• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di Area Kerja Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di Area Kerja Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta Tahun 2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di Area Kerja

Lube Oil

Blending Plant (LOBP)

PT. Pertamina

Lubricants Production

Unit Jakarta

Tahun 2014

Arahon Fransiska1, Hendra2

1. Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

2. Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok

E-mail: arahon.fransiska@ui.ac.id

Abstrak

Potensi bahaya atau hazard bisa terjadi dimana saja, khususnya di setiap tempat kerja meskipun dalam bentuk yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan pengendalian bahaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah atau melindungi pekerja agar tidak terpajan oleh bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik untuk melihat faktor risiko yang berhubungan dengan perilaku pemakaian APD. Desain penelitian adalah cross sectional dan besar sampel 110 pekerja produksi di area Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta. Pengambilan data primer menggunakan kuesioner, lembar observasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan 51,8% pekerja berperilaku tidak baik dalam pemakaian APD. Hasil analisis menunjukkan tiga faktor yang berhubungan signifikan dengan pemakaian APD yaitu motivasi dalam memakai APD, ketersediaan APD, dan pengawasan pemakaian APD. Sedangkan yang tidak berhubungan yaitu pengetahuan terhadap APD, sikap dan peraturan APD. Disarankan melakukan pelatihan terhadap pekerja, peningkatan sosialisasi peraturan, konsisten menerapkan peraturan dan peningkatan pengawasan.

Analysis Of The Use Of Personal Protective Equipment (PPE) In The Work Area Of Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta

Abstract

Potential danger or hazard may occur in anywhere, especially in every workplace although in different forms. Therefore, there needs to control measures of hazard are carried out in order to prevent or protect the workers that are not exposed to hazards that could cause accidents or occupational diseases. This study is a descriptive analytic study to look at the risk factors that related to the use of PPE behavior. The study design was cross-sectional and involving 110 production workers in the area Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Jakarta Pertamina Lubricants Production Unit. Primary data using questionnaires, observation sheets, and interviews. The results of this research showed that there were 51.8% of workers not behave well in the use of PPE. The results of this research showed there are three factors that had a significant relation with the use of PPE which are motivation in wearing PPE, availability of PPE, and monitoring the use of PPE. Meanwhile that does not have relation are knowledge, attitudes and PPE regulations. Suggested training for workers, improved laws and regulations, consistently applying rules and increased supervision.

Keywords: Availability, Motivation, Lube Oil Blending Plant (LOBP), Personal Protective Equipment

PENDAHULUAN

PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakartamerupakan salah satu industri yang kegiatan pekerjaannya berisiko tinggi bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kegiatan

(2)

produksi dibutuhkan berbagai sumber daya antara lain manusia, material/bahan dan peralatan. Interaksi dari sumber daya tersebut memiliki kemungkinan untuk menimbulkan potensi bahaya yang menyangkut aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Hasil penelitian dari Edo Aulia Rahman Tentang Kecelakaan Kerja Di Unit Lube Oil Complex I ( LOC I ) PT. Pertamina RU IV Cilacap Tahun 2010 menunjukkan area 21 di LOC I merupakan area proses yang high risk, jenis dan jumlah kecelakaan yang terjadi di unit LOC I sebagian besar masuk dalam kategori First Aid. Kecelakaan kerja terjadi ada 30 kejadian yang terdiri dari 14 dari

Unsafe Action (46,67 %) dan 16 kejadian Unsafe Condition (53,33 %). Presentase APD yang digunakan oleh 46 pekerja : sarung tangan (26,08 %), masker (30,43 %), safety helmet (100 %), ear plug/ear muff (21,73%), safety shoes (100 %), cover all/ wearpack (84,78 %) dan jumlah APD yang tidak digunakan pekerja: sarung tangan (77,77 %), masker (69,56 %), ear plug/ ear muff (34,78 %) , cover all/ wearpack (15,21 %).

APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari usaha tersebut, tetapi sebagai usaha akhir. Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Banyak faktor yang mempengaruhi pekerja untuk tidak menggunakan APD, yang mana hal tersebut berhubungan dengan perilaku. Sebagai area proses produksi tentunya memiliki potensi bahaya yang salah satunya merupakan bahaya kecelakaan yang dapat berasal dari benda-benda yang berputar selama proses produksi dan dapat menyebabkan tangan lecet atau terpotong.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Esti (2013) menunjukkan 18 responden (30,0%) tidak menggunakan APD dari total 60 responden. Masalah pemakaian APD di PT. Pertamina

Lubricants Production Unit Jakarta perlu dilakukan penelitian lagi mengingat jumlah responden yang dijadikan sampel pada tahun 2013 lebih sedikit yaitu 60 responden dari 146 jumlah populasi yang belum mewakili jumlah sampel yang seharusnya minimal setengah dari jumlah populasi (Notoatmodjo, 2007), serta terjadinya perubahan jumlah populasi pekerja, mengingat jumlah populasi saat ini 268 orang dan adanya perubahan karakteristik responden. Selama observasi yang dilakukan di area kerja PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta pada tanggal 27 Januari – 27 Maret 2014 terhadap 268 pekerja, masih ditemukan pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan karet pada area kerja decanting, tidak menggunakan masker atau respirator di area kerja blending yang uap bahan kimia cukup bau, di laboratorium tidak menggunakan jas laboratorium dan sebagainya.

(3)

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan perilaku pamakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja dan mengetahui hubungan faktor individu (pekerja) dan lingkungan dengan perilaku pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di Area Kerja Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta Tahun 2014.

TINJAUAN TEORITIS

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).

Social Cognitive Theory merupakan teori perilaku kesehatan yang dikembangkan oleh Albert Bandura (1963). Teori sosial kognitif terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu individu, faktor sosial dan lingkungan, dimana satu sama lain saling menentukan (triadic reciprocity). Ketiga faktor tersebut yaitu pribadi, lingkungan dan perilaku yang mempunyai interaksi yang bersifat dinamis, berkesinambungan dan bersifat timbal balik, yang mana perubahan satu faktor akan mempengaruhi perubahan pada dua faktor lainnya (Glanz (2002) dalam Vitriansyah (2012).

Model Social Cognitive Theory digambarkan sebagai berikut:

Dalam faktor Person (manusia) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti pengetahuan, sikap, motivasi, karakteristik orang tersebut dan kemampuan motorik. Pada faktor lingkungan juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang yaitu adanya pengawasan, kebijakkan atau peraturan dan lingkungan kerja yang aman, sehat serta pengaruh dari rekan kerja. Dalam teori ini, perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

Gambar 1. Model Sosial Cognitive Theory

(4)

1. Perhatian, mencangkup peristiwa peniruan (adanya kejelasan, keterlibatan, perasaan, tingkat kerumitan, kelaziman, nilai dan karakteristik pengamat

2. Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode simbolik, pengorganisasian pikiran, pengulangan symbol

3. Reproduksi motorik (pengetahuan), mencangkup kemampuan fisik, kemampuan meniru, kekuatan umpan balik.

4. Motivasi, mencakup penghargaan dari luar dan penghargaan untuk diri sendiri.

Personal protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA). Klasifikasi Alat Pelindung Diri :

1. Alat Pelindung Kepala

a. Alat Pelindung Kepala Bagian Atas : safety helmet

b. Alat Pelindung Penglihatan : kacamata, face shield

c. Alat Pelindung Telinga : earplug dan earmuff

d. Alat Pelindung Pernapasan : masker, Respirator

2. Alat Pelindung Diri Bagian Badan

a. Alat Pelindung Seluruh Badan : Jas laboratorium b. Alat Pelindung Badan Bagian Muka : Apron. c. Alat Pelindung Bagian Dada : Rompi Pelindung. d. Jas Hujan (Rain Coat)

3. Alat Pelindung Diri Bagian Anggota Badan

a. Alat Pelindung Tangan : Sarung Tangan (Safety Gloves). b. Alat pelindung kaki : Safety Shoes

c. Safety Belt

d. Body Harness

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data primer yaitu perilaku pemakaian APD (lembar observasi), variabel independen (kuesioner), triangulasi data (wawancara) dan data sekunder gambaran perusahaan, jadwal penggantian APD. Sampel dalam penelitian ini adalah 110

(5)

responden dari total populasi 268 orang yang dihitung menggunakan rumus hipotesis dua proporsi yaitu :

Penelitian ini dilakukan di area kerja Lube Oil Blending Plant (LOBP) PT. Pertamina

Lubricants Production Unit Jakarta dan merupakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan semi kuantitatif untuk melihat faktor determinan yang berhubungan dengan perilaku pemakaian APD pada pekerja. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat untuk melihat karakteristik responden, variabel dependen dan independen serta analisis bivariat untuk melihat hubungan variabel dependen dengan independen menggunak chi-square.

