• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENYISIHAN NITROGEN AIR LIMBAH AGROINDUSTRI HASIL PERIKANAN SECARA BIOLOGIS DENGAN MODEL DINAMIK ACTIVATED SLUDGE MODEL (ASM) 1 BUSTAMI IBRAHIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENYISIHAN NITROGEN AIR LIMBAH AGROINDUSTRI HASIL PERIKANAN SECARA BIOLOGIS DENGAN MODEL DINAMIK ACTIVATED SLUDGE MODEL (ASM) 1 BUSTAMI IBRAHIM"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENYISIHAN NITROGEN

AIR LIMBAH AGROINDUSTRI HASIL PERIKANAN

SECARA BIOLOGIS DENGAN MODEL DINAMIK

ACTIVATED SLUDGE MODEL (ASM) 1

BUSTAMI IBRAHIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

Studi Penyisihan Nitrogen Air Limbah Agroindustri Hasil Perikanan Secara Biologis Dengan Model Dinamik Activated Sludge Model (ASM) 1

Adalah benar hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Mei 2007 Bustami Ibrahim NRP 985109

(3)

ABSTRAK

BUSTAMI IBRAHIM. Studi Penyisihan Nitrogen Air Limbah Agroindustri Hasil Perikanan

Secara Biologis Dengan Model Dinamik Activated Sludge Model (ASM) 1. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, MUHAMMAD SRI SAENI, ANAS MIFTAH FAUZI, MUHAMMAD ROMLI dan MENNOFATRIA BOER

Pembangunan di sektor industri perikanan yang berkembang pesat diikuti juga oleh peningkatan produksi limbah cairnya. Limbah cair industri perikanan dicirikan dengan tingginya kandungan karbon organik dan nitrogen, sehingga dapat menyebabkan eutrofikasi, yang kemudian menyebabkan menurunnya nilai guna air, dan gangguan kesehatan seperti methemoglobinemia pada bayi, pembentukan senyawa karsinogenik nitrosamin, serta dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung.

Penelitian ini bertujuan mempelajari penyisihan nitrogen dari limbah industri perikanan melalui proses anoksik-aerobik berdaur ulang dan pembuatan model simulasi dinamik dengan ASM1 (Activated Sludge Model 1), untuk dapat merancang proses penyisihan nitrogen air limbah industri perikanan secara optimal. Penelitian ini dilaksanakan melalui percobaan di laboratorium dan disimulasi dengan menggunakan Simulink yang dirancang dengan model dinamik ASM1. Percobaan di laboratorium dilakukan dengan menggunakan dua buah reaktor berkapasitas masing-masing 5 liter dan satu buah penjernih (clarifier), dengan konfigurasi anoksik – aerobik – clarifier beresirkulasi dari aerobik ke anoksik. Parameter yang diuji adalah MLVSS, TKN, N-NH3,

dan N-NO3-. Pelaksanaan penelitian dimulai dari karakterisasi limbah cair industri-industri

perikanan, aklimatisasi lumpur aktif, penentuan konstanta-konstanta parameter kinetika dan validasi model simulasi. Kemudian dilanjutkan dengan analisa sensitivitas konstanta parameter kinetika, verifikasi hasil simulasi dan penentuan efisiensi proses yang optimal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah cair dari industri pembuatan tepung ikan memiliki kandungan cemaran yang tertinggi (BOD = 289 mg/l, COD= 1192,9 mg/l, TKN= 1117,86 mg/l dan TSS= 69600 mg/l), dibandingkan jenis industri perikanan yang lain seperti industri pembekuan udang, pembekuan tuna, pengalengan ikan tuna dan lemuru. Hasil penentuan nilai-nilai parameter kinetika pada kondisi anoksik yaitu

μ

m=

1,43 hari-1, KS= 8,92 mgCOD/l, KNO= 4,09 mgN-NO3/l, YH= 0,17 mg VSS/mgCOD, dan kd=

0,07 hari-1, dan parameter kinetika yang diperoleh pada kondisi aerobik yaitu

μm

= 3,97

hari-1, KS= 168,90 mgCOD/l, KNH=174,53 mg N-NH3/l, YH= 0,42 mg VSS/mg COD, dan

kd= 0,12 hari-1. Analisis sensitivitas konstanta parameter kinetika menunjukkan bahwa

parameter yang sensitif yaitu:

μ

m , KS terutama pada kondisi aerobik dan YH. Konstanta

kinetika yang kurang sensitif yaitu kd, KNH pada kondisi aerobik dan KNO pada kondisi

anoksik. Konstanta yang tidak sensitif yaitu KNH pada kondisi anoksik. Sensitivitas

parameter kinetika ini perlu dipertimbangkan karena banyak peneliti memperoleh hasil nilai parameter kinetikanya dengan kisaran yang cukup panjang. Model simulasi yang dibangun dapat digunakan untuk merancang dan merencanakan proses penyisihan nitrogen dengan faktor galat maksimum 20%. Galat TKN antara simulasi dan percobaan terkoreksi dengan 0,1369. Analisis optimasi dari unjuk kerja sistem diperoleh bahwa resirkulasi 50% dan HRT 0,5 - 1 hari menghasilkan efisiensi penyisihan nitrogen yang relatif baik.

Kata kunci: Penyisihan Nitrogen Secara Biologis; Air Limbah Industri Perikanan; Pengolahan Sistem Anoksik Aerobik

(4)

ABSTRACT

BUSTAMI IBRAHIM. The Study of Biological Nitrogen Removal of Fishery Agroindustrial Wastewater Using Dynamic Model of Activated Sludge Model (ASM)1. Under supervision of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, MUHAMMAD SRI SAENI, ANAS MIFTAH FAUZI, MUHAMMAD ROMLI and MENNOFATRIA BOER.

Nowadays fishery industry developed very rapidly and also followed by producing wastewater. Fishery industry wastewater characterized in highly organic carbon and nitrogen content, caused eutrophication phenomena. It will then reduce water utilization value, health problem like methemoglobinemia in babies, and also affect to human heart function.

The research objectives were to study biological nitrogen removal (BNR) of fishery industry wastewater using anoxic-aerobic with recyrculation system and to verify ithe dynamic model simulation ASM1 which apply to the system. The system resulted can be used to design BNR process of fishery industry wastewater optimally. The research carried on laboratory experimentation and computer simulation. The laboratory experimentation were held using two types of reactors which have 5 litres capacity each and was completed by one clarifier. The configuration was anoxic – aerobic – clarifier with recyrculation flow from aerobic to anoxic. The simulation system was designed using dynamic model ASM1 under Simulink package system for dynamic simulation. Parameters analysed were COD, MLVSS, TKN, N-NH3, and N-NO3-. The research carried by several steps which are fishery industrial wastewaters characterization, activated sludge aclimatisation, kinetic parameter constants identification and model simulation. Afterward kinetic parameter constants were analysed for sensitivity, verification of model simulation and optimalisation process efficiencies.

The results showed that fishmeal industry wastewater contents the highest of pollutant (BOD = 289 mg/l, COD= 1192,9 mg/l, TKN= 1117,86 mg/l dan TSS= 69600 mg/l) among other industries like frozen shrimp, frozen tuna, canned tuna and sardine, and also value added product. The kinetic parameters value for anoxic are

μ

m= 1,43 day-1, KS= 8,92 mgCOD/l, KNO= 4,09 mgN-NO3/l, YH= 0,17 mg VSS/mgCOD, and kd= 0,07 day-1. Kinetic parameters value for aerobic are

μm

= 3,97 day-1, K

S= 168,90 mgCOD/l, KNH=174,53 mg N-NH3/l, YH= 0,42 mg VSS/mg COD, and kd= 0,12 day-1. Sensitivity analyses of kinetic parameters showed that some parameters like

μ

m , KS firstly for aerobic and YH are highly sensitive to tested parameters. Some of those are low sensitive, like kd, aerobic KNH and anoxic KNO. The anoxic KNH is unsensitive. The sensitivity of kinetic parameters will become to be important when the kinetic parameters value has wide ranges. The simulation model developed has maximum error about 20% verify to llaboratory experiment. The error of TKN between experimentation and simulation has been corrected by 0,1369. The process optimation and system performance showed that 50% recyrculation and HRT 0,5 day resulted the best optimal process.

