• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSAN TANPA HADIRNYA TERGUGAT (VERSTEK) DALAM PERKARA PERDATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUTUSAN TANPA HADIRNYA TERGUGAT (VERSTEK) DALAM PERKARA PERDATA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

PUTUSAN TANPA HADIRNYA TERGUGAT (

VERSTEK

)

DALAM PERKARA PERDATA

OLEH :

I GUSTI AGUNG GEDE SURYA DARMA PUTRA

NPM :13 101 21 088

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

(2)

ii

PUTUSAN TANPA HADIRNYA TERGUGAT

(

VERSTEK

) DALAM PERKARA PERDATA

OLEH

I GUSTI AGUNG GEDE SURYA DARMA PUTRA

1310121088

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

(3)

iii

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI DAN DISAHKAN UNTUK DINILAI PADA TANGGAL 12JULI 2017

Pembimbing I A.A SagungLaksmiDewi,SH.,MH. NIK.230330126 Pembimbing II I Made Budiyasa,SH.,MH. NIK.230330018 Mengetahui : FakultasHukumUniversitasWarmadewa Dekan Dr. I NyomanPutuBudiartha,SH.,MH. NIP. 19591231 199203 1007

(4)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia Skripsi ini digugurkan dan genlar akademik yang telah saya peroleh (SarjanaHukum) dibatalkan, serta di proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 22 Pebruari 2017 Mahasiswa,

I GUSTI AGUNG GEDE SURYA DARMA PUTRA

(5)

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Putusan Tanpa Hadirnya Tergugat (Verstek) Dalam Perkara Perdata” sesuai dengan waktu yang ditargetkan.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata 1 (S1) di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar. Pada penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan moral mau pun material serta dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Dewa Putu Widjana, DAP & E,. Sp. Park Rektor, beserta Wakil Rektor Universitas Warmadewa.

2. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budhiarta, S.H.,M.H. Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.

3. Ibu A.A Sagung Laksmi Dewi, S.H.,M.H. Dosen pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang telah banyak membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.

(6)

vi

4. Bapak I Made Budiyasa, S.H.,M.H. Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan dorongan kepada penulis guna menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak I Ketut Kasta Arya Wijaya, S.H.,M.Hum. Selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang sudah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Para Staf dan Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu dan telah banyak memberikan bantuan selama proses perkuliahan sampai dalam penyusunan skripsi ini. 8. Khususnya penulis ucapkan terimakasih untuk keluarga tercinta. Ayahanda I

Gusti Agung Ngurah Darmayana. Ibunda Yinawati Surya. Adik I Gusti Agung Mas Mega Pratiwi. Yang telah memberikan dukungan moral sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan serta pengalaman penulis. Namun demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan.

Denpasar, Pebruari 2017

I GustiAgungGede Surya Darma Putra

(7)

vii ABSTRAK

Sebagai makhluk sosial, berinteraksi dengan sesame adalah hal yang lumrah dilakukan oleh manusia. Namun ada kalanya menyebabkan konflik atau perselisihan yang mana masing-masing pihak mempertahankan apa yang menjadi hak, kepentingan dan kebutuhannya. Apabila tidak dapat diselesaikan oleh pihak-pihak secara damai, maka jalan terakhir yang dapat ditempuh ialah minta penyelesaian melalui pengadilan. Untuk itu, salah satu pihak harus mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Di dalam suatu persidangan apabila pada hari sidang yang telah ditentukan tergugat tidak datang dan tidak pula mengirimkan wakilnya menghadap di persidangan, sekalipun telah dipanggil dengan patut maka gugatan dikabulkan dengan putusan di luar hadirnya tergugat atau verstek.Tergugat yang telah dipanggil secara patut pun tidak datang menghadap di persidangan dan tidak mengirimkan wakil/kuasanya dan karena hakim menimbang bahwa peristiwa-peristiwa hukum dan fakta-fakta hukum dianggap benar maka majelis hakim memutus gugatan tersebut dengan putusan verstek sesuai dengan pasal 149 RBg/125 HIR. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif, dengan sumber bahan hukum primer berupa bahan-bahan hukum dan sekunder rmeliputi pendapat (doktrin) parasarjana. Di dalam pengumpulan bahan hukum, teknik yang digunakan yaitu teknik pengutipan. Bahan-bahan hukum yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis. Penjatuhan putusan verstek sepenuhnya diserahkan pada pertimbangan Hakim yang didasarkan atas ketidakhadiran para pihak di persidangan setelah dipanggil secara patut. Akibat dari putusan verstek baik terhadap penggugat maupun tergugat adalah bersifat mengikat pihak tergugat dan penggugat untuk memenuhi isi PutusanPengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht). Namun harus tetap diingat, dalam memutuskan secara verstek, Majelis Hakim agar tidaktergesa-gesa dalam menjatuhkan putusan verstek dan mempertimbangkan dengan baik segala fakta persidangan dan memperhatikan syarat-syarat putusanverstek.

(8)

viii ABSTRACT

Human as social beings always need interaction between others. Such interaction some time because conflicts or disputers. Conflicts that accuracy between the human environment are largely resolved through the court. Because the conflict not be resolved by the parties concerned in are peace full way.In trial if on the appointed day the defendant not arrive and not send his representative to the court, even if he was properly summoned, the lawsuit shall be granted by a decision outside the presence of the defendant or verstek. Verstek pursuant to article 149 RBg / 125 HIR “ The defendant who has been properly summoned does not appear before legal event and facts are considered true the judges decide upon the lawsuit by verdict”. The type of research used in this legal research is to use normative legal research, with primary legal material sources in the form of legal and secondary materials covering the opinion (doctrine) of scholars. In the collection of legal materials, techniques used are citation techniques. The legal materials collected were then processed and analyzed. The submission of a verdict isleft entirely to the judge's judgment based on the absence of the parties at the hearing after being appropriately called. The consequences of verstek's verdict on both the plaintiff and the defendant are binding on the defendant and the plaintiff to satisfy the contents of the Court's Decision which has a permanent legal force (in kracht). It must be remembered, however, that in deciding on the basis of judges, the Panel of Judges should not rush into deciding verstek and to consider well the facts of the trial and pay attention to the terms of the verstek.

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv KATA PENGANTAR ... vi ABSTRAK ... vii ABSTRACT ... viii DAFTAR ISI ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.3.1 Tujuan Umum ... 4 1.3.2 Tujuan Khusus ... 5 1.4 Kegunaan Penelitian ... 5 1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 5

(10)

x 1.4.2 Kegunaan Praktis ... 5 1.5 Tinjauan Pustaka ... 6 1.6 MetodePenelitian ... 10 1.6.1 TipePenelitian DanPendekatanMasalah ... 10 1.6.2 SumberBahanHukum ... 11 1.6.3 MetodePengumpulanBahanHukum ... 12 1.6.4 AnalisisBahanHukum ... 13

BAB II PUTUSAN VERSTEK DALAM HUKUM ACARA PERDATA ... 13

2.1 Pengertian Putusan Dan Putusan Verstek ... 16

2.1.1 Pengertian Putusan ... 16

2.1.2 Pengertian Putusan Verstek ... 17

2.2 Alasan-alasan atau Dasar Dijatuhkan Putusan Verstek oleh Hakim dalam Hukum Acara Perdata ... 21

BAB III AKIBAT HUKUM DIJATUHKAN PUTUSAN VERSTEK... 25

3.1 Proses Pemeriksaan di Persidangan ... 25

3.2 Putusan Tanpa Hadirnya Tergugat ... 32

(11)

xi

4.1 Simpulan ... 40 4.2 Saran ... 41

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia yang merupakan Negara hukum, hal ini dapat kita ketahui karena Negara Indonesia bersendikan atas dasar Pancasila dan UUD 1945 yang dalam penjelasannya ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat) bukan herdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).

