• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI JURNAL"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KAKAO DI

KABUPATEN MUARO JAMBI

JURNAL

ANDREAS RAJA HALOMOAN PAKPAHAN

J1B116049

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

(2)

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KAKAO DI

KABUPATEN MUARO JAMBI

Andreas Raja Halomoan Pakpahan

1

, Eva Achmad

1

, Addion Nizori

1

JURNAL

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program

Studi Teknik Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Jambi

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

(3)

1

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN

MUARO JAMBI

MAPPING OF LAND SUITABILITY FOR COCOA PLANTS IN MUARO JAMBI

REGENCY

Andreas Raja Halomoan Pakpahan

1

, Eva Achmad

1

, Addion Nizori

1

1Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Kampus Pondok Meja Jl. Tribata Km 11, Jambi, Indonesia Email: andreazraja@gmail.com

ABSTRAK – Komoditas kakao merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan dan peranannya cukup penting bagi perekonomian Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, permintaan pasar untuk komoditas kakao juga akan meningkat, sementara itu produksi kakao di Indonesia tidak selalu mengalami kestabilan dan kenaikannya tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun. Kendala dalam pengembangan kakao di Indonesia adalah pemilihan lahan untuk tanaman kakao yang tidak mempertimbangkan kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kakao. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian lahan tanaman kakao di Kabupaten Muaro Jambi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode overlay dan skoring yang diolah menggunakan aplikasi ArcGIS. Metode skoring digunakan untuk memberikan nilai dan bobot kepada setiap parameter yang digunakan. Parameter yang digunakan adalah Kelerengan, Curah Hujan, Suhu, pH Tanah, Tutupan Lahan, Drainase, dan Tekstur Tanah. Hasil analisis di peroleh dua peta kesesuaian lahan yaitu aktual dan potensial. Kesesuaian lahan aktual yang dapat dijadikan wilayah pengembangan kakao adalah Kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (sesuai) dengan luas 212.782,29 ha atau 39,51% dari total luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Kesesuaian lahan potensial (lahan existing dan RTRW Kabupaten Muaro Jambi) yang dapat dijadikan wilayah pengembangan kakao adalah kelas S1 (sangat sesuai) dan S2 (sesuai) dengan luas 141.343,10 ha atau 26,34% dari total luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Kata kunci: Kesesuaian Lahan, Tanaman Kakao, Scoring, Overlay.

ABSTRACT - Cocoa is one of the leading plantation commodities and its role is quite important for the Indonesian economy. As the world's population increases, market demand for cocoa will also increase, meanwhile, cocoa production in Indonesia does not always experience stability and the increase is not too significant from year to year. The constraint in cocoa development in Indonesia is the selection of land for the cocoa plant that does not consider soil and climatic conditions suitable for cocoa plant growth. This study aims to analyze the suitability of land for cocoa plants in Muaro Jambi Regency. The method of analysis used in this research is the overlay and scoring method which is processed using the ArcGIS application. The scoring method is used to assign value and weight to each parameter used. The parameters used were slope, rainfall, temperature, soil pH, land cover, drainage, and soil texture. The results of the analysis obtained two land suitability maps, namely actual and potential. The actual land suitability that can be used as a cocoa development area is Class S1 (very suitable) and S2 (suitable) with an area of 212,782.29 ha or 39.51% of the total area of Muaro Jambi Regency. The suitability of potential land (existing land and RTRW of Muaro Jambi Regency) which can be used as a cocoa development area is class S1 (very suitable) and S2 (suitable) with an area of 142,597.63 ha or 26.34% of the total area of Muaro Jambi Regency.

Keywords: Land Suitability, Cocoa Plant, Geographic Information System (GIS). I. PENDAHULUAN

Komoditas kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas unggulan

perkebunan sebagai komoditas penyegar yang sudah lebih dari satu abad dikembangkan dan peranannya cukup penting bagi perekonomian Indonesia, khususnya sebagai sumber

(4)

2

pendapatan, penyedia lapangan kerja dan penghasil devisa negara. Selain itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan agroindustri (Goenadi et al, 2005). Dalam menghasilkan devisa negara, kakao tercatat sebagai tanaman perkebunan penghasil devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit. Sebagian besar (60%) produksi kakao Indonesia diekspor untuk memenuhi permintaan luar negeri, sisanya (40%) digunakan sebagai bahan baku industri coklat dalam negeri. Nilai ekspor kakao Indonesia pada tahun 2016 mencapai USD 1,23 miliar (BPS Indonesia, 2017). Menurut data statistik tahun 2018, perkebunan kakao Indonesia mencapai 1.678.268 ha dengan produksi 593,833 ton/tahun, dan produktivitas rata-rata 756 kg/ha/tahun (Ditjenbun Indonesia, 2018). Dengan tingkat produksi tersebut, Indonesia tercatat sebagai produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading (43%), Ghana (20%), dan Indonesia dengan menguasai 6% pasar dunia.

Seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk dunia, permintaan pasar untuk komoditas kakao juga akan meningkat, sementara itu produksi kakao di Indonesia tidak selalu mengalami kestabilan dan kenaikannya tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun (Ditjenbun Indonesia, 2018). Produktivitas kakao di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan potensi produksi sebenarnya. Potensi produktivitas tanaman kakao di Indonesia dapat mencapai lebih dari 2.000 kg/ha/tahun. (Wahyudi dan Misnawi 2015). Kendala dalam pengembangan kakao di Indonesia adalah pemilihan lahan untuk tanaman kakao yang tidak mempertimbangkan kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kakao sehingga kemampuan tanah untuk menunjang produksi kakao dan perluasan lahan secara optimal tidak tercapai.

Kabupaten Muaro Jambi adalah salah satu wilayah yang berada di Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5.264 Km2. Kabupaten

Muaro Jambi memiliki iklim yang sangat cocok untuk kegiatan usaha pertanian, perkebunan, peternakan, maupun kegiatan ekonomi lainnya. Salah satu komoditi yang saat ini yang harus dikembangkan adalah tanaman kakao, hal ini dikarenakan tanaman kakao dirasa meberikan keuntungan untuk rumah tangga petani dan

mempunyai syarat tumbuh yang sesuai di Kabupaten Muaro Jambi.

Berdasarkan syarat tumbuhnya, tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Muaro Jambi serta masih terdapat banyak lahan atau areal kosong yang dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman kakao (BPS Kabupaten Muaro Jambi, 2018). Luas areal perkebunan kakao di Provinsi Jambi dari tahun 2017 sampai tahun 2019 terus mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 2017 luas areal perkebunan kakao adalah 798 ha sampai dengan ditahun 2019 telah mencapai 807 ha (BPS Kabupaten Muaro Jambi, 2020). Peningkatan jumlah areal tanaman kakao tidak lain dikarenakan semakin tingginya minat petani terhadap budidaya kakao. Budidaya kakao dirasa memberikan keuntungan untuk rumah tangga petani sehingga pemanfaatan lahan kosong ditingkatkan dengan melaksanakan budidaya kakao namun produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Muaro Jambi masih rendah dibandingkan dengan beberapa kabupaten di Provinsi Jambi yang juga mengusahakan kakao. Dilihat dari produktivitas tanaman kakao, Kabupaten Muaro Jambi berada pada urutan ke 4 dibawah Kabupaten Bungo, Batanghari dan Tanjung Jabung Timur yaitu sebesar 0,737ton/ha (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2015). Maka dari itu, untuk meningkatkan produksi kakao dapat dilakukan melalui kegiatan pemetaan kesesuaian lahan tanaman kakao.

Pemetaan kesesuaian lahan merupakan suatu kajian terhadap suatu wilayah, dalam hal ini daya dukung lahan terhadap komoditas tanaman kakao. Pemilihan lahan yang sesuai membutuhkan metode dan cara evaluasi kesesuaian lahan yang lebih aktual dan lebih dapat diandalkan, sebagai pedoman dalam upaya pengelolaan lahan untuk dapat mencapai produktivitas normal (Hutapea, 1991). Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Mukhlis dan Busyra tahun 2016 tentang “Penentuan Komoditas Unggulan Subsektor Perkebunan Di Kabupaten Muaro Jambi” bahwa hasil analisisnya dapat disimpulkan wilayah Kabupaten Muaro Jambi termasuk dalam kelas sesuai marjinal (S3) seluas 207.066 ha sedangkan luas tanaman kakao sampai kondisi 2019 seluas 807 ha dengan peluang 206.259 ha. Pemetaan kesesuaian lahan dinilai penting untuk meningkatkan produksi komoditas kakao, pencarian lahan dan perbaikan lahan yang sesuai untuk pengembangan tanaman kakao.

(5)

3

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial tanaman kakao di Kabupaten Muaro Jambi.

II. METODE PENELITIAN a. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi dan proses pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Komputer dan Instrumen Fakultas Pertanian Universitas Jambi pada bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020.

b. Alat dan Bahan

Alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu kamera untuk pemrosesan Ground check, seperangkat komputer dengan spesifikasi Intel inside CORE i5, 1 TB Hard disk, 4 GB RAM yang merupakan alat pemrosesan data dan penyimpanan data serta yang dibutuhkan dalam penelitian adalah

microsoft excel dan software ArcGIS 10.3

(ArcMap 10.3) yang digunakan sebagai aplikasi untuk mempermudah dalam pemrosesan data dan pengolahan data.

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu Citra Landsat 8 Kabupaten Muaro Jambi, data SRTM (Shuttle

Radar Topography Mission), peta administrasi

Kabupaten Muaro Jambi, peta LST (Land

Surface Temperature), peta tutupan lahan

Kabupaten Muaro Jambi, data jenis tanah Kabupaten Muaro Jambi, data drainase Kabupaten Muaro Jambi, data pH tanah Kabupaten Muaro Jambi, data curah hujan Kabupaten Muaro Jambi, data tekstur tanah, data kelembaban Kabupaten Muaro Jambi, data syarat tumbuh tanaman kakao dan peta RTRW Kabupaten Muaro Jambi.

c. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui proses analisis. Analisis yang dilakukan menggunakan cara skoring (pemberian skor) dan cara overlay (penyatuan data) beberapa parameter yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data spasial yang diperoleh dari situs resmi tentang informasi geografis dan dinas pemerintah terkait data yang dibutuhkan. Tahapan penelitian dimulai dari pengumpulan data sekunder, pengolahan data

sekunder, ground check dan tahapan berikutnya adalah menggabungkan data geografis yang berkaitan sehingga menjadi data yang lengkap melalui analisis data.

Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari literatur berupa hasil penelitian terdahulu dan bahan bacaan yang mendukung teori dan analisis yang berhubungan dengan penelitian. Data yang dikumpulkan sebagai bahan pendukung penelitian ini yaitu:

1. Citra Landsat 8 Kabupaten Muaro Jambi digunakan untuk mengetahui bentuk permukaan bumi dan menentukan peta tutupan lahan yang dapat di download dari http://glovis.usgs.gov/.

2. Data curah hujan tahunan Kabupaten Muaro Jambi digunakan untuk mengetahui persebaran curah hujan Kabupaten Muaro Jambi yang dapat diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWS) VI Jambi. 3. Data drainase Kabupaten Muaro Jambi digunakan untuk mengetahui kondisi drainase Kabupaten Muaro Jambi. Data tersebut dapat diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian.

4. Data SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) Kabupaten Muaro Jambi digunakan untuk mengetahui kelerengan Kabupaten Muaro Jambi yang dapat di download dari http://glovis.usgs.gov/. 5. Peta Administrasi Kabupaten Muaro Jambi

untuk mengetahui batas administrasi Kabupaten Muaro Jambi yang dapat di

download dari website

http://tanahair.indonesia.go.id.

6. Data jenis tanah Kabupaten Muaro Jambi, tekstur tanah, dan pH H20 Kabupaten Muaro

Jambi untuk mengetahui jenis, tekstur tanah dan pH H20 yang dapat diperoleh dari Balai

Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian.

7. Data Kelembaban Kabupaten Muaro Jambi untuk mengetahui bagaimana kelembaban yang berada di Kabupaten Muaro Jambi. 8. Peta RTRW Kabupaten Muaro Jambi untuk

mengetahui tata letak RTRW yang berada di Kabupaten Muaro Jambi.

9. Data syarat tumbuh tanaman kakao untuk mengetahui syarat tumbuh yang sesuai untuk tanaman kakao.

(6)

4

10.Peta Land Surface Temperature (LST) untuk

mengetahui suhu udara yang berada di Kabupaten Muaro Jambi yang dihasilkan oleh pengolahan data melalui citra Landsat 8. Pengolahan Citra Landsat

Tahap pengolahan citra merupakan tahap pertama dalam pengolahan citra. Tahapan pengolahan citra ini meliputi koreksi geometrik, pemotongan citra, penentuan citra komposit, dan pengklasifikasian citra.

1. Koreksi Geometrik (Georeferencing)

Georeferencing merupakan proses pemberian sistem koordinat pada suatu objek gambar dengan cara menempatkan suatu titik kontrol terhadap suatu persimpangan antara garis lintang dan bujur pada gambar berupa objek untuk mengetahui posisi objek gambar yang tepat di permukaan bumi atau sesuai dengan sistem koordinat yang digunakan. Proses ini meliputi kegiatan pemberian koordinat pada citra dengan format TIFF. Koreksi geometrik ini bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik sehingga diperoleh citra yang mempunyai proyeksi dan koordinat yang ada di peta. Koordinat yang biasa digunakan adalah

Universal Transverse Mercator (UTM).

2. Pemotongan Citra (Cropping)

Kegunaan pemotongan citra adalah memperkecil ukuran file dari citra sehingga pemrosesan data menjadi lebih ringan dan cepat sesuai dengan kebutuhan data citra yang akan dianalisa dan agar mendapatkan daerah yang lebih fokus dan lebih terinci pada daerah tersebut.

3. Penentuan Komposit Citra

Penentuan komposit citra dilakukan dengan menggabungkan atau mengkompositkan saluran-saluran citra satelit karena pada setiap saluran yang telah terkompositkan akan memiliki warna masing-masing. Citra komposit dibuat untuk mendapatkan tampilan citra visual yang lebih optimal untuk mengidentifikasi bentuk lahan dengan menonjolkan detail bentuk permukaan bumi dengan memanfaatkan konfigurasi variasi nilai spektral dan penjaman, sehingga aspek-aspek morfologi, morfogenesis dan morfokronologi bentuk lahan diharapkan dapat diidentifikasi.

4. Pengklasifikasian Citra

Klasifikasi merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokkan setiap piksel citra digital multi spektral (multi band) ke dalam beberapa kelas berdasarkan

kriteria atau kategori objek. Klasifikasi citra ini bertujuan untuk mendapatkan kelas-kelas penutup/penggunaan lahan dengan mengelompokkan piksel-piksel dari citra.

