• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-IX/2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 61/PUU-IX/2011"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 61/PUU-IX/2011

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 20 TAHUN 2009

TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN

TANDA KEHORMATAN [PASAL 33 AYAT (6) DAN PASAL

43 AYAT (7)]

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI

DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH

(IV)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 61/PUU-IX/2011 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormata [Pasal 33 Ayat (6) Dan Pasal 43 Ayat (7)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1) Letjen TNI (Purn) Rais Abin

2) Letjen TNI (Purn) Soekotjo Tjokroatmodjo

ACARA

Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (IV)

Rabu, 14 Desember 2011, Pukul 11.10 – 11.31 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Moh. Mahfud MD (Ketua)

2) Hamdan Zoelva (Anggota)

3) Harjono (Anggota)

4) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota)

5) M. Akil Mochtar (Anggota)

6) Maria Farida Indrati (Anggota)

7) Muhammad Alim (Anggota)

8) Achmad Sodiki (Anggota)

9) Anwar Usman (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir: A. Pemohon:

1) Soekotjo Tjokroatmodjo

B. Saksi dari Pemohon:

1) Sayuti Mansur Yohadiprojo 2) Nasrun Sahrun

3) Purbo Subianto Suwondo

C. Pemerintah:

1) Heni Susila Wardaya (Kementerian Hukum dan HAM) 2) Didit Satrio (Kementerian Pertahanan)

3) Budi Harsoyo (Kementerian Pertahanan) 4) Bhakti Nusantoro (Kementerian Sosial)

(4)

1. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Saksi, kalau ada, atau mendalami keterangan Ahli, atau mendengar tanggapan-tanggapan dari Pemerintah mengenai keterangan Ahli pada sidang sebelumnya dalam Perkara Nomor 61/PUU-IX/2011, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum

Silakan Pemohon, perkenalkan diri dulu.

2. PEMOHON: SOEKOTJO TJOKROATMODJO

Saya, Soekotjo Tjokroatmodjo, Mayor Jenderal TNI Purnawirawan.

3. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Baik, Kemudian, Pemerintah?

4. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDAYA

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Pemerintah hadir, saya sebutkan dari sebelah kanan, Brigjen TNI Didit Satrio dari Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan. Kemudian di sebelah kirinya, Bapak Budi Harsoyo, dari Biro Hukum Kementerian Pertahanan. Saya sendiri, Heni Susila Wadaya, di sebelah kiri saya, Bapak Bhakti Nusantoro dari Kepala ... Kepala Biro hukum Kementerian Sosial. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Ya baik, di hadapan kita hadir para Ahli yang sudah didengar keterangannya sebagai Ahli yaitu Letjen TNI Purnawirawan, Purbo S. Suwondo, Letjen TNI Purnawirawan Sayuti Mansur Yohadiprojo dan Mayjen TNI Purnawirawan Nasrun Syahrun. Pemohon, apakah Anda tidak jadi menghadirkan saksi?

6. PEMOHON: SOEKOTJO TJOKROATMODJO

Saksi tetap tiga ini yang bisa dihadirkan.

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.10 WIB

(5)

7. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Ya. Oh, ini Saksi ya, bukan Ahli?

8. PEMOHON: SOEKOTJO TJOKROATMODJO

Ya.

9. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Baik, tidak ada agenda khusus hari ini, kecuali memang ada yang perlu didalami dari keterangan yang disampaikan oleh para Ahli ini ... untuk ... pada Saksi ini ... para Saksi ini. Nah, untuk itu, kepada Pemerintah apakah ada yang perlu disampaikan, baik dalam bentuk pernyataan maupun bentuk pertanyaan?

10. PEMERINTAH: HENI SUSILA WARDAYA

Yang Mulia, hari ini Pemerintah sudah menyiapkan tanggapan ataupun jawaban dari persidangan tanggal 22 November yang disampaikan oleh Pemohon maupun Saksi dan sudah kami siapkan dalam bentuk tertulis. Namun demikian, jika diperkenankan akan kami sampaikan secara lisan di hadapan sidang kali ini, Yang Mulia. Terima kasih.

11. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Baik, kami persilakan untuk disampaikan secara lisan tapi disingkat saja, diringkas ya, pointers sajalah disampaikan. Silakan ke podium. Tolong kalau ada naskah yang sudah ini, biar diperbanyak di sini. Dan dibagi ke Pemohon. Silakan, Pak.

12. PEMERINTAH: BHAKTI NUSANTARA

Assalamualaikum wr. wb.

13. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Walaikumsalam wr. wb.

14. PEMERINTAH: BHAKTI NUSANTARA

Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagai kelanjutan dari sidang pada tanggal 22 November tahun 2011, izinkanlah Pemerintah memberikan tanggapan atas pernyataan yang disampaikan

(6)

oleh Saksi-Saksi Pemohon dan pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi.

Yang pertama adalah mengenai dasar folosofi dibentuknya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Pertama, dasar filosofinya adalah dalam rangka menjalankan amanat Pasal 15 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain, tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Yang kedua, adanya penghormatan bangsa dan negara terhadap mereka yang lebih ... yang telah berbuat atau memberikan sesuatu yang luar biasa dan melebihi batas-batas yang semestinya bagi keutuhan, kelangsungan, kemajuan, dan kejayaan bangsa dan negaranya. Selain itu, pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan ditujukan untuk menumbuhkan sikap keteladanan dan semangat pengabdian pada bangsa dan negara.

Yang ketiga, dalam rangka objektivitas dan akuntabilitas pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan dengan mempertimbangkan aspek kesejarahan, keselarasan, keserasian, keseimbangan, bobot perjuangan, karya, prestasi, visi ke depan, dan mencegah kesan segala bentuk dikotomi.

Yang keempat, adanya kesesuaian dengan semangat reformasi dan perubahan sistem ketatanegaraan, dimana sebagian besar undang-undang yang mengatur tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

Hal ini dapat dilihat dari dua undang-undang pokok yaitu Undang-Undang Nomor 4 DRT Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan dan Undang-Undang Nomor 33 PRPS Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan. Dan juga adanya 18 undang-undang turunannya, secara rincinya pengaturan tersebar di 121 peraturan perundang-undangan, belum termasuk surat edaran.

Yang kelima, dalam rangka penyederhanaan peraturan perundangan dalam bentuk unifikasi dalam satu undang-undang, yang sebelumnya tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan, hanya diharapkan mengacu kepada satu undang-undang sebagai pelaksanaan dari Pasal 15 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan pertimbangan filosofis demikian, maka di dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, dinyatakan bahwa setiap gelar, tanda jasa, dan/atau tanda kehormatan yang telah diberikan sebelum undang-undang ini, tetap berlaku.

Kemudian, Yang Mulia, kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa gelar pahlawan nasional merupakan gelar

(7)

satu-satunya, serta Bintang Republik Indonesia, dan Bintang Mahaputra merupakan tanda kehormatan tertinggi di antara tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya. Hal ini juga tidak berbeda jika merujuk kepada Undang-Undang Nomor 4 DRT Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Repubilk Indonesia, dan juga Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perubahan dan Tambahan Ketentuan Mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang berbentuk Bintang, dan tentang Urutan, Derajat, Tingkat, Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang Berbentuk Bintang.

Selain itu juga, sebagai simbol dan monumen penghormatan negara terhadap pendiri bangsa (Founding Fathers) yang sangat berjasa kepada bangsa dan negara. Tentunya setiap negara hanya memiliki satu taman makam pahlawan nasional utama, tetapi negara masih memiliki taman makam pahlawan nasional yang tersebar di provinsi, maupun kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Dengan semakin terbatasnya areal taman makam pahlawan nasional utama di ibu kota negara, maka menurut … menuntut adanya kebijakan yang tepat, selektif, bervisi ke depan dan objektif berdasarkan derajat bintang menurut undang-undang ini. Undang-undang sebelumnya pun hanya mengatur pemakaman bagi penerima gelar pahlawan dan penerima tanda bintang di taman makam pahlawan. Dengan demikian, kebijakan dari pembentuk undang-undang, dalam hal ini Pemerintah, dalam membuat undang-undang baru ini, tentunya tidak mengingkari atau menyalahi peraturan perundang-undangan sebelumnya.