Di Indonesia terdapat suatu tata hukum yang mengatur tata tertib dalam, pergaulan hidup sehari hari di masyarakat, dimana segala tingkah laku orang perseorangan maupun yang menyangkut kepentingan masyarakat terikat pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dengan demikian akan terjaminlah hak-hak serta kewajiban yang ada pada masyarakat.

Seseorang yang merasa haknya dilanggar tidak di perkenankan bertindak sendiri atau main hakim sendiri untuk menyelesaikan sengketa tersebut, tetapi harus melalui prosedur yang benar menurut ketentuan yang berlaku. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah gugatan lewat pengadilan, dimana hakim akan bertindak sebagai perantara bagi pihak-pihak yang bersengketa, sehingga hak-hak dan kewajiban dari warga negara akan

(13)

2

senantiasa terjamin, dengan demikian hukum acara perdata mempunyai arti penting dan dapat bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hal penyelesaian perkara lewat pengadilan maka prosedurnya harus sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata.

Lebih konkrit lagi tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan pelaksanaan dari pada putusannya.

Diajukannya suatu perkara di Pengadilan Negeri khususnya dalam perkara perdata oleh Penggugat adalah bertujuan untuk mendapatkan keputusan yang adil dan obyektif tentang masalah yang disengketakan. Pada prinsipnya hakim didalam memeriksa suatu perkara, sebelum menjatuhkan keputusatinya para pihak yaitu penggugat dan tergugat terlebih dahulu diharuskan memberikan keterangan yang disertai dengan alasan-alasan dan alat-alat bukti untuk menguatkan haknya, ataupun untuk membantah hak orang lain tehadap suatu hal yang disengketakan.

Dari alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak yang berperkara, hakim dapat menilai tentang kebenaran gugatan ataupun tangkisan para pihak yang berper kara tersebut, sehingga terciptalah keputusan hakim yang adil dan obyektif yang dapat mengakhiri persengketaan.

Dalam hukum acara perdata dikenal adanya asas Audi Et Alteram Partem yang pada pokoknya berarti bahwa kedua belah pihak harus

(14)

3

didengar, kedua belah pihak yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya.

Hal tersebut dapat juga berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai, basar bila pihak lawan tidak didengar atau tidak, diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Jadi dalam pemeriksaan perkara dimuka persidangan harus berlangsung dengan hadirnya kedua belah pihak, kalau salah dengan satu pihak saja yang hadir maka tidak boleh dimulai dengan pemeriksaan perkara tetapi sidang harus ditunda.

Jika asas tersebut diikuti dengan kaku maka akan terjadi kekacauan, karena sering terjadi dalam praktek pengadilan, kedua pihak yang berperkara telah dipanggil secara patut untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentunkan oleh hakim, tetapi ternyata di antara kedua belah pihak yang berperkara tersebut hanya salah satu pihak saja yang hadir.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, hukum Acara perdata memberi jalan keluar dengan memberikan putusan verstek (pasal 125 HIR). Apabila pada hari sidang yang telah ditentukan untuk hadir penggugat tidak hadir dan tidak mengirim wakil atau kuasanya meskipun dia telah dipanggil dengan patut, maka gugatan dianggap gugur dan penggugat berhak

(15)

4

mengjukan kembali gugatannya, setelah ia membayar lebih dulu ongkos perkaranya.

Apabila pada hari sidang yang telah ditentukan untuk hadir, tergugat tidak hadir dan tidak mengirim wakil/ kuasanya meskipun dia telah dipanggil dengan patut maka hakim dapat memutus dengan putusan verstek.

Dalam acara verstek tergugat dianggap ingkar menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah dan tergugat dianggap mengakui sepenuhnya secara murni dan bulat semua dalil gugatan penggugat. Putusan verstek hanya dapat dijatuhkan dalam hal tergugat atau para tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama.

Putusan tersebut tampak kurang adil bagi tergugat karena dijatuhkan tanpa kehadirannya. Sementara perkara tidak mungkin digantung tanpa akhir yang pasti atau harus segera diselesaikan. Walaupun demikian bukan berarti pintu telah tertutup bagi tergugat. Tergugat masih memiliki jalan untuk mendapatkan pengadilan dengan cara melakukan upaya hukum biasa yaitu perlawanan terhadap putusan verstek.

Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengajukan skripsi yang berjudul tentang “PUTUSAN TANPA HADIRNYA TERGUGAT (VERSTEK) DAN AKIBAT HUKUMNYA DALAM PERKARA PERDATA”

(16)

5 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dipakai dasar oleh hakim untuk menjatuhkan putusan verstek ?

2. Bagaimana akibat hukum dari putusan tanpa hadirnya tergugat (Verstek) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan proposal ini adalah : 1.3.1 Tujuan Umum

a. Untuk Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang penelitian hukum;

b. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis;

c. Merupakan syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum Bidang Ilmu Hukum;

d. Memberikan sumbangan pemikiran dalam putusan tanpa hadirnya tergugat (verstek ) dalam perkara perdata.

(17)

6 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui alasan yang dipakai dasar oleh hakim dalam menjatuhkan putusan verstek.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari putusan hakim tanpa hadirnya tergugat ( verstek ).

1.4. Kegunaan Penelitian

Studi ini diharapkan sekurang-kurangnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis: untuk menambah kazzanah keilmuan dan pemikiran konsep-konsep mengenai akibat hukum tanpa hadirnya tergugat (verstek). Maka dengan itu dapat dijadikan salah satu bahan untuk melakukan kajian atau penelitian lanjutan bagi akademisi atau penelitian berikutnya.

2. Secara praktis: dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara tentang tanpa hadirnya tergugat (verstek ) yang mungkin akan terjadi dikemudian hari. Bagi praktisi hukum, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah kontribusi pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan bagi para pihak dalam memecahkan permasalahan tentang putusan verstek. Hal ini juga sangat perlu bagi para pihak-pihak

(18)

7

yang terkait khususnya hakim yang menangani permasalahan serupa.

1.5. Tinjauan Pustaka

Dalam memberikan pembahasan mengenai definisi dan penjelasan dari putusan di tanpa hadirnya tergugat (verstek) dalam perkara perdata beserta akibat hukum putusan verstek yang disidangkan di Pengadilan Negeri, penulis akan mencoba memberikan penguraian serta pemahaman awal tentang hal hal tertentu berbagai sumber yang dapat dijadikan pedoman dalam pembahasan ini.

Sudikno Mertokusumo mengemukakan : Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil, lebih konkrit lagi dapat dikatakan bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan gugatan atau tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan daripada putusannya.1

Dari pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana cara menjamin pelaksanaan, mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum perdata materiil yang dengan perantaraan hakim sehingga tindakan Eigenrechting atau tindakan main hakim sendiri dapat dicegah.

1 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Ct. III Liberty, Yogyakarta,

(19)

8

Di dalam Hukum Acara Perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama. Bahwa Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang, yang mengandung arti bahwa yang berperkara harus sama-sama diperhatikan berhak atas perlakuan yang sama yang dikenal dengan asas “Audi et alteram partem”.

Hal ini berarti Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja, bila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.

Di dalam suatu persidangan ada kemungkinannya pada hari sidang yang telah ditentukan tergugat tidak datang dan tidak pula mengirimkan wakilnya menghadap di persidangan, sekalipun telah dipanggil dengan patut. Jika tergugat tidak datang setelah dipanggil secara patut maka gugatan dikabulkan dengan putusan di tanpa hadirnya tergugat atau Verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tidak beralasan.

Dalam kenyataannya di dalam Undang-Undang tidak tegas diatur kapan Putusan Verstek dijatuhkan.Verstek adalah putusan yang diambil oleh Hakim tanpa hadirnya tergugat.

(20)

9

1. Apabila pada hari yang telah ditentukan, tergugat tidak hadir dan pula ia tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan tidak hadir (Verstek) kecuali kalau ternyata bagi Pengadilan Negeri bahwa gugatan tersebut melawan hak atau tidak beralasan.

