• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETERMINAN PADA PERILAKU KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY) STAF KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETERMINAN PADA PERILAKU KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY) STAF KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PADA PERILAKU KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY) STAF KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM)

Imam Azro’i

STAI Mathali’ul Falah Pati Jawa Tengah E-mail: adzraiq@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari faktor yang menjadi penentu perilaku keberlanjutan staf kependidikan Universitas Gadjah Mada (UGM). Staf kependidikan sebagai salah satu faktor yang penentu keberhasilan implementasi kampus yang berkelanjutan, perlu diprediksi faktor-faktor yang menjadi penentu perilaku mereka terhadap keberlanjutan. UGM merupakan salah satu perguruan Tinggi yang mengusung visi keberlanjutan dengan nama educopolis.

Penelitian yang dilakukan, sikap dan perilaku dari 100 staf kependidikan UGM diinvestigasi dengan menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Theory of Planned Behaviour (TPB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk menentukan sikap dan perilaku staf UGM terhadap perilaku keberlanjutan.

Kata Kunci: Keberlanjutan, Perilaku, Theory of Planned Behaviour Pendahuluan

Satu dekade terakhir ada peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberlanjutan (sustainability), Isu tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan diprakarsai oleh UNESCO yang mencanangkan UN Decade of Education for Sustainable Development (2005-2014). Isu pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan juga menjadi isu penting di pendidikan tinggi (Yuan & Zuo, 2012:108).

Kecenderungan keberlanjutan dalam dunia pendidikan tinggi ditunjukkandengan beberapa indikator yang menonjol seperti sudah adanya ISCN (International Sustanability Campus Network), yang pada saat ini telah beranggotakan 52 Perguruan Tinggi di dunia (ISCN, 2014). Kemudian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dalam visi RIPK 2005-2015 (Rencana Induk Pengembangan Kampus) menetapkan visi sebagai kampus educopolis.

Pertanyaannya adalah, sejauh mana pencapaian visi tersebut? Model Universitas keberlanjutan dari Van Weenen (2000) terdiri dari level 1 sampai level 4. Level 3 dan Level 4 dapat dicapai melalui perilaku dan sikap dari staf dengan intervensi yang tepat untuk meningkatkan perilaku yang pro-lingkungan dan berkelanjutan (Davis, et al., 2009:137-138). Faktor staf juga dianggap penting oleh Matins (2013:1) yang menyatakan bahwa faktor kunci untuk kualitas dan keberlanjutan (sustainability) di Pendidikan Tinggi adalah: (1) potensi pekerjaan bagi mahasiswa (2) kualitas dari staf akademik dan kualitas fasilitas. Begitu juga model perilaku manusia yang keberlanjtuan (Zabel, 2005) yang menyaratkan dua faktor, yaitu pembentukan budaya dan faktor situasional yang melekat pada staf baik di rumah maupun di kantor.

Davis et al. (2009) menggunakan TPB (Teory of Planned Behaviour) untuk merumuskan ciri-ciri sikap dan perilaku para staf yang mengarah pada keberlanjutan di universitas. Sikap dan perilaku tersebut meliputi daur ulang dan minimalisasi sampah, efisiensi energi, konservasi air dan

(2)

penggunaan perangkat yang ramah lingkungan. Berkaitan dengan staf sebagai salah satu penentu keberhasilan dari visi educopolis perlu diprediksi faktor-faktorapa saja yang menjadi determinan terhadap perilaku staf untuk berpartisipasi dalam mensukseskan visi tersebut.

Penelitian mengenai sikap dan perilaku staf kependidikan pernah dilakukan oleh Davis et al. (2009) di Griffith University, Brisbane. Penelitian Davis et al. (2009) ini membuat construct yang didasarkan pada TPB (Theory of Planned Behaviour) untuk mengukur sikap dan perilaku staf kependidikan terhadap keberlanjutan. Construct yang dihasilkan oleh Davis et al. (2009) ini digunakan oleh penulis untuk mengidentifikasi perilaku staf kependidikan di UGM dalam partisipasinya terhadap visi educopolis.Penelitian juga ditujukan untuk mencari faktor apa yang menjadi determinan terhadap partisipasi staf kependidikan dalam pelaksanaan visi keberlanjutan di UGM yang tertuang dalam visi ‘educopolis’.