Ground Check

Ground Check merupakan kegiatan

untuk membandingkan antara kenampakan obyek yang sama dilapangan sesuai karakteristiknya. Tahap pengecekan data di lapangan dilakukan pada setiap tutupan lahan yang berbeda dan mewakili seluruh tutupan yang ada di lokasi penelitian.

Pengolahan Land Suface Temperature (LST) LST dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan yang berbeda. (Faridah & Krisbiantoro, 2014). Proses ekstraksi suhu permukaan lahan dari citra Landsat 8 menggunakan perhitungan algoritma matematika. Salah satu algoritma yang cukup populer adalah Split Window Algorithm (SWA). SWA membutuhkan band 10 dan band 11 serta band 4 dan band 5 dari citra Landsat 8 untuk menyajikan informasi suhu permukaan lahan (Latif, 2014).

Pengolahan Data SRTM

Pada studi ini digunakan data SRTM resolusi 30 m dalam bentuk grid. Setiap grid pada berisi file data rupa muka bumi dalam bentuk numerik dan image. Pengolahan data SRTM pada penelitian ini dilakukan dengan proses interpolasi. Proses interpolasi ini dilakukan menggunakan metode slope yang tersedia didalam ArcGIS. Slope di dalam ArcGIS merupakan suatu tool yang disediakan khusus untuk pembuatan kemiringan lereng. Pengolahan Data Curah Hujan

Data curah hujan pada penelitian ini diperoleh dari Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VI. Data tersebut akan diolah menggunakan aplikasi ArcGIS 10.3 untuk menghasilkan sebuah peta curah hujan. Pembuatan peta curah hujan dilakukan dengan metode yang bernama Polygon Thiessen. Metode tersebut merupakan metode yang menentukan luas pengaruh daerah stasiun yang memiliki sebaran tidak merata. Cara ini dilakukan pada asumsi bahwa variasi hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya

(7)

5

adalah linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili kawasan terdekat (Suripin, 2004). Metode ini cocok jika stasiun hujan tidak tersebar merata dan jumlahnya terbatas dibanding luasnya. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan.

d. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang dikembangkan oleh FAO (1976). Metode evaluasi lahan yang digunakan adalah metode scoring dan overlay. Overlay merupakan proses menggabungkan beberapa layer-layer yang berbeda atau peta yang memuat informasi yang diisyaratkan atau dengan mencocokkan kriteria yang dikehendaki sesuai dengan syarat-syarat penentuan kesesuaian lahan dalam karakteristik lahan. Metode scoring merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kesesuaian lahan dengan cara pemberian skor/harkat terhadap masing-masing value parameter lahan untuk menentukan tingkat kemampuan lahannya. Langkah awal kerangka kerja dalam analisis ini adalah dengan cara

overlay peta suhu, peta kemiringan lereng, peta

tutupan lahan, peta pH tanah, peta drainase, peta tekstur tanah dan peta curah hujan untuk mendapatkan satuan peta lahan (SPL) yang digunakan sebagai satuan analisis data. Setelah satuan peta lahan diperoleh, kemudian dilakukan langkah scoring dengan skor skala yaitu hasil ukuran berupa angka (kuantitatif) antara karakteristik dan kualitas lahan tanaman kakao dengan syarat tumbuh tanaman kakao, sehingga akan diperoleh kelas-kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Teknik analisis scoring digunakan untuk memberikan nilai pada masing-masing karakteristik parameter dari sub-sub variabel agar dapat dihitung nilainya serta dapat ditentukan peringkatnya.

Penentuan interval pada setiap kelas tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

I= lebar kelas interval

R= jarak interval (skor tertinggi-skor terendah) N= jumlah kelas.

Berdasarkan scoring antara kualitas lahan dan syarat tumbuh tanaman kakao tersebut maka dapat diperoleh nilai skor untuk

menentukan tingkat kesesuaian lahannya yang dapat dibuat dalam berupa peta kesesuaian lahan tanaman kakao. Peta kesesuain lahan yang telah didapatkan akan dilakukan pencocokan dengan tutupan lahan yang terbaru yang ada di wilayah penelitian, hal ini diperlukan karena beberapa faktor harus dikeluarkan dari perhitungan kesesuaian lahan diantaranya perkebunan yang sudah ada di wilayah penelitian namun daerah tersebut cocok untuk ditanami tanaman kakao, sehingga area yang di lakukan penelitian benar-benar sesuai untuk dilakukan pengembangan tanaman kakao. Proses selanjutnya adalah membandingkan dengan peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Muaro Jambi untuk melihat area-area potensial yang dapat digunakan sebagai tempat pengembangan tanaman kakao. Pencocokan dengan peta RTRW perlu dilakukan agar wilayah yang ingin dilakukan pengembangan tidak mengganggu dengan rencana tata ruang wilayah yang dikembangan kan oleh pemerintah daerah.