2. Tetapi jika tergugat dalam surat jawabannya yang tersebut dalam pasal 121 HIR, ayat 2 pasal 145 RBg, mengajukan tangkisan (eksepsi) bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya, meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak hadir, Pengadilan wajib memberi putusan atas tangkisan itu jika tidak dibenarkan maka Pengadilan baru akan memutus mengenai pokok perkara.

3. Jika gugatan diterima, maka atas perintah Ketua Pengadilan diberitahukan putusan itu kepada pihak yang dikalahkan, serta diterangkan kepadanya, bahwa ia dapat mengajukan perlawanan (Verzet) terhadap putusan tidak hadir Kepada Pengadilan Negeri itu, dalam tempo dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 129 HIR/153 R.Bg.

4. Panitera mencatat dibawah putusan tidak hadir itu siapa yang diperintahkan untuk menjalankan pekerjaan itu baik dengan surat/lisan.

Akan tetapi berdasarkan pasal 126 HIR/150 R.Bg menyatakan bahwa Majelis Hakim bisa memerintahkan untuk memanggil sekali lagi tergugat yang tidak hadir itu supaya hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan berikutnya, dan Majelis Hakim menyatakan sidang ditunda.

Abdulkadir Muhammad berpendapat, “Verstek ialah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama dan apabila pada sidang

(21)

10

berikutnya sesudah ada penundaan tergugat masih tidak hadir juga, maka hakim tetap menjatuhkan putusan Verstek”.2

Sedangkan Soepomo menyatakan “Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir meskipun ia menurut hukum acara harus datang. Verstek itu hanya dapat dinyatakan, jikalau tergugat tidak datang pada hari sidang pertama”.3

Menurut pasal 125 HIR/149 R.Bg ayat 1 disebutkan bahwa : Apabila pada hari yang telah ditentukan, tergugat tidak hadir dan pula ia tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal Ia telah dipanggil dengan patut maka gugatan itu diterima dengan putusan tidak hadir (Verstek), kecuali kalau ternyata bagi Pengadilan Negeri bahwa gugatan tersebut melawan hak atau tidak beralasan.

Sedangkan dalam pasal 126 HIR/150 R.Bg disebutkan bahwa: Dalam hal yang tersebut pada kedua pasal tersebut diatas sebelum menyatakan suatu putusan, Pengadilan dapat memerintahkan, supaya pihak yang tidak hadir dipanggil sekali lagi supaya hadir pada hari sidang lain. Kepada pihak yang hadir diberitahukan oleh Ketua dalam persidangan, pemberitahuan itu sama dengan panggilan baginya.

2 Abdulkadir Muhammad,Op.Cit,h.98

3 R. Soepomo,Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri,PT.Pradnya Paramita, Jakarta,

(22)

11

Abdulkadir Muhammad dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia” berpendapat bahwa : Yang dimaksud dengan Verstek ialah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama. Jika pada sidang berikutnya (sidang kedua) sesudah ada penundaan masih tidak hadir juga, hakim tetap menjatuhkan putusan verstek (verstek vonis) karena pada hakekatnya tergugat itu belum pernah hadir.4

Sedangkan Soepomo menyatakan verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir meskipun ia menurut hukum acara harus datang. Verstek itu hanya dapat dijatuhkan jikalau tergugat tidak datang pada hari sidang pertama.5

1.6. Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian Dan Pendekatan Masalah

Penelitian hukum normatif yaitu merupakan penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.6

Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah tipe penelitian Hukum Normatif. Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Dimana pendekatan perundang-perundang-undangan

4Abdulkadir Muhammad,Op.Cit,h. 99 5 Soepomo,Loc.Cit.

(23)

12

dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Sedangkan pendekatan konseptual ialah merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan serta doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum guna memperjelas ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas hukum yang relavan dengan permasalahan. 1.6.2 Sumber Bahan Hukum

Dalam penelitian ini digunakan sumber bahan hukum primer, dan sumber bahan hukum sekunder.

1. Sumber Bahan Hukum Primer

Bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perundang-undangan. Bahan ini diperoleh dari norma-norma dasar yaitu, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, HIR, RBG.

2. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum yang bersumber kepustakaan yaitu berupa literatur-literatur, dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan

(24)

13

permasalahan yang di bahas, dan artikel-artikel yang ada di internet ( artikel hukum).

1.6.3 Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dilakukan dengan teknik menginventarisasi peraturan perundang-undangan, pencatatan, dan dikaitkan dengan jenis penelitian normatif. 1.6.4 Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum dilakukan dengan deskriptif analisis yaitu menafsirkan dan mengkontruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen disusun dan dirangkum berdasarkan keseragamannya, serta penguraiannya dalam bentuk skripsi.

(25)

BAB II

PUTUSAN

VERSTEK

DALAM HUKUM ACARA PERDATA

2.1 Pengertian Putusan dan Putusan Verstek

2.1.1 Pengertian Putusan

Setiap perkara atau sengketa yang diajukan ke muka Hakim atau pengadilan dalam acara perdata adalah bertujuan untuk mendapatkan suatu putusan dari Pengadilan yang nantinya akan dapat mengakhiri perselisihan antara mereka. Putusan yang dimaksud disini tentulah putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan putusan ini berarti bahwa hubungan antara para pihak yang berperkara telah ditetapkan untuk selama-lamanya. Putusan dijatuhkan setelah hakim mengetahui duduk perkara yang sebenarnya.

Mengenai pengertian Putusan, A.T. Hamid, SH., dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata Serta Susunan dan Kekuasaan Pengadilan”, mengemukakan : Putusan adalah pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri, atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukannya hanya yang diucapkan saja disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di Persidangan.7

7 A.T.Hamid, 1986, Hukum Acara Perdata Serta Susunan dan Kekuasaan

(26)

Sudikno Mertokusumo memberikan definisi putusan sebagai berikut:“Putusan adalah suatu pernyataan yang oleh hakim,

sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”.8

Sedangkan Martiman Projohamidjojo, dalam bukunya yang berjudul “ Putusan Pengadilan “ menyatakan :“Bahwa terhadap semua putusan pengadilan itu hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum, jika diucapkan pada persidangan yang terbuka untuk umum”.9

Lebih lanjut Yan Pramadya Puspa memberikan definisi tentang putusan sebagai berikut yaitu :“Putusan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dan suatu pemeriksaan perkara”.10

Apabila hakim telah mengetahui peristiwa yang telah terjadi dan telah menemukan hukumnya, ia akan segera menjatuhkan putusannya. Dalam putusan itu, hakim wajib mengadili semua bagian gugatan penggugat dan semua alasan yang telah dikemukakan oleh pihak-pihak. Ini berarti hakim harus memberikan putusannya secara nyata untuk tiap-tiap bagian tuntutan penggugat. Tetapi hakim dilarang menjatuhkan putusan terhadap hal yang tidak dituntut, atau mengabulkan lebih dari apa yang dituntut.

8 Sudikno Mertokusumo,Op.Cit, h. 158

9 Martiman Projohamidjojo, 1983,Putusan Pengadilan Seri Pemerataan Keadilan

II, Ghalia Indonesi , h.22.

(27)

Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 189 ayat 2 R.Bg/178 ayat 2 HIR yang menyatakan bahwa “Hakim Wajib mengadili semua bagian gugatan, tidak boleh satupun yang dilupakan, satu persatu harus dipertimbangkan dengan seksama.”

Dalam pasal 189 ayat 3 R.Bg/178 ayat 3 HIR yang menentukan bahwa “Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat”.

Disamping itu juga Hakim berkewajiban karena jabatannya, melengkapi dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belahpihak. Dengan demikian, dalam mempertimbangkan perkara yang dihadapinya itu, hakim perlu menggunakan semua kaidah hukum yang berlaku bagi perkara itu, karena hakim mengetahui dasar hukumnya itu. Misalnya penggugat dalam gugatannya menerangkan bahwa tergugat telah meminjam uang darinya, dan penggugat menuntut supaya tergugat mengembalikan uang pinjamannya, tanpa menyebutkan dasar hukumnya. Dalam hal ini hakim melengkapi dasar hukumnya, karena menurut hukum materialnya (hukum perdata) orang yang berhutang harus membayar hutangnya dalam perjanjian hutang piutang. Kewajiban hakim tersebut “diatur dalam pasal 189 ayat I R.Bg I 178 ayat 1 HIR.