Keywords: Biological Nitrogen Removal; Fisheries Industrial Wastewater; Anoxic Aerobic Treatment System

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

(6)

STUDI PENYISIHAN NITROGEN

AIR LIMBAH AGROINDUSTRI HASIL PERIKANAN

SECARA BIOLOGIS DENGAN MODEL DINAMIK

ACTIVATED SLUDGE MODEL (ASM) 1

BUSTAMI IBRAHIM

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

(7)

ii

Judul Disertasi : Studi Penyisihan Nitrogen Air Limbah Agroindustri Hasil Perikanan Secara Biologis Dengan Model Dinamik Activated Sludge Model (ASM) 1

Nama Mahasiswa : BUSTAMI IBRAHIM Nomor Pokok : 985109/TIP

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Ketua

Prof. Dr. Ir. Muhammad Sri Saeni, MS Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, MEng

Anggota Anggota

Dr. Ir. Muhammad Romli, MSc.St. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

iii

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya maka disertasi yang berjudul Studi Penyisihan Nitrogen Air Limbah Agroindustri Hasil Perikanan Secara Biologis Dengan Model Dinamik ASM 1 telah berhasil diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sangat tulus dan mendalam kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA, selaku Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS, Dr. Ir. Anas M. Fauzi, MEng, Dr. Ir. M. Romli, MSc.St., dan Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, nasehat dan dorongan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Dr. Ir. Irawadi Jamaran, selaku Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas bantuan dan bimbingan selama pendidikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada seluruh staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian Bogor IPB yang telah memberikan curahan ilmu dan penglamannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Pengelola Penelitian Hibah Bersaing X (tahun 2001/2002 dan 2002/2003) dan Penelitian Dasar (tahun 2003/2004) dari Departemen Pendidikan Nasional yang telah membiayai sebagian dari penelitian disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hari Eko Irianto APU (Kepala Balai Besar Pengolahan Produk Perikanan dan Bioteknologi, Departemen Kelautan dan Perikanan RI) dan Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS (Guru Besar Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan IPA IPB) yang

(9)

iv

sekaligus bertindak sebagai Penguji Tamu Luar Komisi, atas segala perbaikan dan saran yang diberikan demi penyempurnaan disertasi ini.

Ucapan terima kasih yang tiada terhingga penulis haturkan kepada isteri serta anak-anakku tercinta atas semua bantuan materiil maupun spirituil, pengorbanan, doa dan kasih sayang. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan Departemen Teknologi Hasil Perikanan IPB yang telah banyak memberikan dorongan motivasi, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama penulis menyelesaikan disertasi ini.

Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi untuk perbaikan kualitas lingkungan.

Bogor, Mei 2007

Bustami Ibrahim

(10)

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manggar (Belitung), pada tanggal 1 Nopember 1961 dari pasangan ayah bernama Ibrahim Jacob dan ibu bernama Rosinah. Penulis merupakan putra pertama dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD II Unit Penambangan Timah Belitung di Tanjung Pandan (Belitung) pada tahun 1974, sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP Unit Penambangan Timah Belitung di Tanjung Pandan (Belitung) lulus pada tahun 1977, dan sekolah lanjutan atas di SMA Negeri 46 Jakarta lulus tahun 1981. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di IPB dan lulus tahun 1986 dari Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB.

Penulis diterima manjadi staf pengajar di Jurusan THP IPB pada tahun 1987. Kemudian mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan S2 di bidang Post Harvest Technology di University Of Humberside, Inggris, lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan program S3 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB dibiayai oleh BPPS Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis menikah pada tahun 1987 dengan Ir. Ayu Pratiwanggini, dan telah dikaruniai tiga orang anak yaitu Citra Profelia, Yusuf Twindana dan Twindy Prettymaya.

(11)

vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xv 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pemodelan ... 5

2.2. Ciri Dan Jenis Limbah Cair Industri ... 8

2.3. Perubahan Biologis Limbah Organik ... 13

2.4. Sistem Pengolahan Biologis Limbah Agroindustri ... 17

2.5. Proses Perubahan Nitrogen ... 20

2.5.1. Proses amonifikasi ... 20

2.5.2. Proses nitrifikasi ... 21

2.5.3. Proses denitrifikasi ... 23

2.6. Kinetik Pertumbuhan Mikroorganisme ... 27

2.6.1. Pertumbuhan sel ... 28

2.6.2. Pertumbuhan pada substrat terbatas ... 28

2.6.3. Pengaruh metabolisme endogen ... 29

2.6.4. Hubungan pertumbuhan sel dan penggunaan substrat ... 30

2.6.5. Penerapan kinetik pertumbuhan dan penghilangan substrat pada perlakuan biologis ... 31

2.6.6. Kosentrasi substrat dan biomassa pada efluen ... 33

2.7. Stoikiometri dan Keseimbangan Bahan ... 33

3. KERANGKA PEMIKIRAN ... 36

(12)

vii

3.2. Penyederhanaan Struktur Model ... 38

4. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

4.2. Metode Penelitian... 39

4.2.1. Bahan dan alat... 39

4.2.2. Perumusan model... 42

4.2.3. Pengkondisian reaktor ... 49

4.2.4. Aklimasi lumpur aktif ... 50

4.3. Pengolahan Data dan Verifikasi ... 51

4.3.1. Metode penghitungan parameter kinetik anoksik ... 51

4.3.2. Metode penghitungan parameter kinetik aerobik ... 55

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 57

5.1. Ciri Limbah Cair ... 57

5.1.1 Ciri limbah cair industri perikanan... 57

5.1.2 Ciri limbah cair buatan ... 58

5.2. Pengkondisian Reakor ... 59

5.3. Perhitungan Parameter Kinetik ... 61

5.3.1. Parameter kinetik pada proses denitrifikasi ... 61

5.3.1.1. Koefisien konstanta paruh (Ks) dan KNO... 61

5.3.1.2. Koefisien perombakan endogenous (kd) dan Yield (Y)... 64

5.3.1.3. Koefisien laju pertumbuhan maksimum (μm)... 65

5.3.2. Parameter kinetik pada proses nitrifikasi ... 66

5.3.2.1. Parameter kinetik KS... 66

5.3.2.2. Perhitungan parameter kinetik nitrogen amonia (KNH) ... 68

5.4. Parameter Konstanta Laju Spesifik Amonifikasi (Ka) ... 70

5.5. Sensitivitas Parameter Kinetik... 71

5.5.1. Sensitivitas konstanta

μ

m ... 71 5.5.2. Sensitivitas konstanta Ks... 73 5.5.3. Sensitivitas konstanta YH... 75 5.5.4. Sensitivitas konstanta kd... 77 5.5.5. Sensitivitas konstanta KNH... 79 5.5.6. Sensitivitas konstanta KNO... 80

(13)

viii

5.7. Validasi Rekayasa Simulasi ... 85

5.8. Verifikasi Data ... 89

5.8.1. Verifikasi parameter dalam influen ... 89

5.8.2. Verifikasi hasil simulasi dengan reaktor tunggal... 89

5.8.3. Verifikasi hasil pengolahan dengan reaktor 2 tahap... 90

5.9. Evaluasi Model Simulasil... 108

5.9.1. Hasil Simulasi dengan berbagai HRT... 108

5.9.2. Hasil Simulasi dengan berbagai Nilai Resirkulasi... 110

5.9.3. Hasil Simulasi dari berbagai pembebanan COD ... 111

5.9.4. Hasil Simulasi dari berbagai rasio antara volume anoksik dan aerobik ... 114

5.9.5. Simulasi dengan pembebanan seketika (shock loading)...116

5.10. Efisiensi Penyisihan Nitrogen Total ... 121

6. SIMPULAN DAN SARAN ... 124

6.1. Simpulan ... 124

6.2. Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 127

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Nilai rata-rata aliran efluen industri perikanan berdasarkan jenis

konsumsi dan aliran spesifik ... 10

2. Model terstruktur MLVSS yang disederhanakan ... 38

3. Hasil pengamatan limbah cair industri perikanan ... 57

4. Karakteristik limbah cair buatan ... 59

5. Nilai-nilai parameter kinetik pada kondisi anoksik ... 66

6. Nilai-nilai parameter kinetik pada kondisi aerobik ... 69

7. Hasil perbandingan parameter pada influen antara percobaan dan simulasi... 89

(15)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Transformasi nitrogen didalam proses pengolahan secara

biologis (Metcalf dan Edy, 1991) ... 15

2. Beberapa kemungkinan terjadinya peyisihan nitrogen secara biologis (Loosdrecht dan Jetten, 1998) ... 16

3. Daur nitrogen dalam proses penyisihan biologis (Dold et al, 1980) ... 17

4. Diagram rute aliran elektron pada respirasi mikrobial (Grady dan Lim, 1980)... 26

5. Kerangka fungsional mekanisme penyisihan nitrogen secara biologis (Modifikasi Dunn et al, 1992)... 36

6. Skema sistem pengolahan limbah dengan susunan reaktor anoksik-aerobik (Utomo et al, 2000)... 37

7. Konstruksi dan dimensi reaktor aerobik dan anoksik (Utomo,2000)... 40

8 Konstruksi dan dimensi penjernih (Clarifier) (Utomo, 2000) ... 41

9 Diagram sistem simulasi yang dirancang dengan perangkat lunak Simulink MATLAB ... 47

10. Langkah-langkah dalam pembuatan model (Coyle, 1996) ... 48

11. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian ... 49

12. Sistem dan konfigurasi bioreaktor yang digunakan dalam penelitian ... 50

13. Grafik hubungan laju pertumbuhan spesifik (μ) dan laju spesifik penggunaan substrat (U) ... 53

14. Grafik Hubungan resiprokal konsentrasi substrat (1/S) dan resiprokal laju spesifik penggunaan substrat (1/U) ... 54

15. Grafik hubungan laju spesifik penggunaan substrat (U) dan resiprokal waktu tinggal lumpur ( 1 C

θ

)... 56

16. Konfigurasi reaktor sistem anoksik-aerobik dengan lumpur aktif ... 60

17. Grafik COD reaktor pada proses pengkondisian ... 60

18. Grafik MLSS reaktor pada proses pengkondisian ... 61

19. Grafik MLVSS reaktor pada proses pengkondisian... 61

20. Grafik penentuan Ks dan k pada proses denitrifikasi ... 62

21. Grafik penentuan KNO dan k pada proses denitrifikasi... 63

(16)

