Penanggung Jawab:
Kapuslit Metalurgi – LIPI
Dewan Redaksi :
Ketua Merangkap Anggota:
Ir. Ronald Nasoetion, MT
Anggota:
Dr. Ir. Rudi Subagja Dr. Ir. F. Firdiyono Dr. Agung Imadudin Dr. Ika Kartika, MT Ir. Yusuf
Ir. Adil Jamali, M.Sc (UPT BPM – LIPI) Prof. Riset. Dr. Ir. Pramusanto (Puslitbang TEKMIRA)
Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi, DEA (UI) Dr. Ir. Sunara, M.Sc (ITB)
Sekretariat Redaksi:
Pius Sebleku, ST Tri Arini, ST
Arif Nurhakim, S.Sos
Penerbit:
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI
Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Gedung 470
Telp: (021) 7560911, Fax: (021) 7560553
Alamat Sekretariat:
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI
Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Gedung 470
Telp: (021) 7560911, Fax: (021) 7560553 E-mail : metalurgi_magz@yahoo.com Majalah ilmu dan teknologi terbit berkala setiap tahun, satu volume terdiri atas 3 nomor.
VOLUME 26 NOMOR 2, AGUSTUS 2011 ISSN 0126 – 3188
AKREDITASI : SK 187/AU1/P2MBI/08/2009
Pengantar Redaksi ………. xv Pembuatan Batang Pelet La Abstrak ………..xvii
2-2xSr1+2xMn2O7 Sebagai Bahan Penumbuh Kristal Tunggal
Perekayasaan Alat Simulasi Reduksi Pelet Bijih Besi Berkarbon Agung Imaduddin ………53
Peranan Unsur Refraktori didalam Nickel-Based Superalloys : Suatu Review
Edi Herianto, Yusuf, Arifin Arif………59
Efendi Mabruri ……….……..67 Peluang Penelitian untuk Memperbaiki Teknologi Proses untuk Mengolah Bijih Nikel Laterit Kadar Rendah Indonesia
Percobaan Pengerasan Permukaan Komponen Gerus Attrition Mill Puguh Prasetiyo ………..79
Fabrikasi Nanorod Seng Oksida (ZnO) Menggunakan Metode Sol-Gel dengan Variasi Konsentrasi Polyethylene Glycol dan Waktu Tunda Evaporasi Amonia
Yusuf dan Iwan Dwi Antoro ...………..93
Optimasi Proses Pelapisan Anodisasi Keras pada Paduan Aluminium
Akhmad Herman Y dan Hasriardy D ...101
Eka Febriyanti ………...109 Indeks
Pengantar Redaksi
| xv
PENGANTAR REDAKSI
Syukur Alhamdulillah Majalah Metalurgi Volume 26 Nomor 2, Agustus 2011 kali ini
menampilkan tujuh buah tulisan.
Tulisan pertama hasil penelitian disampaikan oleh Agung Imaduddin berjudul ”
Pembuatan Batang Pelet La
2-2xSr
1+2xMn
2O
7Tulisan terakhir oleh Eka Febriyanti, yang berjudul “Optimasi Proses pelapisan
Anodisasi Keras pada Paduan Aluminium”.
Sebagai Bahan Penumbuh Kristal Tunggal”.
Selanjutnya Edi Herianto, Yusuf dan Arifin Arif tentang ”
Perekayasaan Alat Simulasi
Reduksi Pelet Bijih Besi Berkarbon”. Efendi Mabruri menulis tentang ”
Peranan Unsur
Refraktori didalam Nickel-Based Superalloys : Suatu Review”. Puguh Prasetiyo menulis
tentang ”
Peluang Penelitian untuk Memperbaiki Teknologi Proses untuk Mengolah Bijih
Nikel Laterit Kadar Rendah Indonesia”. Yusuf dan Iwan Dwi Antoro menulis tentang ”
Percobaan
Pengerasan Permukaan Komponen Gerus Attrition Mill”. Berikutnya Akhmad
Herman Yuwono dan Hasriardy Dharma menulis tentang ” Fabrikasi Nanorod Seng Oksida
(ZnO) Menggunakan Metode Sol-Gel dengan Variasi Konsentrasi Polyethylene Glycol dan
Waktu Tunda Evaporasi Amonia”.
Semoga penerbitan Majalah Metalurgi volume ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan dunia penelitian di Indonesia.
Abstrak
| xvii
METALURGI(Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 207.7
Agung Imaduddin (Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI ) Pembuatan Batang Pelet La2-2xSr1+2xMn2O7
Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Sebagai Bahan Penumbuh Kristal Tunggal
Bahan Mn oxide telah lama diketahui mempunyai sifat magnetoresistance yang besar. Untuk dapat mempelajari sifat fisika dari electronnya, diperlukan kristal tunggal dengan kualitas yang tinggi. (La, Sr)1+nMnnO3n+1 (n=2) yang mempunyai lapisan Mn-O yang berdekatan 2 lapis, mempunyai sifat magnetoresistance yang terbesar dibandingkan grup n = 1, maupun n = ∞.Pada tulisan kali ini, kami akan melaporkan hasil data kami ketika membuat batang pellet yang nantinya akan dipakai sebagai bahan penumbuh kristal tunggal. Kami akan menyampaikan data mengenai pembuatan batang pellet ini dengan analisa DTA / DTG (Differential Thermal Analysis/ Differential Thermal Gravimetry), dan XRD (X ray diffraction)
Kata kunci : La2-2XSr1+2XMn2O7
Mn oxide has long been known having a large magneto resistance properties. In order to study the physical properties of the electron, high quality of single crystal is required. (La, Sr)
, Superkonduktor, Kristal tunggal, DTA/DTG
1 + nMnnO3n +1 (n = 2) which has two
layers of Mn-O, has the largest magneto resistance properties in comparison with group n = 1, and n = ∞. In this research, manufacturing of pellet rod that will be used as a raw material for growing single crystal is studied. Then, pellet rod product is analyzed by using DTA/DTG (Differential Thermal Analysis/Differential Thermal Gravimetry) dan XRD (X-Ray Diffraction).
