• Tidak ada hasil yang ditemukan

RJP KASUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RJP KASUS"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS ANESTESI

LAPORAN KASUS ANESTESI

SEORANG WANITA 43 TAHUN DENGAN CARDIAC ARREST ET SEORANG WANITA 43 TAHUN DENGAN CARDIAC ARREST ET

CAUSA NEOPLASMA OVARII CURIGA GANAS CAUSA NEOPLASMA OVARII CURIGA GANAS

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh : Disusun oleh : Marisa Citra Kinasih Marisa Citra Kinasih

22010116220395 22010116220395 Pembimbing : Pembimbing : dr. M. Faisal Hadiyanto dr. M. Faisal Hadiyanto

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGIANESTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG SEMARANG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN

 Nama Mahasiswa

 Nama Mahasiswa : Marisa Citra Kinasih: Marisa Citra Kinasih  NIM

 NIM : 22010116220: 22010116220395395 Bagian

Bagian : : Anestesiologi Anestesiologi RSDK RSDK / / FK FK UNDIPUNDIP Judul

Judul kasus kasus : : Seorang Seorang Pria Pria 43 43 Tahun Tahun Dengan Dengan Cardiac Cardiac Arrest Arrest EtEt Causa Neoplasma Ovarii Solid Curiga Ganas Causa Neoplasma Ovarii Solid Curiga Ganas Pembimbing

Pembimbing : dr. : dr. M. M. Faisal Faisal HadiyantoHadiyanto

Semarang, 10 April 2018 Semarang, 10 April 2018 Pembimbing Pembimbing dr. M. Faisal Hadiyanto dr. M. Faisal Hadiyanto

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

Cardiac arrest   atau yang biasa disebut dengan henti jantung adalah keadaan jantung berhenti berkontraksi secara mendadak sehingga tidakdapat memompa darah.1  Henti jantung merupakan salah satu kegawatan medik yang  paling utamadan sering dihadapi oleh staf medik. Henti jantung merupakan kejadian yang sering terjadi baik pada individu yang tidak memiliki penyakit  jantung maupun individu yang memiliki penyakit jantung.2  Setiap tahun tenaga medis gawat darurat menangani lebih dari 350.000 kasus henti jantung di Amerika.1

Cardiac arrest   dapat diatasi dengan resusitasi jantung paru.Resusitasi  jantung paru (RJP) merupakan bagian dari rangkaia n Basic Life Support  atau BLS (Bantuan Hidup Dasar/BHD). BLS sendiri adalah pertolongan pertama yang diberikan pada pasien henti jantung dan atau henti napas guna untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan atau pernapasan. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menyebabkan organ-organ vital tubuh tidak mendapat asupan oksigen yang adekuat sehingga mengalami kerusakan.Sekitar 4-6 menit apabila otak tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi dapat menyebabkan kerusakan hingga kematian.3 Apabila pasien henti jantung tidak segera diberikan RJP, maka kemungkinan pasien selama berkurang 10%-12% tiap menitnya.3 RJP ini dapat dilakukan oleh semua orang baik dokter, perawat, para medis dan juga orang awam untuk tindakan pertolongan pertama atau dasar.

RJP pada bantuan hidup dasar ini terdiri dari beberapa tindakan yaitu mengenali henti jantung atau henti napas, meminta bantuan, membuka dan membebaskan jalan napas, memberikan bantuan napas, dan mempertahankan sirkulasi darah dengan resusitasi jantung paru yang terdiri dari kompresi atau pijat  jantung luar dan ventilasi. Tindakan bantuan hidup dasar berbeda bagi Hospital Cardiac Arrest (HCA) dan Out of Hospital Cardiac Arrest (OHCA), hal ini tercantum dalam guideline yang dibuat American Heart Association (AHA). AHA telah mempublikasikan update terbaru panduan CPR   (Cardio Pulmonary

(4)

 Resuscitation) dan juga ECC  (Emergency Cardiovascular Care) bulan Oktober 2015.Rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedoman sebelumnya tidak aman atau tidak efektif, melainkan guna untuk menyempurnakan rekomendasi terdahulu.4