xi

23. Grafik perhitungan nilai parameter Ks dan k dari COD ... 67

24. Grafik perhitungan nilai parameter Y dan

k

d dari COD ... 68

25. Grafik perhitungan nilai parameter KNH dan k dari N-NH3... 69

26. Parameter konstanta laju spesifik amonifikasi (Ka) ... 70

27a. Sensitivitas konstanta

μ

m pada kondisi aerobik... 72

27b. Sensitivitas konstanta

μ

m pada kondisi anoksik ... 72

28a. Sensitivitas konstanta Ks pada kondisi aerobik... 74

28b. Sensitivitas konstanta Ks pada kondisi anoksik ... 74

29a. Sensitivitas konstanta

Y

H pada kondisi aerobik ... 75

29b. Sensitivitas konstanta

Y

H pada kondisi anoksik... 76

30a. Sensitivitas konstanta kd pada kondisi aerobik ... 77

30b. Sensitivitas konstanta kd pada kondisi anoksik... 78

31. Sensitivitas konstanta KNH pada kondisi aerobik... 79

32. Sensitivitas konstanta KNO pada kondisi anoksik ... 80

33. Hubungan keterkaitan antara senyawa nutrien dan mikroorganisme ... 81

34. Blok diagram model simulasi sistem pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif 2 tahap ... 82

35 Blok diagram model simulasi sub-sistem pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif pada reaktor anoksik... 83

36 Blok diagram model simulasi sub-sistem pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif pada reaktor aerobik ... 84

37 Kondisi (a) COD dan (b) TKN Pada Reaktor Anoksik dan Aerobik Pada Saat MLVSS=0 ... 85

38 Kondisi (a) COD , (b) TKN, (c) NH3 dan (d) NO3- pada reaktor anoksik dan aerobik dibandingkan masing-masing dengan influen pada saat DO=0... 86

39 Kondisi (a) TKN dan (b) NO3- pada reaktor anoksik dan aerobik dibandingkan dengan influen pada saat resirkulasi tinggi. ... 87

40 Kondisi (a) MLVSS, (b) TKN, (c) NH3 dan (d) NO3- pada reaktor anoksik dan aerobik dibandingkan masing-masing dengan influen pada saat COD=0 ... 88

41 Hasil verifikasi model simulasi pada reaktor aerobik ... 90

(17)

xii

43a. Verifikasi nilai COD dalam reaktor aerobik pada berbagai HRT

dengan resirkulasi 100% ... 92 43b. Verifikasi nilai COD dalam reaktor aerobik pada berbagai HRT

dengan resirkulasi 75% ... 93 43c. Verifikasi nilai COD dalam reaktor aerobik pada berbagai HRT

dengan resirkulasi 50% ... 93 44a. Verifikasi nilai COD dalam reaktor anoksik pada berbagai HRT

dengan resirkulasi 100% ... 94 44b. Verifikasinilai COD dalam reaktor anoksik pada berbagai HRT

dengan resirkulasi 75% ... 94 44c. Verifikasi nilai COD dalam reaktor anoksik pada berbagai HRT

dengan resirkulasi 50% ... 95 45a Verifikasi konsentrasi TKN dalam reaktor aerobik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 100%... 97 45b. Verifikasi konsentrasi TKN dalam reaktor aerobik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 75%... 97 45c. Verifikasi konsentrasi TKN dalam reaktor aerobik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 50%... 98 46a. Verifikasi konsentrasi TKN dalam reaktor anoksik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 100%... 98 46b. Verifikasi konsentrasi TKN dalam reaktor anoksik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 75%... 95 46c. Verifikasi konsentrasi TKN dalam reaktor anoksik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 50%... 95 47a. Verifikasi konsentrasi NH3 dalam reaktor aerobik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 100%... 100 47b. Verifikasi konsentrasi NH3 dalam reaktor aerobik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 75%... 101 47c. Verifikasi konsentrasi NH3 dalam reaktor aerobik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 50%... 101 48a. Verifikasikonsentrasi NH3 dalam reaktor anoksik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 100%... 102 48b. Verifikasikonsentrasi NH3 dalam reaktor anoksik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 75%... 102 48c. Verifikasikonsentrasi NH3 dalam reaktor anoksik pada berbagai

HRT dengan resirkulasi 50%... 103 49a. Verifikasi konsentrasi N-NO3- dalam reaktor aerobik pada

berbagai HRT dengan resirkulasi 100%... 104 49b. Verifikasi konsentrasi N-NO3- dalam reaktor aerobik pada

berbagai HRT dengan resirkulasi 75%... 105 49c. Verifikasi konsentrasi N-NO3- dalam reaktor aerobik pada

(18)

xiii

50a. Verifikasi konsentrasi N-NO3- dalam reaktor anoksik pada

berbagai HRT dengan resirkulasi 100%... 106 50b. Verifikasi konsentrasi N-NO3- dalam reaktor anoksik pada

berbagai HRT dengan resirkulasi 75%... 106 50c. Verifikasi konsentrasi N-NO3- dalam reaktor anoksik pada

berbagai HRT dengan resirkulasi 50%... 107 51a Nilai parameter MLVSS hasil simulasi pada berbagai HRT ... 109 51b. Nilai-nilai parameter COD, TKN, NH3 dan NO3- hasil simulasi

pada berbagai HRT ... 109 52a Nilai parameter MLVSS hasil simulasi pada berbagai tingkat

resirkulasi ... 110 52b. Nilai-nilai parameter COD, TKN dan NO3- hasil simulasi pada

berbagai tingkat resirkulasi... 110 53a. Nilai parameter MLVSS hasil simulasi pada berbagai tingkat

pembebanan COD... 111 53b. Nilai parameter COD hasil simulasi pada berbagai tingkat

pembebanan COD... 112 53c. Nilai parameter TKN hasil simulasi pada berbagai tingkat

pembebanan COD... 112 53d. Nilai parameter NH3 hasil simulasi pada berbagai tingkat

pembebanan COD... 113 53e. Nilai parameter NO3- hasil simulasi pada berbagai tingkat

pembebanan COD... 113 54a. Hasil parameter MLVSS pada simulasi rasio volume antara

reaktor anoksik dan aerobik ... 115 54b. Hasil parameter COD pada simulasi rasio volume antara reaktor

anoksik dan aerobik... 115 54c. Hasil parameter TKN dan NO3- pada simulasi rasio volume

antara reaktor anoksik dan aerobik ... 115 55a. Hasil perubahan nilai MLVSS dan efluen COD pada

pembebanan seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l

ke 6.000 mg/l pada sistem anoksik-aerobik... 116 55b. Hasil perubahan nilai TKN, NH3 dan NO3- pada pembebanan

seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l ke 6.000 mg/l

pada sistem anoksik-aerobik. ... 117 56a. Hasil perubahan nilai MLVSS dan efluen COD pada

pembebanan seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l

ke 8.000 mg/l pada sistem anoksik-aerobik... 117 56b. Hasil perubahan nilai TKN, NH3 dan NO3- pada pembebanan

seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l ke 8.000 mg/l

(19)

xiv

57a. Hasil perubahan nilai MLVSS dan efluen COD pada pembebanan seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l

ke 10.000 mg/l pada sistem anoksik-aerobik... 118 57b. Hasil perubahan nilai TKN, NH3 dan NO3- pada pembebanan

seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l ke 10.000

mg/l pada sistem anoksik-aerobik ... 119 58a. Hasil perubahan nilai MLVSS dan efluen COD pada

pembebanan seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l

ke 15.000 mg/l pada sistem anoksik-aerobik... 119 58b. Hasil perubahan nilai TKN, NH3 dan NO3- pada pembebanan

seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l ke 15.000

mg/l pada sistem anoksik-aerobik ... 120 59a. Hasil perubahan nilai MLVSS dan efluen COD pada

pembebanan seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l

ke 20.000 mg/l pada sistem anoksik-aerobik... 120 59b. Hasil perubahan nilai TKN, NH3 dan NO3- pada pembebanan

seketika (shock loading) nilai COD dari 4.000 mg/l ke 20.000

mg/l pada sistem anoksik-aerobik ... 121 60. Efisiensi penyisihan nitrogen total pada sistem 2 tahap ... 122

(20)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar sistem reaktor yang digunakan... 134

2. Matrik model umum lumpur aktif (Henze et al, 1987) ... 136

3. Model matematika untuk proses... 137

4. Model matematika pada suatu sistem konfigurasi reaktor anoksik-aerobik ... 138

5. Daftar keterangan simbol-simbol parameter dan persamaan... 141

6. Tatacara analisis ... 142

7. Gambar tampilan model simulasi ... 148

8. Optimasi HRT hasil simulasi... 151

9. Data historis analisis laboratorium selama penelitian... 153

10. Perhitungan faktor koreksi TKN ... 155

11. Perhitungan konstanta laju spesifik amonifikasi (Ka) ... 156

12. Kondisi kendali proses... 157

13. Perhitungan efisiensi penyisihan COD, TKN dan nitrogen total ... 160

14. Pengujian verifikasi data parameter dalam influen ... 161

15. Uji keragaman perbandingan antara simulasi dan percobaan ... 162

16. Uji profil hasil verifikasi reaktor tunggal aerobic... 163

17. Uji profil hasil verifikasi reaktor tunggal anoksik ... 165

18. Hasil simulasi dengan peubah HRT ... 167

(21)

xvi

DAFTAR ISTILAH

Aerasi adalah (1) suatu proses pemberian udara atau terjenuhkan dengan udara. (2) dalam perlakuan limbah, proses untuk memelihara pemurnian biologis dan kemis. (3) menyingkap suatu sistem terhadap kerja udara, umumnya dengan mengalirkan gelembung udara ke dalam sistem atau menyemprotkan sistem ke udara; kadang-kadang digunakan gas lain yang bukan udara misalnya karbon dioksida dalam pembuatan minuman ringan berkarbonat (limun).