Kriteria kesesuaian lahan tanaman kakao untuk masing-masing parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pedoman Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kakao

Sumber: Modifikasi Syarat Tumbuh Kakao (Djaenudin, dkk, 2011)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Gambaran Umum Kabupaten Muaro

Jambi

Kabupaten Muaro Jambi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang terletak antara 1o15’- 2o20’ Lintang Selatan dan di antara

I = 𝑅 𝑁 No Karakteristik Lahan S1 S2 S3 N 1 Temperatur (oC) 22 - 25 - 19 – 22 < 19 25 - 28 28 - 32 > 32 2 Kelerengan (%) < 8 8 - 16 16 – 30; 16 - 50 > 30; > 50 3 Curah Hujan (mm/tahun) 2.000 - 3.000 1.750 -2.000 1.500 - 1.750 < 1.500 3.000 - 3.500 3.500 – 4.000 > 4.000

4 Drainase Baik Sedang

Agak terhambat, agak cepat Terhambat, sangat terhambat, cepat 5 Kelembaban Udara (%) 45 - 80 80 – 90; 35 – 45 > 90; 30 - 35 < 30 6 Bahaya Erosi Sangat rendah Rendah - sedang Berat Sangat berat 7 Tekstur Tanah Halus, agak

halus, sedang - Agak kasar

Sangat halus, kasar

8 pH H20 5,3-6,0 6,0-6,5 > 6,5

(8)

6

103°10’ - 104°20’ Bujur Timur. Kabupaten Muaro Jambi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Batang Hari, secara resmi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mulai dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 1999. Peta administrasi Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Muaro Jambi

Sebagian besar wilayah dataran di Kabupaten Muaro Jambi berada pada ketinggian 10-100 meter di atas permukaan laut (74,95%) dan hanya sebagian kecil (25,05%) yang berada kurang dari 10 meter di atas permukaan laut dan dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi merupakan daerah dataran rendah. b. Parameter Kesesuaian Lahan Tutupan Lahan

Klasifikasi tutupan lahan yang diidentifikasikan mengacu pada hasil pengecekan lapangan dan klasifikasi tutupan lahan tahun 2018 yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Batanghari. Klasifikasi tutupan lahan dengan interpretasi visual dilakukan dengan digitasi pada layar komputer menggunakan tampilan komposit RGB band 654 yang memberikan variasi informasi yang lebih beragam berdasarkan nilai OIF dan mencakup band gelombang pendek inframerah, inframerah dekat, dan sinar tampak yang sesuai untuk mendeteksi tutupan lahan (Jaya,2010). Susunan Kombinasi band 6 (SWIR-1) diletakkan pada

gun red, band 5 (NIR) diletakkan pada gun green, dan band 4 diletakkan pada gun blue

untuk menghasilkan kenampakan visual mendekati warna alami.

Tutupan lahan berperan penting dalam menentukan tersedianya lahan dan memahami keruangan suatu objek penelitian. Dengan adanya tutupan lahan maka dapat membantu untuk menentukan pengembangan suatu wilayah. Data tutupan lahan Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tutupan Lahan Kabupaten Muaro Jambi

Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Hutan Rawa 46.518,8 9,04 Hutan Tanaman 12.320,29 2,39 Badan Air 5.381,31 1,05 Belukar 4.249,45 0,83 Belukar Rawa 52.863,29 10,28 Tanah Terbuka 16.222 3,15 Perkebunan 144.539,09 28,10 Pemukiman 16.315,78 3,17 Pertanian Lahan Kering 414.69,36 8,06 Pertanian Lahan Kering Campur 174.574,12 33,93 Total 514.453,49 100 Sumber: Hasil Analisis Citra Landsat 8 (2018)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa Kabupaten Muaro Jambi didominasi oleh pertanian lahan kering campur dengan luas 174.574,12 ha atau 33,93% dari total luasan wilayah Kabupaten Muaro Jambi dan perkebunan dengan luasan 144.539,09 ha atau 28,10% dari total luasan wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Hal tersebut dikarenakan perkebunan merupakan sektor primadona di Kabupaten Muaro Jambi, dimana perkebunan menjadi penyumbang terbesar dalam pdrb kabupaten tahun 2015 (Badan Pusat Statistik, 2015). Peta pesebaran tutupan lahan Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 2.

(9)

7

Gambar 2. Tutupan Lahan Kabupaten Muaro Jambi

Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng yang digunakan pada daerah penelitian didapatkan dari hasil intepretasi data Shuttle Radar Topography

Mission (SRTM) yang memiliki kelas

kemiringan lereng yang beragam. Kemiringan lereng tersebut memiliki kelerengan yang landai hingga sangat curam. Peta kemiringan lereng dibuat secara digital dengan mengklasifikasikan data SRTM menjadi kemiringan lereng dalam bentuk persen (%). Sebaran kemiringan lereng Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kemiringan Lereng Kabupaten Muaro Jambi

Bentuk Lahan

Kemiringan Lereng (%)

Luas (ha) Persentase (%) Datar 0-8 510.625,93 94,27 Landai 8-15 17.074,23 3,15 Agak Curam 15-25 8.249,93 1,52 Curam 25-45 4.676,45 0,86 Sangat Curam >45 1.035,19 0,19 Total 541.611,73 100

Sumber: Hasil analisis SRTM (2014)