Ada kemungkinan hakim sebelum menjatuhkan putusannya, memberikan putusan sementara atau putusan sela. Putusan sementara atau putusan sela ini fungsinya ialah untuk memungkinkan dan

(28)

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara seterusnya. Putusan sementara atau putusan sela ini tidak diatur dalam HIR dan R.Bg. Walaupun demikian, hakim Pengadilan Negeri boleh saja memberikan putusan sementara atau putusan sela yang sifatnya bukan putusan akhir.

Dalam pasal 196 ayat 1 R.Bg/185 ayat 1 HIR mengenal putusan akhir dan putusan bukan akhir. “Putusan bukan akhir sesungguhpun harus diucapkan dimuka persidangan, tidak dibuat dengan putusan tersendiri, melainkan hanya dituliskan dalam berita acara persidangan”. Putusan bukan akhir hanya dapat dimintakan banding bersama-sama putusan akhir.

Menurut pendapat diatas, suatu konsep putusan tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di persidangan dan tidak boleh berbeda dengan yang ditulis. Demikian pula pada waktu putusan diucapkan konsep putusan harus sudah selesai, kalau ternyata ada perbedaan antara yang diucapkan dengan yang tertulis, maka yang sah adalah yang diucapkan. Apa yang tertulis harus sesuai dengan apa yang diucapkan di persidangan.

Lebih lanjut dikatakan bahwa bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan. Sebuah konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai

(29)

putusan sebelum di ucapkan di persidangan oleh hakim.Putusan yang diucapkan di persidangan tidak boleh berbeda dengan yang tertulis.

Dijatuhkannya putusan oleh Hakim terhadap suatu perkara perdata adalah merupakan salah satu bagian dari proses beracara di depan sidang pengadilan.

Dan dapat dirumuskan bahwa dasar hukum yang berkaitan dengan putusan hakim adalah pasal 189 R.Bg/178 HIR dan pasal 196 R.Bg / 185 HIR ayat 1.

2.1.2 Pengertian Putusan Verstek

Istilah Verstek berasal dari bahasa Belanda yang artinya pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada waktu sidang pengadilan yang pertama, walaupun tergugat atau juru kuasanya telah dipanggil dengan patut. Tidak hadirnya tergugat dapat berakibat bahwa hakim akan mengambil keputusan supaya tergugat dipanggil untuk kedua kalinya, atau gugatan dikabulkan dengan putusan verstek kecuali jika ternyata bahwa gugatan itu tidak beralasan atau melawan hak.

Pengertian putusan verstek secara yuridis diatur dalam pasal 125 HIR/149 R.Bg yang menyebutkan :Apabila pada hari sidang pertama yang telah ditentukan itu tergugat tidak hadir, dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal tergugat sudah dipanggil dengan patut oleh juru sita, maka gugatan itu dikabulkan dengan tanpa hadirnya tergugat (verstek), kecuali jika gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan.11

(30)

Telah dipanggil secara patut artinya bahwa yang bersangkutan telah dipanggil dengan cara pemanggilan menurut Undang-Undang.

Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan membuat berita acara pemanggilan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau wakilnya yang sah, dengan memperhatikan tenggang waktu yang kecuali dalam hal yang sangat perlu, tidak boleh kurang dan tiga hari kerja.

Dalam pasal 126 HIR/150 R.Bg disebutkan bahwa:Dalam hal yang tersebut pada kedua pasal tersebut diatas, sebelum, menjatuhkan putusan Pengadilan dapat memerintahkan, supaya pihak yang tidak hadir dipanggil sekali lagi supaya hadir pada hari sidang yang lain, pemberitahuan itu sama dengan panggilan baginya.12

Berdasarkan pasal 126 HIR/150 R.Bg tersebut diatas maka dalam hal ini Majelis Hakim masih bisa memerintahkan untuk memanggil sekali lagi tergugat yang tidak hadir itu supaya hadir pada sidang yang telah ditetapkan pada hari berikutnya, dan Majelis Hakim akan menyatakan sidang ditunda. Penundaan sidang itu dilakukan dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang patut diperhatikan misalnya perkara itu sangat penting, terlambatnya tergugat hadir karena tempat tinggal sangat jauh, dan lain-lain. Dalam hal penundaan sidang, pemberitahuan dan sidang berikutnya bagi penggugat sama dengan panggilan.

12 Subekti dan Tjitrosoedibio, 1971,Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,

(31)

Tentang pengertian verstek, Soepomo menyatakan “Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir meskipun ia menurut hukum acara harus datang Verstek itu hanya dapat dikenakan, jikalau tergugat tidak datang pada hari sidang pertama.” 13

Subekti dan Tjitrosoedibio memberikan definisi verstek sebagai berikut yaitu “Putusan pengadilan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat” 14

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata memberikan definisi verstek adalah sebagai berikut :Verstek adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia menurut hukum acara harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundurkan juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.15

Sedangkan Abdulkadir Muhammad dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia” memberikan definisi verstek yaitu :Verstek ialah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama. Jika pada hari sidang berikutnya (sidang kedua) sesudah ada penundaan, tergugat masih tidak hadir juga, hakim tetap menjatuhkan putusan verstek (verstek vonnis), (default judgment), karena pada hakekatnya tergugat itu belum pernah hadir. Acara yang berlangsung pada sidang pertama tanpa hadirnya pihak tergugat disebut acara verstek (verstek procedure).16

Apabila tergugat atau para tergugat pada sidang yang pertama hadir dan pada sidang-sidang yang berikutnya tidak hadir, atau apabila tergugat

13 R. Soepomo,Loc.Cit.

14 Subekti dan Tjitrosoedibio, 1971,Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,

h.83.

15 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,1986,Hukum Acara

Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet V, Mandar Maju, Bandung, h.16.

(32)

atau para tergugat pada sidang pertama tidak hadir lalu hakim mengundurkan sidang berdasarkan pasal 126 HIR/150 R.Bg, dan pada sidang yang kedua ini tergugat atau para tergugat hadir dan kemudian pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir lagi, maka perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan secara contradictoir.

Jika dalam pemeriksaan tersebut ada seseorang atau lebih tergugat dan sekian banyak tergugat tidak pernah hadir dalam sidang pemeriksaan perkara yang bersangkutan, terhadap tergugat atau beberapa tergugat yang tidak pernah itu tidak boleh dijatuhi putusan verstek, melainkan harus putusan contradictoir.

Apabila tergugat tidak hadir pada sidang pertama, tetapi secara tertulis Ia mengajukan jawaban yang berisi tangkisan bahwa Pengadilan Negeri yang bersangkutan tidak berwenang memeriksa perkara tersebut, maka majelis hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara itu harus memutuskan lebih dahulu apakah tangkisan itu dapat diterima atau tidak. Untuk itu majelis hakim perlu mendengar keterangan dari pihak penggugat lebih dulu setelah itu majelis hakim baru dapat mengambil kesimpulan apakah berwenang memeriksa perkara itu atau tidak. Jika ternyata Pengadilan Negeri yang bersangkutan tidak berwenang memeriksa perkara itu, berarti tangkisan tergugat dapat diterima dan

(33)

gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima. Dengan demikian pokok perkara itu tidak perlu dipertimbangkan lagi. Jika ternyata Pengadilan Negeri berwenang memeriksa perkara tersebut, berarti tangkisan tergugat ditolak, dan gugatan penggugat dikabulkan tanpa hadir tergugat (verstek), kecuali kalau gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan. Berkenaan dengan uraian ini, pasal 125 ayat 2 HIR/149 ayat 2 R.Bg mengatur mengenai tangkisan yang diajukan oleh tergugat dalam surat jawabannya.

