BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Direktorat Jendral Pajak memiliki Nature Business yang sangat memungkinkan terjadinya Fraud/korupsi dan ketidakpatuhan pegawai pajak didalam lingkungan internal maupun ekternal DJP. Hal tersebut terjadi karena DJP tidak menguasai data yang menyangkut wajib pajak secara lengkap, akurat, dan benar. Selain itu, dalam meningkatkan pendapatan pajak secara intensifikasi dan ekstensifikasi, Account Representative dan pemeriksa pajak harus leluasa mencari data sendiri terkait wajib pajak. Oleh karena Account Representative dan pemeriksa pajak leluasa mencari data sendiri yang terkait wajib pajak, maka data tersebut tidak terkontrol dan dapat digunakan untuk kepentingan pribadi sehingga memungkinkan terjadi Fraud.
Direktorat Jenderal pajak adalah salah satu instansi pemerintah pusat yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor keuangan Indonesia karena Direktorat Jenderal Pajak merupakan sumber utama pemasukan keuangan APBN. Direktorat Jenderal Pajak memiliki tugas yang sangat berat yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan undang-undang dengan target setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan, selain itu Direktorat Jenderal Pajak harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, jujur, bersih,
berwibawa, dan bebas dari segala macam praktek korupsi, sehingga dapat dipercaya dan dibanggakan oleh masyarakat.
Kanwil DJP Jakarta Selatan adalah salah satu kantor wilayah yang berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak, yang memiliki tugas sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak, Kantor Wilayah memiliki tugas melaksanakan koordinasi, analisis, evaluasi, penjabaran kebijakan serta pelaksanaan tugas di bidang perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, mengamankan potensi penerimaan pajak nasional, dan menekan tingkat pelanggaran di DJP adalah pemberlakuan kebijakan whistle blowing system. Berdasarkan peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-22/PJ/2011 tanggal 19 Agustus 2011 tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak, DJP melakukan peningkatan peran serta pegawai dan masyarakat secara aktif untuk menjadi pelapor pelanggaran. Nama lain dari peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor PER-22/PJ/2011 tanggal 19 Agustus 2011 adalah “Whistle Blowing System”. Sejak Whistle Blowing System diterapkan di Direktorat Jenderal Pajak pada tahun 2012 melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-11/PJ/2011, masyarakat diberikan kesempatan untuk melaporkan pelanggaran yang diketahuinya melalui saluran yang disediakan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu seluruh pegawai DJP dapat mengadukan penyimpangan
yang dilakukan atasan, bawahan, maupun sesama koleganya melalui aplikasi di intranet kepegawaian. Sudah banyak pegawai DJP yang dikenakan sanksi oleh Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) sebagai efek dari diterapkannya Whistle Blowing System. Berikut adalah data sanksi disiplin yang telah dikeluarkan oleh DJP pada tahun 2011-2013:
Tabel 1.1 Pemberian Sanksi Disiplin
Dasar Jenis Pembinaan/Hukuman Periode
2011 2012 2013
PP No.53 Tahun 2010
Tingkat Ringan : 86 94 110
Teguran Lisan 26 30 36
Teguran Tertulis 27 35 43
Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis 33 29 31
Tingkat Sedang : 43 47 49
Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun 17 22 19 Penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun 8 13 14 Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1
tahun 18 12 16
Tingkat berat : 32 76 74
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
tahun 5 16 21
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah 0 0 2
Pembebasan dari jabatan 5 3 0
Pemberhentian dengan tidak hormat atas perminataan
diri sendiri sebagai PNS 4 27 6
Pemberhentian dengan tidak hormat sebgai PNS 18 30 45 PP No.32 Tahun 1979
Pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan
sendiri 0 0 0
Pemberhentian tidak dengan hormat 9 3 9
PP No.98 Tahun 2000 Pemberhentian dengan hormat sebagai CPNS 0 0 0
PP No.4 Tahun 1966 Pemberhentian sementara (skorsing) 4 6 3
Jumlah 174 226 245
Sumber: SIKKA (2014)
adalah 174 sanksi, periode 2012 adalah 226 sanksi, periode 2013 adalah 245 sanksi. Di lihat berdasarkan periode 2011 sampai periode 2013 terjadi peningkatan jumlah pemberian sanksi disiplin yang terjadi DJP. Implementasi Whistle Blowing System di di harapkan dapat menurunkan tingkat pelanggaran SOP maupun pelanggaran kedisiplinan.
