• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teknologi Informasi dan Percetakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teknologi Informasi dan Percetakan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Teknologi Informasi dan Percetakan

Teknologi informasi di era globalisasi memiliki peran, baik dalam dunia usaha maupun dalam kehidupan sehari-hari. Semua segi kehidupan manusia tidak terlepas dari sentuhan teknologi informasi. Menurut Kipphan (2001) sarana teknologi informasi dapat melalui (1) media cetak, (2) media elektronik, dan (3) multimedia. Media cetak adalah sarana dalam penyampaian informasi melalui produk berupa barang cetakan, seperti; buku, majalah, koran, brosur, dan produk media cetak lainnya. Media elektronik adalah sarana dalam penyampaian informasi melalui produk berupa barang elektronik, seperti; televisi, radio, internet, dan sebagainya. Sedangkan multimedia adalah sarana penyampaian informasi terbaru yang menggabungkan antara; teks, gambar, suara, animasi, dan sebagainya. Multimedia dalam penyampaian informasi dapat berupa; teks, grafik, gambar, animasi, dan sebagainya.

Percetakan adalah sebagai perusahaan yang menghasilkan produk media cetak atau perusahaan yang bergerak di bidang pencetakan (Kipphan, 2001). Menurut Soekatno (2006), percetakan adalah perusahaan yang menghasilkan produk berupa barang cetakan, seperti; buku, majalah, surat kabar, brosur dan sebagainya. Percetakan di era globalisasi menduduki peran strategis dalam pembangunan di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan konsumen maka percetakan diharapkan dapat menjawab semua harapan dan kebutuhan konsumen, yaitu produk yang berkualitas, ramah lingkungan, dan harga yang kompetitif.

Soekatno (2006) membedakan antara kata penerbitan dan kata percetakan. Hal ini perlu ada pengertian tersendiri dalam hal pengelolaan barang cetakan, misal; buku, tabloid, koran, dan sebagainya. Percetakan adalah badan usaha yang bergerak di bidang jasa pencetakan. Penerbitan adalah badan usaha yang bergerak dalam penyiapan naskah sampai desain dan layout, pendistribusian, penjualan, dan penghubung dengan penulis (sumber berita). Penerbitan dan Percetakan adalah 2 badan usaha yang saling berhubungan dan bergantungan, sekalipun dua badan usaha yang terpisah.

(2)

2.2. Pengelolaan Percetakan

Percetakan merupakan sebuah organisasi. Menurut Stoner (1996), organisasi adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan spesifik atau sejumlah tujuan. Sebuah organisasi perusahaan memerlukan pengelolaan atau manajemen. Pengelolaan menurut Robbins (1999) adalah proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang. Menurut Stoner (1996), pengelolaan adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan menggunakan semua sumberdaya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang telah ditetapkan.

Pengelolaan organisasi perusahaan lebih diarahkan untuk mencapai tujuan laba melalui cara yang efektif dan efisien. Pengelolaan yang baik harus dilakukan secara keseluruhan dari suatu organisasi perusahaan dan memandang organisasi perusahaan sebagai suatu sistem. Menurut Fuad (2003), sistem yang dimaksud adalah suatu kesatuan dari unit-unit yang saling berinteraksi, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Organisasi perusahaan atau perusahaan adalah suatu sistem karena merupakan kombinasi dan pengelolaan berbagai sumber ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi proses produksi serta distribusi barang dan jasa untuk mencapai tujuan, antara lain keuntungan, pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun tanggung jawab sosial dan ekologis.

Menurut Robin (1999), sistem perusahaan merupakan suatu organisasi yang merupakan sistem terbuka. Sistem terbuka selalu berinteraksi secara dinamis dengan lingkungannya. Gambar 2 memperlihatkan organisasi merupakan sistem terbuka dan terlihat bahwa perusahaan merupakan proses transformasi dari masukan atau input untuk menghasilkan keluaran atau output. Input, proses, dan output dalam pengelolaan suatu organisasi perusahaan disebut dengan alur organisasi. Proses tersebut ada dalam suatu sistem organisasi yang dipengaruhi oleh lingkungan yang berubah secara dinamis.

Pengelolaan sebuah organisasi perusahaan didekati melalui fungsi-fungsi manajemen, yaitu; POAC (planning, organizing, actuating, controlling), menurut George Terry dalam Hani (2003). Setiap fungsi memiliki kepentingan khusus dalam pencapaian tujuan. Perencanaan (planning) yang baik tidak ada artinya jika pelaksanaannya tidak sesuai. Planning yang baik dan pelaksanaan yang

(3)

baik pun tidak ada artinya jika tidak ada evaluasi atau controlling. Controlling yang baik tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik jika rencananya tidak baik. Pada dasarnya, kesemua fungsi tersebut harus berjalan dengan baik secara bersamaan tanpa mementingkan hanya pada salah satu fungsi.

Lingkungan Sistem Masukan (INPUT) • SDM • Keuangan • Bahan baku • Mesin • Metode • Manajemen Tranformasi (PROSES) • Kegiatan-kegiatan karyawan • Kegiatan manajemen

Metode Operasi Umpan balik Keluaran (OUTPUT)

• Produk atau Jasa

• Hasil keuangan

• Informasi

• Hasil-hasil manusiawi

Lingkungan

Gambar 2. Organisasi Merupakan Sistem Terbuka (Robin, 1999).

Fungsi-fungsi manajemen ini harus dijalankan secara keseluruhan dalam

rangka mengelola seluruh faktor-faktor pengelolaan, yaitu; man (sumberdaya manusia), money (keuangan), material (bahan baku), machine (mesin), method (metode), management (manajemen), market (pasar), dan environment (lingkungan), yang dikenal sebagai 7M+1E. Faktor-faktor pengelolaan ini dapat berbeda jenis antar perusahaan tergantung dari bentuk perusahaan, misalkan bahan baku perusahaan percetakan akan berbeda dengan bahan baku perusahaan elektronik. Jika dilihat dari jenis produknya dimana perusahaan dapat dibagi tiga, yaitu; perusahaan jasa (menjual produk yang intangible), perusahaan merchandising (menjual produk berwujud tetapi tidak diproduksi sendiri) dan perusahaan manufaktur (menjual produk berwujud yang diproduksi sendiri), perbedaannya terletak pada faktor bahan baku. Perusahaan jasa dan

(4)

merchandising tidak memiliki bahan baku untuk diproses. Walaupun ada perbedaan jenis faktor-faktor pengelolaan ini, namun setiap perusahaan harus mengelola semua faktor ini dengan baik melalui fungsi-fungsi manajemen.

Sumberdaya manusia (man) adalah manusia yang menjadi karyawan yang mengelola jalannya organisasi perusahaan. Menurut Dessler (1997), manajemen sumberdaya manusia adalah kebijakan dan praktik yang dibutuhkan organisasi untuk menjalankan aspek “orang” atau sdm dari posisi seorang manajemen, meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian. Campur tangan manusia dalam perusahaan sangat diperlukan terutama untuk melakukan proses produksi. Dalam proses produksi, karyawan dan mesin bersama-sama bertugas untuk melakukan proses menghasilkan output. Pada dasarnya manusia adalah mutlak dibutuhkan dalam suatu perusahaan. Perusahaan dengan teknologi tinggi yang bersifat capital intensif sekali pun tidak dapat berjalan tanpa campur tangan manusia. Yang membedakan dengan perusahaan labor intensif adalah jumlah pemakaian dan kualitas sumberdaya manusia yang digunakan. Karena pentingnya keberadaan manusia dalam perusahaan maka karyawan tidak lagi disebut sebagai faktor produksi tetapi sebagai aset perusahaan.

Keuangan (money) yang dimaksud adalah berupa uang yang digunakan baik untuk modal investasi maupun operasional. Kebutuhan dana untuk investasi yaitu pembelian barang-barang yang merupakan asset tetap seperti tanah, bangunan, mesin, dan peralatan. Dana operasional diperuntukan bagi kebutuhan bahan baku, membayar karyawan, promosi, listrik, telepon, air, dan sebagainya. Sumber dana perusahaan dapat diperoleh dari modal saham atau pinjaman baik bank, obliogasi, maupun lembaga keuangan lainnya.

Material adalah bahan baku yang digunakan oleh suatu perusahaan manufaktur. Bahan baku terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku tambahan atau pendukung, yang kesemuanya itu menjadi input yang akan masuk ke tahap proses yang akan menghasilkan produk dan limbah.

Mesin adalah asset fisik yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Mesin yang digunakan dalam suatu perusahaan manufaktur terdiri atas mesin utama, peralatan, dan perlengkapan. Metode adalah cara yang digunakan untuk mengelola faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output yang berkualitas dan berwawasan lingkungan. Metode erat kaitannya dengan teknologi yang digunakan. Perusahaan–perusahaan dalam

(5)

industri yang sama dan memiliki modal yang sama, skala usaha yang sama, mesin yang sama, belum tentu menghasilkan output dengan kualitas yang sama. Salah satu yang membedakannya yaitu metode yang berbeda, sehingga metode terbaik sangat dibutuhkan dan perlu terus dicari untuk menghasilkan output tepat jumlah, tepat kualitas, dan tepat waktu.