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui tentang,

- Definisi cardiac arrest , respiratory arrest, bantuan hidup dasar, dan resusitasi jantung paru

- Indikasi dan kontraindikasi dilakukan resusitasi jantung paru - Fase dan prosedur resusitasi jantung paru

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

 2.1.1 Cardiac Arrest

Cardiac arrest atau henti jantung adalah berhentinya aliran darah ke seluruh tubuh akibat kegagalan jantung dalam berkontraksi.5 Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan oksigen ke seluruh tubuh termasuk organ vital tidak dapat terpenuhi. Keadaan ini dapat dikembalikan seperti semula atau reversible, namun apabila tidak ditangani dalam  beberapa menit dapat menimbulkan kematian.5

Gejala dari cardiac arrest   sendiri meliputi hilangnya kesadaran, diikuti dengan tidak terabanya nadi di a.carotis dan gangguan napas atau bahkan sampai tidak ada napas.6 Beberapa orang dapat merasakan nyeri dada, sesak napas, atau mual muntah sebelum cardiac arrest  terjadi.6Adapun penyebab yang paling sering adalah penyakit jantung iskemik. Lebih dari 30% kasus pasien yang meninggal akibat cardiac arrest saat diotopsi otot jantungnya mengalami infark.7 Selain itu  penyebab yang termasuk sering adalah kelainan irama jantung termasuk didalamnya yaitu fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang.8

 2.1.2 Respiratory Arrest

 Respiratory arrest   adalah keadaan dimana hilangnya pernapasan spontan akibat kegagalan paru dalam menjalankan fungsinya. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa penyebab yaitu serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya. Dengan adanya respiratory arrest   maka pertukaran gas

(6)

terutama oksigen terganggu, sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ vital akibat tidak mendapatkan oksigen yang adekuat.9

Gejala-gejala pada respiratory arrest adalah sianosis (warna kebiruan akibat jaringan tersebut kekurangan oksigen) yang dimulai dari ekstremitas, kalau tidak diatasi dalam hitungan menit dapat menyebabkan cardiac arrest , dan selain itu dapat menyebabkan pasien kehilangan kesadaran.10

2.1.3 Bantuan Hidup Dasar

Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan beragam tindakan emergensi yang tidak invasif guna membantu keselamatan pasien yang gawat darurat. Macam-macam tindakan yang termasuk dalam BHD adalah resusitasi jantung paru, kontrol perdarahan, imobilisasi spinal, dan pertolongan dasar pertama. Tindakan resusitasi jantung paru yang awal (termasuk menggunakan AED atau Automatic External Defibrillator) dalam BHD sangat signifikan dalam mempengaruhi tingkat keselamatan pasien sehingga bisa mendapatkan tatalaksana yang lebih lanjut.11

2.1.4 Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan bagian dari kumpulan tindakan yang ada di BHD, terdiri dari kompresi jantung atau pijat  jantung luar dan ventilasi buatan (dapat dengan menggunakan alat atau tanpa menggunakan alat yaitu dengan mouth to mouth). Hal ini guna mengembalikan fungsi sirkulasi spontan dan napas spontan, tetapi kalau dengan RJP saja tidak memungkinkan untuk membuat jantung kembali berdetak, melainkan RJP dapat mempertahankan kebutuhan oksigen ke otak dan organ lain. Sehingga dapat dilakukan tatalaksana lanjutan untuk mencapai fungsi sirkulasi dan pernapasan kembali.4,12

Dalam resusitasi jantung paru berdasarkan AHA 2015 ada yang dikatakan sebagaihigh quality CPR, yaitu: 4,12

 Frekuensi kompresi sebanyak 100-120 kali/menit,  Kedalam kompresi sedalam 5-6 cm

(7)

 Memberikan kesempatan dada untuk recoil sempurna

 Minimal interupsi (selesai 5 siklus, evaluasi perabaan a. Carotis dan pernapasan maksimal 10 detik)

 Mencegah hiperventilasi (1 siklus terdiri dari 30 kali kompresi dan 2 kali ventilasi buatan).