Definisi dan Lingkup Keberlanjutan

Terminologi keberlanjutan sangat multiface dan originalitas dari keberlanjutan (sustainability) sangatlah komplek (Bell & Morse, 2008:). Istilah keberlanjutan populer dan melekat dengan istilah Pembangunan Berkelanjutan (sustainabledevelopment) adalah pembangunan yang mempertemukan kebutuhan sekarang dengan mengkompromikan kemampuan dari generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri (Brundtland Commission, UN, 1987).

Salah satu lembaga pendidikan yang paling dominan didalam melaksanakan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan adalah lembaga Pendidikan Tinggi. Perguruan tinggi/kampus/universitas yang berkelanjutan mempunyai arti yang tidak jauh berbeda. Velasquez et al. (2005:812) mendefinisikan Pendidikan Tinggi yang berkelanjutan sebagai keseluruhan atau sebagai bagian dari yang membahas, terlibat, mempromosikan, pada level regional atau global, meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi, sosial, efek negatif pada kesehatan, yang dihasilkan dalam penggunaan sumberdaya Pendidikan Tinggi untuk memenuhi fungsinya dalam pengajaran, penelitian, penyuluhan, dan kemitraan, dan pelayanan dengan cara membantu masyarakat untuk melakukan transisi menuju gaya hidup keberlanjutan. Cole (2003:30) mendefinisikan sebuah masyarakat kampus keberlanjutan bertindak atas dasar tanggungjawab lokal dan global untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan manusia dan ekosistem. Aksinya secara aktif melibatkan pengetahuan tentang masyarakat universitas untuk menghadapi tantangan ekologi dan sosial yang dihadapi sekarang dan di masa depan.

Theory of Planned Behaviour

TPB (Theory of Planned Behaviour) dikemukakan dan dikembangkan oleh Ajzen (1991) yang mana teori ini merupakan perkembangan dari TRA (Theory of Reasoned Action) yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975). Ajzen (1991) menyempurnakan model dasar tersebut

(3)

dengan cara memperluas atau menambahkan variabel baru untuk memberikan perhatian pada konsep kemauan individu, yaitu kontrol perilaku.Kontrol perilaku merupakan kondisi di mana orang percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan.

TPB menyediakan kerangka sistematis guna meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu (mempengaruhi perilaku seseorang), dan teori ini sudah banyak diaplikasikan diberbagai bidang ilmu keperilakuan (Tonglet et al., 2004) serta dianggap sebagai teori yang valid dan teruji ( lihat Taylor dan Tood, 2005; Flannery dan May 2000;Tonglet 2004 et al.). Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa TPB menyediakan sebuah kerangka teoritis yang secara sistematis mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk melakukan tindakan yang berkelanjutan atau ekologis, dan beberapa hasil penelitian turut menegaskan kegunaan dan kemampuan TPB dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong perilaku yang ekologis atau keberlanjutan ( Boldero, 1995, Davies 2002, Tonglet, et al., 2004).

Berdasarkan model TPB, perilaku seseorang merupakan fungsi dari niat, yang mana niat seseorang tersebut dari adanya sikap, norma subyektif, dan kendali perilaku yang dipersepsikan (Ajzen, 1991). Niat adalah indikator-indikator dari motivasi untuk melakukan sebuah perilaku tertentu. Niat menggambarkan,"seberapa kuat seseorang bermaksud untuk mencoba, atau seberapa banyak sebuah usaha mereka direncanakan untuk dilakukan, dalam rangka untuk mewujudkan sebuah perilaku” (Ajzen, 1991). Tang et al. (2011) mendefinisikan norma subyektif sebagai persepsi seseorang yang secara signifikan terbentuk berdasarkan keinginan dan tekanan dari pihak lain (orang yang menjadi acuan/referensi) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan kendali perilaku yang dipersepsikan merefleksikan keyakian seseorang akan adanya kendali diri atas faktor-faktor yang mungin dapat memfasilitasi atau menghalangi dirinya untuk melakukan sebuah perilaku.

Menurut Tonglet, (2004) seseorang mungkin telah memiliki sikap yang positif terhadap perilaku keberlanjutan seperti mendaur ulang, namun adanya sikap yang positif tersebut tidak menjamin seseorang akan melakukan kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan pelaksanaan daur ulang bisa dibatasi oleh kurangnya kesempatan, keahlian, ataupun sumberdaya yang tersedia, yang akan menentukan tinggi rendahnya kendali perilaku yang dipersepsikan seseorang.

Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa penerapan TPB pada penelitian-penelitian yang menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keberlanjutan masih jarang menggunakan model yang bersifat komprehensif dan terintegrasi ( Shrum, Lowrey, McCarty 1994; Taylor dan Todd, 1995), dan banyak peneliti yang menyatakan bahwa penggunaan TPB semata belum cukup mampu menjelaskan perilaku ekologi dan menyarankan tambahan variabel dalam kerangka TPB tersebut ( misalnya Boldero, 1995, Davies 2002, Ebreo et al. 2003, Bezzina dan Dimech 2011). Bezzina dan Dimech (2011) menambahkan variabel bebas berupa ‘pengetahuan

(4)

tentang isu-isu lingkungan, konsekuensi, faktor situasional, kepuasan terhadap layanan yang ada, dan preferensi terhadap sistem mendaur ulang’.

Sebagaimana Bezzina dan Dimech (2011), Davis et al. (2009) juga menambahkan beberapa faktor tambahan seperti; faktor demografi, pengalaman, faktor situasional, dan konsekuensi. Konsekuensi merupakan penjabaran dari teori altruisme Schwartz (1977) yang diartikan sebagai tendensi untuk menjadi sadar akan konsekuensi dari perilaku seseorang terhadap orang lain. Adaptasi teori altruisme kedalam perilaku mendaur ulang telah dilakukan oleh banyak peneliti seperti Bratt(1999).

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena bertujuan untuk menguji teori. Sebagaimana diungkapkan oleh Cooper dan Schindler (2008:165), penelitian kuantitatif mempunyai tujuan utama yaitu, untuk membangun dan menguji teori. Penelitian kuantitatif bersifat konfirmatori, yang mana penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mengolah data primer yang bersumber dari jawaban responden melalui penyebaran kuesioner dan kemudian menginterpretasikan hasil penelitian dengan tujuan untuk menegaskan dan membandingkan dengan hasil penelitian terdahulu (Neuman, 2006:14).

Kuesioner diadopsi dan dimodifikasi dari kuesioner Davis et al. (2009) yang mewakili 4 dimensi dari TPB (Theory of Planned Behavoiur) dan sikap serta perilaku yang mengarah pada keberlanjutan di universitas (daur ulang dan minimalisasi sampah, efisiensi energi, konservasi air dan penggunaan perangkat yang ramah lingkungan). Kuesioner berjumlah 39 item yang disusun menggunakan skala Likert.

Sampel dipilih dari direktorat, fakultas dan unit berdasarkan kriteria dari penggunaan energi listrik. Kriteria di ambil dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 13 Tahun 2012, ada 4 (empat) kriteria penggunaan energi di lembaga BUMN (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria Penggunaan Energi

Kriteria Konsumsi Energi Listrik

(KWH/Mahasiswa/Luas Lantai)

Sangat Efisien < 8,5

Efisien 8,5 – 14

Cukup Efisien 14 – 18,5

(5)

Hasil Penelitian

Kuesioner dicetak dan disebar sebanyak 105 buah dan kembali 70 buah, kemudian kuesioner online yang direspon sebanyak 33 dan yang bisa diolah sebanyak 30. Responden dari fakultas, unit dan direktorat diambil masing-masing 25% dari total populasi. Uji Reliabilitas menghasilkan bahwa semua instrument dinyatkan reliabel (lihat Tabel 2).NS dan KK mendapatkan nilai tertinggi yang bisa diartikan bahwa NS dan KK merupakan faktor yang paling konsisten untuk menilai perilaku keberlanjutan staf.

Tabel 2. Hasil Pengujian Reliabilitas

Construct Nilai α

Kesadaran akan Konsekuensi (KK) 0,809

Norma Subyektif (NS) 0,820

Faktor Situasional (FS) 0,607

Kontrol Perilaku yang Dirasakan (KP) 0,630

Statistik deskriptif juga dilakukan dan memperlihatkan bahwa FS merupakan faktor yangmendapatkan nilai tertinggi. Nilai tersebut bisa diartikan bahwa meskipun kurang mendapatkan dukungan sumberdaya yang ada, para staf tetap melakukan perilaku keberlanjutan.