xviii | Majalah Metalurgi, V 26.2.2011, ISSN 0126-3188
METALURGI (Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 302.2
Edi Herianto, Yusuf, Arifin Arif (Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI ) Perekayasaan Alat Simulasi Reduksi Pelet Bijih
Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Sumber daya bijih besi Indonesia ada tiga tipe seperti besi laterit yang paling potensial, diikuti oleh pasir besi dan terakhir besi metasomatik. Dilihat dari langkanya batubara antrasit dan berlimpahnya bituminus /sub bituminus di Indonesia serta sifat viskositas slag dari pasir besi tampaknya proses reduksi langsung) untuk mendapatkan besi spons (sponge iron) adalah proses pengolahan yang lebih sesuai bagi semuanya.Terkait dengan itu telah dilakukan perencanaan pembuatan tungku reduksi dengan umpan berupa pellet bijih bercampur dengan batubara. Faktor utama dalam proses perencanaan ini adalah kapasitas (skala lab) dan bentuk tungku. Diantara bermacam tungku yang ada ditentukan yang akan didisain adalah jenis Paired Straight Hearth (PSH) furnace. Diharapkan selain untuk mendapatkan besi spons, reduksi juga memungkinkan untuk mendapatkan besi nugget. Oleh karena itu tungku didisain untuk dapat bekerja pada temperatur 1200 °C dan bila memungkinkan sampai temperatur 1500 °C. Kapasitas alat dirancang untuk bijih besi dengan umpan seberat 16,7 kg pelet dan menggunakan bahan bakar solar atau gas elpiji.
Kata kunci : Bijih besi, Perancangan alat simulasi, Reduksi temperatur tinggi, Direct reduced iron (DRI), PSH furnace, Tunnel kiln
There are three types of iron ore resources in Indonesia such like iron laterite as the most potential, followed by iron sand and the last is iron metasomatic ore, where all of them still have not developed. According to the lack of anthracite and the abundant of bituminous / sub bituminous coal in Indonesia, beside the slag viscosity of iron sand it looks that the direct reduction process to get sponge iron (DRI) is more suitable to threat all of the ores. For that the plan to design a simulation reduction furnace for treating coal bearing pellets of the iron ores have been carried out. The main factors in design are the type and capacity of the furnace (lab.scale). Among the kind of furnaces that decided to design is Paired Straight Hearth (PSH) furnace. It is expected beside to get sponge iron, the reduction also possible to get nugget iron. Due to the furnace is designed to be capable for a temperature of 1200 °C and if possible for 1500 °C. The capacity of the simulation furnace for iron ore is designed for 16,7 kg green pellets of feed, and using heavy fuel oil or LPG as its fuel.
Keywords : Iron ore, Design simulation furnace, High temperature reduction , Direct reduced iron (DRI), PSH furnace, Tunnel kiln
Abstrak
| xix
METALURGI(Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 297.3
Efendi Mabruri (Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI)
Peranan Unsur Refraktori Di Dalam Nickel-based Superalloys: Suatu Review Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Nickel based superalloys digunakan secara luas sebagai sudu turbin gas mesin pesawat dan pembangkit listrik karena memiliki kapabilitas suhu tinggi yang dapat mempertahankan kakuatan struktur dan stabilitas permukaan. Penambahan unsur refraktori terutama rhenium (Re) ke dalam superalloy berbasis nikel berpengaruh besar terhadap peningkatan kekuatan mekanik pada suhu tinggi khususnya ketahanan terhadap creep. Akan tetapi penambahan dengan jumlah yang besar akan mengakibatkan munculnya fasa TCP yang tidak diinginkan pada kondisi operasi suhu tinggi. Tulisan ini akan mengulas “the role” dari unsur Re ini di dalam superalloy berbasis nikel terutama dikaitkan dengan faktor-faktor penting di dalam material suhu tinggi. Faktor-faktor yang diulas adalah koefisien partisi, misfit kisi, dan perilaku interdifusi unsur rhenium didalam paduan nikel. Akan diulas juga pengembangan nickel based superalloys generasi keempat yang mengandung komposisi yang cocok antara Re dan Ru.