Sehubungan dengan putusan verstek yang diambil oleh Majelis Hakim berdasarkan pasal 125 HIR/149 R.Bg, perlu diperhatikan apakah gugatan itu melawan hukum atau tidak. Jika gugatan itu melawan hukum, kendatipun tergugat tidak hadir pada sidang pertama gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, jika gugatan itu tidak beralasan, kendatipun tergugat tidak hadir pada sidang pertama, gugatan harus dinyatakan ditolak.

Dalam hal ini Abdulkadir Muhammad menyatakan :Gugatan melawan hukum (onrechtmatige vordering) artinya gugatan yang tidak sesuai dengan peraturan hukum atau tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan hukum. Gugatan tidak beralasan artinya dasar gugatan yang berupa kejadian material (fundamentum petendi, posita) tidak ada hubungannya dengan tuntutannya (petitum).17

Putusan “tidak diterima” dan putusan “ditolak” mempunyai perbedaan yang besar sekali, artinya mempunyai konsekuensi yuridis yang

(34)

sangat berlainan. Dalam putusan “tidak dapat diterima” pada dasarnya pokok perkara (pokok gugatan) itu belum diperiksa sama sekali, karenanya masih dapat diajukan ke Pengadilan. Tetapi putusan “ditolak” pada dasarnya pokok perkara telah diperiksa, karenanya sekali sudah diputus oleh hakim tidak dapat diajukan lagi.

Dalam putusan verstek, dimana gugatan penggugat dikabulkan dan tergugat yang dikalahkan maka pihak tergugat dapat mengajukan perlawanan (Verzet), sedangkan putusan verstek yang mana penggugat yang dikalahkan maka pihak penggugat dapat mengajukan banding.18

Dari uraian diatas dapatlah diketahui “bahwa putusan verstek tidak selalu mengalahkan tergugat, mungkin juga penggugat yang dikalahkan, apabila gugatan itu tidak beralasan atau gugatan melawan hukum”

Pada hakekatnya penjatuhan verstek itu sendiri adalah untuk merealisir asas audi et alteram partem, yang mana pihak-pihak yang berperkara sama-sama diperhatikan dan berhak atas perlakuan yang sama di depan pengadilan.

2.2 Alasan-alasan atau Dasar Dijatuhkan Putusan Verstek oleh Hakim dalam Hukum Acara Perdata

Dalam hal pihak tergugat atau kuasanya dalam satu perkara tidak pernah hadir di persidangan sekalipun pihak tergugat tersebut telah

(35)

dipanggil secara patut untuk itu dan gugatan yang diajukan sudah beralasan hukum, kondisi inilah yang dinamakan verstek.

Yang dimaksud dengan telah dipanggil secara patut ialah bahwa yang bersangkutan telah dipanggil dengan cara pemanggilan menurut Undang-Undang, dimana pemanggilan dilakukan oleh jurusita dengan membuat berita acara pemanggilan pihak-pihak yang dilakukan terhadap yang bersangkutan atau wakilnya yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu.

Menurut pasal 122 HIR/146 R.Bg, disebutkan bahwa waktu antara memanggil kedua belah pihak dan hari persidangan lamanya tidak kurang dari tiga hari (tidak termasuk didalamnya hari besar).

Di dalam pasal 125 HIR/149 R.Bg disebutkan bahwa : Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa, lagipula ia tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya; meskipun ia dipanggil dengan patut, maka tuntutan itu diterima dengan putusan tak hadir, kecuali kalau nyata Pengadilan Negeri bahwa tuntutan itu melawan hak atau tidak beralasan.19

Sedangkan dalam pasal 126 HIR/150 R.Bg disebutkan bahwa : Di dalam hal yang tersebut pada kedua pasal diatas ini, maka sebelum menjatuhkan keputusan, bolehlah Pengadilan Negeri memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil sekali lagi akan datang menghadap pada hari persidangan lain yang diberitahukan oleh Ketua di dalam persidangan, pemberitahuan itu sama dengan panggilan baginya.20

Meskipun penerapan verstek tidak imperatif, namun pelembagaannya dalam hukum acara dianggap sangat efektif menyelesaikan perkara. Misalnya, apabila Tergugat tidak hadir pada

19 R. Soepomo,Loc.Cit.

20 Subekti dan Tjitrosoedibio, 1971,Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta,

(36)

sidang pertama tanpa alasan yang sah, Hakim berwenang langsung menjatuhkan putusan verstek. Atau apabila pada sidang pertama tidak hadir kemudian sidang dimundurkan dan Tergugat dipanggil menghadiri sidang berikutnya. Hakim masih tetap berwenang menjatuhkan putusan verstek, apabila tergugat tidak hadir lagi tanpa alasan yang jelas. Memang acara verstek ini sangat merugikan kepentingan Tergugat, karena tanpa hadir dan juga tanpa pembelaan, putusan dijatuhkan. Akan tetapi, kerugian itu wajar ditimpakan kepada Tergugat, disebabkan sikap dan perbuatannya yang tidak mentaati tata tertib beracara.21

Dengan melihat ketentuan pasal tersebut diatas dapatlah diketemukan, bahwa apabila pihak tergugat tidak datang pada hari sidang pertama (pada hari perkara itu akan diperiksa), sedangkan ia telah dipanggil secara patut dan Ia tidak mengirimkan wakilnya untuk menghadap di persidangan, Hakim berdasarkan Pasal 125 HIR/149 R.Bg telah dapat menjatuhkan putusan tanpa hadirnya tergugat (verstek) kecuali apabila tuntutan/gugatan penggugat melawan hak atau tidak beralasan. Bila ternyata isi gugatan tidak berdasarkan pada hukum yakni apabila peristiwa sebagai dasar tuntutan (posita) tidak membenarkan tuntutan (petitum) kendatipun tergugat tidak hadir pada sidang pertama maka gugatan dinyatakan ditolak atau apabila gugatan tersebut melawan hukum maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima.

21

(37)

Namun apabila tergugat tidak hadir di persidangan atau pada sidang pertama maka berdasarkan pasal 126 HIR/150 R.Bg, hakim dapat memerintah agar tergugat dipanggil ulang sekali lagi (panggilan kedua) pihak tergugat itu untuk hadir pada hari sidang yang ditentukan kemudian. Dan apabila pada hari sidang yang ditentukan ini pihak tergugat juga tidak hadir dan tidak mengirimkan wakilnya, sedangkan ia telah dipanggil secara patut, maka barulah hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.

Maksud utama sistem Verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak mentaati tata tertib beracara, sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari anarki atau kesewenangan. Sekiranya undang-undang menentukan bahwa untuk sahnya proses pemeriksaan perkara, mesti dihadiri para pihak, ketentuan yang demikian tentunya dapat dimanfaatkan Tergugat dengan itikad buruk untuk menggagalkan penyelesaian perkara dengan tidak menghadiri sidang setelah dipanggil dengan patut.

Memperhatikan akibat buruk yang mungkin terjadi, yaitu apabila keabsahan proses pemeriksaan digantungkan atas kehadiran para pihak atau Tergugat, undang-undang perlu mengantisipasinya melalui acara pemeriksaan Verstek. Pemeriksaan dan penyelesaian perkara tidak mutlak digantungkan atas kehadiran Tergugat di persidangan. Apabila ketidak

(38)

hadiran itu tanpa alasan yang sah, dapat diancam dengan penjatuhan putusan tanpa hadir (Verstek).

(39)

BAB III

AKIBAT HUKUM DIJATUHKAN PUTUSAN

VERSTEK

3.1 Proses Pemeriksaan di Persidangan

Dalam peradilan perdata tugas hakim adalah mempertahankan tata hukum perdata dalam suatu sengketa. Dengan demikian tugas pokoknya adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya.

