• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Putusan Dan Putusan Verstek

BAB II PUTUSAN VERSTEK DALAM HUKUM ACARA PERDATA

2.1 Pengertian Putusan Dan Putusan Verstek

2.1.1 Pengertian Putusan

Setiap perkara atau sengketa yang diajukan ke muka Hakim atau pengadilan dalam acara perdata adalah bertujuan untuk mendapatkan suatu putusan dari Pengadilan yang nantinya akan dapat mengakhiri perselisihan antara mereka. Putusan yang dimaksud disini tentulah putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dengan putusan ini berarti bahwa hubungan antara para pihak yang berperkara telah ditetapkan untuk selama-lamanya. Putusan dijatuhkan setelah hakim mengetahui duduk perkara yang sebenarnya.

Mengenai pengertian Putusan, A.T. Hamid, SH., dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata Serta Susunan dan Kekuasaan Pengadilan”, mengemukakan : Putusan adalah pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri, atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukannya hanya yang diucapkan saja disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di Persidangan.7

7 A.T.Hamid, 1986, Hukum Acara Perdata Serta Susunan dan Kekuasaan Pengadilan, PT.Bina Ilmu, Surabaya,h.125.

Sudikno Mertokusumo memberikan definisi putusan sebagai berikut:“Putusan adalah suatu pernyataan yang oleh hakim,

sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”.8

Sedangkan Martiman Projohamidjojo, dalam bukunya yang berjudul “ Putusan Pengadilan “ menyatakan :“Bahwa terhadap semua putusan pengadilan itu hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum, jika diucapkan pada persidangan yang terbuka untuk umum”.9

Lebih lanjut Yan Pramadya Puspa memberikan definisi tentang putusan sebagai berikut yaitu :“Putusan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dan suatu pemeriksaan perkara”.10

Apabila hakim telah mengetahui peristiwa yang telah terjadi dan telah menemukan hukumnya, ia akan segera menjatuhkan putusannya. Dalam putusan itu, hakim wajib mengadili semua bagian gugatan penggugat dan semua alasan yang telah dikemukakan oleh pihak-pihak. Ini berarti hakim harus memberikan putusannya secara nyata untuk tiap-tiap bagian tuntutan penggugat. Tetapi hakim dilarang menjatuhkan putusan terhadap hal yang tidak dituntut, atau mengabulkan lebih dari apa yang dituntut.

8 Sudikno Mertokusumo,Op.Cit, h. 158

9 Martiman Projohamidjojo, 1983,Putusan Pengadilan Seri Pemerataan Keadilan II, Ghalia Indonesi , h.22.

Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 189 ayat 2 R.Bg/178 ayat 2 HIR yang menyatakan bahwa “Hakim Wajib mengadili semua bagian gugatan, tidak boleh satupun yang dilupakan, satu persatu harus dipertimbangkan dengan seksama.”

Dalam pasal 189 ayat 3 R.Bg/178 ayat 3 HIR yang menentukan bahwa “Hakim dilarang menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat”.

Disamping itu juga Hakim berkewajiban karena jabatannya, melengkapi dasar hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belahpihak. Dengan demikian, dalam mempertimbangkan perkara yang dihadapinya itu, hakim perlu menggunakan semua kaidah hukum yang berlaku bagi perkara itu, karena hakim mengetahui dasar hukumnya itu. Misalnya penggugat dalam gugatannya menerangkan bahwa tergugat telah meminjam uang darinya, dan penggugat menuntut supaya tergugat mengembalikan uang pinjamannya, tanpa menyebutkan dasar hukumnya. Dalam hal ini hakim melengkapi dasar hukumnya, karena menurut hukum materialnya (hukum perdata) orang yang berhutang harus membayar hutangnya dalam perjanjian hutang piutang. Kewajiban hakim tersebut “diatur dalam pasal 189 ayat I R.Bg I 178 ayat 1 HIR.

Ada kemungkinan hakim sebelum menjatuhkan putusannya, memberikan putusan sementara atau putusan sela. Putusan sementara atau putusan sela ini fungsinya ialah untuk memungkinkan dan

mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara seterusnya. Putusan sementara atau putusan sela ini tidak diatur dalam HIR dan R.Bg. Walaupun demikian, hakim Pengadilan Negeri boleh saja memberikan putusan sementara atau putusan sela yang sifatnya bukan putusan akhir.

Dalam pasal 196 ayat 1 R.Bg/185 ayat 1 HIR mengenal putusan akhir dan putusan bukan akhir. “Putusan bukan akhir sesungguhpun harus diucapkan dimuka persidangan, tidak dibuat dengan putusan tersendiri, melainkan hanya dituliskan dalam berita acara persidangan”. Putusan bukan akhir hanya dapat dimintakan banding bersama-sama putusan akhir.