Kata kunci : Superalloy, Nikel, Rhenium, Ruthenium, Fasa topologically close packed
Nickel based superalloys are widely used in the aircraft engine and in the land-based gas turbine as the blade material due to its high temperature capability to maintain structural strength and surface stability at elevated temperatures. The addition of refractory elements, particularly rhenium into single crystal nickel based superalloys increases high temperature mechanical properties remarkably especially creep resistance. However, the addition of refractory elements in a large amount in the superalloys induces the formation of the deleterious TCP phases at high temperature. This paper overviews the role of rhenium in the single crystal nickel based superalloys in relation with the important factors in the high temperature processes such as partition coefficient, lattice misfit and interdiffusion behavior of rhenium in the superalloys. In addition, the development of the fourth generation of single crystal nickel based superalloys containing rhenium and ruthenium is discussed briefly.
xx | Majalah Metalurgi, V 26.2.2011, ISSN 0126-3188
METALURGI (Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 512
Puguh Prasetiyo (Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI)
Peluang Penelitian Untuk Memperbaiki Teknologi Proses Untuk Mengolah Bijih Nikel Laterit Kadar Rendah Indonesia
Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Indonesia kaya dengan SDA (Sumber Daya alam) bijih nikel oksida yang lazim disebut laterit. Laterit berkadar nikel tinggi saprolit (Ni>1,8%) sudah diolah dengan jalur proses pirometalurgi di Sulawesi Tenggara untuk memproduksi ferro nikel (FeNi) oleh PT Aneka Tambang di Pomalaa, atau untuk memproduksi Ni-matte oleh Vale INCO di Soroako. Laterit berkadar nikel rendah yang terdiri dari limonit dan saprolit dengan Ni<1,8 %, belum diolah di tanah air. Untuk mengolahnya digunakan proses Caron atau proses HPAL/PAL (High Pressure Acid Leaching). Dimana kedua proses tersebut termasuk jalur proses hidrometalurgi. Pemerintah telah memberi ijin kepada pihak asing untuk mengolah laterit kadar rendah pulau Gag Papua dengan proses Caron pada PT Pasific Nickel USA pada tahun 1967 (menjelang awal Orde Baru). Akibat harga minyak dunia yang naik secara dramatis setelah 1973, maka PT Pasific Nickel membatalkan rencananya dan mengembalikan ijin ke pemerintah. Ijin juga diberikan pada dua PMA (Penanaman Modal Asing) pada Januari 1998 (menjelang akhir Orde Baru) untuk mengolah laterit kadar rendah dengan proses HPAL/PAL, yaitu PT BHP Australia untuk mengolah laterit pulau Gag Papua, dan PT Weda Bay Nickel (WBN) Canada untuk mengolah laterit teluk Weda Halmahera. Dalam perjalanan waktu PT WBN Canada dimiliki Eramet Perancis sejak Mei 2006, dan sampai saat ini (2011) tidak ada kepastian kapan PT WBN Eramet Perancis merealisasikan proyeknya. Sedangkan PT BHP Australia mengembalikan ijin pulau Gag ke pemerintah pada awal tahun 2009. Kenyataan mundurnya tiga (3) PMA dari Indonesia untuk mengolah laterit kadar rendah dengan jalur proses hidrometalurgi. Bisa menjadi peluang bagi pemerintah untuk menguasai sebagian teknologi yang akan digunakan oleh pihak asing untuk mengolah laterit kadar rendah. Penguasaan teknologi tersebut diperoleh dari aktifitas penelitian, dan hasil penelitian dipatenkan. Dengan demikian diharapkan pemerintah bisa punya posisi tawar untuk meningkatkan kepemilikan saham dengan pihak asing.
Kata kunci : Laterit kadar rendah, Limonit, Saprolit, Hidrometalurgi, Proses Caron, Proses HPAL
The low grade laterite (limonite and saprolite with Ni < 1.8 %) has not yet processed in Indonesia. It uses process hydrometallurgy. The government of Indonesia has been give permission to foreign company to process the low grade laterite with hydrometallurgy (Caron process and HPAL process). Process Caron is used to process laterite Gag island Papua for PT Pasific Nickel USA on 1967. The dramatical increase price of fuel oil after 1973, it become PT Pasific Nickel give up plan and it give back the permission to the government. Process HPAL (High Pressure Acid Leaching) are used to process laterite teluk Weda (Weda Bay) Halmahera for PT Weda Bay Nickel (WBN) Canada and Gag island Papua for BHP Australia. Two companies got the permission on last new era on January 1998. The permission of Gag island Papua is returned by BHP Australia on first year 2009 and the uncertainity when PT WBN Eramet France (PT WBN Canada takes over by Eramet on May 2006) to build HPAL plant. It becomes opportunity to control the part of technology to process the low laterite via research. So the government has bargaining position to increase share at foreign company.
Abstrak
| xxi
METALURGI(Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 621.2
Yusuf, Iwan Dwi Antoro (Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI ) Percobaan Pengerasan Permukaan Komponen Gerus Attrition Mill Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Untuk dapat menggerus material yang cukup keras, komponen gerus attrition mill perlu memiliki kekerasan yang cukup tinggi. Hal itu dapat diperoleh dengan menggunakan bahan berkekerasan tinggi atau bahan (baja) biasa yang permukaannya diperkeras. Salah satunya adalah dengan pemberian lapis khrom. Ada dua pilihan yang ditawarkan untuk pemberian lapis khrom ini, yaitu dengan cara lapis listrik atau pelapisan difusi. Percobaan menunjukkan bahwa kedua cara memberi kekerasan permukaan yang jauh lebih tinggi dibanding logam dasarnya. Hasil lapis listrik memberi kekerasan antara 737 hingga 852 BHN, sementara pengerasan difusi dapat mengeraskan permukaan baja hingga 1100 BHN. Daya lekat hasil lapis difusi juga sangat baik karena terjadi gradasi fasa dan kekerasan antara lapisan putih (khrom), lapisan difusi hingga ke logam dasar, sedangkan pada hasil lapis listrik terjadi perubahan menyolok antara lapis khrom dengan logam dasarnya. Secara teknis metode lapis difusi lebih dianjurkan untuk pengerasan komponen gerus attrition mill.