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi RJP

Tanpa bantuan hidup dasar (Resusitasi Jantung Paru) kemungkinan korban untuk bertahan hidup berkurang antara 10-12% /menit, dengan bantuan hidup dasar (Resusitasi Jantung Paru) kemungkinan korban untuk bertahan hidup  bertambah antara 3-4% /menit sampai dilakukan defibrilasi.13Indikasi RJP

yaitu :

 Henti napas (apneu): henti napas primer, jantung dapat terus memompa darah selama beberapa menit, dan sisa O2 yang ada di dalam paru dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini  pada korban dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat

mencegah henti jantung.4

 Henti jantung (cardiac arrest ): henti jantung primer, oksigen tidak beredar dan oksigen yang tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa menit.4

Sedangkan kontraindikasi dilakukan RJP yaitu :  DNR ( Do Not Resuscitate).

 Tidak ada manfaat fisiologis karena fungsi organ vital sudah tidak dapat dikembalikan lagi.

 Ada tanda kematian (rigor mortis atau kaku mayat, lebam).

2.3 Fase dan Prosedur RJP

Resusitasi jantung paru memang merupakan bagian dari bantuan hidup dasar, tetapi pada resusitasi jantung paru ini terdiridari 3 fase yang penting yaitu :

(8)

 Bantuan Hidup Dasar (BHD)  Prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan napas, henti napas dan henti jantung, dan  bagaimana melakukan RJP secara benar, yaitu terdiri dari :

o A ( Airway)

Menjaga jalan napas tetap terbuka. Airway  diperiksa dengan cara membuka mulut pasien, dilihat apakah ada  benda asing, darah, cairan yang mengganggu jalan napas, membersihkan dengan two finger swipe (look, listen, and  feel), bisa juga dengan mengajak pasien bicara apabila bisa

menjawab dengan baik maka airway baik.

Pasien tidak sadar tonus otot menghilang sehingga lidah akan jatuh sehingga menutup jalan napas. Manuver untuk membebaskan jalan napas yaitu triple airway maneuver   yang terdiri dari head tilt, chin lift, dan  jaw thrust .

 Head tilt

 – 

 chin lift dilakukan dengan cara meletakkan tangan penolong di atas kening pasien dan dagu pasien, kemudian kepalanya ditengadahkan ke atas. Tindakan ini tidak diperbolehkan untuk pasien yang mengalami cedera servikal (leher), karena dapat memperparah cedera servikal tersebut.

(9)

Jaw thrust dilakukan pada pasien terlentang dengan cara meletakkan jari indeks dan jari tengah kedua tangan di  posterior mandibula kemudian didorong kearah atas, sedangkan jempol kedua tangan mendorong dagu untuk membuka jalan napas. Tindakan ini mencegah lidah untuk  jatuh kebelakang.

Gambar 2. Jaw thrust

o B( Breathing ):Ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat. Untuk menilai pernapasan korban dilakukan 3 cara:

Look   melihat gerakan dada apakah mengembang atau tidak, simetris atau tidak, ada gerak paradoksal atau tidak. Listen mendengarkan suara napas korban ada atau tidak. Feel   merasakan hembusan napas korban pada mulut/hidung ada atau tidak.

Gambar 3. Breathing evaluation

Apabila tidak ada napas, maka dilakukan ventilasi buatan dengan tanpa alat (mulut ke mulut, atau mulut ke hidung)

(10)

atau dengan alat (mulut ke sungkup). Frekuensi yang diberikan yaitu 1 siklus 2 kali ventilasi (sebelum terpasang endotracheal tube), namun apabila sudah terpasang endotracheal tube, frekuensinya 12-16 kali/menit.

o C (Circulation) : Mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru. Sebelum melakukan kompresi jantung luar, lakukan perabaan a.carotis terlebih dahulu selama maksimal 10 detik.

Gambar 4. Perabaan a.carotis.