Aerobik adalah (1) terdapat oksigen molekuler sebagai suatu bagian dari lingkungan, (2) tumbuh hanya dengan kehadiran oksigen molekuler sebagai organisme aerob, (3) terdapat hanya dengan kehadiran oksigen molekuler, (4) hidup atau aktif jika hanya tersedia oksigen.

Air Limbah adalah (1) air yang membawa sampah (limbah) dari rumah (tempat tinggal), bisnis dan industri; suatu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi, (2) air buangan dari hasil kegiatan proses yang dibuang ke dalam lingkungan.

ASM 1 adalah singkatan dari Activated Sludge Model Nomor 1, yaitu nama yang

diberikan pada model dinamik untuk pengolahan limbah cair secara biologis yang pertama.

Anaerobik adalah suatu kondisi lingkungan kehidupan organisme dalam suasana tidak ada oksigen bebas.

Anoksik adalah suatu kondisi lingkungan kehidupan organisme dalam suasana tidak terdapat oksigen bebas, sehingga reaksi berlangsung menggunakan oksigen dari senyawa nitrat nitrat (NO3

_

), sulfat (SO4=) dan lain-lain.

Autotrof adalah organisme hidup yang mampu mensintesis zat gizi organik langsung dari zat-zat organik sederhana seperti karbon dioksida dan senyawa nitrogen anorganik.

(22)

xvii

Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu.

Biochemical Oxygen Demand (BOD, Kebutuhan Oksigen Biokimiawi) adalah

banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan yang dibutuhkan untuk metabolisme mikroorganisme dalam mencerna berbagai bahan organik yang terdapat dalam perairan itu.

Chemical Oxygen Demand (COD, Kebutuhan Oksigen Kimiawi) adalah

banyaknya oksigen dalam ppm atau mg/l yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik secara kimiawi.

Degradasi adalah (1) menurunnya kualitas lingkungan umumnya terjadi pada lahan-lahan kritis, (2) menurunnya tingkat kompleksitas suatu senyawa kimia menjadi lebih sederhana.

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan mg/l oksigen yang terlarut. Oksigen yang terlarut ini dipergunakan sebagai derajat pencemaran limbah pada perairan, semakin tinggi DO menunjukkan semakin kecil derajat pencemaran yang terjadi.

Denitrifikasi adalah (1) proses senyawa nitrogen organik diurai dengan hasil akhir berupa gas nitrogen, (2) proses pengubahan garam atau senyawa nitrit oleh mikroba tertentu menjadi produk gas seperti nitrogen, dinitrogen oksida dan nitrogen oksida.

Efluen adalah sampah padat, cair atau gas yang memasuki lingkungan sebagai

suatu produk samping atau tambahan dalam kegiatan manusia

Fotosintesis adalah sintesis karbohidrat dari karbon dioksida dan air oleh klorofil, menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan atau sampingan.

Influen adalah masuknya buangan industri atau pertanian dalam suatu

lingkungan (air, tanah atau udara) yang menyebabkan terjadinya pencemaran dalam lingkungan tersebut.

(23)

xviii

Clarifier (Penjernih) adalah suatu tangki pengendapan dalam perlakuan air

limbah atau buangan, yang secara mekanik memisahkan padatan dengan cara mengendapkannya dari air limbah.

Konsentrasi massa adalah konsentrasi dari limbah sebagai fungsi dari waktu tinggal sel rata-rata.

Limbah adalah hasil sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan dan dapat berbentuk benda padat, cair, gas, debu, suara, getaran, perusakan dan lain-lain yang dapat menimbulkan pencemaran bila tidak dikelola dengan baik.

Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar dalam bentuk cair.

Lumpur Limbah adalah buangan industri yang bersifat lumpur. Komponen utama dari lumpur limbah ini adalah zat-zat organik, logam berat dan mikroorganisme patogen.

Metana (CH4) adalah suatu gas tanpa bau, tanpa warna dan dapat meledak

dalam keadaan-keadaan tertentu; dapat diproduksi oleh sampah padat yang mengalami proses penguraian anaerob.

MLVSS adalah singkatan dari Mixed Liquor Volatile Suspended Solid, yaitu padatan tersusupensi dalam limbah yang diperhitungkan sebagai flok dari mikroorganisme.

Nitrifikasi adalah (1) oksidasi biologi amonium menjadi nitrit dan oksidasi lebih lanjut dari nitrit menjadi nitrat. (2) pembentukan asam nitrit dan asam nitrat atau garam-garamnya oleh oksidasi nitrogen dalam senyawa amonia; khusus oksidasi garam amonia ke nitrit dan oksidasi nitrtit ke nitrat oleh bakteri tertentu.

Padatan Tersuspensi adalah zat padat butiran dan amorf yang melayang dalam air; bila air itu didiamkan cukup lama, zat padat ini akan turun mengendap.

Pencemaran air adalah penambahan bahan berbahaya, merugikan atau tidak diinginkan dalam air dengan konsentrasi atau kuantitas yang cukup

(24)

xix

untuk menyebabkan kerugian, mempengaruhi kebergunaan atau menurunkan kualitas air.

Polutan (pencemar) adalah sesuatu atau zat yang terdapat di dalam suatu benda padat, cair atau gas yang menyebabkan benda tersebut menjadi tercemar.

Polusi (pencemaran) adalah (1) kondisi yang ditimbulkan oleh kehadiran bahan-bahan di lingkungan yang bersifat merugikan dan dalam jumlah sedemikian rupa menyebabkan kualitas lingkungan menurun atau berbalik menyerang kehidupan. (2) pencemaran atau pengotoran yang terjadi baik terhadap udara, air dan sebagainya yang disebabkan karena pabrik, kendaraan bermotor dan lain-lain.

Sedimen adalah (1) bahan padat baik mineral maupun organik, yang berada dalam suspensi, sedang diangkut atau dipindahkan dari lokasi asli oleh udara, air, gaya berat atau es yang telah mengendap pada permukaan bumi, diatas atau dibawah permukaan laut. (2) bahan padat dari buangan yang mengendap dalam pengolahan primer dan sekunder. Sedimentasi adalah pemisahan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat

dari pada air dalam cairan oleh adanya gaya gravitasi.

Sludge adalah lumpur atau materi yang tidak larut yang selalu tampak

kehadirannya dalam setiap pengolahan; umumnya tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan didalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme.

TKN adalah singkatan dari Total Kjeldahl Nitrogen.

Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) adalah jumlah bobot dalam mg/l lumpur kering yang ada didalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 μ.

(25)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kegiatan pembangunan di sektor industri telah memberikan peningkatan nilai tambah pada komoditas pertanian. Hal ini telah memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan ekonomi nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja, penghematan devisa negara dan penggairahan pembangunan sektor pertanian secara keseluruhan dalam rangka penyediaan bahan baku bagi industri. Sumbangan PDB (Produk Domestik Bruto) sub-sektor perikanan selama periode 1999-2002 meningkat rata-rata 21,72% per tahun, yakni dari Rp. 25.932,87 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp. 46.610,3 milyar pada tahun 2002. Besarnya sumbangan sektor perikanan dan kelautan terhadap total PDB dari tahun 1999-2002 meningkat dari 2,36% menjadi 2,90% (BPS, 2003). Bahkan menurut laporan Dahuri (2005) PDB sektor perikanan dan kelautan pada tahun 2004 bila ditambahkan dengan keseluruhan produk olahan ikan mencapai 9% atau dengan nilai nominal sekitar Rp. 150 triliun.

Di sisi lain, telah terjadi dampak negatif dari aktivitas tersebut terhadap lingkungan yaitu buangan limbah, baik yang berasal dari industri besar maupun industri kecil. Industri berbasis pertanian (agroindustri) tidak terkecuali ikut memberikan andil dalam menyebabkan pencemaran tersebut. Limbah industri pertanian tersebut dicirikan dengan tingginya kandungan karbon organik dan hara. Tingginya kandungan bahan organik ini akan menyebabkan penurunan kualitas badan air penerima yang menyebabkan rendahnya oksigen yang terlarut dan memicu terjadinya proses penyuburan ganggang yang disebut dengan eutrofikasi. Hal ini pada proses selanjutnya akan menyebabkan sedimentasi bahan organik pada dasar perairan, menimbulkan bau busuk (masalah estetika), dan akibat-akibat lainnya seperti pendangkalan, menurunnya nilai guna air, serta kematian organisme-organisme air yang hidup didalamnya. Selain itu konsentrasi nitrit dan nitrat yang tinggi dalam air minum akan menyebabkan methemoglobinemia pada bayi dan terbentuknya senyawa karsinogenik nitrosamin (Sawyer dan McCarty, 1978; Wiesmann, 1994) serta dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung (Sawyer dan McCarty, 1978).