Kata kunci : Pengerasan permukaan, Attrition mill, Lapis listrik, Khrom keras, Lapis difusi
In order to be able to grind a relatively hard material, the working component of an attrition mill should have a good strength and hardness. To obtain such a component, it can be done by using a special high quality steel or by using an ordinary carbon steel with surface hardening. One of the hardening method is the surface chromizing. There are two methods of surface chromizing, namely the electroplating method and the diffusion (pack cementation or case hardening) method. Both methods can produce better surface hardness compare to its base metals. The product of electroplated hard chrome can improve its surface hardness to 737 to 852 VHN, while the product of diffusion hardening can reach more than 1100 VHN. The adhesion of diffusion surface also better than the product of electroplated hard chrome because of the existence of diffusion layer between the chrome layer and the base metal. On the other hand, the electroplating product give a drastic different layer between the chrome layer and the base metal. From the technical point of view the diffusion method is more recommended for the surface hardening of the attrition mill working components.
xxii | Majalah Metalurgi, V 26.2.2011, ISSN 0126-3188
METALURGI (Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 621.2
Akhmad Herman Yuwono dan Hasriardy Dharma ( Departemen Metalurgi dan Material FTUI)
Fabrikasi Nanorod Seng Oksida (ZnO) Menggunakan Metode Sol-Gel Dengan Variasi Konsentrasi Polyethylene Glycol dan Waktu Tunda Evaporasi Amonia
Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Seng oksida (ZnO) adalah salah satu material semikonduktor yang banyak digunakan dalam aplikasi katalitik, elektronik dan optoelektronik. Pada penelitian ini, ZnO nanorods telah berhasil disintesis menggunakan metode sol-gel dengan campuran (Zn(NO3)2.4H2O), NH4
Kata kunci: Nanorod ZnO, Konsentrasi PEG, Waktu tunda evaporasi, Kristalinitas
OH, dan polyethylene glycol (PEG). Variasi pada konsentrasi PEG dan penahanan laju evaporasi amoniak pada larutan telah dilakukan dan nanorod ZnO yang dihasilkan dikarakterisasi dengan XRD dan SEM untuk menginvestigasi perbedaan diameter, morfologi dan tingkat nanokristalinitas nanorod ZnO. Penambahan PEG dari 1 hingga 3 gram pada larutan meningkatkan ukuran diameter rata-rata nanorods dari 157 menjadi 464 nm. Namun demikian tidak didapatkan adanya peningkatan ukuran nanokristalit ZnO di dalam struktur solid nanorod tersebut. Pada variasi waktu tunda evaporasi amonia selama 1 dan 2 jam, terjadi penurunan diameter nanorod menjadi 410 dan 328 nm, sebagai perbandingan terhadap diameter nanorod ZnO tanpa proses penundaan evaporasi ammonia yang mencapai 464 nm. Sebaliknya, besar kristalit di dalam struktur nanorod ZnO bertambah dari 121,49 menjadi 166,59 nm sejalan dengan penambahan waktu tunda evaporasi ammonia dari 1 hingga 2 jam, sebagai perbandingan terhadap ukuran kristalit nanorod ZnO tanpa proses penundaan evaporasi ammonia yang hanya mencapai 94,77 nm.
Zinc oxide (ZnO) is one of semiconductor materials which has been widely used for catalytic, electronic and optoelectronic applications. In the present research, ZnO nanorod has been successfully synthesized through a sol-gel method using (Zn(NO3)2.4H2O), NH4
Keywords: ZnO nanorods, PEG concentration, Evaporation delay time, Crystallinity
OH, and polyethylene glycol (PEG) precusrors. Variation in PEG concentration and ammonia evaporation delay time were performed and the resulting ZnO nanorods were characterized by XRD and SEM to investigate the difference in diameter, morphology and nanocrystallinity. It was revellead that the addition of PEG concentration from 1 to 3 grams has increased the average diameter of ZnO nanorods from 157 to 464 nm. However, there was no an increase in the crystallite size on those nanorod solid structures. The ammonia evaporation delay time from 1 to 2 hours has resulted in a deacrease in the average diameter of ZnO nanorods from 410 to 328 nm, in comparison to those of without evaporation delay time which can reach up to 464 nm. By contrast, the average crystallite size of ZnO phase in the nanorod structures has increased from 121.49 to 166.59 nm when the evaporation delay time was prolonged from 1 to 2 hours, as compared to those of without evaporation delay time which can only reach 94.77 nm in size.
Abstrak
| xxiii
METALURGI(Metallurgy)
ISSN 0126 – 3188 Vol 26 No. 2 Agustus 2011 Kata Kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya.