Gugatan yang akan diperiksa oleh hakim terlebih dahulu didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang akan memeriksa gugatan tersebut. Panjar atau persekot ongkos perkara/gugatan terlebih dahulu dibayar oleh penggugat (pasal 121 ayat 4 HIR/pasal 145 ayat 4 R.Bg) kecuali diperkenankan berperkara/beracara secara gratis/Prodeo yang harus dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu (miskin), dalam praktek dikeluarkan oleh Kepala Desa / Lurah. Setelah gugatan terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, Panitera wajib secepatnya menyampaikan berkas perkara/gugatan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri. Atas dasar itu, Ketua Pengadilan Negeri kemudian menunjuk Majelis Hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut dengan surat penetapan penunjukan.

Setelah Ketua Majelis menerima surat penetapan penunjukan dari Ketua Pengadilan Negeri maka majelis akan menentukan hari sidang dan

(40)

memanggil penggugat, tergugat/kuasanya agar menghadap ke Pengadilan Negeri pada hari sidang yang telah ditetapkan dengan membawa bukti-bukti.

Pasal 121 ayat 1 HIR/145 ayat 1 R.Bg tentang hari sidang menyebutkan bahwa : Sesudah surat gugatan atau catatan yang dibuat itu telah didaftarkan oleh Panitera didalam daftar yang disediakan untuk itu, maka Ketua menentukan hari dan jam waktu perkara itu akan diperiksa di muka Pengadilan. Ketua memerintahkan memanggil kedua belah pihak, supaya hadir pada waktu yang telah ditentukan itu, disertai oleh saksi yang mereka kehendaki untuk diperiksa dan dengan membawa segala surat keterangan yang akan dipergunakan.22

Prosedur pemanggilan dilakukan oleh jurusita yang menyerahkan berita acara pemanggilan (exploit) beserta salinan surat gugatan kepada tergugat di tempat tinggalnya. Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka surat panggilan itu diserahkan kepada Kepala Desa yang bersangkutan untuk diteruskan, hal ini diatur dalam pasal 390 ayat 1 HIR dan pasal 718 ayat 1 R.Bg. Setelah melakukan panggilan, jurusita harus menyerahkan risalah (relaas) panggilan kepada Hakim yang akan memeriksa perkara tersebut, yang merupakan bukti bahwa tergugat telah dipanggil untuk menghadap di persidangan Relaas/berita acara panggilan oleh hakim dapat dijadikan dasar untuk memutus suatu gugatan dengan putusan gugur atau verstek.23

22Yahya Harahap,2004,Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, h.383. 23 R.Subekti,1977,Hukum Acara Perdata, Badan Pembinaan Hukum Nasional,

(41)

Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu tim hakim yang berbentuk majelis. Majelis hakim tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang hakim yang mana seorang bertindak sebagai hakim ketua, dan lainnya sebagai hakim anggota. Sidang majelis hakim yang memeriksa perkara itu akan dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera, yang lazim disebut Panitera Pengganti. Panitera atau Panitera Pengganti bertugas mengikuti semua sidang dan musyawarah majelis hakim dan mencatat dengan teliti semua hal yang dibicarakan dalam persidangan.

Ketentuan pasal 11 Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakimaan menentukan bahwa :

(1) Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2) Susunan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang hakim ketua dan dua orang hakim anggota.

(3) Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.

(4) Dalam perkara pidana wajib hadir pula penuntut umum, kecuali undang-undang menentukan lain. 24

(42)

Setelah Ketua majelis hakim menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum, maka majelis hakim segera mulai pemeriksaan terhadap pihak-pihak. Terlebih dahulu Ketua majelis akan menanyakan identitas para pihak, misalnya nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal dan seterusnya. Kemudian menanyakan kepada Tergugat apakah sudah mengerti mengapa sebabnya ia dipanggil ke muka persidangan, apakah sudah menerima turunan surat gugatan yang ditujukan kepadanya. Lalu hakim membacakan isi surat gugatan penggugat terhadap tergugat dan seterusnya. Selanjutnya Ketua menjelaskan kepada pihak-pihak tentang persoalan mereka dan menawarkan perdamaian. Usaha untuk mendamaikan kedua pihak yang bersengketa dibuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.

Dalam usaha perdamaian tersedia jalur mediasi atau dengan kata lain perdamaian diantara para pihak dapat dilakukan melalui jalur mediasi. Mediasi merupakan salah satu proses lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses Kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan atas sengketa yang dihadapi.

Proses mediasi dapat dijalankan apabila para pihak baik Penggugat maupun tergugat hadir pada sidang pertama atau sidang berikutnya yang

(43)

ditentukan oleh majelis hakim. Jadi pada intinya proses mediasi dapat dilakukan jika kedua belah pihak hadir di persidangan.

Jika dalam proses mediasi perdamaian dapat dicapai oleh para pihak, maka segera diberitahukan kepada majelis hakim agar dapat dibuatkan akta perdamaian yang memuat isi perdamaian tersebut dan majelis hakim pun memerintahkan agar para pihak menepati isi perdamaian yang disepakati bersama, sehingga beracara di pengadilan pun berakhir. Adapun kekuatan putusan perdamaian itu sama dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan-putusan lainnya hanya saja dalam hal ini banding tidak dimungkinkan untuk putusan perdamaian tersebut. Mengenai usaha perdamaian ini diatur dalam pasal 130 HIR/154 RBg, dan untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi kedalam prosedur berperkara di Pengadilan tingkat pertama maka diberlakukanlah Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2016 tentangProsedur Mediasi di Pengadilan.

Apabila usaha perdamaian itu tidak tercapai pemeriksaan perkara dilanjutkan atau diteruskan, dan kemudian hakim menanyakan mengenai pokok perkara. Hakim memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pihak-pihak untuk mengemukakan segala sesuatu yang dianggap perlu supaya diketahui oleh hakim, guna menyakinkan Hakim.

(44)

Pada hari sidang yang telah ditetapkan atau pada sidang pertama mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan patut. Yang tidak hadir itu mungkin pihak Penggugat dan mungkin juga pihak Tergugat. Apabila pihak Penggugat tidak hadir dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan patut, maka gugatannya dinyatakan gugur dan ia dihukum membayar biaya perkara akan tetapi ia berhak untuk mengajukan gugatannya sekali lagi setelah ia membayar terlebih dahulu biaya perkara tersebut.

Namun hakim ketua masih bisa mempertimbangkan supaya Penggugat yang tidak hadir itu dipanggil sekali lagi supaya hadir pada sidang yang berikutnya. Jika pada sidang berikutnya setelah adanya penundaan Penggugat masih tidak hadir maka gugatannya dinyatakan gugur dan ia dihukum membayar biaya perkara.

Apabila pada sidang pertama tergugat yang tidak hadir dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan patut maka gugatan itu dikabulkan tanpa hadirnya tergugat (verstek). Namun Ketua Majelis masih bisa mempertimbangkan agar tergugat dapat dipanggil sekali lagi untuk kedua kalinya sebelum putusan verstek dijatuhkan.

Akan tetapi jika kedua belah pihak yang berperkara hadir dalam persidangan maka persidangan berjalan dengan acara biasa seperti yang

(45)

diatur dalam undang-undang. Diawali dengan membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum oleh Ketua majelis hakim, lalu Hakim ketua menanyakan identitas pihak-pihak, kemudian membacakan isi gugatan penggugat terhadap tergugat. Dan hakim pun bertanya apakah tergugat akan menjawab gugatan penggugat, jika tergugat berkata akan menjawab gugatan penggugat maka dapat dilakukan secara tertulis dan secara lisan walaupun pada dasarnya tergugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat.