Manajemen adalah kemampuan dalam mengelola perusahaan. Kemampuan ini berupa keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola sehingga dapat dibedakan dengan manajer yang tidak memiliki keterampilan manajemen. Pasar oleh Griffin (2005) diartikan sebagai mekanisme pertukaran antara pembeli dan penjual atas barang dan jasa tertentu. Menurut Stanton dalam Umar, pasar adalah kumpulan orang yang mempunyai keinginan untuk puas, uang untuk dibelanjakan, dan kemampuan untuk membelanjakannya. Sedangkan pemasaran, menurut Griffin (2005) diartikan sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi serta distribusi atas gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang mampu memenuhi sasaran perseorangan dan organisasi. Perusahaan yang berorientasi pasar (market oriented) adalah lebih baik daripada perusahaan yang berorientasi pada penjualan (sales oriented).

Pengelolaan sebuah organisasi adalah pengelolaan terhadap proses pengelolaan yang terdiri dari input, proses, dan output organisasi tersebut. Tahap pertama dalam proses pengelolaan yaitu terkait dengan pengelolaan input yang dikenal dengan unsur-unsur manajemen (6 M) yang terdiri atas; man (sumberdaya manusia), money (keuangan), material (bahan baku), machine (mesin), method (teknologi), dan management (manajemen). Unsur-unsur manajemen merupakan sebagian dari faktor-faktor pengelolaan. Menurut Stoner (1996), input adalah sumberdaya dari lingkungan, seperti bahan mentah dan tenaga kerja yang memasuki sistem organisasi. Organisasi perusahaan mengambil input (bahan baku, uang, tenaga kerja, dan sebagainya) dari lingkungan eksternal, melakukan transformasi menjadi produk atau jasa, dan mengirimkan kembali ke lingkungan eksternal sebagai output.

Tahap kedua dalam proses pengelolaan adalah proses produksi. Menurut Stoner (1996), proses adalah cara sistematik yang sudah ditetapkan dalam melakukan kegiatan. Menurut Gaspersz (2003), proses sebagai integrasi sekuensial dari sumberdaya manusia, material, metode, dan mesin dalam suatu lingkungan guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu

(6)

proses mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah langkah sekuensial yang terorganisasi.

Tahap ketiga dalam proses pengelolaan adalah output, yaitu tahap yang menghasilkan produk. Menurut Stoner (1996) output adalah input yang sudah ditransformasikan dan dikembalikan pada lingkungan eksternal sebagai produk atau jasa. Menurut Hani (2003), sistem pada hakekatnya merupakan proses transformasi masukan yang menghasilkan keluaran; transformasi terdiri dari aliran informasi dan sumberdaya. Keluaran dari organisasi merupakan masukan bagi lingkungannya, dan sebaliknya keluaran dari lingkungan adalah masukan bagi suatu organisasi perusahaan. Organisasi perusahaan dalam rangka pencapaian tujuannya selalu terjadi interaksi dengan lingkungannya. Perusahaan selain menghasilkan output berupa produk maka mengeluarkan juga limbah sebagai output yang tidak dikehendaki. Limbah merupakan output yang berinteraksi dengan lingkungan organisasi perusahaan. Limbah tersebut harus dikelola agar tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan organisasi perusahaan (tidak mencemari lingkungan hidup).

Menurut Kipphan (2001), aliran proses percetakan terdiri dari; (1) penyiapan, (2) tahap pracetak, (3) tahap cetak, (4) tahap pascacetak (penjilidan), dan (5) distribusi. Percetakan memiliki proses produksi yang terdiri dari; pracetak (prepress), cetak (printing), pascacetak (postpress), seperti terlihat dalam Gambar 3. Menurut Gramedia Percetakan (1996), percetakan merupakan sebuah organisasi perusahaan berupa sistem yang terdiri dari beberapa sub-sistem, yaitu; sub-sistem input, sub-sistem proses, dan sub-sistem output.

Sub-sistem input terdiri dari; man (sumberdaya manusia), money (keuangan), material (bahan baku), machine (mesin), method (metode), dan management (manajemen). Material yang dimaksud adalah bahan baku percetakan, yaitu; naskah, kertas, tinta, dan bahan pendukung. Mesin yang dimaksud adalah mesin cetak (utama) dan mesin pendukung.

Sub-sistem proses adalah proses produksi percetakan yang terdiri dari; tahap pracetak, tahap cetak, dan tahap pascacetak. Sub-sistem output menghasilkan produk yang berupa; koran, tabloid, majalah, buku, brosur, dan sebagainya. Selain menghasilkan produk dalam sub-sistem output menghasilkan juga limbah percetakan, berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah cair percetakan yang dihasilkan masih mengandung logam berat yang termasuk ke dalam kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun). Penanganan limbah cair

(7)

percetakan dapat merupakan suatu sub-sistem tersendiri, yaitu sub-sistem pengolahan limbah berupa IPAL (instalasi pengolahan air limbah).

` Sumber Informas i Pra Cetak Cetak Pasca Cetak

K o nsume n Konsumen (preferensi ) Proses produksi Pemasaran Distributor Lembaran cetak Naskah Plate Produk Percetakan Database Pemasok

Gambar 3. Proses Percetakan (Kipphan, 2001).

2.3. Limbah Percetakan

Limbah adalah konsekuensi logis dari setiap pendirian suatu industri; begitu pun dengan percetakan. Menurut Kristanto (2002), limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Bila limbah yang mengandung senyawa kimia tertentu sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan konsentrasi tertentu dilepas ke lingkungan maka hal itu akan mengakibatkan pencemaran; baik sungai, tanah, maupun udara. Percetakan menghasilkan limbah berupa; padat dan cair. Limbah yang dihasilkan oleh percetakan adalah; sobekan kertas, plate bekas, film bekas, blanket bekas, kaleng, drum. jerigen, plastik, cairan limbah, dan sludge.

Limbah cair percetakan berasal dari proses produksi, yaitu di bagian pra-cetak pada proses pembuatan plate dan di bagian pra-cetak pada pencucian rol mesin cetak (Gramedia percetakan, 1996). Polutan yang dominan terdapat dalam limbah cair adalah; minyak, tinta, deterjen, dan pewarna.

Karena limbah padat dapat didaur ulang dan selalu ada pembelinya. Limbah percetakan yang perlu ditangani secara serius adalah limbah yang

(8)

berupa cairan, karena mengandung unsur B3. Menurut Tampubolon, 2006, limbah percetakan yang berasal dari bahan baku dan bahan penolong seperti; tinta dan minyak termasuk limbah B3. Dikategorikan mengandung B3 karena limbah tersebut mengandung logam berat terutama Pb dan Cr. Berdasarkan PP No 85 tahun 1999 logam berat Pb dan Cr termasuk dalam daftar limbah dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

Pada umumnya limbah cair percetakan tersebut dibuang langsung ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), sehingga limbah cair tersebut dapat menimbulkan pencemaran ke lingkungan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 02/MENKLH/1988, pencemaran adalah “masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air/udara, dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”. Untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh aktivitas maka perlu dilakukan pengedalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan, termasuk baku mutu air pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Secara hukum telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 18 Th. 1999 jo PP No. 85 Th. 1999 tentang “Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun”. Ditambah lagi dengan Keputusan Kepala Bapedal No 1 s.d. 5/Bapedal/09/1995 tentang Tata Cara Penyimpanan, Manifest, Pengolahan, Penimbunan, dan Simbol Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Baku mutu limbah cair ditentukan berdasarkan Keputusan Gubernur DKI-Jakarta no 582 tahun 1995 tentang penentuan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan sungai serta baku mutu limbah cair di wilayah DKI-Jakarta. Menurut UU No. 23 tahun 1997 pasal 16 menyatakan bahwa setiap penanggung jawab usaha wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha atau kegiatan perusahaannya. Bila ada perusahaan yang tidak berwawasan lingkungan dapat diberi sanksi pidana maupun perdata atau sanksi administrasi berupa penutupan, pencabutan, penghentian atau penyegelan perusahaan.

(9)

2.4. Percetakan Berkualitas dan Berwawasan Lingkungan

Di Amerika setiap tahunnya terdapat penghargaan kepada perusahaan yang memiliki kinerja tinggi baik bagi perusahaan skala kecil, skala menengah, dan skala besar. Penghargaan tersebut diberi nama Best of The Best dan Best Workplace. Pada tahun 2006, terdapat 16 perusahaan percetakan yang termasuk Best of The Best dan 36 perusahaan percetakan yang termasuk Best Workplace (Hill, E, 2007). Kriteria perusahaan yang termasuk dalam kategori Best of The Best dan Best Workplace adalah perusahaan yang menjalankan BMP (Best Management Practices), mengelola SDM dengan baik, memperhatikan lingkungan, melakukan pelatihan dan program pengembangan karyawan, memperhatikan keamanan kerja, keselamatan kerja, dan keseimbangan kerja. Pemenang Best of The Best antara lain Visual Systems, Mc Naughton and Gunn, Ripon Community Printers, Action Printing, Crescent Printing, Resco Print Ghraphics, Tailored Label Products, Suttle-Strauss, CL and D Graphics, dan Time Printing (Hill, E, 2007.