Apabila tidak teraba nadi barulah dilakukan kompresi jantung luar / kompresi dada. Kompresi dada terdiri dari pemberian tekanan yang teratur dan kuat di sternum bagian tengah bawah. Kompresi ini akan menciptakan aliran darah dengan cara meningkatkan tekanan intrathorakal dan secara langsung menekan  jantung. Hal ini menimbulkan aliran darah dan oksigen menuju miokardium dan otak. Kompresi dada yang efektif  penting untuk menyediakan aliran darah selama RJP. Karena alasan ini semua penderita henti jantung harus mendapatkan kompresi dada.

Langkah dalam melakukan kompresi dada luar yaitu pasien hendaknya terlentang pada permukaan yang keras bila

(11)

kompresi dada luar dilakukan. Penolong berlutut di samping pasien dan meletakkan pangkal sebelah tangannya di atas tengah pertengahan bawah sternum. Tangan  penolong yang lain diletakkan di atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum korban, penolong memberikan tekanan vertikal ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 5-6cm. Setelah kompresi harus ada relaksasi (rekoil sempurna dari dada) untuk memberi kesempatan jantung terisi darah kembali sebelum kompresi berikutnya.

Kecepatan kompresi dada yaitu mulai 100-120 kali per menit. Penolong seharusnya mencoba untuk mengurangi gangguan yang terjadi selama kompresi untuk memaksimalkan jumlah kompresi yang diberikan tiap menit.

Gambar 5. Kompresi dada / pijat jantung luar.  Bantuan Hidup Lanjut Bantuan hidup dasar ditambah dengan:

o D (Drugs and fluids) : pemberian obat-obatan termasuk cairan. Obat utama yang diberikan pada RJP adalah epinefrin / adrenalin dengan dosis 0,5 –  1 mg IM.

o E (ECG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai RJP, untuk mengetahui apakah

(12)

ada fibrilasi ventrikel, ventrikel takikardi, asistole atau  pulseless electrical activity.

Gambar 6. Ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi.

Gambar 7. Irama Asistol

o F (Fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Hal ini diatasi dengan menggunakan AED (Automated External Defibrilation). Setelah mengaktifkan emergency response system, penolong yang seorang diri harus mencari AED (bila AED dekat dan mudah didapatkan) dan kemudian kembali ke penderita untuk memasang dan menggunakan AED. Penolong lalu memberikan CPR berkualitas tinggi. Bila terdapat dua atau lebih penolong, seorang penolong harus segera memberikan kompresi dada sedangkan penolong kedua mengaktifkan emergency response system dan mengambil AED (atau

(13)

defibrillator manual pada kebanyakan rumah sakit). AED harus digunakan secepat mungkin dan kedua penyelamat harus memberikan RJP dengan kompresi dada dan ventilasi. Irama jantung yang dapat dishock dengan AED yaitu ventrikel takikardi atau ventrikel fibrilasi.

Gambar 9. Automatic External Defibrilation  Bantuan Hidup Jangka Panjang

o G (Gauging) : pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari  penyebabnya dan kemudian mengobatinya.

o H (Human Mentation) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan  perikemanusiaan.

o I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernapasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.

(14)

Berikut adalah algoritma BLS untuk serangan Jantung berdasarkan AHA 2015:

(15)

Berikut adalah algoritma ACLS untuk serangan J antung berdasarkan AHA 2015:

(16)

Urutan dalam melakukan RJP:

1. 3 A (Amankan lokasi, Amankan penolong dengan menggunakan alat  pelindung diri, Amankan pasien).4

2. Cek kesadaran pasien dengan cepat dengan menggunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive).4

a. Alert : pasien atau korban dalam keadaan sadar tanpa rangsang apapun.

 b. Verbal : pasien memberikan respon saat dipanggil (rangsang verbal).

c. Pain : pasien baru memberikan respon dengan rangsang nyeri (bisa dengan menepuk bahu dengan kuat, menekan sternum, menekan glabela, atau menekan pangkal kuku).

d. Unresponsive : pasien tidak merespon walaupun sudah dirangsang verbal dan nyeri.