Di Indonesia terdapat beberapa pusat industri pengolahan hasil perikanan, seperti Jakarta (Muara baru, Muara Angke), Jawa Timur

(26)

(Banyuwangi, Muncar, Sidoarjo), Jawa Tengah (Pekalongan), Jawa Barat (Pelabuhan Ratu, Cirebon), dan beberapa terpencar di tempat yang terpisah. Sebagian besar uit-unit industri yang ada ini belum melakukan pengolahan limbah cairnya dengan baik dan bahkan ada yang tidak memiliki unit pengolahan limbah cairnya. Akibatnya hampir kebanyakan dari pusat industri tersebut terkesan kumuh, dengan saluran air yang tersumbat, udara yang tercemar dengan bau ikan yang membusuk dan disertai dengan lalat yang bertebaran. Padahal menghadapi persaingan pada era globalisasi, unit pengolahan limbah adalah merupakan bagian yang utuh dalam rancangan suatu industri, dan merupakan salah satu implementasi prinsip produksi bersih (cleaner production). Dari beberapa industri perikanan yang telah memiliki

penanganan limbah pada umumnya hanya menerapkan sistem kolam aerobik saja dan belum memperhatikan mutu keluaran yang dihasilkannya, terlihat dari nilai COD, BOD dan kandungan amonia yang masih tinggi. Nilai COD, BOD dan kandungan amonia pada limbah cair industri pembekuan udang berturut-turut 1780 mg/l, 160 mg/l dan 0,873 mg/l (Hayati, 1998), dan pada limbah cair industri pengalengan ikan berturut-turut adalah 1481 mg/l, 941 mg/l dan 15,97 mg/l (Iqbal, 1992).

Untuk meminimalkan beban pencemaran air yang diakibatkan oleh kandungan hara dalam air limbah agroindustri tersebut, maka diperlukan suatu fasilitas penanganan limbah dengan teknologi yang tepat. Salah satu teknologi yang sering digunakan pada saat ini adalah penerapan reaktor proses biologis (bioreaktor).

Sistem pengolahan limbah cair untuk penyisihan nitrogen secara biologis yang lengkap harus melalui dua tahapan proses, yaitu secara aerobik dengan bakteri nitrifikasi dan secara anoksik dengan bakteri denitrifikasi. Kedua tahapan proses ini berjalan secara simultan dan saling terkait satu sama lain, sehingga memiliki kompleksitas yang tinggi. Untuk membuat atau merancang suatu bioreaktor pengolahan air limbah tersebut, dalam skala sesungguhnya atau sekecil apapun akan membutuhkan waktu, biaya dan risiko kegagalan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena proses biologis dapat berlangsung dengan baik jika didukung dengan kondisi yang optimal sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini banyak peubah, parameter dan tetapan yang berperan dalam model untuk menghasilkan ketepatan rancangan. Oleh karena itu model yang baik dan tepat sesuai

(27)

dengan kebutuhan sangat diperlukan untuk mendapatkan rancangan proses yang baik.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan utama dari penelitian ini adalah pembuatan model dinamik penyisihan nitrogen dari limbah industri perikanan melalui proses anoksik-aerobik berdaur ulang.

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

(1) Membangun model simulasi dinamik dari proses penyisihan nitrogen air limbah agroindustri pengolahan hasil perikanan dengan proses biologis. (2) Mencari parameter-parameter biokinetika yang berpengaruh terhadap sistem

penyisihan hara dari air limbah tersebut.

(3) Mempelajari perilaku sistem terhadap perubahan dinamis yang terjadi. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

(1) Membangun model matematik dari proses biologis yang terjadi dalam bioreaktor pada kondisi anoksik dan aerobik dengan daur ulang dengan model dasar dari ASM1 (Activated Sludge Model 1).

(2) Mengembangkan model matematik yang telah terbangun menjadi model simulasi dengan sistem blok.

(3) Verifikasi model-model yang dibangun dengan cara simulasi terhadap penurunan kandungan hara melalui parameter-parameter hasil proses biologis yang terjadi yaitu COD, total kjeldahl nitrogen (TKN), N-amonia dan

N-nitrat.

(4) Fokus penyisihan hara air limbah pada penelitian ini terbatas pada penurunan kandungan nitrogen.

1.4. Hipotesis

1. Sistem pengolahan limbah cair anoksik – aerobik merupakan sistem dinamik. Model yang paling sesuai untuk sistem ini dalam menurunkan beban limbah merupakan model dinamik. Dengan menambah resirkulasi dari reaktor aerobik ke anoksik penyisihan nitrogen total akan meningkat. 2. Mikroorganisme perombak bahan organik dalam limbah cair memiliki

(28)

Sehingga pada substrat yang berbeda mikroorganisme akan beradaptasi dan memiliki ciri khas tersendiri.

3. Melalui pendekatan kinetika reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses , maka penurunan COD, ammonia dan nitrat dapat diduga lebih tepat dengan simulasi model dinamik.

(29)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemodelan

Dari tata istilah penelitian operasional, secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi nyata. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam sebab akibat. Karena model adalah suatu abstraksi dari kenyataan, sehingga wujudnya menjadi kurang kompleks dari pada kenyataan itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari kenyataan yang sedang dikaji.

Definisi model yang diungkapkan oleh Kossen dan Oosterhuits (1991) yaitu, “model adalah perwakilan dari sebagian kenyataan. Manipulasi dari model dapat memberikan keterangan sebagian kenyataan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan“.

Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah untuk menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah. Teknik kuantitatif seperti persamaan regresi dan simulasi digunakan untuk mempelajari keterkaitan antar peubah dalam sebuah model.

Model dapat dipilah menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau derajat keabstrakannya. Pemilahan yang umum dari jenis-jenis model dikelompokkan menjadi (Blanchard dan Fabrycky, 1990; Eriyatno, 1998) :

(1) Model ikonik (model fisik), adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak biru) atau dimensi tiga (prototipe mesin, alat).

(2) Model analog (model diagramatik).

Model analog dapat mewakili situasi dinamik. Model ini mampu untuk menyajikan karakteristik dari kejadian yang dikaji. Contoh dari model analog ini adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik dan diagram alir. Blanchard dan Fabrycky (1990) membedakan model analog dari model diagramatik, yaitu bahwa model analog merupakan analogi dari sistem sebenarnya

(30)

yang dapat menggambarkan mekanisme bekerjanya sistem secara fungsional, seperti model sirkuit elektronika, model sistem mekanik dan lain-lain.

(3) Model simbolik (model matematik)

Format model simbolik dapat berupa angka, simbol dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan (equation).

Model adalah sebuah gambaran dari sistem agar menjadi kenyataan, atau untuk menganalisis suatu sistem yang sebenarnya. Percobaan dengan menggunakan model merupakan cara untuk menghasilkan rancangan ataupun keputusan operasional menggunakan waktu yang singkat dan dengan biaya yang lebih murah bila dibandingkan dengan menggunakan sistemnya secara langsung. Terlebih lagi bila sistem tersebut memang belum ada, atau uji cobanya pada suatu sistem industri yang kompleks membutuhkan biaya yang sangat mahal dan bersifat merusak.

Terdapat perbedaan yang mendasar dari penggunaan model dalam sains dan keteknikan. Model dalam sains digunakan untuk mempelajari dan memahami kejadian yang terjadi di alam. Sedangkan model dalam keteknikan digunakan untuk menguji coba sesuatu yang dibuat agar mencapai apa yang menjadi tujuannya. Model-model dalam sains yang telah divalidasi digunakan dalam keteknikan untuk berkreasi dalam produk dan meningkatkan produk hasil kreasi tersebut (Blanchard dan Fabrycky, 1990).

Pada umumnya model matematik dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu model statik dan dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada satu titik dari waktu. Sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model (Eriyatno, 1998).

Kegunaan utama dari simulasi dalam rekayasa sistem adalah untuk mencari efek-efek dari karakteristik sistem yang dipilih tanpa mencobanya pada sistem yang sebenarnya (Blanchard dan Fabrycky, 1990). Untuk melakukannya, maka diperlukan model-model yang pada umumnya bersifat matematik. Dalam banyak hal simulasi memerlukan alat bantu berupa komputer analog dan digital. Menurut Blanchard dan Fabrycky (1990), pemilihan model yang terbaik untuk kebutuhan simulasi sangat tergantung kepada latar belakang pembuat sistem.

Model matematik sangat beragam mulai dari yang sangat sederhana sampai model yang sangat kompleks. Seni dalam pembuatan model adalah untuk

(31)

mencari kondisi yang optimal antara kesederhanaan (simplicity) dan keandalan

(reliability) untuk mencapai tujuan dari model. Model yang sederhana biasanya

lebih mudah, tetapi tidak memberikan informasi yang cukup untuk menggambarkan proses yang terjadi. Model yang kompleks dapat menggambarkan proses yang jauh lebih baik, akan tetapi memiliki masalah yang lebih besar untuk mendapatkan nilai yang tepat karena jumlah parameter yang banyak dan kesulitan dalam penanganan modelnya.