Selain itu, status Bintang Gerilya. Jika dilihat secara utuh keberadaannya bersama dengan tanda kehormatan lain, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 DRT Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum Mengenai Tanda-tanda Kehormatan, maupun secara lebih khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1949 sebagai Undang-Undang, dan juga sebagaimana diberlakukannya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1964, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Penetapan Menjadi Undang-Undang, Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 8 Tahun 1949 menjadi undang-undang, tidak dinyatakan sedikitpun bahwa Bintang Gerilya merupakan jenis gelar pahlawan.

(8)

mensyaratkan bahwa kategori tanda kehormatan ini tetaplah masuk jenis tanda kehormatan bintang dan bukan jenis gelar pahlawan nasional. Fakta ini juga dikuatkan dengan syarat dan kriteria yang berbeda bagi mereka yang mendapat Bintang Gerilya dengan mereka yang mendapat gelar pahlawan nasional, termasuk menyangkut perlakuan tertentu oleh

negara terhadap penerima masing-masing.

Sementara itu, aturan mengenai pahlawan nasional, dahulu terdapat dalam undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 33 PRPS Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan Terhadap Pahlawan. Tahun 1964 Nomor 92 tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2685. Berdasarkan penerapan terhadap Undang-Undang Nomor 33 PRPS Tahun 1964 tersebut, terhadap pahlawan terdapat penyebutan 8 istilah pahlawan:

1. Pahlawan Perintis Kemerdekaan, 2. Pahlawan Kemerdekaan,

3. Pahlawan Kemerdekaan Nasional, 4. Pahlawan Proklamator,

5. Pahlawan Kebangkitan Nasional, 6. Pahlawan Nasional,

7. Pahlawan Revolusi, dan 8. Pahlawan Ampera.

Selain 8 istilah pahlawan tersebut di atas, tidak ditemukan penyebutan dan perlakuan lain oleh negara yang dilegalkan keberadaannya dengan keputusan Presiden. Maka menjadi jelaslah bahwa penerima Bintang Gerilya adalah kategori penerima tanda kehormatan bintang. Sementara penerima yang disebut pahlawan adalah kategori penerima gelar.

Sebagaimana kita ketahui bersama, Yang Mulia dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, kemerdekaan Indonesia diperoleh berdasarkan usaha rakyat Indonesia yang bersatu padu dalam melakukan perjuangan, baik melalui perang gerilya maupun juga melakukan upaya diplomasi dan usaha-usaha lain demi tercapainya kemerdekaan. Setelah tercapainya kemerdekaan, kemudian kemerdekaan yang ada, tidak tanpa diisi dengan usaha pembangunan di segala bidang kehidupan, baik sejak pemerintahan orde bar … orde lama, orde baru, maupun masa reformasi saat ini. Karena itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan meletakkan perjuangan pengabdian, dharma bakti, karya, kesetiaan, dan sumbangsih lainnya dalam proporsi dan ukuran yang objektif, tidak pilih kasih, dan bervisi ke depan.

Untuk hal yang berkaitan dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang membedakan tanda kehormatan bintang, terdiri dari atas Bintang Sipil dan Bintang Militer. Menurut Pemerintah atau pun pembentuk undang-undang, dalam hal ini Pemerintah bahwa pembedaan bintang ini sudah

(9)

umum dikenal di dalam pemberian tanda jasa atau pun tanda kehormatan di negara-negara di dunia.

Bintang Sipil menunjukkan orientasi jasanya lebih terpusat pada aktivitas di luar dunia militer, sementara Bintang Militer diorientasikan pada jasa yang lebih terpusat pada aktivitas militer. Sekalipun begitu, bukan berarti Bintang Sipil hanya untuk orang sipil, demikian pula sebaliknya. Dalam kenyataanya, Bintang Sipil yang diterima … yang dapat diterima oleh orang sipil atau pun militer yang berjasa, dan memenuhi syarat, dan kriteria penerima Bintang Sipil tersebut, demikian juga berlaku pada Bintang Militer.