Perusahaan-perusahaan percetakan di Toronto, juga dievaluasi apakah mereka termasuk dalam kategori perusahaan yang baik dan memiliki kinerja tinggi (Dale, 2007). Selain memiliki kinerja keuangan dan market share, kriteria lain yaitu memiliki hubungan yang baik dengan pemasok dan pelanggan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi operasional, peningkatan kualitas, dan penurunan biaya produksi. Untuk pencapaian customer satisfaction, kriterianya adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman keinginan pelanggan

2. Melakukan service excellent dan adanya peningkatan setiap tahunnya 3. Memiliki diferensiasi dibandingkan dengan pesaing

4. Berpengalaman di bidangnya 5. Memiliki referensi pelanggan

6. Melakukan pendekatan yang unik, misalkan dengan cara online order 7. Melakukan pengawasan kualitas (process quality control)

8. Memiliki tim yang handal

9. Melakukan proses yang lebih baik terhadap keluhan pelanggan, cara penanganan dan tindakan pencegahan

10. Stabilisasi keuangan

11. Menginformasikan setiap perubahan produk dan jasa

(10)

Kinerja perusahaan percetakan di Inggris dan Irlandia dievaluasi melalui prosedur audit dengan Plimsoll Portfolio Analysis (Dublin, 2008). Kriteria evaluasinya yaitu financial performance (kinerja keuangan) serta analisis industri. Untuk kinerja keuangan, parameternya yaitu profitability, market share, dan sales growth, sedangkan untuk analisis industri, parameternya yaitu melihat kekuatan dan kelemahan (strength and weakness) seperti pelayanan terhadap konsumen, perhatian terhadap lingkungan, kualitas produk, harga yang ditawarkan, kekuatan daya tawar, hubungan dengan pemasok, dan sebagainya.

Perusahaan di era informasi mendapatkan persaingan yang semakin ketat, sehingga harus bekerja lebih keras guna memenangkan persaingan. Di sisi lain, konsumen menuntut bukan hanya menawarkan harga rendah dan produktivitas tinggi, namun harus dapat menawarkan kualitas yang baik, kesesuaian dengan kebutuhan, kenyamanan, kemudahan yang diperoleh, ketepatan dan cepatnya waktu penyerahan produk, serta produk yang ramah lingkungan.

Menurut Feigenbaum (1961) produk yang berkualitas dapat didefinisikan sebagai gabungan karakteristik produk dari proses pabrikasi yang menentukan derajat dimana produk yang digunakan dapat memenuhi harapan konsumen. Sedangkan menurut The American Society for Quality Control dalam Summer (1997), kualitas memiliki dua arti; (1) kualitas adalah karakteristik dari produk atau jasa yang muncul karena kemampuannya memuaskan kebutuhan konsumen, (2) produk yang berkualitas adalah produk yang tidak memiliki kelemahan. Menurut Summers (1997), kunci-kunci dalam penentuan kualitas adalah sebagai berikut:

1. Penentuan konsumen; adalah hanya konsumen yang bisa memutuskan seberapa baik suatu produk atau jasa memenuhi kebutuhan dan keinginannya, persyaratannya, dan harapannya;

2. Pengalaman aktual; adalah konsumen akan memutuskan kualitas produk atau jasa tidak hanya saat membeli tetapi melalui proses penggunaan produk atau jasa tersebut;

3. Persyaratan; adalah aspek-aspek penting dari produk atau jasa yang diminta oleh konsumen dapat terungkap atau pun tidak;

4. Teknik pelaksanaan; adalah aspek dari produk atau jasa harus diidentifikasi dengan jelas dalam bentuk kalimat oleh konsumen;

(11)

5. Subjektifitas keseluruhan; adalah kualitas merupakan subjektifitas konsumen, karena aspek dari produk atau jasa hanya dimunculkan dari perasaan pribadi konsumen.

Menurut Goetsch (2002), kualitas adalah keadaan dinamis yang diasosiasikan dengan produk, jasa, orang, proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan. Kualitas tidak hanya berlaku untuk produk dan jasa yang disediakan, malainkan juga orang dan proses yang menyediakan produk dan jasa itu serta lingkungan dimana produk dan jasa tersebut disediakan. Perusahaan yang melihat lebih jauh dari sekadar produk akhir dan juga memusatkan perhatian pada peningkatan terus menerus atas orang yang menghasilkan produk, proses yang digunakan, dan lingkungan di mana mereka bekerja akan unggul dalam jangka panjang, bahkan dalam jangka pendek.

Menurut Gaspersz (2003), kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Sistem yang menerapkan pengelolaan berkualitas disebut dengan sistem manajemen kualitas disingkat dengan nama SMK. Pengelolaan berkualitas sebagai suatu cara meningkatkan performasi secara terus menerus pada setiap level proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan sumberdaya manusia dan modal yang tersedia. Keunggulan produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan bukan hanya dari karakteristik produk saja namun juga pelayanan yang meyertai produk tersebut, seperti; cara pemasaran, cara pembayaran, ketepatan penyerahan, aman untuk dikonsumsi, dan sebagainya.

SMK merupakan sistem manajemen yang melibatkan kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. SMK merupakan pengelolaan organisasi yang berfokus pelanggan dan perbaikan terus menerus pada prosesnya. Nasution (2001), mendefinisikan SMK merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus terhadap; produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya. Dengan demikian produk atau jasa didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Hal ini harus sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi dengan cara yang baik dan benar.

(12)

ISO 8402 (quality vocabulary) mendefinisikan manajemen kualitas sebagai semua aktifitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas (quality improvement). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi.

SMK ditandai dengan kebangkitan Jepang dalam industri dengan menerapkan pembangunan sistem kualitas modern, hal ini dipicu oleh Dr. W. Edward Deming di tahun 1950. Menurut Deming dalam Gaspersz (2003), bahwa proses industri harus dipandang sebagai suatu perbaikan kualitas secara terus-menerus (continuous quality improvement), yang dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide untuk menghasilkan suatu produk, pengembangan produk, proses produksi, sampai dengan distribusi ke pelanggan, seterusnya berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna produk dikembangkan ide-ide untuk menciptakan produk baru atau meningkatkan kualitas produk lama beserta proses produksi yang ada saat ini.

Menurut Deming, untuk membanguin sistem kualitas modern diperlukan transformasi manajemen menuju kondisi perbaikan secara terus menerus. Tranformasi manajemen ini diringkaskan ke dalam 14 butir, yang dikenal sebagai 14 butir prinsip manajemen Deming, adalah sebagai berikut:

1. Ciptakan tujuan yang mantap ke arah perbaikan barang maupun produk dan jasa, dengan tujuan menjadi lebih kompetitif dan tetap dalam bisnis serta memberikan lapangan kerja;

2. Adopsikan cara berfikir (filosofi) yang baru. Kita berada dalam era ekonomi yang baru; karena itu, diperlukan transformasi manajemen untuk menghadapi tantangan dan memahami tanggung jawabnya serta melakukan kepemimpinan untuk perubahan;

3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi masal untuk memperoleh kualitas. Hilangkan kebutuhan untuk inspeksi masal dengan cara membangun kualitas ke dalam produk itu sejak awal;

4. Akhiri praktek bisnis dengan hanya bergantung pada harga. Sebaliknya, meminimumkan biaya total. Bergeraklah menuju pemasok tunggal untuk

(13)

setiap barang dengan membina hubungan jangka panjang yang berdasarkan kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust);

5. Tingkatkan perbaikan secara terus menerus pada sistem produksi dan pelayanan serta meningkatkan kualitas dan produktivitas dan dengan demikian akan secara terus menerus akan mengurangi biaya;

6. Lembagakan pelatihan kerja;

7. Lembagakan kepemimpinan. Tujuan dari kepemimpinan seharusnya membantu pekerja, mesin, dan instrumentasi ke arah hasil kerja yang lebih baik;

8. Hilangkan ketakutan, sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif untuk perusahaan;

9. Hilangkan hambatan-hambatan diantara departemen. Orang-orang yang berada dalam bagian riset, desain, penjualan, dan produksi harus bekerja sama sebagai satu tim untuk mengantisipasi masalah-masalah dalam produksi dan penggunaan dari barang dan/atau jasa itu;

10. Hilangkan slogan-slogan, desakan-desakan, dan target-target kepada pekerja untuk mencapai “kerusakan nol” (zero defect) dan tingkat produktivitas baru yang lebih tinggi;

11A. Hilangkan kuota produksi kerja di lantai pabrik. Subsitusikan dengan kepemimpinan;

11B. Hilangkan “manajemen serba sasaran” (management by objective). Hilangkan manajemen berdasarkan angka produksi. Substitusikan dengan kepemimpinan;

12A. Hilangkan penghalang yang merampok para pekerja dari hak kebanggaan kerja mereka. Tanggung jawab para pengawas (supervisor) harus diganti dari angka-angka produksi ke kualitas produk;

12B. Hilangkan penghalang yang merampok orang-orang yang berada dalam posisi manajemen dan rekayasa dari hak kebanggaan kerja mereka. Ini berarti menghentikan praktek sistem penilaian tahunan (annual merit rating) dan manajemen serba sasaran serta manajemen berdasarkan pada angka produksi;

13. Lembagakan program pendidikan dan pengembangan diri secara serius; 14. Gerakkan setiap orang dalam perusahaan untuk mencapai transformasi

diatas. Transformasi menjadi tugas dan tanggung jawab setiap orang dalam perusahaan itu.