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa Kabupaten Muaro Jambi memiliki lima kategori kelas kemiringan lereng yaitu kemiringan lereng 0-8% dengan luas 510.625,93 ha, kemiringan lereng 8-15% dengan luas 17.074,23 ha, kemiringan lereng 15-25% dengan luas 8.249,93 ha, kemiringan lereng 25-45% dengan luas 4.676,45 ha, dan kemiringan lereng >45% dengan luas 1.035,19 ha. Kabupaten

Muaro Jambi termasuk wilayah yang mendominasi datar karena Kabupaten Muaro Jambi merupakan Kabupaten dengan landform rawa, gambut, dataran tektonik, dan dataran vulkanik tua (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2016). Peta sebaran kemiringan lereng Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kemiringan Lereng Kabupaten Muaro Jambi

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa analisis data SRTM pada daerah penelitian menunjukkan nilai kelerengan terendah adalah 0-8% dan kelerengan tertinggi adalah >45%. Tinggi rendahnya kemiringan lereng dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat. Semakin curam lereng maka produksi kakao akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena semakin miring suatu lahan maka semakin besar volume air yang dapat mengalir di permukaan tanah sehingga dapat menimbulkan terjadinya erosi. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah tingkat kemiringan lereng maka produktivitas tanah akan semakin baik karena kemungkinan terjadinya erosi dapat diperkecil (Liyanda et al, 2012).

Curah Hujan

Tanaman kakao merupakan tanaman tahunan yang tumbuh didaerah tropis dan sangat peka terhadap kekurangan air atau cekaman lengas (stress). Perubahan pada pola curah hujan seperti lebih lebatnya atau bahkan berkurangnya air hujan yang turun dapat mengakibatkan gugurnya bunga kakao sehingga mengurangi buah yang akan di produksi. Pembungaan sangat berkurang apabila tanaman mengalami stress. Menurunnya pembungaan ini menurut Sale cit. Alvian (1984) disebabkan oleh terhambatnya

(10)

8

perkembangan tunas bunga. Sebaran curah hujan tahunan Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Curah Hujan Tahunan Kabupaten Muaro Jambi

Curah Hujan (mm/tahun)

Luas (ha) Persentase (%) 2000-3000 268.259,56 49,53 1500-1750 255.212,34 47,12 <1500 18.189,81 3,36 Total 541.661,71 100

Sumber: Hasil Analisis Curah Hujan Tahunan (2019-2015)

Berdasarkan Tabel menunjukkan bahwa curah hujan di Kabupaten Muaro Jambi memiliki 3 klasifikasi yaitu curah hujan <1500 mm/tahun dengan luas 18.189,81 ha atau 3,36%, curah hujan 1500-1750 mm/tahun dengan luas 255.212,34 ha atau 47,12%, dan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dengan luas 268.259,56 ha atau 49,53%. Curah hujan yang melebihi 4500 mm/tahun kurang baik karena berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah. Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1200 mm/tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010). Peta curah hujan Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta Curah Hujan Kabupaten Muaro Jambi

Hasil peta curah Kabupaten Muaro Jambi didapatkan dari data Balai Wilayah Sungai VI (BWS) Sumatera dengan menggunakan metode

Polygon Thiessen. metode polygon thiessen

banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan apabila dalam suatu kawasan stasiun pengamatan curah hujannya tidak tersebar merata. Metode ini termasuk memadai untuk menentukan curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan oleh sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah pengamatan. Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi didalamnya (Bayong, 2004).

Hasil analisis curah hujan dominan yang terjadi pada daerah penelitian yaitu curah hujan 2000-3000 mm/tahun dengan luas 268.259,56 ha dengan kriteria kesesuaian S1 (sangat sesuai) untuk dilakukan pengembangan tanaman kakao pada wilayah Kecamatan Sekernan, Maro Sebo, Jambi Luar Kota, Mestong, Bahar Utara, Sungai Bahar, dan Bahar Selatan.

pH Tanah

pH tanah termasuk dalam sifat kimia tanah yang berpengaruh untuk pertumbuhan tanaman kakao. Tanaman kakao membutuhkan tanah yang kaya akan bahan-bahan organik dan memiliki pH sekitar netral.

pH tanah bisa dijadikan sebagai indikator tersedianya unsur hara di dalam tanah. Walaupun kisaran pH 4,0-8 tanaman kakao masih dapat tumbuh, tetapi tanaman kakao akan lebih baik tumbuh pada kisaran pH netral (6,0-7,0) (T. Wahyudi ; T.R Panggabean ; Pujiyanto, 2008). Sebaran pH tanah Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat Tabel 5.