3. Cek nadi a.carotis dan napas selama maksimal 10 detik. Apabila ada denyut nadi tetapi tidak ada napas maka diberikan bantuan napas / ventilasi buatan saja. Apabila tidak ada denyut nadi a.carotis dan tidak ada napas maka harus dilakukan kompresi dada dan ventilasi buatan. Pada kondisi cardiac arrest yang diutamakan adalah circulation karena gangguan utama terletak di  jantung, oleh karena itu urutan primary survey berubah dari A-B-C menjadi

C-A-B (berdasarkan AHA 2015).4

4. Memberikan kompresi jantung + napas buatan (30 : 2)

Kompresi dada dimulai sesegera mungkin apabila tidak ada denyut nadi, sedangkan tindakan mengatur posisi kepala, mendapatkan lapisan penutup untuk bantuan napas dari mulut ke mulut atau memasang masker akan memakan waktu. Perbandingan kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30 kali dibandingkan 2 kali (1 siklus) dan dilakukan sebanyak 5 siklus atau selama 2 menit.4

5. Evaluasi nadi a.carotis dan napas setiap 2 menit atau setiap selesai 5 siklus kompresi dada dan ventilasi buatan. Periksa apakah terdapat denyut nadi dan napas spontan atau batuk.

(17)

6. Jangan hentikan kompresi dada dan ventilasi buatan 30:2 sampai ada indikasi stop RJP. Indikasi stop RJP adalah :4

a. Kembalinya sirkulasi dan ventilasi spontan (ROSC)  b. Pasien dirawat kepada yang lebih berwenang

c. Telah ada tanda-tanda kematian yang irreversibel (refleks muntah (“gag reflex”), serta pupil tetap dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, tidak ada aktifitas listrik jantung (asistole) selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal, ini menandakan mati jantung).

d. Penolong kelelahan atau keselamatan penolong terancam

e. Jika 30 menit setelah ACLS yang adekuat tidak ada tanda-tanda kembalinya sirkulasi spontan (asistole yang menetap), bukan intoksikasi obat atau hipotermia.

Tabel 1. High quality CPR (Cardiopulmonary Resuscitation).4

Circulation support   merupakan langkah untuk pengenalan tidak adanya denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung,  penghentian perdarahan dan posisi untuk  shock. Circulation support 

digambarkan melalui :

(18)

Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah. Keadaan hipotensi pada pasien trauma harus dianggap hipovolemi sampai terbukti tidak. Ada tiga tanda klinis yang dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu:

o Tingkat kesadaran

Volume darah yang turun menyebabkan perfusi otak berkurang, sehingga mengakibatkan kesadaran menurun.

o Warna kulit

Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah  pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan

tanda hipovolemia. o  Nadi

Pemeriksaan nadi besar dilakukan di a.femoralis atau a.karotis (kiri-kanan), yang diperiksa adalah kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volemia (bila tidak minum obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, walaupun ada kemungkinan penyebab yang lain. Kecepatan nadi yang normal  bukan jaminan bahwa normovolemia, bisa saja merupakan fase kompensasi dari syok hipovolemik. Nadi yang tidak teratur  biasanya merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya  pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya

resusitasi segera.  b. Perdarahan

Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara ( pneumatic splinting device) juga dapat digunakan untuk mengontrol  perdarahan. Sumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur dari tulang panjang,

(19)

retro- peritoneal akibat fraktur pelvis atau sebagai akibat daari luka tembus dada/perut.

Penilaian lain yaitu tanda-tanda henti jantung. Tanda-tanda henti jantung adalah:

- Kesadaran hilang (dalam waktu 15 detik setelah henti jantung)

- Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)

- Henti napas atau gangguan napas seperti gasping 

- Terlihat seperti mati (death like appearance), warna kulit pucat, pupil dilatasi (45 detik setelah henti jantung). Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar.4

(20)

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien  Nama : Ny. K

Umur : 43 tahun 3 bulan Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Ruang : Label Merah IGD RSUP dr. Kariadi  No. CM : C688281

Tgl masuk : 7 April 2018 3.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan keluarga pasien pada tanggal 7 April 2018 pukul 06.25

3.2.1 Keluhan Utama:

Rujukan Spesialis Kandungan dengan tumor ovarium curiga ganas 3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