(14)

ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas (SMK). ISO 9001:2000 menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi dan penilaian dari suatu sistem manajemen kualitas, yang bertujuan menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan (Gaspersz, 2003). Lebih lanjut dijelaskan ISO 9001:2000 bukan standar produk tetapi hanya merupakan standar sistem manajemen kualitas (SMK). Definisi dari standar ISO 9000 untuk sistem manajemen kualitas adalah struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, proses-proses, dan sumber-sumber daya untuk penerapan manajemen kualitas. Suatu sistem manajemen kualitas merupakan sekumpulan prosedur terdokumentasi dan praktek-praktek standar untuk manajemen sistem yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses dan produk terhadap kebutuhan atau persyaratan tertentu (Gaspersz, 2003).

Menurut Besterfiefd (1990), kualitas identik dengan excellent product atau jasa yang dapat memenuhi harapan konsumen. Kualitas bersifat intangible karena dibangun beradasarkan persepsi konsumen dimana setiap orang memiliki persepsi yang berbeda untuk objek yang sama. Kualitas adalah total dari ciri-ciri atau karakteristik produk atau jasa yang muncul karena kemampuannya memuaskan kebutuhan, baik yang tersirat maupun yang terungkapkan. Kebutuhan yang terungkapkan ditentukan oleh kontrak, sementara kebutuhan yang tersirat adalah fungsi dari pasar yang harus diidentifikasi dan didefinisikan. Kebutuhan ini mencakup kualitas keamanan, ketersediaan, keandalan, perawatannya, penggunaannya, harga secara ekonomis, dan ramah terhadap lingkungan. Harga dengan mudah didefinisikan oleh satuan moneter uang seperti rupiah atau dollar. Kebutuhan yang lain didefinisikan dengan menerjemahkan ciri-ciri atau karakteristik untuk barang yang diproduksi atau jasa disalurkan, ke dalam spesifikasi tertentu. Spesifikasi kualitas ini haruslah terukur, dapat dikuantifikasi, dan memiliki definisi operasional. Jika spesifikasinya tidak memuaskan kebutuhan konsumen, maka spesifikasi tersebut harus diubah. Kebutuhan manusia biasanya berubah sepanjang waktu, sehingga mensyaratkan evaluasi ulang terhadap spesifikasi produk yang berkualitas. Dalam evaluasi kinerja inilah maka diperlukan kontrol terus-menerus terhadap kualitas produk yang sesuai dengan perubahan selera konsumen.

(15)

SISTEM MANAJEMEN KUALITAS (TQM) PERBAIKAN TERUS-MENERUS Tanggung Jawab Manajemen Pengukuran, Analisis, Perbaikan Realisasi Produk Manajemen Sumberdaya PERS Y AR ATAN PELA NGGA N KEPU ASAN P E L ANGGA N Input Output

Gambar 4. Model Proses Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2000

(Gaspersz , 2003).

Pengendalian kualitas (quality control) adalah penggunaan teknik-teknik dan aktivitas untuk mencapai, mempertahankan, dan meningkatkan kualitas produk atau jasa. Hal ini mencakup integrasi antara berbagai teknik dan aktivitas sebagai berikut:

1. Spesifikasi terhadap apa yang dibutuhkan konsumen;

2. Merancang produk atau jasa yang dapat memenuhi spesifikasi;

3. Pembuatan atau instalasi untuk memenuhi spesifikasi secara keseluruhan; 4. Pengawasan untuk menentukan kesesuaian spesifikasi dengan kebutuhan; 5. Mengevaluasi pemakaian di tingkat konsumen untuk menghasilkan

informasi yang berguna bagi perbaikan spesifikasi ke depan sesuai dengan kebutuhan konsumen yang berubah.

Penerapan kelima aktivitas tersebut menyediakan kepada konsumen produk atau jasa terbaik pada tingkat harga yang paling murah. Tujuan ini seharusnya terus-menerus berlanjut dalam rangka quality improvement. Semua tindakan yang sistematis dan terencana ini diperlukan agar dapat meyakinkan bahwa suatu produk akan memuaskan persyaratan tertentu terhadap kualitas.

Menurut Summers (1997), kualitas berbeda dengan produktivitas. Kualitas lebih mengarah kepada efektivitas, sedangkan produktivitas lebih mengarah kepada efisiensi. Efektivitas didefinisikan sebagai ”doing the right thing” atau mengerjakan sesuatu yang benar (dibenarkan), sedangkan efisiensi didefinisikan sebagai ”doing the thing right” atau mengerjakan dengan benar terhadap sesuatu. Menurut Porter (1980), aktivitas yang efektif belum tentu efisien dan juga sebaliknya. Bagi perusahaan yang lebih dipentingkan adalah

(16)

efektivitas, setelah itu baru efisiensi. Dikarenakan efektivitas lebih memfokuskan pada target atau tujuan, sedangkan efisiensi lebih memfokuskan pada proses yang baik dan hemat. Sebelum melakukan proses perusahaan dengan berbagai strategi yang diterapkan, perusahaan perlu terlebih dahulu menetapkan visi, misi, dan tujuan. Hal inilah yang terkait dengan efektivitas. Menurut Summer (1997), kualitas adalah kebalikan dari produktivitas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jika suatu perusahaan mengejar kualitas maka otomatis akan mengorbankan produktivitas dan sebaliknya jika perusahaan mengejar produktivitas, maka akan mengorbankan kualitas. Hal itu dapat saja terjadi untuk produk yang bukan high tech atau cenderung hand made. Semakin tinggi tuntutan kualitas dari konsumen maka pengerjaannya akan membutuhkan waktu yang lama, demi mencapai kualitas yang diinginkan. Akibatnya, produktivitas menjadi turun. Hal ini tidak menjadi masalah bagi perusahaan tersebut karena dapat dikompensasikan pada harga jual yang lebih tinggi.

Produktivitas adalah rasio antara output dengan input, misalkan ton/ha, kg/HOK, unit produk/jam kerja, dan sebagainya. Jika perusahaan memfokuskan pada peningkatan produktivitas, maka cenderung pada produk masal. Dampaknya adalah keinginan untuk proses produksi yang cepat dan pada akhirnya mengesampingkan kualitas. Untuk itulah produk masal yang mengutamakan peningkatan produktivitas dapat menetapkan harga yang lebih rendah. Mereka dapat menutupi harga yang rendah melalui volume penjualan yang tinggi.

Pada dasarnya kualitas dan produktivitas memang berbeda, namun dalam perusahaan yang menerapkan pengelolaan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan, keduanya harus dipadukan bahwa selain meningkatkan produktivitas, perusahaan juga perlu selalu memperhatikan kualitas. Kesemuanya itu ditujukan untuk keberlanjutan (sustainable) usaha melalui perolehan laba jangka panjang.

Menurut Kipphan (2001), percetakan berkualitas didefinisikan sebagai upaya percetakan dalam menghasilkan produk berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen melalui proses dan input berkualitas. Keinginan konsumen ditangkap oleh percetakan berupa sumber informasi yang diterjemahkan dalam input dan proses.

Menurut Robbins (1999), kesadaran akan eratnya kaitan antara keputusan dan kegiatan organisasi dengan dampaknya terhadap lingkungan

(17)

alam disebut sebagai manajemen berwawasan lingkungan (greening management). Perusahaan yang berwawasan lingkungan didefinisikan perusahaan yang berupaya mengelola lingkungannya baik lingkungan fisik, eksternal, serta dampak yang ditimbulkannya. Lingkungan fisik yang dimaksud adalah limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut, baik padat, cair, maupun gas.

Percetakan menghasilkan limbah cair mengandung B3 yang dapat menimbulkan dampak negatif. Limbah percetakan tersebut harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan sekitar. Dampak yang ditimbulkan oleh limbah tersebut perlu dikompensasi dalam bentuk kepedulian kepada masyarakat sekitar. Bentuk kepedulian tersebut berkait dengan program corporate social responsibility (CSR), seperti pendirian poliklinik untuk karyawan dan masyarakat sekitar, pendirian water treatment, pemanfaatan limbah menjadi barang ekonomis, dan pemberdayaan masyarakat yang terkait dengan kegiatan sosial ekonomi. Selain itu, perusahaan berwawasan lingkungan perlu mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan aspek lingkungan.

Ada empat pendekatan yang dapat ditempuh organisasi di dalam hubungannya dengan masalah lingkungan, yaitu; (1) pendekatan legal, (2) pendekatan pasar, (3) pendekatan pihak yang berkepentingan, (4) pendekatan aktif. Gambar 5 memperlihatkan empat pendekatan organisasi dalam hubungan dengan lingkungan.