HASIL PENELITIAN

Gambar 2. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Gambar 3. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja

3 1 1 1 5 4 6 5 4 2 5 3 5 8 9 7 4 4 2 4 4 1 4 2 2 1 1 3 4 2 2 1 0 2 4 6 8 10 20 Th 21 Th 22 Th 23 Th 24 Th 25 Th 26 Th 27 Th 28 Th 29 Th 30 Th 31 Th 32 Th 33 Th 34 Th 35 Th 36 Th 37 Th 38 Th 39 Th 40 Th 41 Th 42 Th 43 Th 44 Th 45 Th 47 Th 48 Th 49 Th 50 Th 51 Th 54 Th J um la h Tahun Umur Responden 2 4 8 9 18 7 9 4 2 5 2 8 4 8 5 2 1 3 2 1 1 1 3 1 0 5 10 15 20 1 Th 2 Th 3 Th 4 Th 5 Th 6 Th 7 Th 8 Th 9 Th 10 Th 11 Th 12 Th 13 Th 14 Th 15 Th 16 Th 19 Th 20 Th 22 Th 24 Th 27 Th 28 Th 29 Th 32 Th J um la h

Lama Kerja (Tahun)

(6)

Gambar 4. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Unit Kerja

Gambar 5. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Hasil penelitian berdasarkan umur responden speri terlihat pada gambar 2 menunjukkan pekerja termuda berumur antara 20 tahun yaitu sebanyak 3 responden (2,7%), umur pekerja tertua 54 tahun sebanyak 1 responden (0,9%) dan rata – rata umur pekerja terbanyak yaitu 34 tahun sebanyak 9 responden (8,2%) (Gambar 2).

Pengalaman kerja terlama 32 tahun sebanyak 1 responden (0,9%), lama kerja terendah 1 tahun sebanyak 2 responden (1,8%) dan rata-rata lama kerja responden di PT. Pertamina

Lubricants Production Unit Jakarta 5 tahun sebanyak 18 responden (16,4%) (Gambar 3). Distribusi jumlah responden unit kerja terbanyak adalah bagian filling lithos LOBP1 sebanyak 54 responden (49,1%), sedangkan jumlah responden terkecil adalah bagian

Dispatch LOBP2sebanyak 1 responden (1%) (Gambar 4).

Rata – rata pendidikan responden yang bekerja di PT. Pertamina Lubricants Production Unit Jakarta adalah SLTA/SEDERAJAT sebanyak 91 responden (82,7%) (Gambar 5).

Secara rinci gambaran hasil variabel dependen dan independen dapat terlihat dari gambar berikut. Blending Blending/De canting Dispatch Filling Drum Filling

Lithos labelling Stacking

LOBP I 8 0 5 0 54 8 2 LOBP II 0 12 1 20 0 0 0 0 10 20 30 40 50 60 J um la h Unit Kerja LOBP I LOBP II

(7)

Gambar 6. Gambaran Perilaku Gambar 7. Gambaran Pengetahuan

Gambar 8. Gambaran Sikap Gambar 9. Gambaran Ketersediaan APD

Gambar 10. Gambaran Motivasi Gambar 11. Gambaran Penerapan Peraturan

Gambar 12. Gambaran Pengawasan Gambar 13. Gambaran Petugas Pengawas

48,2% 51,8%

Perilaku Pemakaian APD Baik Kurang Baik

31,8% 68,2%

Pengetahuan Tentang APD

Tinggi Rendah

30% 70%

Sikap Pemakaian APD

Positif Negatif

52,7% 47,3%

Ketersediaan APD

Memadai Kurang Memadai

39,1% 60,9%

Motivasi Pemakaian APD

Tinggi Rendah

74,5% 25,5%

Penerapan Peraturan

Baik Kurang Baik

61,8% 38,2%

Petugas Pengawasan

(8)

Hasil penelitian gambaran perilaku responden menunjukkan 57 responden (51,8%) berperilaku kurang baik terhadap pemakaian APD (Gambar 6). Hasil penelitian gambaran pengetahuan responden menunjukkan 75 responden (68,2%) berpengetahuan rendah mengenai Alat Pelindung Diri (APD) (Gambar 7).Hasil penelitian gambaran sikap responden menunjukkan 77 responden (70,0 %) bersikap negatif terhadap pemakaian alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja(Gambar 8). Hasil penelitian gambaran ketersediaan APD menunjukkan 58 responden (52,7%) yang menyatakan ketersediaan APD sudah memadai (Gambar 9).

