• Tidak ada hasil yang ditemukan

Theory of Planned Behaviour

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Theory of Planned Behaviour"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PADA PERILAKU KEBERLANJUTAN (SUSTAINABILITY) STAF keberhasilan implementasi kampus yang berkelanjutan, perlu diprediksi faktor-faktor yang menjadi penentu perilaku mereka terhadap keberlanjutan. UGM merupakan salah satu perguruan Tinggi yang mengusung visi keberlanjutan dengan nama educopolis.

Penelitian yang dilakukan, sikap dan perilaku dari 100 staf kependidikan UGM diinvestigasi dengan menggunakan instrumen yang diadaptasi dari Theory of Planned Behaviour (TPB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa construct yang dibuat dari TPB, berupa Konsekuensi, Norma Subyektif, Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku bisa efektif untuk menentukan sikap dan perilaku staf UGM terhadap perilaku keberlanjutan.

Kata Kunci: Keberlanjutan, Perilaku,Theory of Planned Behaviour

Pendahuluan

Satu dekade terakhir ada peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberlanjutan

(sustainability), Isu tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan diprakarsai oleh UNESCO

yang mencanangkan UN Decade of Education for Sustainable Development (2005-2014). Isu

pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan juga menjadi isu penting di pendidikan tinggi

(Yuan & Zuo, 2012:108).

Kecenderungan keberlanjutan dalam dunia pendidikan tinggi ditunjukkandengan beberapa

indikator yang menonjol seperti sudah adanya ISCN (International Sustanability Campus Network),

yang pada saat ini telah beranggotakan 52 Perguruan Tinggi di dunia (ISCN, 2014). Kemudian,

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dalam visi RIPK 2005-2015 (Rencana Induk Pengembangan

Kampus) menetapkan visi sebagai kampus educopolis.

Pertanyaannya adalah, sejauh mana pencapaian visi tersebut? Model Universitas

keberlanjutan dari Van Weenen (2000) terdiri dari level 1 sampai level 4. Level 3 dan Level 4 dapat

dicapai melalui perilaku dan sikap dari staf dengan intervensi yang tepat untuk meningkatkan perilaku

yang pro-lingkungan dan berkelanjutan (Davis, et al., 2009:137-138). Faktor staf juga dianggap

penting oleh Matins (2013:1) yang menyatakan bahwa faktor kunci untuk kualitas dan keberlanjutan

(sustainability) di Pendidikan Tinggi adalah: (1) potensi pekerjaan bagi mahasiswa (2) kualitas dari

staf akademik dan kualitas fasilitas. Begitu juga model perilaku manusia yang keberlanjtuan (Zabel,

2005) yang menyaratkan dua faktor, yaitu pembentukan budaya dan faktor situasional yang melekat

pada staf baik di rumah maupun di kantor.

Davis et al. (2009) menggunakan TPB (Teory of Planned Behaviour) untuk merumuskan

ciri-ciri sikap dan perilaku para staf yang mengarah pada keberlanjutan di universitas. Sikap dan perilaku

(2)

penggunaan perangkat yang ramah lingkungan. Berkaitan dengan staf sebagai salah satu penentu

keberhasilan dari visi educopolis perlu diprediksi faktor-faktorapa saja yang menjadi determinan

terhadap perilaku staf untuk berpartisipasi dalam mensukseskan visi tersebut.

Penelitian mengenai sikap dan perilaku staf kependidikan pernah dilakukan oleh Davis et al.

(2009) di Griffith University, Brisbane. Penelitian Davis et al. (2009) ini membuat construct yang

didasarkan pada TPB (Theory of Planned Behaviour) untuk mengukur sikap dan perilaku staf

kependidikan terhadap keberlanjutan. Construct yang dihasilkan oleh Davis et al. (2009) ini

digunakan oleh penulis untuk mengidentifikasi perilaku staf kependidikan di UGM dalam

partisipasinya terhadap visi educopolis.Penelitian juga ditujukan untuk mencari faktor apa yang

menjadi determinan terhadap partisipasi staf kependidikan dalam pelaksanaan visi keberlanjutan di UGM yang tertuang dalam visi ‘educopolis’.