+ 1 tahun SMRS, pasien mengeluh perut membesar. Perut dirasakan membesar terus menerus disertai rasa nyeri. Saat ini  pasien merasa sesak (+), perut terasa penuh (+), BAB (-),  penurunan BB (+), dan BAK dengan memakai selang.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat penyakit tekanan darah tinggi disangkal  Riwayat asma disangkal

 Riwayat penyakit jantung disangkal

 Riwayat operasi sebelumnya (+) kandungan  Riwayat alergi disangkal

 Riwayat trauma sebelumnya disangkal 3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal  Riwayat asma disangkal

(21)

 Riwayat penyakit jantung disangkal

 Riwayat penyakit kencing manis disangkal

 Riwayat penyakit kanker disangkal

3.2.5 Riwayat Psikososial

Merokok (-)

Konsumsi Alkohol (-)

3.2.6 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pensiunan. Biaya pengobatan: JKN Non PBI. Kesan : sosial ekonomi cukup.

3.3 Pemeriksaan Fisik

(pada tanggal 9 April 2018 di Label Merah IGD RSUP dr. Kariadi, pukul 06.25)

3.3.1 Keadaan Umum

Tidak sadar, henti jantung dan henti napas, terpasang infus RL.

3.3.2 Survey Primer

Airway : clear

Breathing : tidak ada napas spontan

Circulation : tekanan darah tidak terukur, nadi tidak terukur

3.3.3 Pengkajian Berkaitan dengan Kegawatan

Jalan napas : paten

Pernapasan : henti napas

Sirkulasi : gangguan hemodinamik  Nyeri : tidak nyeri

Kondisi mental :

-3.4 Pemeriksaan Penunjang

 USG Abdomen: massa inhomogen besar pada cavum pelvis sampai

cavum abdomen, suspek massa residif tumor padat ovarium

(22)

3.5 TINDAKAN LIFE SAVING A. Resusitasi Jantung Paru

  Nama Tindakan : Resusitasi Jantung Paru  Diagnosis Banding : Cardiac arrest

 Dasar Diagnosis : Pemeriksaan fisik dan penunjang  Indikasi Tindakan : Henti jantung

 Tata Cara : Sesuai prosedur  Tujuan : Bantuan hidup lanjut  Risiko : Patah tulang, kematian  Komplikasi : Patah tulang

 Prognosis : Dubia

 Alternatif & Risiko : Tidak ada

(23)

7 April 2018 01.00

Pasien di bawa ke RSUP Dr. Kariadi atas rujukan dokter spesialis kandungan RSUD Batang dengan diagnosis NOS curiga ganas

Survey Primer Label Kuning Obsgyn: Airway: clear

Breathing: patent Circulation: stabil

Tatalaksana yang diberikan:

 Perbaikan KU

 Oksigen 3 lpm nasal kanul

 Infus RL 20 tpm

 Melengkapi pemeriksaan:

- Cek darah rutin, GDS, ur/cr, LDH, AFP, albumin, elektrolit - USG ginekologi - MSCT abdomen dengan kontras - Papsmear

(24)

S: Pasien apneu

O: tekanan darah sulit dinilai, Nadi tak teraba, apneu A: gagal napas

P: Refer ke label merah

S: pasien mengeluh sesak semakin berat

O: tampak sesak, TD: 100/80, HR: 110X/menit, RR: 32x/menit, T: 36,7 derajat celcius

A: NOS curiga ganas, ascites, observasi dispneu, hipoalbumin

P: Oksigen 4 lpm nasal kanul, posisi semi fo wler,  pengawasan KU

7 April 2018 pukul 06.00

Datang dari label kuning Obsgyn, Pasien mengalami Cardiac Arrest. Dilakukan RJP pada  pasien.