Hasil penelitian gambaran motivasi menunjukkan sebanyak 43 responden (39%) yang menyatakan bahwa motivasi responden dalam pemakaian APD tinggi (Gambar 10). Hasil penelitian gambaran peraturan terkait APD menunjukkan 82 responden (74,5%) penerapan peraturan tentang pemakaian APD sudah baik (Gambar 11). Hasil penelitian gambaran pengawasan terhadap pemakaian APD menunjukkan 68 responden (61,8%) menyatakan bahwa pengawasan terhadap pemakaian APD masih kurang baik (Gambar 12). Hasil penelitian gambaran petugas pengawasan terhadap pemakaian APD menunjukkan responden menyatakan bahwa pengawasan dilakukan oleh Petugas K3 sebanyak 68 responden (61,8%) dan pengawasan yang dilakukan oleh Supervisor Fungsi atau Bagian sebanyak 42 responden (38,2%) (Gambar 13).

Tabel 1. Frekuensi Distribusi Responden Menurut Faktor Independen Yang Diteliti Pada Pekerja Lube Oil Blending Plant

Faktor Risiko Perilaku Total P Value OR (95% CI)

Baik Tidak Baik

N = 53 % N = 57 % N = 110 % Pengetahuan  Tinggi  Rendah 15 38 28,3 71,7 20 37 35,1 64,9 35 75 31,8 68,2 0,576 0,730 (0,325 – 1,639) Sikap  Positif  Negatif 20 33 37,7 62,3 13 44 22,8 77,2 33 77 30,0 70,0 0,134 2,051 (0,893 – 4,711) Ketersediaan APD  Memadai  Kurang memadai 36 17 62,1 32,7 22 35 37,9 67,3 58 52 100 100 0,004 3,369 (1,536 – 7,390) Motivasi  Tinggi  Rendah 29 24 67,4 35,8 14 43 32,6 64,2 43 67 100 100 0,002 3,711 (1,651 – 8,343) Peraturan APD  Baik  Kurang baik 42 11 51,2 39,3 40 17 48,8 60,7 82 28 100 100 0,383 1,623 (0,678 – 3,886) Pengawasan APD  Baik  Kurang baik 28 25 66,7 36,8 14 43 33,3 63,2 44 76 100 100 0,004 3,440 (1,532 – 7,726)

(9)

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,576 yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku pemakaian APD. Nilai OR = 0,730 (95% CI : 0,325-1,639), hal ini dapat diartikan bahwa responden yang berpengetahuan rendah berisiko 1 kali untuk berperilaku tidak baik dalam menggunakan APD dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya tinggi (Tabel 1).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,134. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku pemakaian APD. Nilai OR = 2,051 (95% CI : 0,893 – 4,711), hal ini dapat diartikan bahwa responden yang sikapnya negatif berisiko 2 kali untuk berperilaku tidak baik dalam menggunakan APD dibandingkan dengan responden yang sikapnya positif (Tabel 1).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan APD dengan perilaku pemakaian APD. Nilai OR = 3,369 (95% CI : 1,536 – 7,390), hal ini dapat diartikan bahwa responden yang menyatakan ketersediaan APD kurang memadai berisiko 8 kali untuk berperilaku tidak baik dalam memakai APD dibandingkan dengan responden yang menyatakan ketersediaan APD memadai (Tabel 1).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,002. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan perilaku pemakaian APD. Nilai OR = 3,711 (95% CI : 1,651 – 8,333), hal ini dapat diartikan bahwa responden yang menyatakan motivasi dalam memakai APD rendah berisiko 4 kali untuk berperilaku tidak baik dalam memakai APD dibandingkan dengan responden yang menyatakan motivasi memakai APD tinggi (Tabel 1).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,383. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara peraturan APD dengan perilaku pemakaian APD. Nilai OR = 1,623 (95% CI : 0,678 – 3,886), hal ini dapat diartikan bahwa responden yang menyatakan peraturan APD kurang baik berisiko 2 kali untuk berperilaku tidak baik dalam menggunakan APD dibandingkan dengan responden yang menyatakan peraturan APD baik (Tabel 1).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,004. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengawasan APD dengan perilaku pemakaian APD. Nilai OR = 3,440 (95% CI : 1,532 – 7,726), hal ini dapat diartikan bahwa responden yang menyatakan pengawasan APD kurang baik berisiko 4 kali untuk berperilaku tidak baik dalam menggunakan APD dibandingkan dengan responden yang menyatakan pengawasan APD baik (Tabel 1).