UDC (OXDCF) 621.2
Eka Febriyanti (Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur – BPPT) Optimasi Proses Pelapisan Anodisasi keras Pada Paduan Aluminium Metalurgi, Volume 26 No.2 Agustus 2011
Aluminium merupakan logam yang banyak digunakan untuk bahan baku komponen otomotif karena ringan dan mudah diproses menjadi bentuk yang diinginkan. Namun disamping keunggulan tersebut aluminium juga mempunyai kelemahan yaitu mudah terdeformasi dan mempunyai nilai kekerasan dan ketahanan aus yang rendah, sehingga tidak sesuai untuk aplikasi yang kondisinya harus bergesekan dengan komponen lainnya. Karena itu untuk aplikasi tersebut aluminum harus ditingkatkan kekerasan dan ketahanan ausnya, salah satunya dengan proses anodisasi keras. Pada penelitian ini proses anodisasi keras dilakukan dengan memberi konsentrasi asam sulfat 15 wt % yang dicampur dengan konsentrasi asam oksalat yang berbeda-beda dengan pengaturan temperatur yang berbeda pula, serta dilakukan pada waktu anodisasi yang berbeda beda. Dari hasil penelitian terlihat bahwa dengan penambahan konsentrasi berat asam oksalat dapat meningkatkan ketebalan dan kekerasan lapisan hasil proses anodisasi keras sampai titik optimal. Namun hal tersebut berbanding tebalik dengan kenaikan temperatur anodisasi, semakin meningkatnya temperatur anodisasi ketebalan dan kekerasan lapisan anodis menurun. Dengan bertambahnya waktu anodisasi justru meningkatkan ketebalan lapisan anodis dan menurunkan kekerasannya. Ketebalan lapisan anodis terbaik sebesar 89,6 μm didapat dari penelitian anodisasi keras dengan temperatur 9 °C, asam oksalat 2 wt %, dan waktu anodisasi selama 60 menit. Kekerasan lapisan anodis tertinggi sebesar 515 HV didapat dari penelitian anodisasi keras dengan temperatur 5 °C, asam oksalat 1 wt %, dan waktu anodisasi selama 30 menit.
Kata kunci : Aluminium, Anodisasi keras, Konsentrasi, Temperatur, Waktu, Ketebalan, Kekerasan
Aluminum is one of the metals that commonly used for automotive parts because it has specific character such as light weight and easy to be processed to the desired shapes. Nevertheless, aluminum is also easy to be deformed, has low hardness and low wear resistance. Therefore, aluminum needs to be treated for application where abrasive process is taken place. One of the treatment for aluminum to improved its hardness and wear resistance is hard anodizing. In this research , hard anodizing has been proceed using 15 wt % sulphate acid mixed with various weight of oxalic acid at different temperature and duration arrangement. Experimental result show that addition of oxalic acid concentration can increase thickness and hardness value of anodized layer to the optimal point. However, by increasing anodizing temperature the thickness and hardness of anodized layer decrease. With increasing anodizing time, it can improves thickness of anodized layer but decreases its hardness value. The optimum thickness of anodized layer that can be obtained is 89,6 μm at variation of temperature 9 °C, oxalic acid of 2 wt % and 60 minutes of anodization time. The optimum hardness that can be obtained is 515 HV at variation of temperature 5 °C, oxalic acid of 1 wt % and 30 minutes of anodization time.
PEMBUATAN BATANG PELET La
2-2XSr
1+2XMn
2O
SEBAGAI BAHAN PENUMBUH KRISTAL TUNGGAL
7
Agung Imaduddin
Pusat Penelitian Metalurgi – LIPI
Gd 470 Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314
E-mail : agungi@gmail.com
Intisari
Bahan oksida Mn telah lama diketahui mempunyai sifat magneto resistance (hambatan listrik dalam medan magnet) yang besar. Untuk dapat mempelajari sifat fisika dari elektronnya, diperlukan kristal tunggal dengan kualitas yang tinggi. (La, Sr)1+nMnnO3n+1 (n=2) yang mempunyai lapisan Mn-O yang berdekatan 2 lapis,
mempunyai sifat magneto resistance yang terbesar dibandingkan grup n = 1, maupun n = ∞. Pada penelitian ini telah dipelajari proses pembuatan batang pellet yang digunakan sebagai bahan penumbuh kristal tunggal. Batang pellet hasil proses kemudian dianalisa dengan DTA/DTG (Differential Thermal Analysis/Differential Thermal Gravimetry) dan XRD (X-Ray Diffraction).
Kata kunci : La2-2XSr1+2XMn2O7 , Superkonduktor, Kristal tunggal, DTA/DTG
Abstract
Mn oxide has long been known having a large magneto resistance properties. In order to study the physical properties of the electron, high quality of single crystal is required. (La, Sr) 1 + nMnnO3n +1 (n = 2) which has two
layers of Mn-O, has the largest magneto resistance properties in comparison with group n = 1, and n = ∞. In this research, manufacturing of pellet rod that will be used as a raw material for growing single crystal is studied. Then, pellet rod product is analyzed by using DTA/DTG (Differential Thermal Analysis/Differential Thermal Gravimetry) dan XRD (X-Ray Diffraction).