Menurut pendapat diatas, suatu konsep putusan tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di persidangan dan tidak boleh berbeda dengan yang ditulis. Demikian pula pada waktu putusan diucapkan konsep putusan harus sudah selesai, kalau ternyata ada perbedaan antara yang diucapkan dengan yang tertulis, maka yang sah adalah yang diucapkan. Apa yang tertulis harus sesuai dengan apa yang diucapkan di persidangan.

Lebih lanjut dikatakan bahwa bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan. Sebuah konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai

putusan sebelum di ucapkan di persidangan oleh hakim.Putusan yang diucapkan di persidangan tidak boleh berbeda dengan yang tertulis.

Dijatuhkannya putusan oleh Hakim terhadap suatu perkara perdata adalah merupakan salah satu bagian dari proses beracara di depan sidang pengadilan.

Dan dapat dirumuskan bahwa dasar hukum yang berkaitan dengan putusan hakim adalah pasal 189 R.Bg/178 HIR dan pasal 196 R.Bg / 185 HIR ayat 1.

2.1.2 Pengertian Putusan Verstek

Istilah Verstek berasal dari bahasa Belanda yang artinya pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada waktu sidang pengadilan yang pertama, walaupun tergugat atau juru kuasanya telah dipanggil dengan patut. Tidak hadirnya tergugat dapat berakibat bahwa hakim akan mengambil keputusan supaya tergugat dipanggil untuk kedua kalinya, atau gugatan dikabulkan dengan putusan verstek kecuali jika ternyata bahwa gugatan itu tidak beralasan atau melawan hak.

Pengertian putusan verstek secara yuridis diatur dalam pasal 125 HIR/149 R.Bg yang menyebutkan :Apabila pada hari sidang pertama yang telah ditentukan itu tergugat tidak hadir, dan tidak pula menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal tergugat sudah dipanggil dengan patut oleh juru sita, maka gugatan itu dikabulkan dengan tanpa hadirnya tergugat (verstek), kecuali jika gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan.11

Telah dipanggil secara patut artinya bahwa yang bersangkutan telah dipanggil dengan cara pemanggilan menurut Undang-Undang.

Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita dengan membuat berita acara pemanggilan yang ditujukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau wakilnya yang sah, dengan memperhatikan tenggang waktu yang kecuali dalam hal yang sangat perlu, tidak boleh kurang dan tiga hari kerja.

Dalam pasal 126 HIR/150 R.Bg disebutkan bahwa:Dalam hal yang tersebut pada kedua pasal tersebut diatas, sebelum, menjatuhkan putusan Pengadilan dapat memerintahkan, supaya pihak yang tidak hadir dipanggil sekali lagi supaya hadir pada hari sidang yang lain, pemberitahuan itu sama dengan panggilan baginya.12

Berdasarkan pasal 126 HIR/150 R.Bg tersebut diatas maka dalam hal ini Majelis Hakim masih bisa memerintahkan untuk memanggil sekali lagi tergugat yang tidak hadir itu supaya hadir pada sidang yang telah ditetapkan pada hari berikutnya, dan Majelis Hakim akan menyatakan sidang ditunda. Penundaan sidang itu dilakukan dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang patut diperhatikan misalnya perkara itu sangat penting, terlambatnya tergugat hadir karena tempat tinggal sangat jauh, dan lain-lain. Dalam hal penundaan sidang, pemberitahuan dan sidang berikutnya bagi penggugat sama dengan panggilan.

12 Subekti dan Tjitrosoedibio, 1971,Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, h.83.

Tentang pengertian verstek, Soepomo menyatakan “Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir meskipun ia menurut hukum acara harus datang Verstek itu hanya dapat dikenakan, jikalau tergugat tidak datang pada hari sidang pertama.” 13

Subekti dan Tjitrosoedibio memberikan definisi verstek sebagai berikut yaitu “Putusan pengadilan yang dijatuhkan di luar hadirnya tergugat” 14

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata memberikan definisi verstek adalah sebagai berikut :Verstek adalah pernyataan, bahwa tergugat tidak hadir, meskipun ia menurut hukum acara harus datang. Verstek hanya dapat dinyatakan apabila pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap pada sidang yang pertama, dan apabila perkara diundurkan juga pihak tergugat kesemuanya tidak datang menghadap lagi.15

Sedangkan Abdulkadir Muhammad dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia” memberikan definisi verstek yaitu :Verstek ialah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir pada hari sidang pertama. Jika pada hari sidang berikutnya (sidang kedua) sesudah ada penundaan, tergugat masih tidak hadir juga, hakim tetap menjatuhkan putusan verstek (verstek vonnis), (default judgment), karena pada hakekatnya tergugat itu belum pernah hadir. Acara yang berlangsung pada sidang pertama tanpa hadirnya pihak tergugat disebut acara verstek (verstek procedure).16