(10)

PEMBAHASAN

Banyaknya perilaku tidak baik dalam pemakaian APD di area Lube Oil Blending Plant (LOBP) di PT. Pertamina Lubricants Production Unit tidak sejalan dengan standar Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa “Pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko”. Perilaku pemakaian APD yang kurang baik kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor lain, seperti : tingkat motivasi dalam memakai APD yang rendah, ketersediaan APD kurang memadai dan pengawasan yang kurang baik dalam pemakaian APD. Ketersediaan fasilitas APD, apabila tersedia APD tetapi belum lengkap serta mencukupi untuk pekerja sangat berpengaruh terhadap perilaku, lingkungan kerja yang panas juga dapat berpengaruh terhadap perilaku yang membuat pekerja tidak nyaman dalam memakai APD. Sistem yang tidak berjalan karena responden disini adalah pekerja out sourcing dimana ada jalur birokrasi yang membatasi antara pihak Pertamina dengan pihak perusahaan responden (PT). Pengawasan yang kurang ketat dari pihak manajemen perusahaan terutama dalam pemakaian APD, hal ini didasari oleh peraturan yang kurang dipahami oleh pekerja dan Supervisor Fungsi/Bagian yang menimbulkan perilaku kurang baik dalam pemakaian APD.

Secara keseluruhan dari hasil pengumpulan data didapatkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai alat pelindung diri adalah rendah. Hal ini diduga berhubungan dengan sebagian besar responden tingkat pendidikannya adalah SLTA/SEDERAJAT dan pelatihan APD yang kurang memadai. Maslow (Notoatmodjo, 2000) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan bagian dari faktor eksternal dan termasuk pada komponen stimulus yang terdiri dari 6 jenis stimultant, dimana pengetahuan termasuk jenis neutral stimulant yang berupa rangsangan yang tidak menimbulkan perhatian untuk merespon. Dengan demikian meskipun tingkat pengetahuan tentang APD tinggi, akan tetapi untuk sampai pada perilaku kepatuhan belum dapat terwujud karena tidak menjadi perhatian. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang APD pada pekerja di area Lube Oil Blending Plant

(LOBP) harus ditingkatkan melalui pelatihan, menyebarkan selebaran atau media lain yang mudah dilihat dan dibaca oleh pekerja terkait tentang keselamatan bekerja seperti pentingnya dalam hal pemakaian APD.

Hasil analisis dengan Uji Statistik tersebut menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap pemakaian APD dengan perilaku pemakaian APD. Hal ini diduga karena penerapan peraturan dan pengawasan tentang pemakaian APD yang kurang

(11)

diterapkan sehingga mendorong pekerja untuk berperilaku kurang baik. Sikap itu merupakan aspek dari persepsi, sikap terbentuk dari stimuli seseorang yang kemudian menjadi persepsi terhadap risiko. Sikap atau perilaku dalam kehidupan sehari-hari dipengaruhi karena adanya persepsi terhadap risiko. Persepsi terhadap risiko adalah proses dimana individu mengatur dan mengintepretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan. Persepsi mempengaruhi perilaku. Menurut Geller persepsi merupakan faktor internal yang mempengaruhi perilaku tidak aman. Persepsi pekerja dan struktur organisasi tempat kerja mempengaruhi persepsi pekerja terhadap safety dan budaya kerja. Persepsi pekerja terhadap iklim keselamatan telah dianggap panduan utama untuk kinerja keselamatan, persepsi negatif pekerja (sesuatu yang berisiko namun dianggap tidak berisiko oleh pekerja) cenderung untuk terlibat dalam tindakan tidak aman yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja (International Journal Of Occupational Safety and Ergonomics, 2007).