Definisi dan Lingkup Keberlanjutan

Terminologi keberlanjutan sangat multiface dan originalitas dari keberlanjutan

(sustainability) sangatlah komplek (Bell & Morse, 2008:). Istilah keberlanjutan populer dan melekat

dengan istilah Pembangunan Berkelanjutan (sustainabledevelopment) adalah pembangunan yang

mempertemukan kebutuhan sekarang dengan mengkompromikan kemampuan dari generasi yang

akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri (Brundtland Commission, UN, 1987).

Salah satu lembaga pendidikan yang paling dominan didalam melaksanakan pendidikan untuk

pembangunan yang berkelanjutan adalah lembaga Pendidikan Tinggi. Perguruan

tinggi/kampus/universitas yang berkelanjutan mempunyai arti yang tidak jauh berbeda. Velasquez et

al. (2005:812) mendefinisikan Pendidikan Tinggi yang berkelanjutan sebagai keseluruhan atau

sebagai bagian dari yang membahas, terlibat, mempromosikan, pada level regional atau global,

meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi, sosial, efek negatif pada kesehatan,

yang dihasilkan dalam penggunaan sumberdaya Pendidikan Tinggi untuk memenuhi fungsinya dalam

pengajaran, penelitian, penyuluhan, dan kemitraan, dan pelayanan dengan cara membantu masyarakat

untuk melakukan transisi menuju gaya hidup keberlanjutan. Cole (2003:30) mendefinisikan sebuah

masyarakat kampus keberlanjutan bertindak atas dasar tanggungjawab lokal dan global untuk

melindungi dan meningkatkan kesejahteraan manusia dan ekosistem. Aksinya secara aktif melibatkan

pengetahuan tentang masyarakat universitas untuk menghadapi tantangan ekologi dan sosial yang

dihadapi sekarang dan di masa depan.

Theory of Planned Behaviour

TPB (Theory of Planned Behaviour) dikemukakan dan dikembangkan oleh Ajzen (1991)

yang mana teori ini merupakan perkembangan dari TRA (Theory of Reasoned Action) yang

(3)

dengan cara memperluas atau menambahkan variabel baru untuk memberikan perhatian pada konsep

kemauan individu, yaitu kontrol perilaku.Kontrol perilaku merupakan kondisi di mana orang percaya

bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan.

TPB menyediakan kerangka sistematis guna meneliti faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu (mempengaruhi perilaku seseorang), dan teori ini

sudah banyak diaplikasikan diberbagai bidang ilmu keperilakuan (Tonglet et al., 2004) serta dianggap

sebagai teori yang valid dan teruji ( lihat Taylor dan Tood, 2005; Flannery dan May 2000;Tonglet

2004 et al.). Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa TPB menyediakan sebuah kerangka teoritis

yang secara sistematis mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

seseorang untuk melakukan tindakan yang berkelanjutan atau ekologis, dan beberapa hasil penelitian

turut menegaskan kegunaan dan kemampuan TPB dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang

mendorong perilaku yang ekologis atau keberlanjutan ( Boldero, 1995, Davies 2002, Tonglet, et al.,

2004).

Berdasarkan model TPB, perilaku seseorang merupakan fungsi dari niat, yang mana niat

seseorang tersebut dari adanya sikap, norma subyektif, dan kendali perilaku yang dipersepsikan

(Ajzen, 1991). Niat adalah indikator-indikator dari motivasi untuk melakukan sebuah perilaku

tertentu. Niat menggambarkan,"seberapa kuat seseorang bermaksud untuk mencoba, atau seberapa

banyak sebuah usaha mereka direncanakan untuk dilakukan, dalam rangka untuk mewujudkan sebuah perilaku” (Ajzen, 1991). Tang et al. (2011) mendefinisikan norma subyektif sebagai persepsi seseorang yang secara signifikan terbentuk berdasarkan keinginan dan tekanan dari pihak lain (orang

yang menjadi acuan/referensi) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan kendali

perilaku yang dipersepsikan merefleksikan keyakian seseorang akan adanya kendali diri atas

faktor-faktor yang mungin dapat memfasilitasi atau menghalangi dirinya untuk melakukan sebuah perilaku.

Menurut Tonglet, (2004) seseorang mungkin telah memiliki sikap yang positif terhadap

perilaku keberlanjutan seperti mendaur ulang, namun adanya sikap yang positif tersebut tidak

menjamin seseorang akan melakukan kegiatan tersebut. Hal ini dikarenakan pelaksanaan daur ulang

bisa dibatasi oleh kurangnya kesempatan, keahlian, ataupun sumberdaya yang tersedia, yang akan

menentukan tinggi rendahnya kendali perilaku yang dipersepsikan seseorang.

Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa penerapan TPB pada penelitian-penelitian yang

menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keberlanjutan masih jarang

menggunakan model yang bersifat komprehensif dan terintegrasi ( Shrum, Lowrey, McCarty 1994;

Taylor dan Todd, 1995), dan banyak peneliti yang menyatakan bahwa penggunaan TPB semata

belum cukup mampu menjelaskan perilaku ekologi dan menyarankan tambahan variabel dalam

(4)

tentang isu-isu lingkungan, konsekuensi, faktor situasional, kepuasan terhadap layanan yang ada, dan preferensi terhadap sistem mendaur ulang’.

Sebagaimana Bezzina dan Dimech (2011), Davis et al. (2009) juga menambahkan beberapa

faktor tambahan seperti; faktor demografi, pengalaman, faktor situasional, dan konsekuensi.

Konsekuensi merupakan penjabaran dari teori altruisme Schwartz (1977) yang diartikan sebagai

tendensi untuk menjadi sadar akan konsekuensi dari perilaku seseorang terhadap orang lain. Adaptasi

teori altruisme kedalam perilaku mendaur ulang telah dilakukan oleh banyak peneliti seperti

Bratt(1999).

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, karena bertujuan untuk menguji teori.

Sebagaimana diungkapkan oleh Cooper dan Schindler (2008:165), penelitian kuantitatif mempunyai

tujuan utama yaitu, untuk membangun dan menguji teori. Penelitian kuantitatif bersifat konfirmatori,

yang mana penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mengolah data primer yang

bersumber dari jawaban responden melalui penyebaran kuesioner dan kemudian menginterpretasikan

hasil penelitian dengan tujuan untuk menegaskan dan membandingkan dengan hasil penelitian

terdahulu (Neuman, 2006:14).

Kuesioner diadopsi dan dimodifikasi dari kuesioner Davis et al. (2009) yang mewakili 4

dimensi dari TPB (Theory of Planned Behavoiur) dan sikap serta perilaku yang mengarah pada

keberlanjutan di universitas (daur ulang dan minimalisasi sampah, efisiensi energi, konservasi air dan

penggunaan perangkat yang ramah lingkungan). Kuesioner berjumlah 39 item yang disusun

menggunakan skala Likert.

Sampel dipilih dari direktorat, fakultas dan unit berdasarkan kriteria dari penggunaan energi

listrik. Kriteria di ambil dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor

13 Tahun 2012, ada 4 (empat) kriteria penggunaan energi di lembaga BUMN (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Kriteria Penggunaan Energi

Kriteria Konsumsi Energi Listrik

(KWH/Mahasiswa/Luas Lantai) Sangat Efisien < 8,5

Efisien 8,5 – 14

Cukup Efisien 14 – 18,5

(5)

Hasil Penelitian

Kuesioner dicetak dan disebar sebanyak 105 buah dan kembali 70 buah, kemudian kuesioner

online yang direspon sebanyak 33 dan yang bisa diolah sebanyak 30. Responden dari fakultas, unit

dan direktorat diambil masing-masing 25% dari total populasi. Uji Reliabilitas menghasilkan bahwa

semua instrument dinyatkan reliabel (lihat Tabel 2).NS dan KK mendapatkan nilai tertinggi yang bisa

diartikan bahwa NS dan KK merupakan faktor yang paling konsisten untuk menilai perilaku

keberlanjutan staf.

Tabel 2. Hasil Pengujian Reliabilitas

Construct Nilai α

Kesadaran akan Konsekuensi (KK) 0,809

Norma Subyektif (NS) 0,820

Faktor Situasional (FS) 0,607

Kontrol Perilaku yang Dirasakan (KP) 0,630

Statistik deskriptif juga dilakukan dan memperlihatkan bahwa FS merupakan faktor

yangmendapatkan nilai tertinggi. Nilai tersebut bisa diartikan bahwa meskipun kurang mendapatkan

dukungan sumberdaya yang ada, para staf tetap melakukan perilaku keberlanjutan.