7 April 2018 pukul 06.25

(25)

Tindakan Monitoring hasil tindakan

(Jam 06.25 WIB)

Cek kesadaran  pasien tidak sadar Cek Nadi Karotis tidak ada

Cek napas tidak ada A: cardiac arrest

P: Edukasi keluarga kondisi pasien 

keluarga setuju RJP

Melakukan RJP + bagging injeksi epinephrine 10 ampul TD: tidak terukur HR: 0 x/menit RR: 0x/menit SpO2:-(Jam 06.30 WIB)

Cek kesadaran  pasien tidak sadar Cek Nadi Karotis lemah

A: cardiac arrest

P: RJP dilanjutkan + bagging + epinephrine Rekam EKG TD: tidak terukur HR: 0 x/menit RR: 0x/menit SpO2: -Pupil midriasis 5 mm / 5 mm (Jam 06.35 WIB)

Cek kesadaran  pasien tidak sadar Cek Nadi Karotis tidak ada

EKG Asistole A: cardiac arrest

P: Pasien dinyatakan meninggal di hadapan keluarga dan perawat

TD: tidak terukur HR: 0x/menit RR: 0x/menit SpO2: -Pupil midriasis 5 mm / 5 mm EKG: asistole Gag reflex :

(26)

-BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien perempuan usia 43 tahun dengan Neoplasma Ovarii Solid Curiga Ganas dirujuk dari RSUD Batanh ke RSUP dr. Kariadi. Tanggal 7 April 2018 pukul 01.00, pasien masuk ke label kuning Obsgyn IGD RSUP dr. Kariadi, hasil pemeriksaan fisik di IGD label merah didapatkan TD: 100/80 mmHg, Nadi : 110x/menit, RR : 32x / menit, Suhu : 36,6oC. Pada pukul 06.25,  pasien mengalami gagal napas dan tekanan darah sulit dinilai kemudian pasien dibawa ke label merah. Pasien mengalami henti jantung (hal ini diperiksa melalui  perabaan nadi karotis selama 10 detik dan mengevaluasi pernapasannya). Tatalaksana yang dilakukan segera adalah melakukan resusitasi jantung paru (RJP) sebanyak 5 siklus (1 siklus terdiri dari 30 kali dekompresi dan 2 kali  pemberian napas buatan melalui bag valve mask ) atau selama 2 menit kemudian

dievaluasi perabaan a.carotisnya. Tetapi tidak ada nadi yang terasa dari perabaan a.carotis, sehingga masuk adrenalin 0,6 mg iv (tiap 3-5 menit. RJP tetap dilanjutkan selama 2 menit, dan injeksi adrenalin ke-2 dilakukan kemudian dievaluasi lagi perabaan a.carotis selama 10 detik.

Pada pukul 06.30, kesadaran dan nadi karotis pasien dievaluasi kembali. Pasien masih tidak sadar, nadi karotis pasien tidak teraba, dan EKG pasien menunjukkan irama PEA. Pada pukul 21.00, pasien dievaluasi. Pasien masih tidak sadar dan nadi karotis pasien tidak teraba, sehingga RJP masih tetap dilanjutkan.

Pada pukul 06.45, pasien dievaluasi. Pasien masih tidak sadar, tidak ada napas, pupil midriasis maksimal dan nadi karotis pasien tidak teraba. EKG menunjukkan asistole. Kemudian pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan perawat.

(27)

BAB V PENUTUP

Simpulan

1. Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan atau pernapasan pada henti jantung (cardiac arrest) dan atau henti napas (respiratory arrest) dengan bantuan kompresi dada dan ventilasi buatan.

2. Indikasi dilakukan resusitasi jantung paru adalah henti napas dan henti  jantung, kontraindikasi absolut adalah DNR.

3. Fase pada resusitasi jantung paru ada 3 yaitu bantuan hidup dasar, bantuan hidup lanjut dan bantuan hidup jangka lama.

4. High quality CPR menurut Guideline American Heart Asosiation (AHA) 2015, terdiri dari kecepatan penolong melakukan kompresi dada yaitu 100 hingga 120kali/menit. , kedalaman kompresi haruslah 5 cm - 6 cm, memberi kesempatan dada untuk recoil   sempurna, minimal interupsi (dengan melakukan 5 siklus RJP terlebih dahulu barulah melakukan evaluasi dalam 10 detik), mencegah terjadinya hiperventilasi (dengan cara 30 kali kompresi lalu 2 kali nafas buatan).