Walaupun secara umum ketersediaan APD telah disediakan lengkap oleh perusahaan akan tetapi dalam pengaruhnya terhadap pemakaian APD di tempat kerja belum memberikan motivasi atau stimulus tambahan dalam membentuk perilaku yang baik di area kerja Lube Oil Blending Plant (LOBP), karena sebagian pekerja lebih mengutamakan target produksi sehingga walaupun bekerja tanpa memakai APD pekerja kurang peduli akan potensi bahaya yang ada lingkungan kerja dan masih ada jenis pekerjaan yang tidak mengharuskan pekerja menggunakan alat pelindung diri sepanjang hari yang memungkinkan para pekerja tidak disiplin dalam menggunakannya. Dari hasil jawaban responden terdapat 17 responden yang berperilaku baik dalam penggunaan APD, namun menyatakan ketersediaan APD kurang memadai. Hal tersebut diduga karena responden melihat praktek di lapangan bahwa APD masih kurang memadai dengan melihat keadaan yang terjadi pada rekan kerjanya, sehingga menyatakan bahwa ketersediaan APD masih kurang memadai dan pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner untuk persoalan ini tidak bersifat objektif , tetapi melihat keadaan langsung di lapangan.

Dalam suasana kerja, kenyamanan tempat kerja dan fasilitas lain akan meningkatkan prestasi kerja dari setiap tenaga kerja, sehingga dengan demikian diharapkan setiap fasilitas atau perlengkapan kerja yang menimbulkan kenyamanan dalam pemakaiannya akan dapat digunakan oleh pekerja secara optimal. Lingkungan kerja yang kurang nyaman (panas) dapat mendorong pekerja untuk berperilaku kurang baik. Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan menurunkan produktivitas kerja juga akan membawa dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Santoso, 2004). Menurut Stoner (1981) kinerja seorang karyawan atau

(12)

tenaga kerja dipengaruhi oleh motivasi, kemampuan dan faktor persepsi. Motivasi adalah faktor yang berpengaruh dalam kinerja seseorang.

Perlu adanya upaya perlindungan terhadap pekerja akan bahaya di tempat kerja. Salah satu cara mencegah kecelakaan kerja adalah dengan peraturan yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai kondisi kerja pada umumnya seperti pemeliharaan, pengawasan, pengoperasian peralatan, dan pertolongan pertama (ILO, 1989). Dari Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa responden yang berperilaku baik dalam pemakaian APD dan menyatakan bahwa penerapan peraturan baik, hasil analisis uji statistik tersebut menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara peraturan dengan perilaku penggunaan APD. Hal ini berarti ada atau tidak adanya peraturan tidak mempengaruhi perilaku pekerja dalam memakai APD. Hal ini dikarenakan sebagian besar menyatakan tidak ada sanksi jika tidak menjalankan peraturan dalam pemakaian APD. Menurut Notoatmodjo (2007), untuk mengubah perilaku salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan kekuasaan atau kekuatan. Perilaku seseorang biasanya dapat diubah jika dipaksa atau diancam, untuk itu perlu adanya peraturan tertulis yang dibuat perusahaan dalam bentuk sanksi ataupun penghargaan. Oleh karena itu, agar peraturan dapat dijalankan dengan semestinya, maka peraturan itu harus tegas dan untuk semua pekerja yang melanggar, tidak dibedakan apakah yang melanggar itu teman, saudara atau bahkan anak pejabat.

Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa dari keseluruhan responden menyatakan bahwa pengawasan terhadap pemakaian APD masih kurang baik. Kurang dipahaminya oleh pekerja siapa yang melakukan pengawasan juga dapat menyebabkan kurang efisiennya pengawasan. Selama ini yang dipahami pekerja adalah petugas K3 yang melakukan pengawasan padahal yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap pekerja dalam pemakaian APD adalah Supervisor Fungsi/Bagian yang ada pada masing-masing area LOBP. Supervisor Fungsi/Bagian juga menyerahkan semua tanggung jawab pengawasan terhadap petugas K3. Selain itu hasil penelitian di pabrik plywood di Jawa Barat menunjukkan bahwa 57% supervisor tidak secara rutin mengontrol penggunaan alat pelindung diri terhadap pegawainya menyebabkan tingkat kecelakaan kerja tinggi. Kondisi ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman suatu perusahaan akan pentingnya aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagai salah satu unsur untuk meningkatkan daya saing produksi (Ramli, 2010). Adanya hubungan antara pengawasan dengan perilaku pemakaian APD terlihat bahwa pengawasan pemakaian APD merupakan faktor yang paling dominan terhadap perilaku pemakaian APD pada pekerja, berarti perilaku pekerja akan baik jika pengawasan dilakukan dengan baik.