Keywords : La2-2XSr1+2XMn2O7 , Superconductors, Single crystal, DTA/DTG
PENDAHULUAN
Sejak penemuan bahan oksida Cu
superkonduktor yang mempunyai suhu
kritis T
Cyang tinggi, perhatian dunia
terhadap struktur perovskite ini juga
semakin meningkat. Bahan oksida Mn
yang mempunyai struktur perovskite juga
mendapat perhatian untuk dilakukan
penelitiannya. Bahan oksida Mn
mempunyai struktur dasar perovskite,
dimana atom Mn terletak di tengah dan
dikelilingi 6 atom oksigen dan kemudian
pada tiap-tiap sudut struktur perovskite itu,
terletak atom La dan Sr. Bahan oksida Mn
mempunyai rumus umum (La,
Sr)
1+nMn
nO
3n+1(n = 1, 2,
∞), dimana n
adalah jumlah layer Mn-O pada tiap
molekulnya. Bahan ini telah lama
diketahui mempunyai sifat magneto
resistance (MR)
[1,2,6]Untuk mempelajari sifat fisika dari
elektron pada ion Mn dalam (La,
Sr)
.
1+n
Mn
nO
3n+1, diperlukan sampel kristal
tunggal dengan kualitas yang tinggi. Dan
untuk membuat sampel kristal tunggal
(terutama dengan mempergunakan metoda
FZ (Floating Zone)
[3-5], diperlukan adanya
batang pellet (pellet rod material) yang
homogen dan berbentuk lurus untuk
menghindari penggumpalan ataupun
terputusnya bahan saat penumbuhan kristal
tunggal. Pada penelitian ini telah dibuat
batang pellet untuk penumbuhan kristal
tunggal dan kemudian dianalisa dengan
DTA/DTG dan XRD.
54 | Majalah Metalurgi, V 26.2.2011, ISSN 0126-3188/ hal 53-58
PROSEDUR PERCOBAAN
Tahap pembuatan batang pellet ialah
menganalisa perubahan entropi dengan
DTA/DTG pada pemanasan masing
masing bahan (serbuk SrCO
3, Mn
3O
4, dan
La
2O
3) untuk mengetahui suhu dimana
masing masing masing bahan itu akan
stabil. Setelah itu semua serbuk bahan
dicampur dan diaduk dengan alat
pengaduk selama sekitar 10 jam dan
dipanaskan pada lingkungan udara.
Kemudian diaduk lagi dengan alat
pengaduk selama sekitar 10 jam. Setelah
itu untuk membentuk bahan panjang dan
lurus, serbuk dimasukkan kedalam balon
karet, yang kemudian dipres dalam air
dengan memakai alat CIP (Cold Isostatic
Press) hingga tekanan 1,5 ton/cm
2.
Kemudian karetnya dibuka hingga
tertinggal bahan yang berbentuk panjang
dan lurus. Setelah itu dipanaskan lagi pada
lingkungan udara, terbentuklah batang
pelet. Batang Pelet tersebut kemudian
ditumbuhkan dengan metoda FZ
[5]. Alur
pembuatan batang pellet dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Alur pembuatan batang pellet untuk penumbuhan kristal tunggal
HASIL DAN PEMBAHASAN
DTA/ DTG (Differential Thermal
Analysis/ Differential Thermal
Gravimetry)
Gambar 2 menunjukkan hasil dari
analisa DTA pada serbuk SrCO
3, Mn
3O
4,
danLa
2O
3Pada Gambar 2 terlihat bahwa untuk
serbuk La
. Data diambil dari suhu ruangan
sampai 1300
°C. Serbuk alumina
digunakan
sebagai standar sampel dan
diukur pada atmosfir gas argon dengan
kecepatan kenaikan suhu 90 °C/menit.
2
O
3terjadi reaksi penyerapan
panas pada sekitar suhu 300
°C dan 500
°C. Sedangkan pada serbuk SrCO
3terjadi
pada suhu 950
°C dan 1100° C, serta pada
serbuk Mn
3O
4terjadi pada suhu 1150°C
(Gambar
2). Serbuk La
2O
3mudah
bereaksi dengan udara menjadi La(OH)
3.
Untuk serbuk La
2O
3, analisa DTA
dilakukan sebelum dan setelah dipanaskan
hingga suhu 1000
°C selama 10 jam.
Setelah pemanasan, penyerapan panas
pada suhu 300° C terlihat mengecil dan
pada suhu 500
°C tidak terjadi reaksi
penyerapan panas. Hal ini menunjukkan
bahwa pemanasan hingga suhu 1000
°C
selama 10 jam dapat menghasilkan serbuk
La
2O
3Bersamaan dengan analisa DTA,
perubahan berat juga dianalisa. Gambar 3
menunjukkan hasil perubahan berat
terhadap kenaikan suhu pada masing
masing serbuk. Pada La
yang lebih stabil (Gambar 2).
2
O
3sebelum
pemanasan pada suhu 500
°C terlihat
perubahan berat secara drastis, sedangkan
pada suhu diatas 500
°C, La(OH)
3nya
menjadi La
2O
3. Pada serbuk SrCO
3Gambar 4 dan 5 memperlihatkan serbuk
yang telah dicampur dan telah dipanaskan
pada suhu 1300
°C. Pada data ini
,
serbuk
La
, ketika
suhu sekitar 1100
°C terlihat adanya
penurunan berat yang sangat drastis
(sekitar 48%), ini menandakan terlepasnya
karbon pada suhu tersebut (Gambar 3).