Rendah Tinggi

Kepekaan terhadap lingkungan

Pendekatan Pendekatan Pendekatan Pendekatan Legal pasar yang berkepentingan aktif

Gambar 5. Empat Pendekatan Organisasi dalam Hubungan dengan Lingkungan (Robbins, 1999).

Pendekatan legal adalah pendekatan yang paling rendah dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Perusahaan tersebut mematuhi undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Namun, ketika perusahaan menjadi lebih sadar dan peka terhadap masalah lingkungan maka perusahaan dapat melakukan pendekatan pasar. Apa pun permintaan

(18)

pelanggan terhadap produk yang berwawasan lingkungan merupakan hal yang akan disediakan oleh perusahaan tersebut.

Pendekatan yang berkepentingan merupakan pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan masalah lingkungan, dengan cara menanggapi dan memenuhi tuntutan yang berasal dari stakeholders, seperti; karyawan, perusahaan pemasok, investor, atau masyarakat. Pendekatan aktif adalah pendekatan yang paling tinggi dilakukan oleh sebuah perusahaan untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan masalah lingkungan. Perusahaan yang melakukan pendekatan aktif selalu mencari cara dan metode guna melakukan kegiatan yang berwawasan lingkungan, sekaligus melestarikan lingkungan beserta alam.

Perusahaan yang berwawasan lingkungan adalah perusahaan yang menerapkan sistem manajemen lingkungan (SML). Menurut Hariadi (2003) sistem manajemen lingkungan adalah bagian dari keseluruhan sistem manajemen termasuk; struktur organisasi, aktivitas perencanaan, tanggung jawab, praktek, prosedur, proses dan sumberdaya untuk membuat, menerapkan, mencapai, mengkaji, dan memelihara kebijakan lingkungan. Tujuan utama dari SML adalah untuk memungkinkan manusia, tetumbuhan, dan binatang tetap ada dan hidup pada kondisi yang sebaik-baiknya. Sedangkan manfaat dari SML, antara lain;

1. Diharapkan dapat mengurangi limbah berbahaya yang dihasilkan dari aktifitas kegiatan operasional;

2. Dapat mengurangi pencemaran tanah, air, dan udara.

3. Mengurangi pemakaian bahan baku, daur ulang; yang kesemuanya dapat mengoptimalkan pemanfaatan dan melestarikan sumberdaya alam;

4. Dapat menghemat biaya operasional;

5. Mengurangi masalah lingkungan dunia, misalnya masalah lapisan ozon.

Manajemen lingkungan merupakan jalan bagi perusahaan untuk mengerahkan sumberdaya di dalam ataupun di luar organisasinya untuk mencapai status kualitas lingkungan yang diinginkan. Untuk dapat mencapai sasaran ini secara kontinyu dengan biaya yang paling rendah, penerapan sistem manajemen lingkungan merupakan strategi yang tepat. SML menurut Keputusan Kepala BAPEDAL nomor Kep-29/BAPEDAL/05/1997 adalah bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang mencakup struktur organisasi, aktifitas perencanaan, tanggung jawab praktek, prosedur, proses serta sumberdaya untuk

(19)

mengembangkan, menerapkan, mencapai, meninjau serta memelihara kebijakan lingkungan. SML memasukkan cara-cara pencegahan, yaitu; mencegah dampak yang merugikan pada lingkungan, dengan demikian SML mengembangkan sikap proaktif dalam kaitan dengan isu lingkungan.

SML didesain untuk memberikan pendekatan terstruktur dan sistematik terhadap keseluruhan manajemen lingkungan. SML yang telah menjadi standar Internasional adalah ISO 14001. ISO merupakan singkatan dari International Standarisation Organisation adalah sebuah organisasi non-pemerintah dan merupakan badan federasi internasional dari badan-badan standardisasi yang ada di 90 negara, yang berkedudukan di Jenewa yang didirikan pada tahun 1974. Hasil utama dari ISO adalah persetujuan internasional yang diterbitkan sebagai standar internasional, seperti ISO 14001 yang merupakan standar manajemen lingkungan, dan biasa disebut Standar Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001. Menurut Hariadi (2003), SML ISO 14001 dimaksudkan memberikan perusahaan suatu kerangka kerja pengelolaan lingkungan yang efektif yang dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen lainnya (misal, sistem manajemen kualitas dan keselamatan kerja) dan untuk membantu perusahaan dalam mencapai tujuan ekonomi dan lingkungannya. SML ISO 14001 merupakan suatu struktur manajemen yang berbasis; Perencanaan, Pelaksanaan, Pemeriksaan dan Tindakan yang memungkinkan kinerja lingkungan akan selalu terkendali dan berkembang.

Pedoman praktis untuk mengimplementasikan standar ISO 14001, adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan suatu komitmen dari manajemen puncak;

2. Melaksanakan Kaji Awal Lingkungan (KAL) dan membuat Buku Kumpulan Peraturan;

3. Pada saat KAL dan Buku Kumpulan Peraturan telah lengkap, seseorang berada dalam posisi telah mengetahui hukum maupun status lingkungan dan keamanan bahan-bahan yang dibeli, proses, dan produk;

4. Membuat Program Manajemen Lingkungan (PML). Merupakan program menyeluruh, mencakup proyek implementasi dengan KAL-nya, pembuatan Buku Kumpulan Peraturan, dan membuat Sistem Manajemen Lingkungan (SML). PML meliputi organisasi, manajer lingkungan beserta tim kaji ulang lingkungan, struktur beserta agenda untuk pertemuan bulanan, pengawasan program baru dan proyek awal, termasuk menetapkan beberapa

(20)

ketidaksesuaian satu kali yang ditemukan selama KAL, target dan sasaran jangka panjang, penerbitan kebijakan dan kinerja (berupa dokumentasi). 5. Sistem manajemen lingkungan merupakan sistem harian, yang sebagian

besar diotomatisasikan. Setelah KAL, buku kumpulan peraturan dan PML telah selesai maka dilanjutkan dengan proses prosedur evaluasi dampak. Menurut Kristanto (2002), ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sertifikasi ISO 14001, adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan terhadap lingkungan;

2. Menunjukkan kesesuaian dengan peraturan; 3. Pembentukan sistem pengelolaan yang efektif; 4. Penurunan biaya;

5. Penurunan kecelakaan kerja; 6. Peningkatan hubungan masyarakat; 7. Meningkatkan kepuasan konsumen.

Urutan langkah-langkah untuk menerapkan SML didalam perusahaan yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang tertuang dalam ISO 14001 merupakan suatu proses dalam keseimbangan dinamis, dengan suatu umpan balik kontinyu. Adapun urutan langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Menurut Tampubolon (2006) pengelolaan industri yang berwawasan lingkungan digolongkan 3 kelompok, yaitu; (1) Wajib AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) untuk perusahaan yang limbahnya berbahaya serta perusahaan umum skala besar dengan memakai lahan di atas 5.000 m2. (2) Wajib UKL/UPL (upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan) untuk perusahaan umum seperti perusahaan berkualifikasi menengah dan besar. (3) Wajib SPPL (surat pernyataan pengelolaan lingkungan) untuk perusahaan skala kecil/rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan percetakan yang sedang mengalami kemajuan pesat menuju era informasi. Dalam era informasi hampir seluruh aspek kehidupan bergantung pada percetakan untuk meneruskan informasi ke masyarakat. Alasan lain adalah dalam rangka menghadapi era perdagangan bebas dimana ditekankan bahwa kegiatan proses industri, mulai dari bahan baku sampai dengan produk akhirnya, tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (tidak mencemari lingkungan). Bila industri seperti percetakan tidak dapat menghindari limbah yang dibuangnya maka diusahakan adanya penanganan limbah seoptimal

(21)

mungkin, guna menghasilkan limbah yang efisien dan tidak mencemari lingkungan hidup.

Gambar 6. Model Sistem Manajemen Lingkungan (Hadiwiardjo, 1997). Pengelolaan perusahaan percetakan yang baik haruslah memenuhi persyaratan pengelolaam perusahaan secara berkelanjutan. Pada dasarnya setiap perusahaan sebagai lembaga bisnis didirikan untuk mencapai profit maksimum. Jika perusahaan hanya mengejar satu tujuan ini maka profit maksimum yang diperoleh tersebut hanya akan dicapai dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, perusahaan akan hancur jika tidak memenuhi dua tujuan inti lainnya yaitu tujuan sosial dan tujuan ekologis. Tujuan sosial dimaksudkan bahwa berdirinya perusahaan, selain untuk kesejahteraan karyawan, manajer, dan pemilik, juga harus peduli dengan masyarakat sekitar. Salah satunya adalah dengan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat sekitarnya. Aspek ekologis mengharuskan percetakan untuk tetap menjaga kelestarian dan menjamin fungsi lingkungan. Salah satu tindakan menjamin fungsi lingkungan adalah pengelolaan limbah padat dan limbah cair. Dengan mempedulikan tujuan-tujuan ini memang pada awalnya membutuhkan biaya yang cukup besar (misalkan untuk instalasi water treatment, IPAL, dan sebagainya) sehingga mungkin akan

(22)

merugi. Tetapi dalam jangka panjang profit akan diperoleh jauh lebih tinggi karena citra perusahaan yang baik di mata masyarakat. Dengan mempedulikan dua tujuan ini (selain tujuan profit), maka perusahaan akan memperoleh citra yang baik di masyarakat sehingga perusahaan terhindar dari ancaman boikot produk. Dengan memenuhi harapan seluruh stakeholders (termasuk pelanggan dan masyarakat sekitar), maka perusahaan akan memperoleh peningkatan penjualan yang langgeng. Pada akhirnya perusahaan akan memperoleh profit yang langgeng (jangka panjang) bukan profit jangka pendek. Ketiga tujuan tersebut secara keseluruhan oleh Munasinghe (1993) disebut sebagai tiga pilar pembangunan berkelanjutan (Gambar 7), dalam penelitian ini disebut pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Selain itu, sebagai aspek tambahan, Munasinghe menambahkan dua aspek lain yaitu teknologi dan kelembagaan.