Tabel 3.Statistik Deskriptif

Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi

KK 1 5 4,41 0,716

NS 1 5 3,94 0,866

FS 1 5 3,34 0,976

KP 1 5 3,61 0,871

Setelah uji validitas, reliabilitas dan analisa deskriptif, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan analisis faktor. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis faktor ini adalah sebagai berikut:

1. Matriks korelasi dengan menguji 4 (empat) indikator yang merupakan uji korelasi antara variabel independen didukung oleh uji Barletts Test of Sphericity dan Kaiser Meyer Olkin (KMO). Dari hasil analisis diperoleh nilai Barletts Test of Sphericity sebesar 0,000 dan nilai KMO sebesar 0,695. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat signifikansi yang rendah dan asumsi model faktor dapat digunakan dalam penelitian ini.

2. Analisa faktor dilakukan untuk menjelaskan keragaman faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keberlanjutan. Dari hasil pada Tabel 4 menunjukkan bahwa KK merupakan faktor yang

(6)

paling dominan terhadap perilaku keberlanjutan staf sebesar 58,5%. Artinya, perilaku keberlanjutan staf banyak dipengaruhi oleh kesadaran pengetahuan mereka akan keberlanjutan. NS mendapatkan skor 24,7% yang artinya tekanan sosial, budaya dan kolega di kantor hanya berpengaruh terhadap perilaku keberlanjutan staf kependiikan sebesar 24,7%. Sementara, FS dan KP, dengan nilai kecil artinya ketersediaan sumberdaya yang ada dan kebiasaan serta faktor kegiatan di kantor tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku keberlanjutan staf.

Tabel 4. Gambaran Pebedaan Total

Komponen Initial Eigenvalues

Total % dari Varian Kumulatif %

KK 2,341 58,536 58,536

NS 0,989 24,737 83,273

FS 0,411 10,265 93,538

KP 0,258 6,462 100,000

3. Penentuan jumlah faktor dilakukan berdasarkan Tabel 4. Yang mana nilai KK merupakan satu-satunya yang mendapatkan nilai lebih dari 1. Sehingga, dapat disimpulkan ada dua kelompok faktor.Kelompok 1 terdiri dari NS, FS dan KP, sedangkan kelompok faktor 2 terdiri dari KK. Kesadaran akan Konsekuensi, yang merupakan wawasan dan kesadaran individu yang membawa konsekuensi pada perilaku, merupakan variabel yang bersifat “noninstitusionalized” dan bersifat tidak resmi/informal. Sedangkan Kelompok Faktor 2 berisikan variabel seperti Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku merupakan variabel yang bersifat “institusionalized” dan bersifat resmi/formal. Kontrol Perilaku, walaupun berupa persepsi staf akan tindakannya, tetapi selalu terkait dengan kebijakan, fasilitas dan aturan-aturan lain yang ada di UGM

Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya menguji construct dan menentukkan variabel-variabel mana yang menjadi faktor penentu dalam perilaku keberlanjutan para staf kependidikan di suatu perguruan tinggi, dengan unit sampel 100 responden. Penelitian yang dilakukan, pada variabel dependen, yaitu Perilaku Keberlanjutan tidak ditentukan nilainya sehingga tidak bisa dilakukan uji hipotesis. Untuk memberikan nilai pada variabel dependen perlu data lebih banyak lagi dari UGM dan tinjauan pustaka lebih lanjut dari penelitian-penelitian sebelumnya. Melakukan uji hipotesis, tentu harus dengan sampel yang lebih representatif, yang mana populasi staf UGM yang menjadi responden ada sekitar 5.700 orang. Tujuanya adalah agar bisa memberikan kontribusi yang lebih luas dan jelas, baik secara teoritis dan maupun kontribusi terhadap strategi kebijakan di UGM.

(7)

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

a. Analisis faktor pada Kesadaran akan Konsekuensi (KK), Norma Subyektif (NS), Faktor Situasional (FS) dan Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (KP) menunjukkan bahwa, KK merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku keberlanjutan staf kependidikan UGM. Pengujian dengan analisis faktor juga memberikan hasil bahwa, 4 faktor dari Davis (2009) bisa dibagi menjadi 2 faktor. Faktor 1 yang bersifat “non-institusionalized”, tidak resmi/informal (Agen Informal). Faktor 2 bersifat “institusionalized” dan bersifat resmi/formal (Agen Formal). b. Responden secara umum mempunyai sikap dan melakukan perilaku keberlanjutan. Dengan

demikian, kebijakan UGM untuk lebih ramah terhadap lingkungan didukung oleh perilaku semua staf UGM yang menjadi responden.

c. Responden dengan kegiatan yang ekologis atau ramah lingkungan di rumah cenderung memberikan pernyataan positif pada perilaku keberlanjutan di kantor yang lebih tinggi, daripada responden yang tidak melakukan kegiatan ekologis atau ramah lingkungan di rumah. Responden juga melakukan perilaku keberlanjutan di kantor, walaupun faktor kegiatan di kantor bisa mempengaruhi nilai ekologis unit kerja mereka.