2
O
3yang digunakan setelah dipanaskan
pada suhu 1000
°C selama 10 jam. Pada
Pembuatan Batang Pelet…../ Agung Imaduddin
| 55
Gambar 4 dan 5, terlihat pada suhu 1170
ºC, serbuk yang hanya dicampur saja yang
mengalami penyerapan panas sebesar 5
kali, sedangkan pada suhu diatas 1170
°C
tidak ada perubahan. Pada serbuk yang
telah dicampur dan kemudian dipanaskan
pada suhu 1300
°C, tidak terlihat lagi
adanya reaksi penyerapan panas. Dari sini
diketahui bahwa pada suhu pemanasan
lebih dari 1200
°C , bahan dasar serbuk
(SrCO
3, Mn
3O
4, La
2O
3) bereaksi
membentuk bahan yang ingin dibuat
(Gambar 4-5).
Gambar 2. Hasil pengamatan DTA pada serbuk berbahan dasar SrCO3, Mn3O4, La2O3
Gambar 3. Perubahan berat pada masing-masing serbuk bahan dasar terhadap kenaikan suhu
Gambar 4. Hasil pengamatan DTA pada bahan serbuk sebelum dikalsinasi dan bahan serbuk setelah dikalsinasi
Gambar 5. Hasil pengamatan perubahan berat terhadap perubahan suhu pada bahan serbuk sebelum dikalsinasi dan bahan serbuk setelah dipanaskan/ dikalsinasi
56 | Majalah Metalurgi, V 26.2.2011, ISSN 0126-3188/ hal 53-58
XRD (X-Ray Diffraction)
Untuk mendapatkan fasa tunggal pada
batang pellet yang akan dibuat, campuran
serbuk
SrCO
3, Mn
3O
4dan La
2O
3dianalisa dengan memakai XRD (dilihat
pada 2θ/θ) setelah pemanasan awal untuk
melihat strukturnya. Suhu yang digunakan
pada pemanasan awal antara 1200
°C
sampai 1450
°C, dengan konsentrasi Sr,
x=0,4. Pemilihan suhu pada 1200
°C
dikarenakan dari hasil uji dengan DTA,
pada rentang suhu tersebut serbuk akan
bereaksi membentuk hingga tidak adanya
perubahan struktur. Hasil pengujian
dengan XRD dapat dilihat pada Gambar
6
[4-5]. Pada suhu lebih rendah dari 1200 °C,
sebagian besar puncaknya adalah lapisan
oksida Mn dari (La, Sr)
1+nMn
nO
3n+1(n =
2). Selain itu puncak dari n=1 juga terlihat
(pada sudut 2θ = 33 °). Hal ini
memperlihatkan tidak terbentuknya fasa
tunggal. Setelah suhu dinaikkan puncak
dari n=1 terlihat semakin mengecil, dan
akhirnya pada suhu pemanasan 1450
°C
puncak itu tidak terlihat lagi, hal ini
menandakan pada suhu 1450
°C , hanya
n=2 saja yang bereaksi membentuk fasa
tunggal (Gambar 6).
Pembuatan Batang Pellet
Berdasarkan analisa dengan DTA/DTG
dan XRD, maka kemudian dibuat batang
pellet dengan bahan serbuk La
2O
3, SrCO
3,
dan Mn
3O
4 [4-5]. Masing-masing serbuk
dipanaskan pada suhu 1300
°C
(lingkungan udara), selama 10 jam,
kemudian dicampur untuk mendapatkan
komposisi La
2-2xSr
1+2xMn
2O
7(x=0,4) dan
diaduk selama 10 jam. Setelah diaduk,
dilakukan pemanasan awal pada suhu
1450
°C (lingkungan udara). Setelah itu serbuk
diaduk lagi selama 10 jam. Kemudian
dimasukkan kedalam balon karet. Proses
pemasukan serbuk bahan kedalam balon
karet. Proses pemasukan serbuk bahan ke
dalam balon karet memakai cara seperti
pada Gambar 7. Pompa vakum dipakai
untuk membuat balon karet merapat ke
dalam dinding tabung kaca sehingga
proses pemasukan serbuk bahan ke dalam
balon karet dapat dilakukan dengan
mudah. Setelah serbuk bahan dimasukkan,
ujung balon karet diikat (Gambar 7).