Kompleksitas dari model dapat dikurangi dengan hanya memilih dan menggunakan mekanisme yang penting-pentingnya saja. Hal ini sering dilakukan dengan cara membandingkan konstanta waktu. Mekanisme dengan tetapan waktu yang lebih besar dari proses diabaikan, sedangkan mekanisme dengan tetapan waktu yang lebih kecil dari prosesnya adalah pada kondisi tunak (steady state).

Langkah awal dari permodelan adalah dengan menentukan jenis model abstrak yang akan diterapkan sejalan dengan tujuan dan ciri sistem, melalui pendekatan model kotak gelap (black box model) dan model terstruktur

(structured model). Model kotak gelap (black box) hanya dapat menggambarkan

sistem melalui fenomena yang terjadi dan tidak bersifat mekanistik ( non-mechanistic), sehingga model kotak gelap disebut juga dengan model tidak terstruktur (unstructured model). Melalui pendekatan ini tidak dimungkinkan

untuk melakukan ekstrapolasi (scale up), sehingga berangsur berubah menjadi

model terstruktur (structured model) atau menurut Kossen dan Oosterhuits

(1991) disebut juga dengan model kotak abu-abu (gray box model).

Model kotak abu-abu merupakan kumpulan dari model kotak gelap-kotak gelap yang menjadi elemen sistem dan tersusun dalam sistem yang saling berinteraksi. Dalam bioreaktor interaksi antar elemen-elemen itu terdapat dalam persamaan-persamaan kinetik, persamaan-persamaan perpindahan dan lain-lain.

Kebanyakan kejadian fenomena biologis menunjukkan model-model matematik non-linear, misalnya model sederhana persamaan Monod. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai macam tehnik pelinieran (Kossen dan Oosterhuits, 1991).

(32)

Pengetahuan mengenai sifat-sifat limbah akan sangat membantu dalam penetapan metode penanganan dan pembuangan limbah secara efektif. Secara ringkas Eckenfelder (1989) menyebutkan beberapa kandungan air limbah yang harus dihilangkan sebelum dibuang sesuai dengan jenis industri yang menghasilkannya. Kandungan itu adalah adalah sebagai berikut :

(1) Bahan organik terlarut, yang dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut dalam air. Untuk mempertahankan oksigen terlarut minimal dalam badan air penerima, maka jumlah bahan organik terlarut harus disesuaikan dengan kapasitas badan air penerima atau pembatasan spesifik pada efluen.

(2) Padatan tersuspensi. Pengendapan padatan pada badan air akan mengganggu kehidupan normal organisme air. Apabila hal ini terjadi, lapisan lumpur yang mengandung padatan organik, kemudian terdekomposisi akan menyebabkan penurunan oksigen dan memproduksi gas-gas yang berbau.

(3) Zat organik renik. Senyawa-senyawa fenol dan organik lain yang terkandung dalam limbah industri dalam jumlah sedikit yang dapat menimbulkan rasa dan bau tidak sedap dalam air.

(4) Logam berat, sianida dan senyawa-senyawa beracun. Pembatasan terhadap bahan-bahan ini telah diatur oleh EPA (Environmental Protection Agency) sebagai bahan-bahan beracun organik dan

anorganik.

(5) Warna dan kekeruhan. Hasil buangan ini lebih mengarah pada masalah estetika, sehingga beberapa tujuan dari pemanfaatan air tidak perlu menghilangkan sifat-sifat ini.

(6) Nitrogen dan fosfor. Senyawa-senyawa buangan ini tidak diinginkan karena menyebabkan eutrofikasi dan merangsang pertumbuhan alga yang tidak diinginkan.

(7) Senyawa-senyawa yang tahan terhadap biodegradasi.

(8) Minyak dan bahan mengapung. Senyawa-senyawa ini dapat menyebabkan kondisi yang tidak dapat ditembus oleh cahaya.

(9) Bahan mudah menguap, misalnya senyawa hidrogen sulfida atau senyawa-senyawa organik lain yang mudah menguap.

Setiap industri mempunyai limbah yang berbeda dalam jumlah dan mutunya. Penyusun limbah cair agroindustri sebagian besar adalah bahan organik.

(33)

Limbah cair pengolahan pangan umumnya mempunyai kandungan nitrogen yang tinggi, BOD dan padatan tersuspensi tinggi, dan berlangsung dengan proses dekomposisi cepat. Beberapa jenis limbah seperti pada pengolahan bit, mempunyai warna yang intensif. Selain kandungan organik, dalam limbah dapat juga mengandung pencemar lain seperti larutan alkali, kalor, dan insektisida seperti pada limbah dari pengolahan buah dan sayuran (Jenie dan Rahayu, 1993). Seperti halnya pada industri pengolahan yang lain, operasi pengolahan ikan menghasilkan limbah cair yang mengandung pencemar organik, senyawa-senyawa koloid dan partikel.

Penggunaan air dalam jumlah yang banyak pada industri perikanan menyebabkan keluaran limbah dalam jumlah yang banyak pula terhadap lingkungan, karena pada dasarnya air yang digunakan untuk proses pengolahan dalam industri perikanan untuk perebusan, pemasakan awal (precooking) dan

pencucian akan dibuang kembali setelah digunakan. Besarnya beban cemaran yang terkandung didalamnya sangat tergantung pada jenis operasi pengolahan yang dilakukan. Gonzales (1996) membagi derajat pencemaran tersebut menjadi pencemaran kecil (misalnya: hasil dari operasi pencucian), ringan (misal: hasil dari pemfilletan ikan) dan berat (misal: cairan yang mengandung darah yang dibuang dari tangki-tangki penyimpanan ikan). Menurut River et al. (1998) jumlah debit air limbah pada efluen banyak berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah dan potongan-potongan kecil daging ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor. Ciri penggunaan air dan aliran efluen spesifik yang diteliti oleh River et al (1998) dari beberapa jenis

pengolahan hasil perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Park et al. (2001) menyatakan bahwa pada industri perikanan yang mengolah

cumi-cumi dan ikan menghasilkan nilai BOD (1000 – 5000 mg/l) dan volume limbah cairnya pada tingkat yang lebih tinggi karena adanya perubahan dalam cara-cara mengolah yang disebabkan adanya peningkatan pemanfaatan ikan-ikan bernilai ekonomis rendah. Proses pembersihan, pemotongan dan pengemasan jenis ikan ini menghasilkan campuran yang kompleks dari bahan padatan terlarut dan limbah cair yang telah terkontaminasi, misalnya pada cairan tinta cumi-cumi yang dibuang selama pengolahan selain mengandung

(34)

konsentrasi padatan organik yang tinggi juga mengandung protein terlarut yang tinggi, sehingga menghasilkan beban BOD yang tinggi.

Tabel 1. Nilai rata-rata aliran efluen industri perikanan berdasarkan jenis konsumsi dan laju alir spesifik.

Jenis Konsumsi Air Laju Alir Spesifik Air Limbah Proses Pencucian (%) Pengolahan (%) m3/ton bahan baku m3/ton produk Pengalengan Ikan (cakalang dan tuna) 4,7 95,3 3,2 22,1 Pembuatan filet salmon 15,4 84,6 13,4 20,2 Pengolahan udang-udangan (Crustacea) 28,6 71,4 13,1 98,2 Sumber : River et al. (1998)

Penggunaan air pada setiap unit pengolahan berasal dari dua arus utama: yaitu air yang digunakan untuk proses dan air yang digunakan untuk mencuci peralatan dan lantai. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Air untuk mencuci dapat dikurangi dengan sistem pencucian silang (countercurrent washing system),

penghilangan padatan sisa-sisa potongan sebelum pencucian, atau dengan menggunakan deterjen sesuai dengan persyaratan minimum. Hal ini dapat direncanakan mulai sejak tahap yang paling awal yaitu pada tahap perancangan proses dan pabrik, perubahan reaksi atau dengan pengendalian arus masukan dan limbah.

Pencemar yang ada dalam limbah cair perikanan yang menjadi beban pencemaran pada umumnya dapt bersifat fisikokimiawi maupun campuran dari senyawa-senyawa organik. Beban cemaran organik yang tinggi dalam limbah cair perikanan mengandung senyawa nitrogen yang tinggi, yang merupakan protein larut air setelah mengalami peluluhan (leaching) selama pencucian,

pelelehan (defrost) dan proses pemasakan (Battistoni et al., 1992; Mendez et al.,

1992; Veranita, 2001). Limbah cair ini dikeluarkan dalam jumlah yang tidak sama setiap harinya. Pada waktu tertentu dikeluarkan dalam jumlah yang banyak tetapi encer, terutama mengandung protein dan garam. Pada waktu yang lain dikeluarkan limbah cair dalam jumlah sedikit tetapi pekat, yang mengandung protein dan lemak. Beban cemaran limbah cair yang berbeda-beda tersebut

(35)

tergantung jenis pengolahannya. Limbah cair dari proses produksi tepung ikan (fishmeal) juga dibagi menjadi limbah volume tinggi konsentrasi pencemar

rendah dan volume rendah konsentrasi pencemar tinggi. Limbah cair yang bervolume tinggi konsentrasi pencemar rendah terdiri dari air yang digunakan untuk pembongkaran, transportasi dan penanganan ikan, dengan volume limbah mencapai 900 kg/ton ikan dan mengandung padatan terlarutnya yang terdiri dari darah, daging, lemak dan minyak sebesar 5.000 mg/l. Dari air dari pengepresan (stickwater) yang dihasilkan mengandung BOD 56.000 – 112.000 mg/l dengan

konsentrasi padatan yang mengandung mayoritas protein sebesar 6%, volumenya diperkirakan mencapai 550 l/ton ikan (Islam et al., 2004).