Aspek

kelembagaan

Aspek teknologi

Aspek ekonomi dan bisnis

Aspek sosial Aspek ekologi dan lingkungan

Gambar 7. Piramida Sustainable Development(Munasinghe, 1993).

2.5. Sistem dan Pemodelan 2.5.1. Sistem

Menurut Hartrisari (2007), sistem adalah gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisir dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu. Menurut Manetsch dalam Eriyatno (1999), sistem adalah suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang saling berhubungan (berinteraksi) dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan (goal). Menurut Djojomartono (1993), sistem diartikan sebagai suatu gugus atau kumpulan dari elemen yang berinteraksi dan terorganisir untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Aminullah (2001), sistem adalah keseluruhan interaksi unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan adalah lebih dari sekadar penjumlahan atau susunan, yaitu terletak pada kekuatan yang dihasilkan oleh keseluruhan jauh lebih besar dari suatu

(23)

penjumlahan. Menurut McLeod (2004), sistem adalah sekelompok elemen yang berintegrasi dan berinteraksi dengan maksud sama untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian inter-aksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur, yang memberi bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan obyek lain, dan mempengaruhi perilaku dari obyek. Sedangkan unsur adalah benda, baik konkrit atau abstrak yang menyusun obyek sistem. Unjuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu fungsi unsur mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem sebagai keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau sub-sistem. Percetakan merupakan sistem tersendiri yang terdiri dari sub-sistem-sub-sistem, yang salah satunya adalah sub-sistem penanganan limbah percetakan. Pengelolaan percetakan yang berwawasan lingkungan merupakan suatu sistem tersendiri. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kepedulian akan terciptanya lingkungan yang bersih, nyaman, bebas polusi, dan tidak mencemari lingkungan.

Pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam anggapan, karena pada kenyataannya sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sebuah sistem terbuka.

Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Unjuk kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di pihak lain, unjuk kerja yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Perumusan tujuan dari sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas dari sistem yang menjadi perhatian. Artinya benda baik konkrit maupun abstrak, yang jelas menyebabkan dan atau menyumbang langsung kepada pencapaian tujuan sistem dikategorikan sebagai unsur. Sebaliknya, benda yang mempengaruhi dan atau menyumbang tidak langsung dapat dikategorikan sebagai lingkungan.

Menurut Fuad (2003), sistem organisasi perusahaan atau perusahaan memiliki sifat sebagai berikut; kompleks, sebagai suatu kesatuan, sifatnya beragam, sifatnya saling bergantung, dan sifatnya dinamis. Kompleks yang dimaksud adalah hubungan yang terjadi bila penelusuran dilakukan secara

(24)

menyeluruh terhadap unit-unit perusahaan yang saling bekerjasama dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebagai suatu kesatuan adalah perusahaan dilihat menjadi satu kesatuan dalam mencapai tujuan biarpun di dalamnya terdapat banyak bagian. Sifatnya beragam adalah dalam realitasnya setiap perusahaan mempunyai cara beroperasi yang berbeda satu sama lainnya. Sifatnya saling bergantung adalah perusahaan akan bergantung terhadap perusahaan lain, misalkan bergantung kepada perusahaan pemasok bahan baku. Sedangkan, sifatnya dinamis adalah kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan kekuatan dan tekanan yang berasal dari luar perusahaan ataupun dari dalam perusahaan.

2.5.2. Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks, baik untuk ilmu teknik, sosial, kedokteran, lingkungan, percetakan, dan sebagainya. Menurut Turban (1990) bahwa pola pikir kesisteman merupakan pendekatan ilmiah untuk pengkajian yang memerlukan telaah berbagai hubungan yang relevan, komplementer, dan terpercaya. Menurut Hartrisari (2007), pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen. Pendekatan ini dapat mengubah cara pandang dan pola berfikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyederhanaan dari sebuah sistem. Model digunakan karena lebih mudah untuk memahami sesuatu yang lebih sederhana dibandingkan dengan sistem sesungguhnya yang lebih kompleks.

Menurut Hani (2003), pendekatan sistem pada manajemen bermaksud untuk memandang organisasi sebagai suatu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Pendekatan sistem memberi manajer cara memandang organisasi sebagai suatu keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal yang lebih luas. Dengan demikian dalam pendekatan sistem diperlukan multi disiplin bidang ilmu, ditambah dengan perkembangan dunia teknologi informasi dan komputer, pendekatan sistem tidak lepas dari dunia komputerisasi. Hal ini menyebabkan penyederhanaan pekerjaan, kecepatan, dan ketelitian dari hasil.

Menurut Hartrisari (2007), tahapan dalam pendekatan sistem meliputi; (1) Analisis kebutuhan antar-pelaku, (2) Formulasi permasalahan, (3) Identifikasi

(25)

sistem, (4) Permodelan sistem, (5) Verifikasi dan validasi model, serta (6) Implementasi model, seperti terlihat pada Gambar 8. Menurut Eriyatno

(1998), pendekatan sistem adalah metodologi yang bersifat rasional sampai bersifat intuitif yang memecahkan masalah guna mencapai tujuan tertentu.

Gambar 8. Tahapan Pendekatan Sistem (Hartrisari, 2007).

Permasalahan yang sebaiknya menggunakan pendekatan sistem dalam pengkajiannya, yaitu permasalahan yang memenuhi karakteristik; (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit, (2) dinamis, dalam arti faktornya ada

yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan

(26)

dalam menganalisis permasalahan dengan pendekatan sistem, yaitu; (1) sibernetik, artinya berorientasi pada tujuan, (2) holistik, yaitu cara pandang

yang utuh terhadap keutuhan sistem, dan (3) efektif, yaitu prinsip yang lebih mementingkan hasil guna yang operasional serta dapat dilaksanakan dari pada pendalaman teoritis untuk mencapai efesiensi keputusan.

2.5.3. Model

Menurut Manetsch and Park (1997), model adalah suatu penggambaran abstrak dari sistem dunia nyata, yang akan bertindak seperti dunia nyata untuk aspek-aspek tertentu. Sejalan dengan pendapat tersebut Eriyatno (1999), mengemukakan model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Menurut Stoner (1996), model adalah bentuk yang disederhanakan dari sifat-sifat kunci dari obyek yang sebenarnya, peristiwa atau hubungan, dapat berupa verbal, fisik, atau matematik.

Menurut Hartrisari (2007), model merupakan penyederhanaan sistem, karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem. Model disusun dan digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak mungkin untuk bekerja pada keadaan sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya memperhitungkan beberapa faktor sistem dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Model disusun untuk beberapa tujuan, yaitu; (1) pemahaman proses yang terjadi dalam sistem, (2) prediksi, (3) menunjang pengambilan keputusan. Menurut Forrester (1961) dalam Hartrisari (2007), memberikan ilustrasi tentang model sebagai penunjang dalam pengambilan keputusan. Menurut Walter (1974) dalam Darsiharjo (2004), keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan pendekatan sistem adalah (1) memungkinkan untuk melakukan penelitian yang lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas, (2) dapat dipakai untuk melakukan eksperimentasi terhadap sistem tanpa mengganggu atau memberikan perlakuan tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan (4) dapat dipakai untuk menduga atau meramal kelakuan dan keadaan sistem pada masa yang akan datang.

Menurut Manetsch and Park (1997), model dapat dinyatakan baik apabila dapat memberikan gambaran dengan baik semua hal yang penting dari perilaku dunia nyata (real world system) dalam masalah tertentu. Menurut Muhammadi,

(27)

et.al (2001), model yang baik adalah apabila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang ditirukan kecil. Menurut Hartrisari (2007), pemodelan yang efektif merupakan keterkaitan antara dunia maya yang dinyatakan dalam model dengan dunia nyata sehingga tujuan model sebagai penyederhanaan sistem akan tercapai.