Tabel 5. pH Kabupaten Muaro Jambi pH Tanah Luas (ha) Persentase

(%) Masam 206.946,15 38,62 Sangat Masam 328.886,81 61,38 Total 535.832,96 100

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian (2016)

Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi memiliki 2 tingkat keasamaan tanah yaitu sangat masam (ph <4,5) dengan luas 328.886,81 ha atau 61,38 % dan masam (ph 4,5-5,5) dengan luas 206.946,15 ha

(11)

9

atau 38,62%. Hal tersebut dikarenakan Kabupaten Muaro Jambi landform rawa dan gambut. Peta pH tanah dapat lihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Peta pH Kabupaten Muaro Jambi Hasil peta pH tanah Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan daerah yang memiliki pH tanah sangat masam mendominasi berada di Kecamatan Kumpeh dan pH tanah masam mendominasi berada di Kecamatan Bahar Utara, Mestong, dan Kecamatan Bahar Selatan. Suhu Udara

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman kakao. Suhu seringkali dinyatakan sebagai dalam derajat suhu. Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian suatu tempat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1994) yang menyatakan pada kenyataannya bumi merupakan sumber pemanas, sehingga semakin tinggi suatu tempat semakin rendah suhunya.

Sementara itu menurut Sutanto (1994), suhu permukaan didefenisikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. Suhu permukaan suatu objek tidak sama tergantung pada sifat fisik permukaan objek. Suhu permukaan dapat diperoleh dari pengolahan citra landsat 8 yang memiliki dua saluran termal yang dibawa oleh sensor Thermal Infrared Sensor (TIRS) yaitu saluran band 10 dan band 11. Salah satu pengaplikasian dari citra Landsat 8 TIRS adalah untuk mengestimasi nilai Land Surface Temperature (LST).

LST dapat diartikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan wilayah yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan (Faridah dan Krisbiantoro,2014). Proses pengolahan suhu permukaan dari citra Landsat 8 menggunakan

perhitungan algoritma matematika. Salah satu algoritma tersebut adalah Split Window Algorithm (SWA) karena mampu meminimalisir

pengaruh atmosfer yang diterima oleh citra dalam pengolahan suhu permukaan (Du et al, 2015; Peres & Da Camara, 2005; Wan et al, 2004; Watson, 1992). Persebaran suhu udara Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Suhu Udara Kabupaten Muaro Jambi Suhu

Udara

Luas (ha) Persentase (%) <19 °C 373.146,95 68,92% 19-22 °C 167.283,24 30,90% 22-25 °C 1.022,7 0,19% Total 541.432,89 100,00% Sumber: Hasil Analisis Citra Landsat 8 (2018) Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa Kabupaten Muaro Jambi memiliki suhu udara yang bervariasi yaitu 13°C - 25°C. Rendahnya suhu sehingga menghasilkan nilai minus dikarenakan ada beberapa daerah yang citranya tertutupi oleh awan. Tinggi rendahnya suhu udara sangat dipengaruhi oleh banyak atau tidaknya awan yang terdapat pada citra Landsat 8. Semakin banyak terdapat awan yang menutupi citra maka semakin rendah suhu yang diekstrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Adi Sediyo A (2019) yang menyatakan citra Landsat 8 TIRS yang digunakan sebaiknya memiliki kualitas dengan tutupan awan 5% karena jika lebih dari nilai tersebut citra tidak maksimal untuk digunakan dalam proses ekstrasi suhu permukaan. Peta sebaran suhu udara Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Peta Suhu Udara Kabupaten Muaro Jambi

(12)

10

Berdasarkan hasil analisis LST Kabupaten Muaro Jambi diperoleh nilai minimum dan maksimum LST. Nilai maksimum LST adalah 25oC dan nilai minimum LST adalah

13oC. Analisis yang telah dilakukan terhadap

proses pengolahan LST untuk daerah Kabupaten Muaro Jambi adalah citra yang paling minimum adanya awan.

Suhu udara pada daerah penelitian dikelompokkan menjadi lima kelas kesesuian lahan yaitu kelas S1 (sangat sesuai) adalah suhu 22°C - 25oC dengan luas 1.022,7 ha, kelas S3

(sesuai marginal) adalah suhu 19°C - 22oC

dengan luas 167.283,24 ha, dan Kelas N (tidak sesuai) adalah suhu 13°C - 19oC dengan luas

373.146,95 ha. Tekstur Tanah

Tekstur tanah termasuk salah satu dari sifat fisik tanah yang merupakan syarat tumbuh tanaman kakao. Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah, yaitu pasir, debu, dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanah. Tekstur tanah nyata memengaruhi daya dukung terhadap tanaman kakao. Semakin tinggi kadar lempungnya, semakin rendah daya dukungnya terhadap pertumbuhan kakao (Hardjono, 1986). Persebaran tekstur tanah Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Tekstur Tanah Kabupaten Muaro Jambi Tekstur

Tanah

Luas (ha) Presentase (%) Agak Halus 117.661,58 21,96 Halus 146.559,3 27,35 Sedang 9.532,61 1,78 Hemik 254.645,77 47,52 Saprik 7.433,71 1,39 Total 535.832,97 100