Gambar 6. Hasil analisa XRD serbuk, setelah pemanasan awal pada suhu 1200 °C – 1450 °C (tanda arah bidang kristal pada puncak di suhu 1450 °C adalah arah kristal untuk (La, Sr)1+nMnnO3n+1 ,
n=2). (sinar X yang dipakai adalah Cu Kα, λ=0,1542 nm)[7]
Gambar 7. Pengisian serbuk bahan ke dalam balon
Pembuatan Batang Pelet…../ Agung Imaduddin
| 57
Agar tidak terjadi perubahan bentuk
dari batang pellet ketika dipres dalam air,
sample dimasukkan ke dalam pipa
tembaga (Gambar 8a), dan kemudian
dipres dalam air hingga tekanan 1,5
ton/cm
2(Gambar 8b). Setelah dipisahkan
dari balon karet, kemudian dipanaskan lagi
pada suhu 1300
°C dengan cara
menggantungnya dan digerakkan naik
turun pada lingkungan udara selama 25
jam (Gambar 8c). Keuntungan cara
penggantungan pada pemanasan ini ialah
dapat meratakan suhu pemanasan pada
seluruh batang pellet, dan mencegah
perubahan bentuk ketika pemanasan
,
sehingga dapat dipakai untuk penumbuhan
kristal tunggalnya secara stabil. Batang
pellet yang diperoleh mempunyai diameter
sekitar 0,5 cm dan panjang 14 cm. Untuk
pengkristalisasian dengan metoda FZ
[3-5]diperlukan 2 batang pellet bagian atas yang
lebih panjang dan bagian bawah yang lebih
pendek.
Gambar 8. Tahapan pembuatan batang pellet (a) serbuk bahan dimasukkan ke dalam balon karet dan disangga dengan pipa tembaga, (b) kemudian dipress dengan memakai CIP, (c) dan kemudian dipanaskan di dalam tungku pemanas
Analisa Akhir Batang Pelet dengan
Memakai XRD
Hasil analisa XRD setelah pemanasan
pada batang pellet ditunjukkan pada
Gambar 9. Arah kristal pada gambar
tersebut adalah arah kristal pada fasa (La,
Sr)
1+nMn
nO
3n+1(n = 2).
Gambar 9. Hasil XRD pada batang pellet
KESIMPULAN
Dari studi penelitian yang telah
dilakukan pada pembuatan kristal tunggal
dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Masing-masing bahan dasar yaitu
SrCO
3, Mn
3O
4, danLa
2O
32. Setelah pemanasan pada suhu antara
1200°C sampai 1300 °C, masih terlihat
adanya fasa n=1 yang terbentuk.
Sedangkan untuk suhu 1450 °C, puncak
dari fasa n=1 tersebut menghilang, yang
menunjukkan terbentuknya fasa
tunggal
n=2.
tidak
mengalami penyerapan ataupun
pembebasan kalor yang memperlihatkan
tidak terjadinya perubahan struktur pada
pemanasan dengan suhu diatas 1200 °C.
3. Batang pellet berbahan dasar serbuk
SrCO
3, Mn
3O
4, dan La
2O
3berhasil
dibuat dengan memakai CIP.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof.Yoshizawa dan seluruh
anggota Yoshizawa lab. di Universitas
Iwate, Jepang yang telah banyak
membantu riset ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] T. Kimura, Y. Tomioka, H. Kuwahara,
A. Asamitsu, M. Tamura, “Interplane
58 | Majalah Metalurgi, V 26.2.2011, ISSN 0126-3188/ hal 53-58
Tunneling Magnetoresistance in a
Layered Manganite Crystal”, Science
vol 274, 6 Dec 1996 hal 1698.
[2] R. Suryanarayanan, J. Berthon, I.
Zelenay, B. Martinez, X. Obradors,
“Semiconductor – metal transition,
thermoelectric power and giant
magneto resistance of the double Mn
perovskite La
1.5Ca
1.5Mn
2O
7[3] Agung Imaduddin, (2001) “Growth
and physical properties of La
”, Physica
B 259-261 (1999) 837-838.
2-2x
Sr
1+2xMn
2O
7[4] H. Kanazawa, (2000), “FZ method
growth and appraisal of La
single crystals”, Iwate
University.
2-2x
Sr
1+2xMn
2O
7[5] Agung Imaduddin, “Metoda FZ pada
Pembuatan
Kristal Tunggal La
single crystals ”, Iwate
University.
2-2x
Sr
1+2xMn
2O
7[6] A. Urushibara, Y. Moritomo, T,Arima,
A. Asamitsu, G. Kido, Y. Tokura,
”, Metalurgi, April
2011, preprint .
(1995), “Insulator-metal transition
and giant magnetoresistance in La
1-xSr
xMnO
3[7] J.A.M. van Roosmalen, P. van
Vlaanderen, E.H.P. Cordfunke, (1995)
“Phase in the perovskite-Type
LaMnO
”, Physical Review B, vol
51, 20, hal.14103.
3+
Solid Solution and the
La
2O
3-Mn
2O
3Phase Diagram”,
Journal of Solid State Chemistry 114,
hal. 516-523.
RIWAYAT PENULIS
Agung Imaduddin lahir di Bandung, 29
September 1971. Menamatkan pendidikan
bachelor di bidang metallurgy di Iwate
University, Iwate-Japan pada tahun 1995.
Menamatkan master dan doctor di bidang
material science and engineering di Iwate
University, Iwate-Japan pada tahun 1997
dan 2001. Saat ini aktif bekerja pada Pusat
Penelitian Metalurgi-LIPI, Puspiptek
Serpong.
Indeks
|
Indeks Penulis
A
Agung Imaduddin 53
Akhmad Herman Yuwono 101
Arifin Arif 59
E
Edi Herianto 59
Efendi Mabruri 67
Eka Febriyanti 109
H
Hasriardy Dharma 101
I
Iwan Dwi Antoro 93
P
Puguh Prasetiyo 79
Y
Indeks