Apabila tergugat atau para tergugat pada sidang yang pertama hadir dan pada sidang-sidang yang berikutnya tidak hadir, atau apabila tergugat

13 R. Soepomo,Loc.Cit.

14 Subekti dan Tjitrosoedibio, 1971,Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, h.83.

15 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,1986,Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Cet V, Mandar Maju, Bandung, h.16.

atau para tergugat pada sidang pertama tidak hadir lalu hakim mengundurkan sidang berdasarkan pasal 126 HIR/150 R.Bg, dan pada sidang yang kedua ini tergugat atau para tergugat hadir dan kemudian pada sidang-sidang berikutnya tidak hadir lagi, maka perkara akan diperiksa menurut acara biasa dan putusan dijatuhkan secara contradictoir.

Jika dalam pemeriksaan tersebut ada seseorang atau lebih tergugat dan sekian banyak tergugat tidak pernah hadir dalam sidang pemeriksaan perkara yang bersangkutan, terhadap tergugat atau beberapa tergugat yang tidak pernah itu tidak boleh dijatuhi putusan verstek, melainkan harus putusan contradictoir.

Apabila tergugat tidak hadir pada sidang pertama, tetapi secara tertulis Ia mengajukan jawaban yang berisi tangkisan bahwa Pengadilan Negeri yang bersangkutan tidak berwenang memeriksa perkara tersebut, maka majelis hakim Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara itu harus memutuskan lebih dahulu apakah tangkisan itu dapat diterima atau tidak. Untuk itu majelis hakim perlu mendengar keterangan dari pihak penggugat lebih dulu setelah itu majelis hakim baru dapat mengambil kesimpulan apakah berwenang memeriksa perkara itu atau tidak. Jika ternyata Pengadilan Negeri yang bersangkutan tidak berwenang memeriksa perkara itu, berarti tangkisan tergugat dapat diterima dan

gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima. Dengan demikian pokok perkara itu tidak perlu dipertimbangkan lagi. Jika ternyata Pengadilan Negeri berwenang memeriksa perkara tersebut, berarti tangkisan tergugat ditolak, dan gugatan penggugat dikabulkan tanpa hadir tergugat (verstek), kecuali kalau gugatan itu melawan hukum atau tidak beralasan. Berkenaan dengan uraian ini, pasal 125 ayat 2 HIR/149 ayat 2 R.Bg mengatur mengenai tangkisan yang diajukan oleh tergugat dalam surat jawabannya.

Sehubungan dengan putusan verstek yang diambil oleh Majelis Hakim berdasarkan pasal 125 HIR/149 R.Bg, perlu diperhatikan apakah gugatan itu melawan hukum atau tidak. Jika gugatan itu melawan hukum, kendatipun tergugat tidak hadir pada sidang pertama gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, jika gugatan itu tidak beralasan, kendatipun tergugat tidak hadir pada sidang pertama, gugatan harus dinyatakan ditolak.

Dalam hal ini Abdulkadir Muhammad menyatakan :Gugatan melawan hukum (onrechtmatige vordering) artinya gugatan yang tidak sesuai dengan peraturan hukum atau tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan hukum. Gugatan tidak beralasan artinya dasar gugatan yang berupa kejadian material (fundamentum petendi, posita) tidak ada hubungannya dengan tuntutannya (petitum).17

Putusan “tidak diterima” dan putusan “ditolak” mempunyai perbedaan yang besar sekali, artinya mempunyai konsekuensi yuridis yang

sangat berlainan. Dalam putusan “tidak dapat diterima” pada dasarnya pokok perkara (pokok gugatan) itu belum diperiksa sama sekali, karenanya masih dapat diajukan ke Pengadilan. Tetapi putusan “ditolak” pada dasarnya pokok perkara telah diperiksa, karenanya sekali sudah diputus oleh hakim tidak dapat diajukan lagi.

Dalam putusan verstek, dimana gugatan penggugat dikabulkan dan tergugat yang dikalahkan maka pihak tergugat dapat mengajukan perlawanan (Verzet), sedangkan putusan verstek yang mana penggugat yang dikalahkan maka pihak penggugat dapat mengajukan banding.18

Dari uraian diatas dapatlah diketahui “bahwa putusan verstek tidak selalu mengalahkan tergugat, mungkin juga penggugat yang dikalahkan, apabila gugatan itu tidak beralasan atau gugatan melawan hukum”

Pada hakekatnya penjatuhan verstek itu sendiri adalah untuk merealisir asas audi et alteram partem, yang mana pihak-pihak yang berperkara sama-sama diperhatikan dan berhak atas perlakuan yang sama di depan pengadilan.

2.2 Alasan-alasan atau Dasar Dijatuhkan Putusan Verstek oleh

Dokumen terkait