Beban limbah yang berasal dari perubahan fisikokimia efluen juga dapat diukur sebagai parameter tingkat pencemaran, misalnya pH, kandungan padatan, suhu, dan bau. Efluen dari industri pengolahan ikan pada umumnya mempunyai pH mendekati 7 atau alkali (Battistoni dan Fava, 1995; Gonzales, 1996). Hal ini umumnya disebabkan karena adanya dekomposisi dari bahan-bahan yang mengandung protein dan banyaknya senyawa-senyawa amonia. Menurut Islam et al. (2004) beberapa industri mengandung limbah dengan

kandungan alkali yang tinggi (pH = 11,0) atau keasaman yang tinggi (pH = 3,5). Padatan tersuspensi dari limbah cair perikanan pada umumnya cukup tinggi dan perlu dicermati karena dapat terjadi pengendapan pada saluran dan badan air penerima. Kandungan padatan tersuspensi ini sangat beragam dari setiap jenis industri pengolahan, mulai dari 0,7 – 0,78 kg/t pada industri pengolahan rajungan sampai mencapai 3,8 - 17 kg/t pada industri pengalengan tuna (Middlebrooks, 1979). Kandungan padatan ini tidak hanya tergantung pada derajat kontaminasi, akan tetapi juga tergantung pada mutu air yang digunakan untuk proses. Dari suatu analisis pada air limbah pengolahan filet ikan diperoleh bahwa 65% dari total padatan yang ada dalam efluen berasal dari air yang digunakan (Gonzales et al., 1983 dalam Gonzales, 1996).

Bau didalam air limbah sangat penting sehubungan dengan persepsi dan penerimaan umum yang tidak baik terhadap berbagai instalasi pengolahan limbah. Meskipun bau ini pada umumnya tidak berbahaya, akan tetapi dapat menyebabkan keresahan (stres) dan gangguan pernafasan (nausea). Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh dekomposisi bahan-bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap, diamina dan amonia.

(36)

Limbah cair industri perikanan pada umumnya tidak dibuang diatas suhu lingkungan, kecuali limbah cair yang berasal dari proses pemasakan dan sterilisasi dari industri pengalengan. Suhu badan air penerima harus tidak meningkat lebih dari 2 0C atau 3 0C, sebab akan mempengaruhi keseimbangan populasi organisme yang hidup didalamnya dan menurunkan kelarutan oksigen, yang kemudian dapat mengancam kelangsungan hidup beberapa bentuk kehidupan air. Oleh karena itu pembuangan limbah cair industri pengalengan tidak boleh sampai merubah suhu badan air penerima lebih dari 3 0C.

Zat-zat pencemar yang ada dalam limbah cair perikanan yang bersifat organik dapat diukur dari BOD, COD, lemak dan kandungan hara yaitu nitrogen dan fosfor. Limbah cair dari proses pengolahan perikanan memiliki kandungan yang tinggi terhadap COD, zat hara nitrogen, minyak dan lemak, terutama pada saat proses penyiangan usus dan isi perut, serta proses pemasakan (Mendez et al., 1992). Battistoni et al (1992) menyebutkan bahwa pada efluen limbah cair

industri pengolahan ikan herring dan salmon memiliki nilai BOD lebih dari 2500 mg/l. Hal yang sama disebutkan oleh Park et al (2001) bahwa nilai BOD limbah

cair dari efluen suatu industri pengolahan cumi-cumi berkisar dari 1000 mg/l sampai 5000 mg/l. Selanjutnya menurut Islam et al. (2004) beberapa pabrik

pengolahan ikan di Jepang memperlihatkan nilai BOD rata-rata mencapai 750 mg/l untuk tuna, 240 mg/l untuk kamaboko dan 3.625 mg/l untuk surimi. Ada tiga dari produk-produk industri perikanan tersebut yang limbahnya memiliki nilai BOD yang tertinggi, yaitu pabrik surimi, kamaboko dan tepung ikan, dengan nilai BOD secara berturut-turut 8.204 mg/l, 6.776 mg/l dan 18.400 mg/l, dengan penggunaan air sebesar 3 l/kg ikan atau 273 l/kg surimi. Untuk memproduksi surimi pencucian yang sangat ekstensif dilakukan untuk menghilangkan lemak dan senyawa larut air, seperti protein sarkoplasma, pikmen, senyawa-senyawa amina, vitamin dan enzim (Lin et al, 1995).

Lemak dalam efluen limbah cair perikanan sering juga ditemukan terutama pada satuan operasi proses pengolahan, misalnya pengukusan pada pengalengan dan pengepresan pada pembuatan tepung ikan. Minyak dan lemak dalam limbah cair ini biasanya mengapung sehingga menghambat perpindahan oksigen ke dalam air dan juga merusak nilai-nilai estetika lingkungan perairan. Dalam jangka panjang lemak yang melekat pada saluran limbah dapat mengurangi kapasitas saluran yang pada akhirnya dapat menyumbat saluran.

(37)

2.3. Perubahan Biologis Limbah Organik

Tujuan pengolahan air limbah secara biologis pada air buangan adalah untuk menurunkan komponen khususnya senyawa organik sampai pada batas yang aman terhadap lingkungan dengan memanfaatkan mikroorganisme.

Untuk melanjutkan kelangsungan hidup dan aktivitas mikroorganisme, dalam media pertumbuhannya harus tersedia:

(1) Sumber energi

(2) Karbon untuk bahan pembentukan seluler yang baru.

(3) Unsur-unsur hara anorganik seperti nitrogen (N), belerang (S), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg), dan sedikit unsur Zn, Mn, Mo, Se, Cu, Ni, dan V (Stanier et al., 1986).

(4) Hara organik sebagai faktor petumbuhan dibutuhkan juga untuk pembentukan sel.

(5) Kondisi lingkungan yang optimal, seperti pH dan suhu.

Untuk memenuhi kebutuhan hara-hara tersebut, mikroorganisme pengurai melakukan perombakan terhadap senyawa-senyawa organik kompleks.

Sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroorganisme diperoleh dari dua sumber yaitu berasal dari bahan organik dan karbondioksida. Mikroorganisme yang menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon dan energinya disebut heterotrof, sedangkan yang berasal dari karbondioksida

disebut ototrof. Konversi karbondioksida menjadi jaringan sel organik merupakan

proses reduksi yang membutuhkan masukan energi, sehingga mikroorganisme ototrof lebih banyak menggunakan energi dari organisme lain yang menyebabkan pertumbuhannya lebih lambat dari heterotrof. Energi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme tersebut dapat berasal dari cahaya (disebut fototrofik) atau juga berasal dari reaksi oksidasi kimia (disebut kemotrofik). Organisme-organisme penting yang berperan dalam pengolahan limbah adalah organisme kemototrof (bakteri-bakteri nitrifikasi) atau organisme kemoheterotrof (yang didalamnya selain bakteri termasuk juga protozoa dan fungi).

Selain karbon dan energi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel oleh mikroorganisme, dibutuhkan juga hara organik yang disebut juga sebagai faktor pertumbuhan. Setiap organisme membutuhkan faktor pertumbuhan yang berbeda-beda. Macam-macam faktor tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) asam amino, 2) purin dan pirimidin dan 3) vitamin (Stanier et al., 1986)

(38)

Populasi organisme yang aktif dalam pengolahan limbah cair biasanya merupakan campuran, kompleks dan saling ketergantungan (interrelasi). Dalam hal ini dicontohkan dalam satu sistem reaktor aerobik tunggal terdapat jenis-jenis mikroba Pseudomonas, Nocardia, Flavobacterium, Achromobacter, dan Zooglea

secara bersama-sama dengan organisme-organisme berfilamen seperti

Beggioata dan Spaerotilus (Stanier et al., 1986). Dalam kerjasamanya ini bakteri

bekerja menguraikan senyawa-senyawa organik dari influen, sedangkan protozoa memakan sebaran bakteri yang tidak terflokulasi, dan rotifer memakan partikel flok yang kecil dan tidak terendapkan dalam efluen.

Klasifikasi pengolahan air limbah secara biologis dapat dilakukan berdasarkan tiga pendekatan (Grady dan Lim, 1980), yaitu berdasarkan:

(1) Lingkungan proses biologis

Pengolahan limbah secara biologis merupakan proses biokimia yang dapat berlangsung dalam lingkungan utama, yaitu lingkungan aerobik dan lingkungan anaerobik. Lingkungan aerobik adalah lingkungan yang memiliki kandungan oksigen terlarut (dissolved oksigen, DO) di dalam air terdapat

cukup banyak, sehingga oksigen bukan merupakan suatu faktor pembatas. Lingkungan anaerobik, yaitu tidak terdapat atau sedikit sekali oksigen terlarut terdapat dalam air, sehingga oksigen menjadi faktor pembatas berlangsungnya proses metabolisme.