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1.  About Cardiac Arrest   [Internet]. American Heart Association, 10 Maret 2017.

http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/CardiacArrest/About -Cardiac-Arrest_UCM_307905_Article.jsp#.WM_GSTt97IU.  Diakses tanggal 30 September 2017.

2. Henti Jantung [Internet]. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.

http://www.inaheart.org/education_for_patient/2015/5/7/henti_jantung. Diakses tanggal 30 September 2017.

3. Latief S, Suryadi K, Dachlan R. Petunjuk praktis anestesiologi edisi 2. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2007.

4. Hazinski M, dkk. Fokus Utama Pembaruan Pedoman  American Heart  Association  2015 untuk CPR dan ECC.  American Heart Association;

2015.

5. What Is Sudden Cardiac Arrest? [Internet]. NHLBI. June 22, 2016. https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/scda. Diakses  pada 30 September 2017.

6. What Are the Signs and Symptoms of Sudden Cardiac Arrest?

[Internet]. NHLBI. June 22, 2016.

https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/scda/signs.  Diakses  pada 30 September 2017.

7.  Eisenberg MS, Mengert TJ. Cardiac resuscitation. N. Engl. J. Med. 344 (17): 1304 – 1; 2001.

8. Hazinski M, et all. 2010 Hand book of emergency cardiovaskular care for healthcare provider. Chicago: American Heart Association. 2010.

9. Donoghue AJ, Berg RA, Nadkarni V.  Pediatric resuscitation. In: Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, et al., eds. Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders: chap 10; 2014.

(29)

10. Ward KR, Kurz MC, Neumar RW.  Adult resuscitation. In: Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, et al., eds.  Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders: chap 9; 2014.

11. Eisenberg MS, Psaty BM. Defining and Improving Survival Rates from Cardiac Arrest in US Communities. JAMA 301:860 – 862; 2009.

12. Neumar, RW; Shuster, M; Callaway, CW; Gent, LM; Atkins, DL; Bhanji, F; Brooks, SC; de Caen, AR; Donnino, MW; Ferrer, JM; Kleinman, ME; Kronick, SL; Lavonas, EJ; Link, MS; Mancini, ME; Morrison, LJ; O'Connor, RE; Samson, RA; Schexnayder, SM; Singletary, EM; Sinz, EH; Travers, AH; Wyckoff, MH; Hazinski, MF. Part 1: Executive Summary: 2015 American Heart Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 132 (18 Suppl 2): S315 – 67; 2015.

13. Comittee on Trauma Advanced Trauma Life Supportfor doctor’s 7th edition. Chicago. American College of Surgeon Committee on Trauma. 2004.

Gambar

Gambar 1. Head tilt  dan Chin lift 
Gambar 4. Perabaan a.carotis.
Gambar 5. Kompresi dada / pijat jantung luar.
Gambar 6. Ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dilakukan untuk menangani kasus kegawatdaruratan henti jantung apabila terjadi pada siswa di sekolah yaitu Diberikan Bantuan Hidup Dasar (BHD) seperti

Secara umum, pada survei di Brazil, hanya sedikit responden yang mengetahui tentang bantuan hidup dasar (RJP) dan diperlukan pelatihan yang terus-menerus..

Sebelum dan setelah dilakukan pelatihan, tingkat motivasi menolong korban henti jantung pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak mengalami perubahan yang bermakna

Nama Pembuat Yenita Agus, M.Kep., Sp.Mat, PhD Institusi/Bagian PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.. Saat ini klien masih dalam observasi di ruang

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2014) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transaksional

Penelitin ini dilakukan dengan memanfaatkan objek kajian karya sastra, yaitu novel grafis Warna Tanah karya Kim Dong Hwa. Sesuai dengan permasalahan dan tujuan

3pabila ada permasalahan yang mendesak yang terjadi dalam keluarga biasanya  :y. *api bila masalah antara suami istri biasanya dibicarakan dahulu antara meeka saja, tapi bila tidak