Tabel 3.Statistik Deskriptif

Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi

KK 1 5 4,41 0,716

NS 1 5 3,94 0,866

FS 1 5 3,34 0,976

KP 1 5 3,61 0,871

Setelah uji validitas, reliabilitas dan analisa deskriptif, langkah selanjutnya adalah dengan

melakukan analisis faktor. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis faktor ini adalah sebagai

berikut:

1. Matriks korelasi dengan menguji 4 (empat) indikator yang merupakan uji korelasi antara variabel

independen didukung oleh uji Barletts Test of Sphericity dan Kaiser Meyer Olkin (KMO). Dari

hasil analisis diperoleh nilai Barletts Test of Sphericity sebesar 0,000 dan nilai KMO sebesar 0,695.

Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat signifikansi yang rendah dan asumsi model faktor dapat

digunakan dalam penelitian ini.

2. Analisa faktor dilakukan untuk menjelaskan keragaman faktor-faktor yang mempengaruhi

(6)

paling dominan terhadap perilaku keberlanjutan staf sebesar 58,5%. Artinya, perilaku

keberlanjutan staf banyak dipengaruhi oleh kesadaran pengetahuan mereka akan keberlanjutan.

NS mendapatkan skor 24,7% yang artinya tekanan sosial, budaya dan kolega di kantor hanya

berpengaruh terhadap perilaku keberlanjutan staf kependiikan sebesar 24,7%. Sementara, FS dan

KP, dengan nilai kecil artinya ketersediaan sumberdaya yang ada dan kebiasaan serta faktor

kegiatan di kantor tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap perilaku keberlanjutan staf.

Tabel 4. Gambaran Pebedaan Total

Komponen Initial Eigenvalues

Total % dari Varian Kumulatif %

KK 2,341 58,536 58,536

NS 0,989 24,737 83,273

FS 0,411 10,265 93,538

KP 0,258 6,462 100,000

3. Penentuan jumlah faktor dilakukan berdasarkan Tabel 4. Yang mana nilai KK merupakan

satu-satunya yang mendapatkan nilai lebih dari 1. Sehingga, dapat disimpulkan ada dua kelompok

faktor.Kelompok 1 terdiri dari NS, FS dan KP, sedangkan kelompok faktor 2 terdiri dari KK.

Kesadaran akan Konsekuensi, yang merupakan wawasan dan kesadaran individu yang membawa

konsekuensi pada perilaku, merupakan variabel yang bersifat “noninstitusionalized” dan bersifat

tidak resmi/informal. Sedangkan Kelompok Faktor 2 berisikan variabel seperti Norma Subyektif,

Faktor Situasional dan Kontrol Perilaku merupakan variabel yang bersifat “institusionalized” dan

bersifat resmi/formal. Kontrol Perilaku, walaupun berupa persepsi staf akan tindakannya, tetapi

selalu terkait dengan kebijakan, fasilitas dan aturan-aturan lain yang ada di UGM

Batasan Penelitian

Penelitian ini hanya menguji construct dan menentukkan variabel-variabel mana yang

menjadi faktor penentu dalam perilaku keberlanjutan para staf kependidikan di suatu perguruan

tinggi, dengan unit sampel 100 responden. Penelitian yang dilakukan, pada variabel dependen, yaitu

Perilaku Keberlanjutan tidak ditentukan nilainya sehingga tidak bisa dilakukan uji hipotesis. Untuk

memberikan nilai pada variabel dependen perlu data lebih banyak lagi dari UGM dan tinjauan pustaka

lebih lanjut dari penelitian-penelitian sebelumnya. Melakukan uji hipotesis, tentu harus dengan

sampel yang lebih representatif, yang mana populasi staf UGM yang menjadi responden ada sekitar

5.700 orang. Tujuanya adalah agar bisa memberikan kontribusi yang lebih luas dan jelas, baik secara

(7)

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

a. Analisis faktor pada Kesadaran akan Konsekuensi (KK), Norma Subyektif (NS), Faktor

Situasional (FS) dan Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (KP) menunjukkan bahwa, KK

merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku keberlanjutan staf kependidikan

UGM. Pengujian dengan analisis faktor juga memberikan hasil bahwa, 4 faktor dari Davis (2009)

bisa dibagi menjadi 2 faktor. Faktor 1 yang bersifat “non-institusionalized”, tidak resmi/informal (Agen Informal). Faktor 2 bersifat “institusionalized” dan bersifat resmi/formal (Agen Formal). b. Responden secara umum mempunyai sikap dan melakukan perilaku keberlanjutan. Dengan

demikian, kebijakan UGM untuk lebih ramah terhadap lingkungan didukung oleh perilaku semua

staf UGM yang menjadi responden.

c. Responden dengan kegiatan yang ekologis atau ramah lingkungan di rumah cenderung

memberikan pernyataan positif pada perilaku keberlanjutan di kantor yang lebih tinggi, daripada

responden yang tidak melakukan kegiatan ekologis atau ramah lingkungan di rumah. Responden

juga melakukan perilaku keberlanjutan di kantor, walaupun faktor kegiatan di kantor bisa

mempengaruhi nilai ekologis unit kerja mereka.