(13)

SIMPULAN

Berdasarkan telitian yang telah dilakukan pada pekerja produksi di area Lube Oil Blending Plant (LOBP) , dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perilaku pamakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja di area Lube Oil Blending Plant (LOBP) yaitu 57 responden (51,8%) dengan perilaku kurang baik terhadap pemakaian APD.

2. Responden berpengetahuan rendah (68,2%), responden yang bersikap negatif 70,0 % responden, ketersediaan APD kurang memadai 47,3% responden, motivasi responden dalam pemakaian APD rendah 60,9% responden, penerapan peraturan tentang pemakaian APD kurang baik 25,5 % responden, pengawasan terhadap penggunaan APD kurang baik 38,2% rsponden.

3. Hasil analisis menunjukkan tiga faktor yang berhubungan signifikan dengan pemakaian APD yaitu Motivasi dalam memakai APD, ketersediaan APD dan pengawasan APD. Sedangkan yang tidak berhubungan yaitu pengetahuan, sikap dan peraturan APD.

SARAN

Saran yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi atau meminimalisasi perilaku tidak baik dalam pemakaian APD pada pekerja produksi Lube Oil Blending Plant (LOBP) yaitu meningkatkan komitmen manajemen terhadap program APD, antara lain:

1. Meningkatkan pengetahuan pekerja antara lain pemasangan papan wajib baca yang memuat informasi mengenai bahaya dan risiko di tempat kerja serta manfaat besar dari penggunaan APD saat bekerja, dan pemasangan gambar petunjuk mengenai cara menggunakan APD yang baik dan benar.

2. Perlunya briefing, toolbox meeting atau safety talk sebelum memulai pekerjaan membahas materi yang berbeda yang dilakukan oleh Supervisor Fungsi/Bagian agar menjalin komunikasi yang baik dengan pekerja sehingga terjalin rasa saling percaya dan membuat pekerja merasa bahwa mereka dipedulikan. Lingkungan kerja yang baik dan harmonis membuat suasana kerja menjadi lebih semangat.

3. Perusahaan memperhatikan jenis dan kualitas APD yang diberikan kepada pekerja dan mengganti APD yang sudah tidak layak pakai dengan yang baru sesuai dengan kebutuhan. Hal ini ditujukan agar pekerja nyaman dengan APD yang dipakai serta diharapkan dapat mendorong perilaku pemakaian APD yang terpelihara.

4. Meningkatkan sosialisasi peraturan APD antara lain pemasangan papan wajib baca atau spanduk mengenai sangsi tegas jika tidak menggunakan APD. Dan perusahaan

(14)

diharapkan konsisten dalam melaksanakan peraturan dan menerapkan sangsi yang berlaku.

5. Mensosialisasikan kembali peraturan – peraturan yang ada di perusahaan mengenai pemakaian APD, agar pekerja lebih memahami dan taat dalam pemakaian APD, terutama dalam hal yang melakukan pengawasan pemakaian APD. Karena selama ini yang pekerja ketahui bahwa yang melakukan pengawasan secara langsung adalah petugas K3, padahal yang seharusnya melakukan pengawasan secara langsung terhadap pemakaian APD pada pekerja adalah Supervisor Fungsi/Bagian yang ada pada masing masing area kerja. 6. Perlu dilakukan kerja sama dalam pengawasan secara rutin oleh petugas safety dan

Supervisor Fungsi/Bagian karena sebagian besar pekerja merasa diawasi hanya jika pengawasan dilakukan oleh petugas safety

(15)

KEPUSTAKAAN

Bandura, Albert. (1977). Social Learning Theory. Prentice-Hall

Edo,Aulia. 2010. Studi Tentang Kecelakaan Kerja Di Unit Lube Oil Complex I (LOC I) PT. Pertamina RU IV Cilacap Tahun 2010. Medical Journal. POLTEK Kesehatan Lingkungan. Purwokerto

Geller, E. Scott. (2000). The Psychology of Safety Handbook. CRC Press LLC : Florida, USA. Green,L zw., et al (1980). Health Education Planning A Diagnostic Approach. America:

Mayfield Publisng Company.