(2) Jenis perubahan biologis yang terjadi.

Dalam rangka menyisihkan bahan organik yang terlarut, mikroorganisme yang ada menggunakan bahan organik sebagai hara bagi pertumbuhannya menjadi sel-sel baru dan karbondioksida. Proses perubahan biologis terjadi dengan berbagai macam cara sesuai dengan mikroorganisme yang berperan didalamnya, misalnya jenis mikroba ototrof atau heterotrof (Loosdrecht dan Jetten, 1998). Pada kondisi anaerobik terjadi proses asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis (Beteau, 1997). Sedangkan pada kondisi aerobik dan anoksik terjadi proses pengubahan nitrifikasi dan denitrifikasi.

(3) Konfigurasi bioreaktor

Konfigurasi bioreaktor disusun dalam rangka mencapai efisiensi proses yang tinggi untuk mencapai standar kualitas efluen yang diinginkan.

(39)

Perombakan senyawa organik oleh mikroorganisme kemoheterotrof dapat digambarkan sebagai berikut (Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986):

Pada dasarnya ada dua mekanisme prinsip penghilangan nitrogen (N) yaitu mekanisme asimilasi dan mekanisme nitrifikasi-denitrifikasi (Gambar 1).

Gambar 1. Transformasi nitrogen didalam proses pengolahan secara biologis (Metcalf dan Edy, 1991)

Dari Gambar 1 terlihat bahwa nitrogen dalam air berada dalam berbagai bentuk, yaitu:

(1) Gas nitrogen (N2) terlarut

(2) Nitrogen organik yang terikat dalam bahan organik berprotein. (3) Amonia terion dan tidak terion (NH4

+ dan NH3) Karbohidrat Protein Hidrokarbon CO2 + H2O + NH4+ + Mineral + Sel-sel mikroba O2 mikroorganisme N-organik (Sel bakteri baru) N-organik

(protein; urea)

Amonia Nitrogen N-organik

(sel-sel bakteri) Nitrit (NO2-) Nitrat (NO3 -) Gas N2 denitrifikasi O2 O2

Penguraian dan autoksidasi

Karbon Organik asimilasi n itrifik a si

(40)

(4) Ion nitrit (NO2 _

)

(5) Ion nitrat (NO3 _

)

Menurut Loosdrecht dan Jetten (1998), proses-proses mikrobial yang baru telah banyak memberikan informasi dan kemungkinan-kemungkinan baru dalam proses daur nitrogen. Kemungkinan-kemungkinan baru dalam konversi senyawa nitrogen ini telah menambah sistem pengolahan limbah secara biologis menjadi lebih kompleks. Misalnya adanya peluang terjadinya denitrifikasi aerobik dan nitrifikasi heterotrofik, oksidasi anaerob amonium ataupun proses denitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi ototrof. Peluang terjadinya proses-proses ini digambarkan dalam Gambar 2.

Hal ini didukung oleh Holman dan Wareham (2005) yang dalam penelitiannya menemukan bahwa Nitrobacter lebih tidak menyukai pada kondisi

lingkungan DO rendah dari pada Nitrosomonas, sehingga operasi yang dilakukan

pada DO rendah akan menghambat pertumbuhan Nitrobacter yang mengarah

kepada pembentukan nitrit. Meskipun demikian tetap ditemukan adanya penurunan nitrogen yang signifikan, sehingga diduga terjadi proses denitrifikasi aerobik yang melalui jalur yang tidak seperti biasa.

Gambar 2. Beberapa kemungkinan terjadinya peyisihan nitrogen secara biologis (Loosdrecht dan Jetten, 1998)

Keterangan : Nitrifikasi Asimilasi Denitrifikasi N-fiksasi Anammox

Denitrifikasi oleh nitrifier

N-organik NH2OH HNO2 HNO3 NH3 N2H3 N2 N2O NO

(41)

Secara umum daur penyisihan nitrogen dalam limbah cair yang terjadi pada sistem pengolahan limbah cair dengan dua tahapan (nitrifikasi dan denitrifikasi) seperti digambarkan oleh Dold et al. (1980) (Gambar 3.).

Gambar 3. Daur nitrogen dalam proses penyisihan biologis (Dold et al., 1980)

2.4. Sistem Pengolahan Biologis Limbah Agroindustri

Degradasi limbah secara biologis merupakan proses yang berlangsung secara alamiah. Sistem biologis yang terkendali dan tak terkendali merupakan sistem utama yang digunakan untuk menangani limbah organik. Oleh karena proses yang berlangsung adalah proses biologis, maka pengertian proses harus berdasarkan pada dasar-dasar mikrobiologi dan perubahan dalam unit penanganan limbah secara biologis. Salah satu proses biologis yang banyak digunakan adalah proses lumpur aktif. Proses lumpur aktif biasanya dikombinasikan dengan kondisi proses aerobik, anaerobik maupun anoksik. Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi.

Lumpur aktif dapat merubah limbah cair organik menjadi bentuk anorganik yang mantap atau menjadi sel. Dalam proses ini bahan organik yang terlarut atau koloid yang telah mengalami sedimentasi awal oleh mikroorganisme akan mengalami metabolisme dengan menghasilkan CO2 dan air. Pada waktu yang sama fraksi yang cukup besar diubah menjadi massa sel, yang dapat dipisahkan dari aliran limbah cair dengan jalan sedimentasi gravitasi (Naidoo, 1999).

Lee et al. (1999) dalam sistem penanganan limbah secara biologis

menyederhanakan menjadi tiga komponen utama yang berperan dalam sistem

org-N NH3-N NO3-N NH3-N NO3-N Asimilasi-N (srplus sludge) mixing point denitrifikasi nitrifikasi influen efluen org-N gas N2

(42)

yaitu: biomassa, substrat dan oksigen terlarut. Dalam sistem biologis, mikroorganisme menggunakan limbah untuk mensintesis bahan seluler baru dan menyediakan energi untuk sintesis, sehingga padatan mikroba akan meningkat. Bila tidak ada makanan (substrat), pertumbuhan akan terhenti, mikroorganisme mati dan lisis melepaskan hara dari protoplasmanya untuk digunakan oleh sel-sel yang masih hidup dalam suatu proses respirasi seluler autooksidatif atau endogen.

Kebanyakan dari sistem biologis yang digunakan untuk mengolah limbah organik tergantung dari organisme heterotropik, yang menggunakan karbon organik sebagai sumber energi. Reaksi perombakan limbah organik tersebut dapat digambarkan pada reaksi sebagai berikut (Verstraete dan Vaerenberg, 1986):

Bahan organik + O2 + NH3 + sel CO2 + H2O + sel baru Nitrogen adalah hara penting dalam sistem biologis. Dalam limbah, nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen amonia, proporsinya tergantung bahan organik yang didegradasi.

Pada saat ini pengolahan limbah untuk penghilangan fosfor dan nitrogen yang menggunakan proses secara biologis dengan lumpur aktif meningkat dengan cepat. Alasannya karena menyangkut kebutuhan lahan dan kebutuhan tingkat ketrampilan yang minimum (Gonzales, 1996). Sistem lumpur aktif ini dalam operasinya dapat dikaitkan dengan teknologi lain, misalnya presipitasi kimiawi dan perlakuan biologis secara terpisah.

Alternatif lain teknologi yang digunakan untuk pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem tanah rawa (wetland) untuk mengolah limbah cair pengolahan ikan yang cukup besar dalam setiap tahunnya (Cardoch et al., 2000).

Lin et al. (1995) menerapkan sistem penyaringan ultra untuk menurunkan nilai

COD dari limbah cair pengolahan surimi sekaligus mengambil kembali protein yang terlarut dalam limbah cair.

Pengurangan bahan organik biasanya terjadi pada tahap pengolahan sekunder dengan bantuan mikroorganisme (pengolahan secara biologis), sedangkan pengurangan hara terjadi pada tahap tersier. Teknologi pengolahan limbah secara biologis menerapkan konsep anaerobik dan aerobik. Metcalf dan Edy (1991) menyebutkan bahwa metode konvensional yang menggunakan proses anaerobik dan aerobik saja hanya mampu menurunkan kandungan nitrogen 10 – 30% dan fosfor sebesar 10 – 25%.

Gambar

Gambar 17. Grafik COD reaktor pada proses pengkondisian  MLSS Pada Aklimatisasi 02000400060008000100001200014000 0 4 7 11 13 15 17 19 Harimg/l Aerobik  Anoksik
Gambar 26.  Parameter konstanta laju  spesifik amonifikasi (Ka)  Dari hasil nilai konstanta Ka tersebut terlihat bahwa nilai Ka pada kondisi  reaktor anoksik lebih rendah dibandingkan dengan reaktor aerobik
Gambar 27 a. Sensitivitas konstanta  μ m  pada kondisi aerobik  Sensitivitas Konstanta Um Pada Kondisi Aerobik
Gambar 33. Hubungan keterkaitan antara senyawa nutrien dan mikroorganisme TKNNH3X N2NO3-O2 S  COD TKN NH3NO3-MLVSS COD
+7

Referensi

Dokumen terkait