Karena itulah Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 13, Pasal 28, dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sudah tepat dan tidak perlu direvisi. Terlebih jika mengingat syarat khusus penerima Bintang Gerilya, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 ayat (8) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 adalah setiap warga Negara Indonesia yang berjuang mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia dari agresi negara asing dengan cara bergerilya. Syarat khusus tersebut memang diorentasinya menunjukkan adanya perjuangan gerilya militer dalam menghadapi agresi asing. Selain itu dengan mempertimbangkan derajat atau tingkat Bintang Gerilya yang berada di bawah Bintang Republik Indonesia, dan Bintang Maha Putra, serta sejajar dengan Bintang Jasa Utama, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi Utama, Bintang Budaya Parana, dan … Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Sakti, dan Bintang Dharma.

Menurut Pemerintah, dalam hal ini pembentuk undang-undang, Bintang Gerilya tidak berdiri sendiri. Walaupun kemerdekaan Republik Indonesia diperoleh dengan cara bergerilya yang mengandung makna taktik peperangan yang digunakan adalah taktik militer, sehingga Bintang Gerilya masuk dalam Bintang Militer. Persyaratan untuk mendapatkan Bintang Gerilya adalah lebih menekankan pada tugas-tugas kemiliteran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang, dalam hal ini Pemerintah, berpandangan Bintang Gerilya ditempatkan sebagai Bintang Militer.

Sementara terkait dengan adanya pertanyaan mengapa Presiden mendapatkan Bintang Gerilya, padahal Presiden tidak terlibat dalam perang gerilya. Presiden sebagai pemberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan merupakan pemilik pertama tanda kehormatan bintang, Presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden sebagai panglima tertinggi TNI, dan Presiden yang berhak memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.

Karena itu, siapa pun warga negara Indonesia yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, maka secara otomatis melekat padanya kepemilikan dan hak memakai semua Bintang Kelas I tanpa

(10)

dan memenuhi syarat. Hal ini bukan berarti Presiden mendapatkan Bintang Gerilya, melainkan Presiden sebagai pemilik Bintang Gerilya yang berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yaitu “Presiden Republik Indonesia sebagai pemberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan merupakan pemilik pertama seluruh tanda kehormatan, bintang yang terdiri atas Bintang Republik Indonesia, Bintang Mahaputra Adipurna, Bintang Jasa Utama, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi Utama, Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Gerilya, Bintang Sakti, Bintang Dharma, Bintang Yudha Dharma Utama, Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama.”

Selain itu, Presiden sebagai pemilik bintang juga dipraktikkan dan diakui legalitasnya berdasarkan undang-undang yang lama yang telah dicabut, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan. Dimana di sana dinyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia adalah pemilik semua jenis Bintang Kelas I. Kondisi dan praktik ini tidak jauh berbeda dengan negara lain, yaitu Aljazair yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 84-02, tanggal 28 Rabiulawal 1404, dimana Presiden Aljazair karena jabatannya secara otomatis mendapatkan ordre the (suara tidak terdengar jelas) Kelas I yang diberi nama (suara tidak terdengar jelas).

Sementara itu, menjawab pertanyaan Hakim Konstitusi Bapak Hamdan Zoelva mengenai jumlah pemegang Bintang Gerilya yang masih hidup saat ini, dapat Pemerintah informasikan bahwa jumlah penerima tanda kehormatan Bintang Gerilya sejak tahun 1959 sampai dengan tahun 2008 adalah sebanyak 7.409 orang. Sedangkan yang masih hidup, Pemerintah masih melakukan pendataan karena keberadaannya tersebar di seluruh Republik Indonesia. Dan dalam kesempatan ini juga Pemerintah ingin memberikan informasi kepada Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan veteran. Karena pengaturan mengenai veteran dilakukan tersendiri di luar dua undang-undang pokok tentang Gelar Pahlawan dan Tanda Kehormatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-Ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan.

Pengaturan mengenai Veteran Republik Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia. Oleh karena itu, ketentuan mengenai veteran diatur tersendiri dan direncanakan akan dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1967 tentang Veteran Republik Indonesia, sehingga pembentuk undang-undang tidak mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009. Demikian, Ketua Majelis Hakim Konstitusi. Assalamualaikum wr. wb.

(11)

15. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Baik. Saya kira sudah semua terjawab dari apa yang kemarin dibicarakan. Meskipun begitu, kami beri kesempatan kepada Pemohon atau Saksi barangkali kalau untuk menanggapi keterangan tadi agar kami punya bahan yang lebih.

Kenapa? Ya, bisa ditulis sebagai tanggapan tapi bisa juga sebagai lisan. Kalau nanti mau ditulis, itu disatukan di dalam kesimpulan Pemohon. Misalnya para Ahli itu punya tanggapan yang perlu disampaikan, itu disatukan, dilampirkan di dalam kesimpulan Pemohon untuk bahan vonis pada sidang yang akan datang.

Cukup, ya? Baik. Kalau begitu … mana jadwal sidang? Masih mau tanya, Bapak? Silakan.

16. PEMOHON: SOEKOTJO TJOKROATMODJO

Kami akan menanggapi ini dengan tertulis.

17. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Tertulis, baik.

18. PEMOHON: SOEKOTJO TJOKROATMODJO

Ya.

19. KETUA: MOH. MAHFUD MD.

Baik. Jadi tanggapan tertulis itu Bapak dalam bentuk kesimpulan ya nanti, disampaikan kepada Hakim bahwa yang disampaikan Pemerintah itu sebenarnya begini, begini, sehingga kesimpulan kami adalah seperti ini, gitu. Itu nanti akan di … apa namanya … dipertimbangkan oleh Majelis Hakim.

Nah, penyerahan kesimpulan, Bapak, bisa lebih cepat dari yang dijadwalkan ini, tapi kami beri waktu paling lambat tanggal 28 Desember, hari Rabu. 28 Desember, hari Rabu tahun duari … tahun ini juga, tahun 2011 ya, pukul 16.00, penyerahan kesimpulan baik oleh Pemerintah maupun oleh Pemohon terhadap keseluruhan jalannya persidangan ini. Nah, ini nanti akan mengarahkan Majelis Hakim untuk membuat petitum vonis, ya. Ya, membuat diktum vonis. Menilai petitum untuk dituangkan dalam diktum vonis. Jadi memperkuat petitum masing-masing agar nanti diktum vonis itu … apa namanya … bisa diwarnai oleh kesimpulan-kesimpulan itu.

(12)

Baik. Dengan demikian sidang hari ini dinyatakan ditutup.

Jakarta, 14 Desember 2011 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah,

Paiyo

NIP. 19601210 198502 1 001

SIDANG DITUTUP PUKUL 11.31 WIB KETUK PALU 3X

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

Referensi

Dokumen terkait

[21] Prognosis dari penyakit/damage diisi sesuai dengan prognosis yang dibuat berdasarkan penilaian terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinis pada saat

Disdikpora dan Dinas Sosial 6 Rabu, 31 Maret 2015 15.00 Wita - Selesai - Pembukaan Lomba-Lomba Oleh Bupati Gianyar dalam rangka HUT Ke-244 Kota Gianyar Lapangan Astina

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan.. Lembaran Negara Republik Indonesia

1) Jawaban dinyatakan benar jika testi menyilang MS (menjadi salah) karena pernyataan “Bioteknologi membutuhkan peran makhluk hidup” merupakan pernyataan yang benar

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua, yaitu dari dalam merupakan potensi fisik, imtelektual dan hati (rohaniah) yang dibawa

Tahap I (pembentukan awal retak) dan tahap II (penjalaran retakan) Tahap I (pembentukan awal retak) dan tahap II (penjalaran retakan) pada mekanisme kegagalan patah lelah tersebut

Secara keseluruhannya, dapatan kajian fasa penilaian lapangan mendapati bahawa pengajaran Bahasa Melayu ini mempunyai kekuatan, khususnya dari aspek kerelevanan isi

Dari ungkapan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tidak sah melakukan jual beli bagi 4 (empat) golongan, yaitu anak-anak, orang gila, hamba sahaya dan orang