Haslam, R. A., et al. (2005). Contributing factors in construction accidents. Applied Ergonomics, 36, 401-415

International Journal Of Occupational and Safety and Ergonomics (JOSE). (2007). Vol. 13, No. 2 (189-200).

International Labour Organization. 2014. International Labour Standards on Occupational safety and health. Geneva : http://www.ilo.org/global/standards/subjects-covered-by-international-labour-standards/occupational-safety-and-health/lang--en/index.htm

International Labour Organization. (2011). ILO Introductory Report: Global Trends and Challenges in Occupational Safety and Health, XIX World Congress on Safety and Health at Work, Istanbul 11-15 September 2011

Kurniawidjaja,M.L. 2010. Teori Aplikasi Kesehatan Kerja. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Occupational Safety and Health Administration. (2003). Personal Protective Equipment. U.S Department of Labor: OSHA

Ontario Ministry Of Labour. Personal Protective Equipment: Occupational Health and Safety Guidelines for Farming Operations in Ontario. 2009. http://www.labour.gov.on.ca/english/hs/pubs/farming/gl_ppe.php. Diakses Tanggal 14 Juni 2014

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 1 Tahun 1981 Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

Purwopriyati, Esti. (2013). Analisis Faktor – factor Yang Berhubungan dengan Perilaku Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) Pada Pekerja Lube Oil Blending Plant (LOBP) di PT. Pertamina (Persero) Unit Jakarta Lubricants Tahun 2013. Skripsi. FKM Universitas Veteran. Jakarta

Queensland Government. Personal Protective Equipment (PPE). 2013.

http://www.deir.qld.gov.au/workplace/managing-whs/personal-protective-equipment/index.htm#.U6JRu6PH_NF. Diakses Tanggal 14 Juni 2014

Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat

Ruhyandi & Evi Chandra. (2008). Faktor – faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kepatuhan Penggunaan APD Pada Karyawan Bagian Press Shop Di PT. Almasindo II Kabupaten Bandung Barat Tahun 2008. Medical Journal STIKES A. Yani, Vol 38. Undang – undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Gambar

Gambar 1. Model Sosial Cognitive Theory  (Bandura, 1963)
Gambar 3. Gambaran  Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja  3 1  1  1 5 4 6 5 4 2 5 3 5 8 9 7 4  4 2 4  4 1 4 2  2 1  1  3  4  2  2  1 024681020Th21Th22Th23Th24Th25Th26Th27Th28Th29Th30Th31Th32Th33Th34Th35Th36Th37Th38Th39Th40Th41Th42Th43Th44Th45Th47
Gambar 4. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Unit Kerja
Gambar 6. Gambaran Perilaku  Gambar 7. Gambaran Pengetahuan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang didapat sebagai berikut: (1) kemampuan berbicara siswa di kelas V sudah baik; (2) upaya yang di lakukan guru untuk meningkatkan kemampuan berbicara di kelas

Sedangkan ruang lingkup dan batasan dalam penelitian ini yaitu hanya terbatas pada audit kepatuhan keamanan informasi untuk memberikan rekomendasi kebijakan dan

aktivitas yang dilaksanakan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik yang menimbulkan biaya dan informasi biaya satuan ( unit cost ) dengan metode ABC dari kegiatan kepaniteraan klinik

T{ant}a>wi> melihat teks ayat ini, tidak seperti al-’Asma>wi> yang ‘meng abaikan’ penafsiran teks sebelum dan sesudahnya, sejatinya ter fokus ( mah all al-sha } >

SebuahTesis yang diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program StudiPendidikanMatematika. ©Elis Nurhayati, 2016

c Pada layar Connection Type [Jenis Koneksi] , pastikan untuk memilih directly to this computer [langsung ke komputer ini].. Lanjutkan ke halaman

Hal ini dapat diasumsikan bahwa akan lebih baik tidak diberikan bed making, apabila bed making tali sudut dapat meningkatkan tekanan interface pada pasien karena hanya

emosionalnya untuk memusatkan perhatian atas tugas-tugasnya memiliki pikiran yang jernih.akibatnya prestasi belajar kurang baik, berdasarkan uraian diatas dapat dipahami