Penelitian ini menyarankan UGM dalam implementasi kebijakan Rencana Induk Pengembangan Kampus (RIPK) dengan visi Educopolis danbagi kampus lainnya di Indonesia, agar; a. Implementasi kampus berkelanjutan hanya bisa dicapai melalui partisipasi staf (Van Weenen, 2000; Zabel, 2005). Peningkatan partisipasi staf dalam implementasi kampus berkelanjutan diperlukan formulasi strategi yang tepat.

b. Peningkatan partisipasi staf bisa dilakukan dengan strategi tekanan sosial dan budaya. Tekanan sosial dan budaya bisa berupa tradisi, peraturan-peraturan, kolega dan pemimpin. Karena itu, dalam implementasi kampus berkelanjutan, universitas perlu membuat aturan-aturan yang mengikat, menciptakan budaya yang lebih hijau (seperti yang telah dilakukan dengan sepeda kampus), dan kepemimpinan yang suportif terhadap isu-isu keberlanjutan. Selain pendekatan tekanan sosial dan budaya, perlu juga pendekatan melalui penguatan pengetahuan, wawasan dan kesadaran akan perilaku keberlanjutan. Pengetahuan, wawasan dan kesadaran bisa diberikan dengan memperbanyak sosialisasi, pelatihan dan pendidikan kepada staf.

Daftar Pustaka

Ajzen, I. (1991), The Theory of Planned Behaviour, Organized Behaviour and Human Decision Processes, Vol.50, Hal. 170-211.

Bell, S., Morse, S., (2008) Sustainability Indicators: Measuring the Immeasurable? Ed.II., London: Earthscan

(8)

Bezzina, Frank H. dan Stephen Dimech (2011) Recycling Behaviour in Malta, Management of Environmenatal Quality: An International Journal Vol.22, No.4, hal. 463-485

Boldero, J. (1995) The Prediction of Household Recycling Newspaper: The Role of Attitudes, Intentions and Situational Factor, Journal of Applied Social Psycology, Vol, 2, No.5 , Hal. 440-462

Brundtland Commission, UN, (1987) UN Documents Gathering a body of global agreements (internet) http://www.un-documents.net/ocf-02.htm, diakses pada 14-3-2014.

Bratt, C,. (1999) The Impact of Norms and Assumed COnsequences on Recycling Behaviour, Environment and Behavior 31 (5), Hal. 630-656

Cole, L., & Wright, T. (2003). Assessing sustainability on Canadian University campuses: development of a campus sustainability assessment framework. Canada: Royal Roads University. p, 30.

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2003). Business Research Methods, McGraw-Hill Higher Education, Eight. Edition. New York: McGraw Hill

Davies, J., Foxall, G.R. dan Pallister, J. (2002), Beyond The Intention – Behaviour Mythology:An Integrated Model of Recycling, Journal of Market Theory, Vol. 2 No. 1, pp. 29-113.

Davis, G., Phillips, P.S., Read, A.D. dan Iida, Y. (2006), “Demonstrating The Need For The Development of Internal Research Capacity: Understanding Recycling Participation Using The Theory Of Planned Behaviour in West Oxfordshire, UK”, Resources, Conservation and Recycling , Vol. 46, pp. 115-27.

Davis, G., O'callaghan, F., Knox, K., (2009) Sustainable Attitutes and Behaviours Among A Sampel of Non-academic Staff: A Case Study from an Information Services Departement, Griffith University, Brisbane, International Journal of Sustainabilit in Higher Education, Vol. 10, No.2, Hal. 136-11

Dos Santos Martins, H., Correia Loureiro, S. M., & Castro Amorim, M. P. (2013). Quality and Sustainability in Higher Education Institutions: Key Factors. International Journal of Management Cases, 15(4).

Ebreo, A., Vining, J., & Cristancho, S. (2003) Responsibility for Environmental Problems and The Consequences of Waste Reduction: A Test of The Norm-Activation Model, Journal of Environmental Systems, 29(3), 219-244.