Penelitian ini menyarankan UGM dalam implementasi kebijakan Rencana Induk

Pengembangan Kampus (RIPK) dengan visi Educopolis danbagi kampus lainnya di Indonesia, agar;

a. Implementasi kampus berkelanjutan hanya bisa dicapai melalui partisipasi staf (Van Weenen,

2000; Zabel, 2005). Peningkatan partisipasi staf dalam implementasi kampus berkelanjutan

diperlukan formulasi strategi yang tepat.

b. Peningkatan partisipasi staf bisa dilakukan dengan strategi tekanan sosial dan budaya. Tekanan

sosial dan budaya bisa berupa tradisi, peraturan-peraturan, kolega dan pemimpin. Karena itu,

dalam implementasi kampus berkelanjutan, universitas perlu membuat aturan-aturan yang

mengikat, menciptakan budaya yang lebih hijau (seperti yang telah dilakukan dengan sepeda

kampus), dan kepemimpinan yang suportif terhadap isu-isu keberlanjutan. Selain pendekatan

tekanan sosial dan budaya, perlu juga pendekatan melalui penguatan pengetahuan, wawasan dan

kesadaran akan perilaku keberlanjutan. Pengetahuan, wawasan dan kesadaran bisa diberikan

dengan memperbanyak sosialisasi, pelatihan dan pendidikan kepada staf.

Daftar Pustaka

Ajzen, I. (1991), The Theory of Planned Behaviour, Organized Behaviour and Human Decision Processes, Vol.50, Hal. 170-211.

(8)

Bezzina, Frank H. dan Stephen Dimech (2011) Recycling Behaviour in Malta, Management of Environmenatal Quality: An International Journal Vol.22, No.4, hal. 463-485

Boldero, J. (1995) The Prediction of Household Recycling Newspaper: The Role of Attitudes, Intentions and Situational Factor, Journal of Applied Social Psycology, Vol, 2, No.5 , Hal. 440-462

Brundtland Commission, UN, (1987) UN Documents Gathering a body of global agreements (internet) http://www.un-documents.net/ocf-02.htm, diakses pada 14-3-2014.

Bratt, C,. (1999) The Impact of Norms and Assumed COnsequences on Recycling Behaviour, Environment and Behavior 31 (5), Hal. 630-656

Cole, L., & Wright, T. (2003). Assessing sustainability on Canadian University campuses: development of a campus sustainability assessment framework. Canada: Royal Roads University. p, 30.

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2003). Business Research Methods, McGraw-Hill Higher Education, Eight. Edition. New York: McGraw Hill

Davies, J., Foxall, G.R. dan Pallister, J. (2002), Beyond The Intention – Behaviour Mythology:An Integrated Model of Recycling, Journal of Market Theory, Vol. 2 No. 1, pp. 29-113.

Davis, G., Phillips, P.S., Read, A.D. dan Iida, Y. (2006), “Demonstrating The Need For The Development of Internal Research Capacity: Understanding Recycling Participation Using The Theory Of Planned Behaviour in West Oxfordshire, UK”, Resources, Conservation and Recycling , Vol. 46, pp. 115-27.

Davis, G., O'callaghan, F., Knox, K., (2009) Sustainable Attitutes and Behaviours Among A Sampel of Non-academic Staff: A Case Study from an Information Services Departement, Griffith University, Brisbane, International Journal of Sustainabilit in Higher Education, Vol. 10, No.2, Hal. 136-11

Dos Santos Martins, H., Correia Loureiro, S. M., & Castro Amorim, M. P. (2013). Quality and Sustainability in Higher Education Institutions: Key Factors. International Journal of Management Cases, 15(4).

Ebreo, A., Vining, J., & Cristancho, S. (2003) Responsibility for Environmental Problems and The Consequences of Waste Reduction: A Test of The Norm-Activation Model, Journal of Environmental Systems, 29(3), 219-244.