Setelah acara jawab menjawab antara pihak tergugat dan pihak penggugat dirasa cukup oleh hakim dan hakim telah mengetahui apa yang menjadi pokok sengketa, maka acara jawab menjawab dinyatakan selesai kemudian dilanjutkan dengan acara pembuktian. Pembuktian diperlukan karena adanya bantahan atau penyangkalan dan pihak lawan tentang apa yang digugat atau untuk membenarkan suatu hak. Jadi yang harus dibuktikan itu ialah mengenai peristiwa atau hubungan hukum. Jika pihak lawan (tergugat) sudah mengiakan atau mengakui apa yang digugatkan oleh penggugat atau mengakui apa yang ada dalam posita gugatan maka hal itu tidak perlu lagi dibuktikan. Sesuatu peristiwa yang sudah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan lagi.

Pembuktian dilakukan oleh para pihak dan bukan oleh hakim karena perkarasengketa datangnya dan para pihak dan mengenai siapakah yang dibebankan pembuktian tidak ada pasal yang mengatur

(46)

secara tegas tentang pembagian beban pembuktian. Oleh karena itu hakimlah yang memerintahkan kepada para pihak untuk mengajukan alat-alat buktinya dan membebani para pihak dengan pembuktian. Sesuai dengan ketentuan pasal Pasal 163 HIR/283 R.Bg, tentang Asas pembagian beban pembuktian, yang berbunyi “Barang Siapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau untuk menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”.

Ini berarti bahwa kedua belah pihak, baik penggugat maupun tergugat dapat dibebani pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa atau hak yang menjadi dasar gugatan, sedang tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.

Setelah tahap pembuktian berakhir dan majelis hakim telah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya serta telah menemukan hukumnya, maka majelis hakim dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak tersebut.

Hal tersebut diatas dapat berjalan secara normal atau sewajarnya apabila para pihak (Penggugat dan Tergugat) atau kuasanya hadir dalam persidangan. Akan tetapi jika pada sidang pertama atau pada sidang berikutnya setelah adanya penundaan tergugat ataupun kuasanya tidak

(47)

hadir setelah dipanggil secara patut, maka majelis hakim dapat menjatuhkan putusan verstek/tergugat dijatuhkan putusan tidak hadir.

Namun dengan pertimbangan dan kebijaksanaan hakim, tergugat dapat dipanggil sekali lagi dengan patut sebelum menjatuhkan putusan verstek.

3.2 Putusan Tanpa Hadirnya Tergugat

Kalau diperhatikan pasal 149 ayat 1 R.Bg/125 ayat 1 HIR yang menyatakan: Apabila si tergugat walaupun telah dipanggil secara patut, tetapi tidak juga menghadap pada han sidang yang telah ditentukan dan tidak juga menyuruh orang lain menghadap selaku wakilnya, maka gugatan itu diterima dengan putusan tidak hadir, kecuali jika gugatannya itu melawan hak atau tidak beralasan.25

Dari apa yang disebutkan dalam pasal ini maka dapatlah diketahui bahwa untuk menentukan putusan verstek yang mengabulkan gugatan di harapkan syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tergugat atau para tergugat kesemuanya tidak datang menghadap pada hari sidang yang telah ditentukan.

2. Ia atau mereka tidak mengirimkan wakil atau kuasanya yang telah sah untuk menghadap.

3. Ia atau mereka kesemuanya telah dipanggil secara patut. 4. Petitum tidak melawan hukum.

5. Petitum beralasan.

(48)

Syarat-syarat tersebut diatas harus satu persatu diperiksa dengan seksama, apabila benar-benar persyaratan kesemuanya terpenuhi barulah putusan verstek dijatuhkan dengan mengabulkan gugatan. Apabila syarat-syarat kesatu, kedua dan ketiga dipenuhi akan tetapi petitumnya melawan hak atau tidak beralasan maka gugatan ditolak.

Apabila syarat kesatu, kedua dan ketiga terpenuhi akan tetapi ternyata ada kesalahan formal dalam gugatan, misalnya gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak atau kuasa yang menandatangani surat gugatan ternyata tidak memiliki surat kuasa khusus dari pihak penggugat, maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

Putusan gugatan tidak dapat diterima ini bermaksud menolak di luar pokok perkara, terhadap putusan ini di kemudian hari penggugat masih dapat mengajukan lagi tuntutannya.

Putusan tidak dapat diterima disebabkan juga apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan dasar tuntutan, atau dapat juga disebut gugatan tidak berdasarkan hukum.

Putusan gugatan ditolak ini maksudnya gugatan tersebut tidak beralasan yaitu apabila tidak diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan. Penolakan ini merupakan putusan yang dijatuhkan setelah dipertimbangkan mengenai pokok perkara dan tidak

(49)

terbuka kesempatan untuk mengajukan gugatan tersebut untuk kedua kalinya kepada hakim yang sama (Nebis in Idem)

Dari apa yang diuraikan diatas, bahwa putusan verstek tidak secara langsung akan menguntungkan penggugat, tetapi juga penggugat yang dikalahkan apabila gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan. Dengan demikian hakim berkewajiban meneliti surat gugatan yang bersangkutan apakah tidak bertentangan dengan hukum (On-rechtmatig) ataupun tidak tanpa alasan (On-gegrond)26

Dengan dijatuhkannya putusan verstek terhadap tergugat yang tidak hadir setelah dipanggil dengan patut, maka berdasarkan pasal 149 R.Bg/125 HIR, tergugat yang tidak hadir tersebut secara yuridis dikatakan dikalahkan atau pada umumnya dikalahkan, kemudian dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari tergugat dapat mengajukan perlawanan atau verzet seperti yang diatur dalam pasal 153 ayat 1 R.Bg/129 ayat 1 HIR.

Putusan verstek baru dapat dilaksanakan sesudah jangka waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan tersebut diberitahukan dengan sah kepada tergugat kecuali dalam waktu yang telah ditentukan tergugat memajukan/mengajukan perlawanan (verzet) atau dengan kata lain putusan verstek baru dapat dilaksanakan jika sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht) dalam hal ini pihak yang dikalahkan/tergugat tidak mengajukan perlawanan (verzet).

26 John Z, Loude, 1983, Fakta dan Norma dalam Hukum Acara, PT. Bima Aksara,

(50)

Sebagai penyimpangan dari ketentuan ini, juga dapat putusan verstek dilaksanakan sebelum berlaku jangka waktu tersebut, asalkan telah mendapat ijin dari hakim atas alasan “keharusan yang mendesak”, baik secara lisan ataupun secara tertulis.

Saat mulai berjalannya jangka waktu 14 (empat belas) hari tersebut, adalah saat pemberitahuan bunyi putusan tersebut beserta pernyataan pada pihak yang dikalahkan/pihak tergugat, kemungkinan baginya mengajukan perlawanan atau verzet terhadap putusan tersebut dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung daripada saat itu.

Pemberitahuan tersebut pada pokoknya dilakukan pada tergugat secara pribadi, dalam hal mana pada saat itulah mulai berjalan jangka waktu 14 (empat belas) hari tersebut. Apabila tergugat yang dijatuhi putusan verstek mengajukan perlawanan (verzet), maka prosedur pengajuan perlawanan (verzet) adalah sama dengan mengajukan gugatan biasa.

Pemeriksaan terhadap perlawanan dilakukan seperti memeriksa gugatan biasa dimana diawali dengan pemanggilan kedua belah pihak yang berperkara untuk menghadiri sidang pengadilan. Apabila ternyata pihak tergugat tidak memenuhi panggilan itu atau tidak hadir lagi, maka ia dijatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya dan tidak diijinkan untuk mengajukan perlawanan (verzet) hanya dibolehkan naik banding.

(51)

Putusan yang dijatuhkan oleh hakim ada kemungkinan terjadi kekeliruan atau kekhilapan bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu demi kebenaran dan keadilan terhadap setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang agar kekeliruan atau kekhilapan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki.Bagi setiap putusan hakim umumnya tersedia upaya hukum, upaya hukum adalah upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekhilapan atau kekeliruan dalam suatu putusan.