2.5.4. Verifikasi dan Validasi

Menurut Hartrisari (2007), model yang dibangun perlu diuji, apakah sesuai untuk penyelesaian permasalahan yang dihadapi sehingga hasil eksekusi model dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Verifikasi merupakan tahap pembuktian yang perlu dilakukan setelah model dibangun. Verifikasi sebagai suatu tes terhadap model yang disusun sesuai tujuan dan sesuai kebenarannya. Menurut Eriyatno (2007), proses uji sahih verifikasi dilakukan dengan maksud untuk mengetahui berbagai kelemahan maupun kekurangan serta mengidentifikasi berbagai persoalan yang harus diantisipasi dalam kaitan penerapan kebijakan yang dihasilkan. Verifikasi model berkaitan dengan kesesuaian antara model konseptual dengan model yang dibangun. Verifikasi bertujuan memperoleh informasi tentang pencapaian kinerja pengelolaan percetakan yang sebenarnya. Perbandingan data empirik percetakan dengan nilai standar menunjukkan nilai deviasi yang terjadi.

Menurut Hartrisari (2007), validasi untuk mendapatkan hasil kesimpulan yang benar dan harus ditunjang oleh kebenaran yang bersifat obyektif. Menurut Eriyatno (1998), validasi merupakan usaha menyimpulkan apakah model yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan menyakinkan. Validasi dilakukan terhadap struktur model dan keluaran model. Validasi struktur melalui studi pustaka dan keluaran model dibandingkan dengan data percetakan skala besar, skala menengah, dan skala kecil.

2.6. Penelitian Terdahulu

2.6.1. Pentingnya Kualitas

Di era globalisasi ini informasi dan teknologi semakin terbuka. Konsumen mengetahui dengan baik produk apa yang diinginkan dengan standar-standar kualitasnya. Tuntutan konsumen terhadap perusahaan semakin meningkat demi memuaskan kebutuhannya sehingga perusahaan yang berhasil dan memiliki

(28)

kinerja yang baik adalah mereka yang tanggap terhadap keinginan konsumen. Perusahaan perlu untuk terus-menerus meningkatkan kualitas produk dan pelayanan terhadap konsumen. Melalui peningkatan kualitas, perusahaan dapat meningkatkan daya saing sehingga pada akhirnya kinerja perusahaan dapat meningkat berupa peningkatan profit atau market share (Reimann and Hertz, 1999, Schonberger and Knod, Jr, 1997).

Pada tahun 1992, perusahaan-perusahaan di 12 negara Eropa, yaitu Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembourg, The Netherlands, Portugal, Spanyol, dan Inggris memulai untuk melakukan peningkatan kualitas melalui kesepakatan kualitas dari sisi input. Mereka menuntut para pemasok untuk lebih meningkatkan kualitas produknya. Standar input kepada pemasok semakin diperketat. Kemudian setelah itu melakukan proses produksi dengan penyempurnaan teknologi. Hal ini ditujukan untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen. Kondisi ini menyebar ke seluruh Eropa yang tergabung dalam EFTA (European Free Trade Association), seperti Austria, Finlandia, Iceland, Liechtenstein, Norwegia, Swedia, dan Swiss (Steeples, 1994).

Penelitian West, Cianfrani, dan Tsiakals (1999), peningkatan kualitas produk menekankan pada tindakan pencegahan, implementasi kebijakan kualitas, dan corrective action. Peningkatan kualitas tersebut mensyaratkan 3 perubahan yaitu:

1. Perubahan ke arah continuous improvement dalam kinerja dengan menggunakan informasi data terbaru;

2. Perubahan ke arah customer satisfaction melalui standar-standar serta parameter yang sesuai;

3. Teknik statistik dibutuhkan tidak hanya pada saat aktivitas product realization tetapi juga saat proses produksi.

Zuckerman (2000) menyatakan bahwa untuk peningkatan kualitas melalui standar ISO series 9000, perusahaan lebih memfokuskan pada continuous improvement dan customer satisfaction. Conti (1999) menyatakan bahwa persyaratan baru dan standar parameter yang diperbaiki merupakan perubahan yang besar dimana tujuan perusahaan adalah tidak hanya pada kualitas produk tetapi juga untuk customer satisfaction. Zhu dan Scheuermann (1999) menyatakan bahwa penggunaan standar kualitas dengan tepat akan dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja perusahaan.

(29)

Penelitian Sissel (1996) melaporkan bahwa berdasarkan survei terhadap 1880 responden, dihasilkan beberapa manfaat dari peningkatan kualitas adalah peningkatan competitive advantages, peningkatan permintaan pelanggan, makin tingginya persepsi kualitas, dan peningkatan market share. Dengan demikian kinerja perusahaan semakin meningkat.

Ebhahimpout, et.al (1997) menemukan bahwa peningkatan kualitas melalui standar internasional seperti ISO menuntut tingginya perbaikan product design (terhadap input), prosess design (terhadap proses produksi), dan product quality (terhadap output). Untuk itu diperlukan komunikasi dengan para pemasok dalam rangka pemenuhan standar kualitas yang diminta. Penelitian Powell (1995) menemukan bahwa kunci dari kinerja perusahaan bukan hanya pada alat dan teknik yang digunakan tetapi juga pada faktor-faktor intangible seperti pengelolaan dan pemberdayaan SDM dan komitmen manajemen. Faktor-faktor ini memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja perusahaan.

Menurut Hendricks dan Singhal (1996); Hendricks dan Singhal (1997), dalam TQM tujuan perusahaan adalah kinerja dan customer satisfaction. Fokusnya adalah untuk peningkatan daya saing perusahaan dimana pada akhirnya akan meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Penelitian Adam (1994) menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara peningkatan kualitas perusahaan manufaktur dengan kinerja yang dihasilkan. Penelitian Anderson, Fornell, dan Lehmann (1994) menemukan bahwa hasil penelitiannya mendukung terdapat dampak positif dari peningkatan manajemen kualitas terhadap customer satisfaction dan pada akhirnya terhadap kinerja perusahaan yaitu profitabilitas. Madu, Kuei, dan Jacob (1996) meneliti bahwa pengelolaan manajemen pada perusahaan manufaktur (termasuk percetakan) mengarah pada hubungan positif yang lebih kuat antara dimensi kualitas terhadap kinerja perusahaan dibandingkan dengan perusahaan jasa. Model yang dikembangkan oleh Han (2000) dalam penelitiannya bahwa pengelolaan manajemen yang mengarah pada peningkatan kualitas dengan standar-standar kualitas yang tepat, akan berhubungan dengan kinerja perusahaan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Untuk meningkatkan kualitas dibutuhkan parameter-parameter standar kualitas yang mengarah pada peningkatan kinerja perusahaan. Parameter-parameter ini dalam strategic management disebut dengan critical success factor (CSF). Penelitian Martin dalam Abraham (2000) pada perusahaan IT menemukan bahwa terdapat 8 indikator kinerja yaitu:

(30)

1. Pembangunan sistem 2. Penerapan data processing 3. Pembangunan SDM

4. Manajemen kontrol terhadap lingkungan 5. Dukungan top management

6. Manajemen perubahan

7. Data sebagai sumberdaya perusahaan 8. Sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan

Penetapan standar-standar Pengelolaan manajemen yang berkualitas Penerapan TQM Dukungan dari ISO 9000 Customer satisfaction Daya saing Kinerja perusahaan

Gambar 9. Pengaruh Pengelolaan Manajemen yang Berkualitas terhadap Kinerja Perusahaan (Han, 2000).

Dalam penelitian Abraham (2002) ditemukan bahwa penetapan standar sebagai indikator kinerja, dipengaruhi oleh struktur industri, faktor temporal, faktor lingkungan, serta strategi kompetitif dan posisi industri (Gambar 10).

Faktor lingkungan

Struktur

industri Penetapan standar

Faktor temporal

Competitive strategy, posisi industri, dan

lokasi geografis

(31)

2.6.2. Penilaian Kinerja

Pengelolaan perusahaan pada dasarnya ditujukan untuk peningkatan kinerja secara terus-menerus sesuai dengan tuntutan konsumen. Manajemen kinerja merupakan suatu proses loop tertutup seperti Gambar 11 (Neely, et.al, 1995). Jika tujuan perusahaan telah ditentukan, pengukuran kinerja digunakan untuk mengukur kemajuan yang dicapai. Pengukuran kinerja adalah kuantifikasi dari efisiensi dan efektifitas dari tindakan.

Penentuan tujuan benchmarking mengukur kinerja Audit Self assessment Pengukuran kinerja Pencapaian tujuan Rencana perbaikan (perbaikan kinerja) tidak ya GAP KINERJ A

Gambar 11. Manajemen Kinerja sebagai Loop Tertutup (Neely, et.al, 1995). Peningkatan kinerja merupakan proses yang sistematis dari identifikasi dan implementasi perubahan terhadap proses bisnis agar dicapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Proses tersebut ditujukan untuk memecahkan masalah atau deviasi (baik berupa tindakan korektif maupun tindakan preventif) serta untuk mengusulkan tindakan peningkatan hasil.

Perbaikan

Pemecahan

masalah

Lebih baik

Pandangan

kualitas

Pandangan

kualitas

Quality = Freedom From Deviasi (-) + Improved Characteristic (+) Gambar 12. Konsep Peningkatan Kinerja (Neely, et.al, 1995).