Fishbein, M. dan Ajzen, I. (1975), Belief, Attitude, Intention, and Behaviour: An Introduction to Theory and Research, Addison-Wesley, Reading, MA.

Flannery, B. L., & May, D. R. (2000). Environmental Ethical Decision Making in The U.S. Metal-finishing Industry. Academy Of Management Journal, 43(4), Hal. 642-662. doi:10.2307/1556359

(9)

Lozano, R. (2006). A Tool for A Graphical Assessment of Sustainability in Universities (GASU). Journal of Cleaner Production, 14(9), Hal. 963-972.

Neuman, W.L., (2006) Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, Pearson/Allyn and Bacon.

Schwartz, S. (1977), Normative Influences on Altruism, Advances in Experimental Social Psychology, Vol. 10, Hal. 221-79.

Sekaran, U., Bougie, R.,(2010) Research Methods For Business : A Skill Building Approach,Wiley

Shrum, L. J., McCarty, J. A., & Lowrey, T. M. (1995). Buyer Characteristics of The Green Consumer and Their Implications for Advertising Strategy. Journal of Advertising, 24(2), Hal. 71-82.

Sugiyono, (2012) Metode Penelitan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta .

Tang, Z., Xiaohong, C., Jianghong, L., (20110 Determining Socio-psycological Drivers For Rural Household Recycling Behaviour in Developing Countries: A Case Study From Wugan, Hunan, China,” Environment and Behaviour, Vol. 43, No.6, Hal. 848-876

Taylor S., dan Tood P., (1995) Understanding Household Garbage Reduction Behaviour: A Test o An Integrated Models” Journal of Public Policy & Markeing, Vol 14, No.2, Hal. 192-204 Tonglet, M., Phillips, P. S., & Bates, M. P. (2004). Determining the Drivers for Householder

Pro-environmental Behaviour: Waste Minimisation Compared to Recycling. Resources, Conservation and Recycling, 42(1), Hal. 27-48.

UNESCO,(2014)Education for Sustainable Development (ESD),

(internet)http://www.unesco.org/new/en/education/themes/leading-the-international-agenda/education-for-sustainable-development pada tanggal 13-3-2014.

UN, (2014)Indicators for Sustainable Development Goals (internet) http://sustainabledevelopment.un.org/content/documents/3233indicatorreport.pdf diakses pada 20-3-2014.

Van Weenen,H. (2000) Towards a vision of a sustainable university, International Jurnal of Sustainability in Higher Education, Vol 1 No.1, Hal.20-34.

(10)

Yuan, X., Zuo J., (2013). A Critical Assessment of the Higher Education For Sustainable Development from students ’ perspectives - a Chinese study, Jurnal of Cleaner Production 48 (2013) Hal. 108-115.

Gambar

Tabel 1. Kriteria Penggunaan Energi
Tabel 2. Hasil Pengujian Reliabilitas
Tabel 4. Gambaran Pebedaan Total

Referensi

Dokumen terkait

Dengan prosedur yang baik membuat antar bagian mengetahui barang yang diretur dan dilakukannya pengurang utang untuk mencegah terjadinya kerja sama antara pegawai

Setelah melakukan analisa terhadap data yang peroleh dari kondisi awal dan dua siklus yang dilaksanakan maka dapat dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan

Kewenangan pangajuan permohonan pailit bank setelah diundangkannya Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan tetap berada pada Bank Indonesia, dimana

untuk mendapatkan persetujuan Bank Indonesia untuk dapat dicetak dan digunakan Bank kami dalam penyelenggaraan kliring sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

kenaikan walaupun tidak secara signifikan, dan pengujian hipotesis (uji-t) berbanding terbalik dengan hasil perbandingan rasio keuangan, menunjukkan bahwa rata-rata rasio

Beberapa karakteristik yang khas dari bahan pembelajaran tersebut adalah: (1) lengkap (self-contained) , artinya seluruh materi yang diperlukan peserta Program Guru Pembelajar

Teori mengemukakan bahwa rip muat harus ditolak untuk di gunakan bilamana dalam jarak sepanjang 100 kali keliling kawat, terdapat lebih dari 10% jumlah benang kawat

Menurut Sanjaya sebagai warga masyarakat Tenganan Pegringsingan bahwa pelanggaran atas larangan perkawinan eksogami, diyakini desanya mengalami keletehan karena warganya