Fishbein, M. dan Ajzen, I. (1975), Belief, Attitude, Intention, and Behaviour: An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley, Reading, MA.

Flannery, B. L., & May, D. R. (2000). Environmental Ethical Decision Making in The U.S. Metal-finishing Industry. Academy Of Management Journal, 43(4), Hal. 642-662. doi:10.2307/1556359

ISCN, (2014) Introduction, (internet) http://www.international-sustainable-campus-network.org/about/introduction-and-analysis.html, diakses pada 4-3-2014.

(9)

Lozano, R. (2006). A Tool for A Graphical Assessment of Sustainability in Universities (GASU). Journal of Cleaner Production, 14(9), Hal. 963-972.

Neuman, W.L., (2006) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Pearson/Allyn and Bacon.

Schwartz, S. (1977), Normative Influences on Altruism, Advances in Experimental Social Psychology, Vol. 10, Hal. 221-79.

Sekaran, U., Bougie, R.,(2010) Research Methods For Business : A Skill Building Approach,Wiley Shrum, L. J., McCarty, J. A., & Lowrey, T. M. (1995). Buyer Characteristics of The Green Consumer

and Their Implications for Advertising Strategy. Journal of Advertising, 24(2), Hal. 71-82. Sugiyono, (2012) Metode Penelitan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta .

Tang, Z., Xiaohong, C., Jianghong, L., (20110 Determining Socio-psycological Drivers For Rural Household Recycling Behaviour in Developing Countries: A Case Study From Wugan, Hunan, China,” Environment and Behaviour, Vol. 43, No.6, Hal. 848-876

Taylor S., dan Tood P., (1995) Understanding Household Garbage Reduction Behaviour: A Test o An Integrated Models” Journal of Public Policy & Markeing, Vol 14, No.2, Hal. 192-204 Tonglet, M., Phillips, P. S., & Bates, M. P. (2004). Determining the Drivers for Householder

Pro-environmental Behaviour: Waste Minimisation Compared to Recycling. Resources, Conservation and Recycling, 42(1), Hal. 27-48.

UNESCO,(2014)Education for Sustainable Development (ESD),

(internet)http://www.unesco.org/new/en/education/themes/leading-the-international-agenda/education-for-sustainable-development pada tanggal 13-3-2014.

UN, (2014)Indicators for Sustainable Development Goals (internet) http://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/3233indicatorreport.pdf diakses pada 20-3-2014.

Van Weenen,H. (2000) Towards a vision of a sustainable university, International Jurnal of Sustainability in Higher Education, Vol 1 No.1, Hal.20-34.

Velazquez, L., Munguia, N., & Sanchez, M. (2005). Deterring Sustainability in Higher Education Institutions: An Appraisal of The Factors Which Influence Sustainability in Higher Education Institutions. International Journal of Sustainability in Higher Education, 6(4), Hal. 383-391.

(10)

Yuan, X., Zuo J., (2013). A Critical Assessment of the Higher Education For Sustainable Development from students ’ perspectives - a Chinese study, Jurnal of Cleaner Production 48 (2013) Hal. 108-115.

Zabel, H.,U., (2005) A Model of HUman Behaviour for Sustainability, International Journal of Social Economics, Vol. 32, No.8, Hal.717-735

Gambar

Tabel 1. Kriteria Penggunaan Energi
Tabel 2. Hasil Pengujian Reliabilitas
Tabel 4. Gambaran Pebedaan Total

Referensi

Dokumen terkait

Pada organisasi pengelolaan situs web pemerintah daerah, secara internal implementasi-nya dapat dalam bentuk intranet, sedang secara eksternal implementasinya dilakukan

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan mengetahui pengembangan kepemimpinan kepala sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 15 Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

Beberapa karakteristik yang khas dari bahan pembelajaran tersebut adalah: (1) lengkap (self-contained) , artinya seluruh materi yang diperlukan peserta Program Guru Pembelajar

If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Constant is included in

pembatasan akan menghasilkan cabang baru sedangkan Metode cutting plane, menggunakan penambahan batasan baru yang disebut gomory dalam menyelesaikan persamaan

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan ditemukan hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dapat

[r]

Pada Suku Jawa hasil uji Mantel-Haenszel diperoleh nilai p &gt; 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pola asuh stimulasi