Secara umum hukum Acara Perdata mengenai dua bentuk upaya hukum, yaitu:

1. Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum yang ditempuh untuk melakukan perlawanan terhadap putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya hukum biasa ini adalah menangguhkan pelaksanaan putusan, kecuali apabila adanya putusan yang dijatuhkan untuk pelaksanaan lebih dulu.

Yang termasuk dalam upaya hukum biasa adalah:

1. Verzet atau Perlawanan, adalah upaya hukum yang dapat diajukan oleh tergugat terhadap putusan tidak hadir (Verstek) yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri. Perlawanan merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan di luar hadirnya pihak tergugat. Pada hakekatnya perlawanan ini merupakan jawaban daripada gugatan yang semula, dimana tergugat tidak pernah hadir sekalipun telah dipanggil dengan patut.

2. Banding, yaitu upaya hukum yang mengusahakan agar putusan Pengadilan Negeri atas suatu perkara ditinjau kembali dan perkaranya diperiksa ulang di Pengadilan Tinggi.

(52)

3. Kasasi, adalah upaya hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan terdahulu (Putusan dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) dan Mahkamah Agung adalah merupakan lembaga peradilan tingkat terakhir atau tingkat tertinggi atau non judex factie.27

2. Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum yang ditempuh untuk melakukan perlawanan terhadap putusan pengadilan yang sudah atau telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Adapun upaya hukum luar biasa ini tidak menangguhkan eksekusi.

Yang termasuk dalam upaya hukum luar biasa adalah:

1. Peninjauan Kembali adalah upaya hukum untuk memeriksa atau untuk mementahkan kembali putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap (In Kracht).

Alasan-alasan peninjauan kembali adalah:

1.1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan sewaktu beracara di Pengadilan yang diketahui sesudah putusan dijatuhkan atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

1.2. Apabila serelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan

27 Martiman Projohamidjojo, 1983,Seri Pemerataan Keadilan, upaya Hukum,

(53)

1.3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.

1.4. Apabila diantara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar-dasar yang sama oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

1.5. Apabila mengenai sesuatu bagian dan tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

1.6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Peninjauan kembali dapat diajukan hanya satu kali dan permohonan peninjauan kembali tersebut tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan/eksekusi. Peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus dan jika sudah dicabut tidak dapat diajukan kembali.

2. Derden Verzet, adalah Perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga, pihak ketiga ini tadinya tidak ada sangkut paut dengan pihak-pihak, tapi setelah putusan tetap, ada hak pihak ketiga yang dirugikan.

Upaya hukum luar biasa ini yaitu perlawanan dan pihak ketiga, merupakan perlawanan dari orang yang semula bukan pihak yang bersangkutan dalam berperkara dan hanya karena ia merasa berkepentingan dan merasa mengenai barang yang dipersengketakan

(54)

atau barang yang sedang disita dalam perkara itu sebenarnya bukan kepunyaan dari tergugat, tetapi adalah milik pihak ketiga.

Menurut pendapat saya dalam praktek di Pengadilan hakim yang langsung menjatuhkan putusan verstek pada sidang pertama akan dapat merugikan pihak Tergugat karena pihak Tergugat tidak diberikan kesempatan untuk menjawab atau melakukan pembelaan di depan sidang sehingga terkesan hakim hanya memperhatikan kepentingan Penggugat dan mengabaikan kepentingan Tergugat sehingga bertentangan dengan asas Audi et Alteram Partem yaitu hakim harus memperlakukan para pihak sama di depan hukum, hakim tidak boleh memihak dan memberikan kesempatan yang sama. Namun jika menurut hakim, gugatan yang diperiksa telah memenuhi syarat-syarat untuk menjatuhkan putusan verstek seperti Tergugat tidak datang pada sidang pertama dan tidak mengirimkan wakil atau kuasanya setelah dipanggil dengan patut, serta gugatan tersebut beralasan dan tidak melawan hukum maka itu merupakan hak dari majelis hakim untuk menjatuhkan putusan verstek pada sidang pertama. Dan jika Tergugat merasa dirugikan atas putusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum Verzet (Perlawanan) dalam jangka waktu 14 hari setelah pemberitahuan putusan verstek tersebut.

Akan tetapi apabila tergugat atau para tergugat pada sidang yang pertama hadir dan pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir atau apabila tergugat atau para tergugat pada sidang pertama tidak hadir lalu tergugat

(55)

atau para tergugat hadir pada sidang berikutnya dan kemudian dalam sidang-sidang selanjutnya tidak hadir lagi, maka perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan secara contradictoir.

Suatu putusan pengadilan barulah mempunyai akibat hukum bagi kedua belah pihak yang berperkara jika putusan itu tidak dilakukan upaya hukum baik itu verzet, banding, ataupun kasasi. Atau dapat dikatakan bahwa putusan pengadilan akan mempunyai akibat hukum bagi kedua belah pihak jika sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Akibat hukum dengan dijatuhinya putusan verstek oleh hakim terhadap penggugat maupun tergugat adalah bersifat mengikat kedua belah pihak. Jika putusan verstek telah berkekuatan hukum tetap/in krach van gewijsd, dimana putusan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya misalnya terhadap/bagi penggugat, ia harus menerima haknya atau menerima apa yang digugat atau dituntutnya, sedangkan terhadap/bagi tergugat pada umumnya ia menerima dan melaksanakan putusan tersebut dengan sukarela terhadap hal-hal apa yang telah diputus oleh pengadilan dan apa yang menjadi kewajibannya.

(56)

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan pada uraian dalam bab-bab dimuka maka terhadap permasalahan yang diajukan dapatlah disimpulkan sebagai berikut

1. Dalam penjatuhan putusan verstek sepenuhnya diserahkan pada pertimbangan Hakim yang menangani perkara tersebut. Di dalam praktek di Pengadilan, putusan verstek itu dijatuhkan setelah pihak tergugat / kuasanya atau para tergugat semuanya tidak pernah hadir di persidangan pada saat perkara diperiksa, setelah dipanggil secara patut dari perkara yang diajukan. Akan tetapi Tergugat atau kuasanya dapat dipanggil sekali lagi secara patut sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusan verstek. 2. Akibat hukum dari putusan di luar hadirnya tergugat (verstek) baik

terhadap penggugat maupun tergugat adalah bersifat mengikat kedua belah pihak jika terhadap putusan verstek pihak yang dikalahkan tidak mengadakan upaya perlawanan (Verzet) dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht) oleh karena itu putusan tersebut harus dilaksanakan sepenuhnya baik Penggugat maupun oleh Tergugat sesuai dengan yang diputuskan oleh hakim atau pengadilan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan sita jaminan terhadap barang milik tergugat sebagai jaminan dalam satu perkara perdata di wilayah

jaminan terhadap barang milik tergugat sebagai jaminan dalam satu perkara.. perdata di wilayah hukum Pengadilan Negeri

Bahwa oleh karena semasa hidupnya Tergugat V tidak mempunyai keturunan (anak) maka Tergugat V tidak mempunyai kapasitas ( legal standing ) untuk dihadirkan lagi dalam

a) Tergugat atau para Tergugat tidak datang pada hari sidang pertama yang telah ditentukan atau tidak mengirimkan jawaban. b) Tergugat atau para Tergugat tersebut tidak

Apabila pada hari yang telah ditentukan, tergugat tidak hadir dan pula ia tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, padahal ia telah dipanggil dengan patut maka

Sidang Pertama memeriksa identitas kedua belah, dan pada sidang pertama pemeriksaan perkara izin poligami, hakim berusaha mendamaikan ( Pasal 130 ayat (1) HIR ). Sidang

“Pasal 126 HIR/150 RBg” “Dalam kedua pasal diatas, sebelum hakim menjatuhkan putusan, pengadilan dapat memerintahkan agar pihak yang tidak hadir dapat dipanggil sekali lagi supaya

Bahwa sebelum agenda jawab menjawab pada waktu agenda mediasi Tergugat-I telah sampaikan kepada Penggugat untuk mencabut saja gugatannya karena dalam perkara tanah aquo Tergugat-I tidak