Berikut adalah data penerimaan pajak Kanwil Jakarta Selatan pada tahun 2011-2013 yang merepresentasikan tingkat kinerja pegawai DJP Kanwil Jakarta Selatan:
Tabel 1.2 Penerimaan Pajak DJP Kanwil Jakarta Selatan
Jenis Pajak Kanwil DJP Jakarta Selatan
2011 2012 2013 A. PPh Non Migas 17,202,796,126,244 19,933,052,251,618 22,250,236,432,715 B. PPh dan PPnBM 13,967,281,691,724 16,035,952,707,885 20,260,934,748,804 C. PBB 841,209,605,978 870,720,912,664 152,020,698 D. Pajak Lainnya 33,330,978,295 40,741,156,209 69,374,121,005 E. PPh Migas 3,336,199,447 9,308,327,612 54,616,227,304 Grand Total 32,047,954,601,688 36,889,775,355,988 42,635,313,550,526 TARGET 36,244,660,757,508 40,384,412,644,993 44,750,059,950,936 PERSENTASE PENCAPAIAN TARGET 88% 91% 95% Sumber: Sikka (2014)
Dari Tabel di atas, dapat di lihat target yang diterima dari periode 2011 ke periode 2013 penerimaan pajak oleh Kanwil Jakarta Selatan mengalami
peningkatan meskipun belum pernah mencapai atau melebihi target yang telah ditentukan. Berdasarkan Tabel di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa penerimaan pajak tahunan merupakan salah satu indikator kinerja para pegawai DJP.
Penerapan whistleblowing system di Indonesia dihadapkan pada fakta buruknya nasib para pelaku (whistleblower). Banyak pelaku yang dikeluarkan dari organisasi, dikucilkan atau berakhir menjadi tahanan, hal tersebut menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap penerapan Whistle Blowing System. Beberapa contoh kasus seorang whistleblower yang justru menjadi tahanan dan sempat ramai diberitakan di media massa, antara lain kasus Susno Duaji, Vicentius Amin Sutanto, dan Agus Condro. Susno yang mengungkapkan dugaan korupsi di kepolisian akhirnya dipecat (Kertapati, 2009) dan dihukum 3,5 tahun (Daan, 2011). Vincentius Amin Sutanto dalam kasus Asian Agri dihukum 11 tahun (Lismawati dkk, 2010). Agus Condro dalam kasus Cek Pelawat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) (antaranews.com, 1 Juni 2011). Khairiansyah Salman, dalam kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), adalah pelaku whistleblowing yang kemudian keluar dari institusinya (Suara Merdeka, 20 Mei 2005). Wa Ode Nurhayati, seorang anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR yang melaporkan dugaan penyimpangan di organisasinya, kemudian juga menjadi tersangka.
Berdasarkan paparan yang telah Penulis kemukakan di atas, maka Penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Implementasi Whistle Blowing System Terhadap Kedisiplinan, Kinerja, dan Kepercayaan Masyarakat Dalam
Perspektif Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan.“
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah dan pembatasan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Terjadi peningkatan pemberian sanksi disiplin oleh KITSDA DJP.
2. Kanwil DJP Jakarta Selatan tidak pernah mencapai target penerimaan tahunan yang telah ditentukan yaitu 100%.
3. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap DJP yang belum mencapai 100% dari hasil yang diharapkan.
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang diuraikan di atas, secara spesifik pemasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Implementasi Whistle Blowing System berpengaruh terhadap
penurunan tingkat kedisiplinan pegawai DJP Kantor Wilayah Jakarta Selatan? 2. Apakah implementasi Whistle Blowing System berpengaruh terhadap
pencapaian target kinerja pegawai DJP Kantor Wilayah Jakarta Selatan? 3. Apakah Implementasi Whistle Blowing System berpengaruh terhadap tingkat
Kepercayaan Masyarakat dalam perspektif pegawai DJP Kantor Wilayah Jakarta Selatan?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian.
Maksud dari Penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data, sehingga dapat diolah dan dihasilkan suatu deskripsi secara menyeluruh tentang “ Pengaruh Implementasi Whistle Blowing System Terhadap Kedisiplinan, Kinerja dan Kepercayaan Masyarakat dalam Perspektif Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Jakarta Selatan,. “
1.3.2 Tujuan Penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Menganalisis pengaruh implementasi Whistle Blowing System terhadap kedisiplinan pegawai DJP Kanwil Jakarta Selatan.
2. Mengkaji pengaruh implementasi Whistle Blowing System terhadap kinerja pegawai DJP Kanwil Jakarta Selatan.
3. Mengeksplorasi pengaruh implementasi Whistle Blowing System terhadap kepercayaan masyarakat dalam perspektif pegawai DJP Kanwil Jakarta Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian Dan kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Penelitiann
Dapat memberikan gambaran pentingnya Whistle Blowing System untuk meningkatkan kedisiplinan, kinerja, dan kepercayaan masyarakat dalam perspektif pegawai DJP kantor wilayah Jakarta Selatan.
1.4.2 Kegunaan Penelitian
1. kegunaan bagi perkembangan teori.
Diharapkan Penelitian ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan serta pengembangan studi yang berkaitan dengan permasalahan ini.
2. Kegunaan bagi Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi feedback untuk pengembangan Whistle Blowing System dimasa yang akan datang