(32)

Hubungan antara kinerja dengan pengukuran kinerja dapat didekati dari konsep PDCA (Plan-Do-Check-Action) seperti pada Gambar 13. Menurut Bitichi, et.al (1997) sistem pengukuran kinerja dapat dilihat sebagai jantung dari sistem manajemen kinerja. Perencanaan Perbaikan Pelaksanaan Tindakan korektif Pengukuran kinerja

Gambar 13. Hubungan Antara Manajemen Kinerja dengan Pengukuran Kinerja (Bitichi, et.al, 1997).

McWaid dan Gale (1995) melakukan penelitian di divisi engineering pada industri otomotif. Kinerja perusahaan ditentukan dengan cara terlebih dahulu menghitung point value. Evaluasi kinerja dihitung dengan membagi actual score dengan maximum score dari point value tersebut.

Sebagai contoh, dari Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa untuk kategori leadership, nilai evaluasi sebesar 60% diperoleh dari actual score dibagi dengan maximum score yaitu 75/125 x 100% = 60%. Pengukuran kinerja juga dapat dilakukan dengan cara audit kinerja yang terkait dengan kualitas dan pengaruh lingkungan (Macey, 2001). Adapun prosedur audit yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 memperlihatkan bahwa audit diawali dengan inisiatif audit, kemudian dilanjutkan dengan mereview dokumen, mempersiapkan aktivitas, menjalankan aktivitas, menyiapkan dan mendistribusikan laporan, melengkapi audit serta melakukan tindak lanjut dari audit tersebut.

Tabel 2. Contoh Pengukuran Evaluasi Kategori.

Point value

Kategori Evaluasi Skor aktual Skor

maksimum

Kepemimpinan 60% 75 125

Perencanaan strategic 45% 38,25 85

Fokus pada pasar dan konsumen 55% 46,75 85

Informasi dan analisis 60% 51 85

Fokus pada SDM 52% 43,35 85

Manajemen proses 40% 34 85

Kinerja bisnis 35% 157,5 450

TOTAL 370,85 1000

(33)

Inisiatif audit ™ Penunjukan ketua tim audit

™ Penjabaran tujuan, cakupan, kriteria ™ Penentuan kelayakan audit

™ Penetapan tim audit

™ Penetapan kontak inisial dengan para auditee

Pelaksanaan review dokumen

™ Review dokumen sistem manajemen yang relevan,

termasuk, pencatatan, dan penentuan kelengkapan

Persiapan aktifitas audit for in-site ™ Persiapan rencana audit

™ Penugasan kerja untuk tim audit ™ Penyiapan dokumen kerja

Pelaksanaan aktifitas on-site audit ™ Pelaksanaan rapat pembukaan

™ Komunikasi selama audit

™ Tatacara dan tanggungjawab pemandu dan evaluator

™ Pengumpulan dan verifikasi informasi ™ Penemuan hasil audit

™ Penyiapan kesimpulan audit

Persiapan, penyetujuan, and pendistribusian laporan audit ™ Penyiapan laporan audit

™ Persetujuan dan pendistribusian laporan audit

Pelengkapan audit ™ Pendokumentasian

™ Finishing audit

PELAKSANAAN TINDAK LANJUT AUDIT

Gambar 14. Proses Audit dalam Penilaian Kinerja (Macey, 2001).

2.6.3. Produk Berwawasan Lingkungan

Adanya industrialisasi ternyata selain memberikan dampak positif terhadap pembangunan ekonomi, juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Limbah industri sebagai produk sampingan dari proses produksi merupakan salah satu masalah yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 baik berupa limbah padat, limbah cair, maupun limbah gas. Gejala masalah lingkungan sifatnya saling terkait dan bersumber pada rangkaian masalah pokok yaitu :

(34)

1. Dinamika kependudukan

2. Pengembangan sumberdaya alam dan energi 3. Pertumbuhan ekonomi

4. Perkembangan IPTEK

5. Benturan terhadap tata lingkungan

Pendekatan strategis dalam pengelolaan lingkungan dilakukan melalui pendekatan berikut (Pramono, 1999) :

1. Analisis daur hidup produksi (life cycle analysis);

2. Evaluasi terhadap teknologi dan proses yang ada maupun yang baru; 3. Pengelolaan secara bijaksana terhadap sumberdaya alam yang terbatas; 4. Penyediaan alternatif sumberdaya alam lain untuk menggantikan yang

hampir habis.

Strategi produksi bersih dan pengurangan limbah akan merupakan dasar pengelolaan limbah B3 di semua sektor, dimana limbah baik yang baru diproduksi maupun yang sudah ada akan dikelola dengan pendekatan cradle to grave. Strategi pengelolaan lingkungan pada awalnya didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung (carrying capacity approach). Akibat terbatasnya daya dukung lingkungan alamiah menetralisir pencemaran yang semakin meningkat, maka upaya mengatasi masalah pencemaran lingkungan berkembang ke arah pendekatan mengolah limbah terbentuk (end of pipe treatment). Pendekatan ini terfokus pada pengolahan dan pembuangan limbah untuk mencegah pencemaran dan kerusahan lingkungan. Namun pada kenyataannya tidak memecahkan masalah. Pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut karena dalam prakteknya pendekatan melalui pengolahan limbah menghadapi berbagai kendala yaitu:

1. Masih rendahnya compliance atau penataan dan penegakan hukum. 2. Pendekatan reaktif (bereaksi setelah limbah terbentuk).

3. Tidak efektif dalam memecahkan masalah pencemaran lingkungan karena hanya merubah bentuk limbah dan memindahkan dari satu media ke media lain.

4. Biaya investasi dan operasi pengolahan limbah dan pembuangan limbah termasuk mahal sehingga meningkatkan biaya produksi.

5. Memberi peluang mengembangkan teknologi rekayasa teknis pengolahan limbah sehingga upaya mengurangi limbah pada sumbernya sejak awal cenderung kurang diperhatikan.

(35)

Dengan kendala tersebut timbul pemikiran untuk mengatasi secara proaktif yaitu dengan cleaner production (produksi bersih) yang di Indonesia dikenal sejak 1993. (Gabbut, 1996). Pengertian produksi bersih menurut Bappedal yaitu: ”A preventive and integrated environmental management strategy that needs to be implemented continuously in the production process and product life cycle in order to reduce risks to human and the environment”. Menurut United Nations Environment Programme (UNEP): “The continuous application of an integrated preventive environmental strategy to process and products to reduce risks to human and the environment. Pada prinsipnya kedua pengertian tersebut sama bahwa semuanya memperhatikan hal-hal berupa input, proses, dan output. Input terdiri atas bahan baku, energi, penghilangan sifat racun bahan baku, pengurangan jumlah dan toksisitas emisi dan buangan sebelum meninggalkan proses. Output difokuskan pada pengurangan akibat daur hidup produk dari bahan baku sampai produk tidak terpakai atau dibuang.

Penerapan sistem manajemen lingkungan (Environment Management Systems/EMS) terdorong adanya kekhawatiran dunia terhadap kondisi lingkungan yang semakin rusak. Standar EMS pertama diterbitkan di Inggris oleh BSI (British Standar Institute) bernama S 7750 dengan proses seperti pada Gambar 15. Selanjutnya ISO mengembangkan suatu spesifikasi internasional untuk EMS yang dikenal dengan ISO 14001 yang juga didukung sejumlah standar petunjuk ISO 14000 mengenai topik-topik: audit lingkungan (ISO 14010-14015), label lingkungan (14020-14024), keragaan lingkungan (ISO 14031), dan analisis daur hidup (ISO 14041-14044).

Pengelolaan lingkungan dilakukan berdasarkan prosedur kerangka kerja yang terutama untuk upaya pencegahan. Melalui upaya pencegahan, dapat dihasilkan penataan, peningkatan daya saing dan penghematan ekonomis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam pengeloaan lingkungan untuk menghasilkan produk bersih terdapat prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih yaitu :

1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan input bahan baku, air, dan energi serta menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya disertai dengan pengolahan bahan baku dan house keeping yang baik; 2. Perubahan pola produksi dan konsumsi sehingga perlu dipahami analisis

daur hidup produk;

Gambar

Gambar 2. Organisasi Merupakan Sistem Terbuka (Robin, 1999).
Gambar 3.  Proses Percetakan (Kipphan,  2001).
Gambar 6. Model Sistem Manajemen Lingkungan (Hadiwiardjo, 1997).
Gambar  8. Tahapan Pendekatan Sistem (Hartrisari, 2007).
+6

Referensi

Dokumen terkait

“ rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.. Risiko kredit yang diterima oleh bank

Pemilihan silika gel sebagai padatan pendukung untuk proses adsorpsi karena silika gel memiliki beberapa sifat unik yang tidak dimiliki oleh senyawa

dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tertentu saja. Misalnya untuk Pajak dan Bank. 3) Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan taksiran dan

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah cara pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi yang dipengaruhi

Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun demikian, ada juga yang melakukannya hanya

untuk penentuan lokasi TPA sampah menjadi sangat penting untuk diperhatikan karena pengelolaan sampah yang tidak efektif akan berdampak negatif terhadap kehidupan sehari-hari warga

Kerangka pemikiran di atas dapat diinterpretasikan bahwa untuk mengetahui adanya pengaruh faktor sosial, afeksi, kompleksitas, kesesuaian tugas, konsekuensi jangka panjang,

Return on investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan