• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEPINTAS TENTANG SEJARAH KERAJAAN BADUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEPINTAS TENTANG SEJARAH KERAJAAN BADUNG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SEPINTAS TENTANG SEJARAH KERAJAAN BADUNG

Menjelang abad ke – 19, Pulau Bali terdiri atas delapan kerajaan ( asta Negara), yaitu : Klungkung, Karangasem, Beliling ( sekarang Buleleng ), Bangli, Gianyar, Badung, Mengwi dan Tabanan. Kerajaan yang berdiri di Pulau Bali bagian selatan adalah kerajaan Badung ( lokasi Gedung Jayasabha sekarang ). Pusat Pemerintahan Kerajaan Badung berada di Puri Agung Denpasar sampai akhirnya Pasukan Belanda mengalahkan Kerajaan Badung melalui Perang Puputan Badung pada tahun 1906.

Pada tahun 1943 Pulau Bali telah dikuasai oleh kerajaan Majapahit yang membangun keraton di samprangan (Gianyar) dengan rajanya yang bergelar Sri Kresna Kepakisan. Sebelum raja majapahit berkuasa, Bali diperintah oleh raja – raja keturunan Udayana dari dinasti Warmadewa.

Sekitar awal abad ke 16 pusat kerajaan dipindah ke puri swecapura di Gelgel, sejak saat itu raja-raja yang memerintah bergelar “Dalem.” Salah satu putra Mahkota keturunan raja Gelgel adalah Dalem Pemahyun yang kemudian menurunkan Sire Arya Tegeh Kori. Menurut cerita rakyat Sira Arya Tegeh Kori melakukan perjalanan panjang menuju Pura Ulun Danu Batur dan memohon kepada Ida Betari Ulun Danu Batur untuk diberikan Panugrahan agar kelak menjadi seseorang yang berwibawa dan dihargai oleh Rakyatnya. Akhirnya Doa tersebut dikabulkan, dan Sire Arye Tegeh Kori diminta agar pergi ke Barat Daya ( Gumi Badeng ) sebuah wilayah yang ditempati oleh Ki Bendesa. Melalui musyawarah diputuskan bahwa Sire Arye Tegeh Kori diangkat menjadi Penguasa di Daerah tersebut.

Setelah itu Ki Bendesa membangun Istana untuk Sira Arya Tegeh Kori yang diberi nama Puri Benculuk dan menetapkan nama wilayah kekuasaannya menjadi Badung yang berasal dari kata Badeng, sesuai dengan titah Ida Bhatari Batur yakni“ Tonja yang Jakang Wana Badeng “. Kemudian para Penguasa Badung sebagai bawahan dari kerajaan Gelgel juga membangun Puri Ksatriya ( seputaran Suci Denpasar ) dan Puri Tegal Agung ( di sebelah selatan Setra Badung Denpasar )

Pada akhir abad ke 18, Kekuasaan Puri Ksatriya jatuh kepada Kyayi Ngurah Made karena Puri Ksatriya telah rusak akibat perang perebutan kekuasaan, maka Beliau memerintahkan untuk membuat Puri baru yang terletak Tetaman Den – Pasar ( den – Pasar dalam Bahasa Bali berarti” Utara Pasar “ ). Pada tahun 1788 Puri Agung Denpasar secara resmi digunakan sebagai pusat Pemerintahan Kerajaan Badung.

Pada tahun 1904 sebuah kapal Cina berbendera Belanda bernama “ Sri Komala “ kandas di Pantai Sanur. Pihak Pemerintah Belanda menuduh masyarakat setempat, melucuti, merusak, dan merampas isi Kapal dan menuntut kepada Raja atas segala kerusakan itu sebesar 3.000 dolar perak dan menghukumnya. Penolakan Raja atas tuduhan dan pembayaran kompensasi itu menyebabkan Pemerintah Belanda mempersiapkan Ekpedisi meliternya ke Bali tanggal 20 September 1906 untuk menyerang raja Badung.

(2)

Setelah menyerang Badung Belanda menyerbu kota Denpasar tiba – tiba mereka disambut oleh segerombolan orang – orang berpakaian serba putih siap melakukan “Perang Puputan” ( Mati berperang sampai titik darah terakhir). Hal itu dilakukan karena tujuan kesatria adalah mati dimedan perang sehingga arwah dapat masuk langsung ke Surga dan Raja Badung beserta laskarnya yang dengan gagah berani melakukan perang puputan akhirnya gugur, demi mempertahankan kedaulatan dan kehormatan rakyat Badung.

(3)

LED 1

UCAPAN SELAMAT DATANG

DENGAN TIGA BAHASA

-

BALI

-

INDONESIA

(4)

LED. 2

SEKILAS TENTANG SEJARAH KERAJAAN BADUNG

Perang Puputan Badung tanggal 20 September 1906 merupakan bentuk pembelaan masyarakat Badung dikomandai oleh Raja Puri Denpasar, Puri Kesiman dan Puri Pemecutan atas agresi militer Belanda yang ingin menguasai Badung. Latar belakang terjadinya perang tersebut karena rakyat Sanur (wilayah Badung waktu itu) dituduh merampas barang-barang dalam Kapal Sri Komala milik saudagar Cina yang terdampar di Pantai sanur pada tanggal 27 Mei 1904. Kwee Tek Tjiang membuat laporan kepada Pemerintah Belanda di Batavia bahwa rakyat Sanur mencuri 3.700 ringgit uang perak dan 2.300 uang kepeng.

Karena raja tidak mempercayai laporan tersebut, pihak kolonial Belanda mengeluarkan ultimatum yakni mendenda Raja Badung, I Gusti Ngurah Denpasar ( Badung merupakan otoritas tiga kerajaan, yakni Kesiman, Denpasar dan Pemecutan ) sebesar 3.000 ringgit ( 7.500 gulden ). Meskipun telah diultimatum, Raja Badung saat itu, I Gusti Ngurah Denpasar, tetap menolak tuduhan dan tuntutan sampai batas waktu pada tanggal 9 Januari 1905. Penolakan tegas Raja Badung mengakibatkan pemerintah kolonial mengirim kapal angkatan laut ke perairan Badung untuk melakukan blokade ekonomi.

Akhirnya ekspedisi militer V sampai di Selat Badung pada tanggal 12 September 1906. Kekuatan armadanya berjumlah 16 buah kapal, yaitu 9 buah kapal perang, dan 7 buah kapal pengangkut. Kapal – kapal perang tersebut di antaranya “De Hortog Hendrik, Koningin Wilhelmena, Der Nederlander”, dilengkapi dengan meriam berbagai kaliber. Seluruh personil yang ikut dalam ekspedisi itu berjumlah 3053 0rang terdiri atas 2312 orang personil militer dan 741 orang sipil termasuk wartawan perang.

Ancaman dari Gubernur Jendral di Batavia tidak sedikitpun mengubah pendirian Raja Badung. Sekalipun Pemerintah tertinggi Hindia Belanda di Batavia mengeluarkan surat perintah untuk mengadakan ekspedisi militer pada tanggal 4 September 1906, Raja Badung telah siap menanggung resiko demi membela kedaulatan kerajaan ( Nindihin Gumi Lan Swadharmaning Negara ). Dengan didahului pernyataan sumpah menurut Agama Hindhu, raja dan rakyat Badung lebih yakin untuk menolak ultimatum dan ancaman Belanda.

Utusan dikirim pada sore harinya untuk menyampaikan ultimatum kepada Raja Badung agar menyerah dalam tempo 2 x 24 jam. Ultimatum ditolak tegas, sehingga pasukan Belanda mendarat di Pantai Sanur, pada tanggal 14 September 1906. Pabean Sanur diduduki dan dijadikan benteng pertahanan mereka untuk melakukan serangan ke arah Kesiman sebagai benteng terdepan Raja Badung.

Pada Perang Puputan Badung diperkirakan korban yang gugur mencapai 7.000 jiwa, termasuk para raja, kerabat istana serta para pahlawan dari ketiga puri ( Kesiman, Denpasar dan Pemecutan). Raja Badung beserta Laskarnya dengan gagah berani melakukan perang Puputan yang akhirnya gugur mempertahankan kedaulatan dan kehormatan rakyat Badung. Pasukan Belanda dibawah pimpinan Rost Van Toningen akhirnya berhasil menduduki wilayah Badung.

(5)

LED. 3

Pusat Pemerintahan Badung dari Kota Denpasar

ke Wilayah Kabupaten Badung di Sempidi

Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung dilatarbelakangi dengan proses pemekaran Kabupaten Badung menjadi 2 (dua) wilayah yakni Kabupaten badung dan Kodya Denpasar pada tahun 1992. Pemekaran tersebut secara faktual telah menyebabkan Daerah Administratif Kodya Denpasar saat itu terdapat 2 (dua) Pusat Pemerintahan, yaitu Kabupaten Badung dan Kota Madya Daerah Tk II Denpasar yang kini bernama Kota Denpasar. Atas dasar tersebut ada pemikiran untuk memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Badung di Denpasar yaitu Dharma Praja Lumintang ke wilayah Kabupaten Badung.

Seiring dengan berjalannya waktu, terjadi kejadian luar biasa yang membumihanguskan kompleks gedung pusat Pemerintahan Dharma Praja di Lumintang pada tanggal 21 Oktober 1999, sehingga Pemerintah Kabupaten Badung tidak memiliki Pusat Pemerintahan. Agar kegiatan Pemerintahan tetap berjalan, diputuskan untuk menyewa Gedung Universitas Hindu Indonesia (UNHI) di daerah Tembau pada bulan Januari tahun 2000, sebagai kantor sementara. Pada tahun 2001 kantor Bupati Badung dan Sekretariatnya dipindahkan ke Balai Diklat Sempidi yang semula diperuntunkan sebagai pusat pendidikan dan pelatihan.

Berdasarkan rekomendasi DPRD Badung No. 100/662/DPRD tanggal 19 Oktober 2001, tentang rekomendasi Penetapan Lokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung kemudian ditetapkan melalui Keputusan Bupati No. 1269 tentang Penetapan Lokasi Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Peristiwa yang dianggap bersejarah tersebut terjadi pada masa pemerintahan Bupati Badung, yaitu Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi,SH. Pada tahun 2007 Puspem Badung mulai dibangun diatas lahan 46,677 Ha. Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung atau yang dikenal dengan Puspem Badung dilakukan revisi dan penyempurnaan khususnya dalam masa kepemimpinan Anak Agung Gde Agung,SH yang menginginkan bagaimana Puspem Badung menonjolkan Kearifan Lokal yang Bernuansa Bali dengan berlandaskan Agama Hindu.

Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung menggunakan filosopi Tri Mandala yang terdiri atas Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala (Hulu, Tengah, Teben). Seiring proses pembangunan Puspem, maka awal tahun 2008 mulai proses penetapan wilayah Ibu Kota dan Nama Ibu Kota Kabupaten badung. Langkah tersebut diawali dengan penyerapan Aspirasi masyarakat, pelaksanaan Semiloka yang diprakarsai DPRD Badung, Proses pengusulan nama Ibu Kota di Sidang Istimewa DPRD Badung, dan ditetapkanlah nama Mangupura.

Tekad Pemerintah dan masyarakat Badung memiliki Pusat Pemerintahan (Puspem) yang Representatif dan mengintegrasikan seluruh Instansi yang ada semakin menguat, agar pelayanan kepada masyarakat dapat dilaksanakan secara optimal. Ditetapkan Puspem Badung di Kelurahan Sempidi, berdasarkan rekomendasi DPRD Badung Nomor .... yang

(6)

ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati Badung Nomor ... tentang Penetapan Lokasi Puspem Badung. Kini Badung telah memiliki Ibu Kota yakni “Mangupura” yang memiliki arti Kota yang menawan hati, Tempat mencari keindahan, kedamaian dan kebahagiaan yang mendatangkan kesejahteraan serta menumbuhkan rasa aman bagi masyarakatnya. Ibu kota Mangupura diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) H.Gamawan Fauzi, pada Jumat 12 Februari 2009.

Selain meresmikan nama Mangupura, Mendagri juga menyerahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 67 tahun 2009 tentang Pemindahan Ibu Kota Kabupaten Badung dari wilayah Kota denpasar ke Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung kepada Bupati Anak Agung Gde Agung,SH yang disaksikan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Ketua DPRD Badung Drs. I Made Sumer,Apt. Acara peresmian tersebut berlangsung di lapangan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, Mangupraja Mandala. Wilayah Ibu Kota Mangupura meliputi 9 (sembilan) Desa/Kelurahan yaitu : Sempidi, Sading, Lukluk, Abianbase, Kapal, Mengwitani, Kekeran, Mengwi dan Desa Gulingan,

6 (enam) tahun nama Mangupura telah digunakan dalam semua urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, menandai telah terciptanya komitmen kebersamaan membangun Badung bagi Kesejahteraan masyarakat.

Sejarah telah terukir untuk Pemerintahan dan masyarakat Kabupaten Badung. Lambang Kabupaten Badung juga mengalami perubahan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2010. Lambang Kabupaten Badung yang baru berbentuk segi 5 (lima) sama sisi dengan warna dasar biru laut dan garis pinggir hitam dengan motto “Cura Dharma Raksaka” yang berarti berani membela kebenaran.

(7)

LED. 4

SISTEM PEMERINTAHAN DAN KEBIJAKAN KEPALA DAERAH

KABUPATEN BADUNG

A. Dalam sejarah Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung ada beberapa kebijakan Kepala Daerah antara lain sebagai berikut :

1. Pada masa Pemerintahan Bupati I Gusti Bagus Alit Putra,SH beliau pernah mewacanakan membangun kembali Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung yang “Representatif “ setelah dibakarnya Gedung Pusat Pemerintahan di Lumintang oleh masa pada tahun 1999.

2. Pada masa Pemerintahan Bupati A.A. Ngurah Oka Ratmadi,SH “Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung di Lumintang yang disebut dengan (Dharma Praja Lumintang) karena telah di bakar oleh masa pada tahun 1999 sehingga diputuskan :

a. menyewa Gedung Universitas Hindu Dharma (UNHI) di Daerah tembau Desa Penatih Denpasar pada Tahun 2000, untuk dipergunakan sebagai Kantor/sekretariat Daerah sementara.

b. pada tahun 2001 Sekretariat Daerah di UNHI di pindahkan kembali ke Balai Diklat Propinsi Bali di sempidi Badung.

3. Pada saat Kepemimpinan Bupati A.A.Ngurah Oka Ratmadi,SH juga direncanakan awal membangun Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung PUSPEM di Desa Penarungan Kecamatan Mengwi-Badung, kemudian ditetapkan dengan SK Bupati Badung No...tahun ... akan tetapi tidak terwujud/terlaksana karena ada satu dan lain hal.

4. Kemudian Bupati A.A. Ngurah Oka Ratmadi,SH memutuskan kembali pembelian tanah di Wilayah Kelurahan Sempidi seluas 46 sekian hektar untuk dibangun pusat Pemerintahan Kabupaten Badung PUSPEM yang “representatif” sedangkan pada waktu itu terjadi juga tragedi kemanusiaan, yaitu Bom Bali satu di Legian Kuta, sehingga semua kegiatan pembangunan PUSPEM Badung dipending karena keadaan situasi dan kondisi belum memungkinkan atau tidak stabil.

5. Dalam kepemimpinan Bupati A.A. Ngurah Oka Ratmadi,SH dibangunlah Monumen Bom Bali (I) untuk memperingati kejadian yang terjadi pada bulan Oktober tahun 2002 di Legian, kemudian setelah itu menyusul juga kejadian tragedi Bom Bali (II) bulan ...tahun...di Jimbaran dan disebelah Matahari Squard Kuta.

(8)

B. Surat Rekomendasi DPRD Kabupaten Badung No. 100/166/DPRD tanggal 11 Oktober 2011 tentang Penetapan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, dan atas dasar tersebut dilakukan tugas penuntasan pembelian dan penataan kawasan PUSPEM Kabupaten Badung dalam tahap-tahap sebagai berikut :

1. Penjabat Bupati I Wayan Subawa, SH.Mum

Menuntaskan Pembelian tanah 2 Are didepan pintu gerbang utama jalan masuk kedalam areal PUSPEM Sempidi ;

2. Pada Masa Pemerintahan Bupati A.A. Gde Agung, SH beliau Menata Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung PUSPEM dengan konsep “Tri Hita Karana” dengan Filosofi “Tri Mandala” terkait dengan hal tersebut ada pula kegiatan-kegiatan pendukung dimaksud antara lain sebagai berikut :

a. KTT Apec 23 – 24 Agustus 2015.

b. Patung Dewi Saraswati di Amerika Serikat

c. Foto paparan Bupati A.A. Gde Agung,SH kepada bapak Presiden RI DR. Susilo Bambang Yudoyono sebagai tata rencana pembuatan Partung Dewi Saraswati di W.D. USA dan foto lainnya ;

d. Laporan Persiapan foto 19 Asian Summit ;

e. Apec Summit meeting di Provinsi Bali A.A. Gde Agung,SH laporan 12 Mei 2011.

C. Kegiatan – kegiatan yang didukung melalui forum Legislasi :

1. PP/SK/PERDA, tentang Penetapan Nama Pemerintahan Kabupaten Badung atas Rekomendasi DPRD Badung dan Gubernur Bali ;

2. Konsep nama Ibu Kota Mangupura ;

3. Peresmian Pusat Pemerintah Kabupaten Badung PUSPEM atas dasar PP... kemudian diresmikan langsung oleh Menteri dalan Negeri dan didampingi Gubernur Bali 4. PERDA Perubahan Lambang Daerah ;

5. PERDA Maskot Pemerintahhan Kabupaten Badung.

6. PP/PERDA PROV/ PERDA Kab. Badung/ Peraturan Bersama tentang pengoperasian, Jalan TOL Nusa Dua – Ngurah Rai ....17 April 2012 – Benoa 17 Maret 2013.

(9)

LED. 5

POTENSI ALAM DI WILAYAH KECAMATAN

KABUPATEN BADUNG

Kabupaten Badung merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Bali, yang mana Badung sendiri memiliki beragam potensi terutama dalam bidang pariwisatanya.

Berbicara mengenai Badung, Badung sendiri terbagi di dalam 3 Wilayah yang meliputi :

1. Badung Utara 2. Badung Tengah 3. Badung Selatan

Adapun pembahasan mengenai 3 wilayah dari Kabupaten Badung,yaitu :

1. Badung Utara

Badung utara merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi keindahan alam, tanah yang subur serta udaranya yang masih sangat sejuk. Badung utara sendiri terdiri dari 2 bagian kecamatan yaitu Kecamatan Petang dan Kecamatan Abiansemal.

- Kecamatan Petang

Kecamatan Petang adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Luasnya adalah 115,00 Km2, Pada tahun 2004, penduduknya berjumlah 27.576 jiwa. Kecamatan Petang terdiri dari 7 Desa yaitu Belok Sidan, Pelaga, Sulangai, Petang, Pangsan, Getasan dan Carangsari.

- Kecamatan Abiansemal

Kecamatan Abiansemal adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Luasnya adalah 69,01 Km2. Pada tahun 2004, penduduknya berjumlah 75.525 jiwa. Kecamatan Abiansemal sendiri terdiri dari 18 Desa yaitu Sangeh, Selat, Taman, Bongkasa, Bongkasa Pertiwi, Punggul, Blahkiuh, Ayunan, Abiansemal, Dauh Yeh Cani, Mambal, Mekar bhuana, Sibang Kaja, Sibang Gede, Sedang, Angantaka, Jagapati, Darmasaba.

2. Badung Tengah

Badung Tengah merupakan salah satu kawasan dari Kabupaten Badung yang mana merupakan kawasan pusat pemerintahan dari Kabupaten Badung. Kawasan Badung tengah sendiri memiliki ciri khas yaitu adat istiadat serta kebudayaan yang masih kental dan sangat dijaga oleh penduduk sekitar. Badung Tengah sendiri terdiri dari satu wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Mengwi.

(10)

- Kecamatan Mengwi

Kecamatan Mengwi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Luasnya adalah 82,00Km2. Kecamatan Mengwi terdiri dari 5 Kelurahan yaitu, KelurahanKapal, Lukluk, Sempidi, Sading, Abianbase, dan 15 Desa yaitu DesaKuwum, Sembung, Werdi Bhuana, Mengwi, Gulingan, Penarungan, Sobangan, Baha, Mengwitani, Kekeran, Buduk, Tumbak Bayuh, Munggu, Cemagi, Pererenan.

3. Badung Selatan

Badung Selatan merupakan salah satu kawasan yang ada di Kabupaten Badung sudah terkenal dengan daerah padat akan kegiatan pariwisatanya lengkap dengan fasilitas penunjang pariwisata tersebut seperti akomodasi dan lain – lain. Badung Selatan sendiri terdiri dari 3 bagian Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta, Kuta Selatan, dan Kuta Utara.

- Kecamatan Kuta

Kecamatan Kuta adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia yang memiliki luas 17,52 Km2. Wilayah ini memiliki salah satu tempat tujuan Pariwisata di Indonesia yang terkenal hingga ke Manca Negara, yaitu pantai Kuta, terutama bagi penggemar olah raga selancar. Selain itu, kawasan ini juga penuh dengan berbagai hotel berbintang, restoran, villa, mall, dan sebagainya. Kecamatan Kuta terdiri dari 5 Kelurahan yaitu Kelurahan Kedonganan, Tuban, Kuta, Legian, dan Seminyak.

- Kecamatan Kuta Selatan

Kecamatan Kuta Selatan adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Luasnya adalah 101,13 Km2. Pada tahun 2004 penduduknya berjumlah 60.673 Jiwa. Kecamatan Kuta Selatan terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Tanjung Benoa, Benoa, Jimbaran, dan 3 Desa yaitu Pecatu, Ungasan, Kutuh.

- Kecamatan Kuta Utara

Kecamatan Kuta Utara adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Badung, Bali, Indonesia. Luasnya adalah 33,86 Km2. Pada tahun 2004, penduduknya berjumlah 54,640 jiwa. Kecamatan Kuta Utara terdiri dari 3 Kelurahan yaitu Kerobokan, Kerobokan Kaja, Kerobokan Kelod, dan 3 Desa yaitu Dalung, Canggu, Tibu beneng.

(11)

LED. 6

TRADISI DAN SENI BUDAYA

Kabupaten Badung memiliki 122 Desa Adat, yang memiliki seni Budaya dan Tradisi masing-masing.

TRADISI MAKOTEKAN DI DESA ADAT MUNGGU

Tradisi Mekotekan atau sering disebut mekotek sebuah tradisi adat yang dilaksanakan oleh Umat Hindhu di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yang masih tetap lestari sampai sekarang yang dirayakan khusus di hari raya Kuningan. Prosesi Grebeg Mekotekan ini di ikuti oleh 15 Banjar setempat di Desa Munggu.

Tradisi Mekotekan adalah retual yang memakai sarana Kayu biasanya yang paling banyak dipakai dari jenis Pulet yang dimainkan secara bersama – sama untuk merayakan kemenangan Dharma ( Kebaikan ) melawan Adharma ( kejahatan ). Itual Mekotekan biasanya dilaksanakan di halaman Pura Desa oleh remaja Desa atau Bapak – bapak. Masyarakat yang didominasi oleh Priya tua dan Muda mengenakan Pakaian adat ringan semua membawa sebilah kayu. Mendekati ariyal pura Desa mereka saling menyatukan tongkat yang mereka gemgam dengan cara memukul – mukul tongkatnya hingga menyerupai bangunan segitiga yang menjulang kelangit. Penyatuan ini menimbulkan suara yang sangat gaduh yang membuat para peserta semakin bersemangat. Kemudian sambil berame – rame tongkat yang sudah menyatu itupin mereka bawa berputar – putang hingga akhirnya kembali berpisah. Tak jarang saat tongkat berpencar, beberapa warga terkena tongkat tersebut, tapi tidak lantas membuat mereka kesal ataupun marah, malahan mereka bangkit kembali dengan perasaan dan senyum puas. TERADISI PERANG API ATAU MESIAT GENI DESA TUBAN KECAMATAN KUTA

Tradisi perang api tiap tahunnya akan digelar pada Purnama kapat sasih kapat ( Purnama ke empat di bulan ke empat, Red ) Kalender adat Bali. Jika dihitung menggunakan

kalender Masehi, biasanya akan jatuh pada bulan September atau Oktober. Ritual ini dilakukan di Pura Dalem Kuta.

Teradisi Mesiat Geni yang digelar setiap tahun ini dilakukan dengan tujuan untuk melestarikan tradisi sekaligus memohon keselametan dan menolak bala. Sebelum Tradisi Perang Api itu mulai para Pemuda Desa Adat Tuban melakukan persembahyangan di Pura yang terletak berdampingan dengan bandara I Gusti Ngurah Rai yaitu Pura Dalem. Seusai melakukan Persembahyangan, sejumlah seniman anak – anak menampilkan tarian sakral yang secara rutin di tampilkan sebelum pelaksanaan tampil perang Api.

(12)

Kemudian para Pemuda mulai berganti pakaian untuk melakukan Tradisi “ Mesiat Geni “. Sebelum para Pemuda melakukan perang Api, para Pemuda mendapat Anugrah Air Suci ( tirta ) untuk memohon keselamatan sehingga Tradisi itu berjalan dengan lancar. Para Pemuda tersebut dibagi menjadi dua kelompok yang saling berhadapan membawa serabut kelapa yang sudah dibakar yang saling beradu dengan kedua kelompok itu. Tradisi tersebut dilakukan sekitar dua jam sehingga serabut kelapa itu habis terbakar. Sementara itu, Tradisi ini menjadi pusat perhatian para pengunjung dikawasan Kuta.

SEKAR JEPUN SEBAGAI MASKOT KABUPATEN BADUNG

Sekar Jepun merupakan salah satu jenis bunga yang juga digunakan sebagai sarana persembahyangan sebagai umat Hindhu, selain itu memiliki aroma yang harum, sekar jepun juga memiliki warna yang beragam, mulai dari putih, merah, ungu dan kuning. Sehingga tak jarang para wisatawan menyelipkan di telinga mereka, Pertumbuhan ini tidak mengenal musim, dan akan terus mekar sepanjang waktu.Pohon bunga jepun ini dapat kita lihat di berbagai tempat salah satu di tempat – tempat suci. Pohon bunga jepun ini sangat mudah kita temui di sepanjang jalan, saat pohon ini berbunga akan tampak keindahan dan keasriannya, sehingga tak salah bahwa Sekar Jepun ini dijadikan maskot di Kabupaten Badung. Karena antara bunga dan sari menyatu yang menandakan bersatunya pemimpin dengan rakyat.

Dari sinilah diciptakan Tarian untuk melengkapi keberadaan Sekar Jepun sebagai maskot Kabupaten Badung yaitu Tari Sekar Jepun. Tari Sekar Jepun merupakan Ikon dari Kabupaten Badung yang digagas oleh Nyonya Ratna Gde Agung sedangkan penciptanya Ida Ayu Wimba Puspawati, Sst, M.Sn, gambelannya diciptakan oleh I Wayan Widia,S.Skar. Tari Sekar Jepun ini menceritakan tentang keindahan Bunga Jepun dengan berbagai corak warna serta bentuknya.

Referensi

Dokumen terkait

Sentralisasi adalah sistem pengelolaan arsip yang dilakukan secara terpusat dalam suatu organisasi, dengan kata lain penyimpanan arsip dipusatkan di suatu unit kerja

rostochiensis (Wollenweber)), bahwa lignifikasi yang lebih intensif pada jaringan akar menyebabkan nematoda yang berada didalam jaringan tidak mampu berkembang dan

Analisis regresi linier antarparameter geologi teknik menunjukkan beberapa parameter seperti: kandungan lempung (Cl) dengan berat jenis (G ), kandungan lempung (Cl) dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) hasil belajar alquran hadis pada ranah kognitif kelas XI di Madrasah Aliyah Negeri 3 Makassar, berupa tes pilihan ganda paket 1

Penelitian ini mengenai pengaruh program Adiwiyata terhadap pengetahuan dan sikap peduli lingkungan pada siswa SMP Negeri kelas VIII di Kota Bandar Lampung

Rekomendasi pupuk SP-36 (kg/ha) untuk padi sawah varietas setara IR-64 atau yang mempunyai potensi hasil 5-7 t GKG/ha pada status P tanah Rendah, Sedang, dan Tinggi ditetapkan

Berdasarkan perbandingan antara nilai AUDPC tanaman Granola yang terserang penyakit dan antara dengan galur transgenik yang menunjukkan kategori tahan dan sangat tahan