cacing lur 45% (Tabel 2). Laju makan udang windu meningkat dengan meningkatnya kandungan tepung cacing lur (P<0,05), tetapi laju makan benih udang windu yang diberi pakan dengan kandungan tepung cacing lur 60% lebih rendah dari laju makan benih udang windu yang diberi pakan dengan kandungan tepung cacing lur 45% (P<0,05). Laju makan tertinggi ditemukan pada hewan uji dengan pengambilan pakan tertinggi, jadi laju makan juga dipengaruhi oleh keberadaan kemoatraktan. Bahkan pada

(8)

udang galah kemo atraktan tidak hanya meningkatkan laju makan tetapi juga meningkatkan pertumbuhan juvenil (Harpaz, 1997).

Kesimpulan

Pertumbuhan benih udang windu (Penaeus monodon) meningkat pesat pada kelompok hewan uji yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 30% dan penambahan persentase kandungan tepung cacing lur dalam pakan tidak meningkatkan pertumbuhan benih udang windu PL 20 – PL 40.Konversi pakan terbaik adalah pada benih udang windu yang diberi pakan yang mengandung tepung cacing lur 30% dan peningkatan persentase tepung cacing lur dalam pakan tidak memperbaiki konversi pakan. Efisiensi protein meningkat dengan meningkatnya kandungan tepung cacing lur dalam pakan sampai 30%, tetapi kemudian menurun pada kandungan tepung cacing lur 45 dan 60%. Laju makan benih udang windu meningkat dengan meningkatnya persentase tepung cacing lur dalam pakan, karena kandungan asam-asam amino yang merupakan kemoatraktan.

Daftar Pustaka

D’Abramo, R.L. and S.S. Sheen. 1993. Polyunsaturated fatty acid nutrition in juvenile Macrobrachium rosenbergii, Aquaculture, 115: 63-86.

Dall, W., B.J. Hill, P.C. Rithesberg and D.J. Sharples, 1990. The Biology of Penaeidae. Academic Press, London.

Deshimaru, O. 1981. Studies on nutrition and diet for prawn Penaeus japonicus. Memories of Kagoshima Prefecture Fisheries Experiment Station, 120: 109-118.

Grabner, M. and R. Hofer, 1985. The digestibility of the protein of broad bean and soya bean under in vitro condition simulating the alimentary tracts of rainbow trout and carp. Aquaculture, 48: 111-122.

Haiqing, S. and H. Xiqin. 1994. Effect of dietary animal and plant protein ratios and energy level on growth and body composition of bream. Aquaculture, 127: 189-196.

Jantrarotai, W.; P. Sitasit and S. Ragchapakdee, 1994. The optimum carbohydrate to lipid ratio in hybrid clarias catfish (C. macrocepalus X C. gariepinus) diets containing raw broken rice. Aquaculture, 127: 61-68.

Kurmaly, K., A. B. Yule and D. A. Jones, 1989. An energy budget for the larvae of Penaeus monodon (Fabricius), Aquaculture, 81: 13-25.

Lan, C.C. and B.S. Pan. 1993. In-vitro digestibility simulating the proteolysis of feed protein in the midgut gland of grass shrimp (Penaeus monodon), Aquaculture, 109: 59-70.

(9)

Mujatmoko, Soeminto, E. Yuwono dan U. Soesilo, 1995. Respon perilaku udang galah terhadap pakan berbahan baku berbeda, Majalah Ilmiah Biologi Biosfera 1(2): 10-16. Yuwono, E., N.R. Nganroo and A. Sahri, 1995. Kultur cacing lur dan pemanfaatannya untuk

Gambar

Tabel 1.1. Kandungan asam amino tepung cacing lur Nereis sp. (Yuwono et al., 1995)
Tabel 2.2. Komposisi bahan baku dalam pakan yang diberikan pada hewan percobaan.
Tabel 3.1. Pertumbuhan dan konversi pakan,  udang windu PL 20 s/d PL40 yang diberi pakan  remahan mengandung tepung cacing lur
Tabel  3.2.  Pertambahan  bobot  basah,  pengambilan  pakan,  laju  makan  dan  efisiensi  protein  udang  windu  PL  20  s/d  PL40  yang  diberi  pakan  remahan  mengandung  tepung  cacing lur

Referensi

Dokumen terkait

14 Tangga (SPP-IRT), pedomaan tersebut berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012Tentang

Sebagai mahasiswa program studi Akuntansi D-III Fakultas Vokasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk

pedagang pengepul yaitu Rp222,25/butir yang didapat dari harga jual telur itik dikurangi dengan harga beli telur dan biaya pemasaran telur, sedangkan keuntungan yang

Sikap pelaksanaan ibu hamil tentang imunisasi TT di BPM Sri Sulikah Desa Gogodeso Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar sebagian besar responden (58,8%) memiliki sikap

Tujuan : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan asupan gizi dengan inteligensi pada anak stunting usia 36 – 59 bulan di Kecamatan Sedayu

Service adapun andil dari masing-masing entitas tersebut dalam proses pembuatan Laporan Pendukung Aktiva Tetap diawali dengan Bagian Financial membuat PPA yang

Pemotong atau pemungut pajak adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri

Nullipara dan usia melahirkan anak pertama diatas 30 tahun dilaporkan dapat meningkatkan risiko perkembangan kanker payudara karena lebih lama terpapar dengan hormon