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian (2016)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa Kabupaten Muaro Jambi memiliki tekstur tanah yang bervariasi yaitu halus hingga sedang dan memiliki tekstur tanah gambut yang memiliki kematangan gambut saprik (matang) dan hemik (setengah matang). Tekstur tanah yang agak halus merupakan tekstur tanah yang

mengandung lempung berliat, lempung liat berdebu, dan lempung liat berpasir, tekstur tanah halus merupakan tekstur tanah yang mengandung liat, liat berdebu, dan liat berpasir, dan tekstur tanah sedang merupakan tekstur tanah yang mengandung lempung, debu, lempung berdebu, dan lempung berpasir (Hikmatullah et al, 2014) sedangkan tekstur tanah gambut dengan tingkat kematangan saprik (matang) merupakan gambut yang tertinggal dalam tangan (lebih dari dua pertiga yang lolos) setelah diremas dan tesktur tanah gambut dengan tingkat kematangan hemik (setengah matang) merupakan gambut yang tertinggal sekitar 50% dalam tangan setelah diremas. Peta perseberan tekstur tanah Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Peta Tekstur Tanah Kabupaten Muaro Jambi

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa Kabupaten Muaro Jambi memiliki tekstur tanah gambut hemik yang cukup mendominasi dengan luas 254.645,77 ha di daerah Kecamatan Kumpeh dan Kecamatan Sungai Gelam. Lahan gambut mempunyai karakteristik (baik fisik maupun kimia) yang berbeda dengan tanah mineral, sehingga untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan lahan, diperlukan penangan yang bersifat spesifik. Drainase

Drainase merupakan salah satu faktor penting dalam proses produktivitas kakao di suatu wilayah. Drainase adalah suatu usaha untuk membuang kelebihan air secara alami atau buatan dari permukaan tanah atau dari dalam tanah untuk menghindari pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Tumbuhnya kakao diperlukan struktur tanah

(13)

11

yang gembur dan kondisi drainase yang baik. Kondisi drainase Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi Drainase Kabupaten Muaro Jambi

Kondisi Drainase

Luas (ha) Persentase (%) Baik 207.066,12 38,64 Terhambat 3.940,78 0,74 Sangat Terhambat 324.826,07 60,62 Total 535.832,97 100

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian (2016)

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa Kabupaten Muaro Jambi memiliki kondisi drainase yang bervariasi mulai dari kondisi yang baik hingga sangat terhambat. Kondisi Drainase yang mendominasi di Kabupaten Muaro Jambi adalah kondisi drainase baik dengan luas 207066,12 ha atau 38,64% dan sangat terhambat dengan luas 324826,07 ha atau 60,62%. Peta persebaran drainase Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Peta Drainase Kabupaten Muaro Jambi

Hasil peta drainase menunjukkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi dominan memiliki kondisi drainase sangat terhambat di daerah Kecamatan Kumpeh, Taman Rajo, Kumpeh Ulu, dan Sungai Gelam. Hal tersebut dikarenakan didaerah tersebut termasuk dalam landform rawa termasuk hutan rawa dan belukar rawa. Rawa merupakan dataran rendah yang selalu tergenang air, baik bersifat sementara maupun

sepanjang waktu dan memiliki aerasi tanah yang rendah (Effendy, 2011).

c. Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao Analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao dilakukan dengan melakukan overlay (tumpeng tindih) masing-masing parameter yang digunakan pada penelitian ini (kemiringan lereng, suhu udara, curah hujan, tutupan lahan, keasaman tanah (pH), tekstur tanah, dan drainase) yang kemudian memberikan skor dan bobot pada setiap parameter.

Berdasarkan proses overlay dan scoring dihasilkan total skor tiap area yaitu nilai maksimal dengan total skor dan nilai minimal total skor. Sehingga diperoleh interval (I) yaitu:

𝑖 =𝑅

𝑁

𝑖 =28 − 7

7 𝑖 = 3

Berdasarkan hasil analisis scoring

diperoleh empat kelas interval kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Interval pada setiap total skor dari tingkat kesesuaian lahan tanaman kakao dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Interval Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kakao Kelas Satuan Lahan Total Skor Kriteria Kesesuaian I 28-26 S1(sangat sesuai) II 25-23 S2 (sesuai)

III 22-20 S3(sesuai marginal)

IV 19-17 N (tidak sesuai)

Sumber: Hasil analisis perhitungan lebar interval

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa hasil analisis scoring pada daerah penelitian, kelas kesesuaian lahan diklasifikasikan menurut struktur FAO (1976) yaitu kelas S1 adalah interval 28-26, kelas S2 adalah interval 25-23, kelas S3 adalah interval 22-20, kelas N adalah 19-17.

(14)

12

Kesesuaian Lahan Aktual

Kesesuaian Lahan Aktual merupakan kesesuaian yang dilakukan pada iklim dan kondisi penggunaan lahan sekarang, tanpa masukan perbaikan pada parameternya. Pada penelitian ini untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan yaitu masing-masing atribut peta satuan lahan dibandingkan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan. Setelah seluruh data terkumpul, tahap selanjutnya adalah mengadakan evaluasi berdasarkan data yang diperoleh. Pada penelitian ini evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kakao di Kabupaten Muaro Jambi. Metode yang digunakan adalah metode scoring. Analisis kesesuaian lahan dengan metode scoring dilakukan dengan memberikan bobot dan skor pada masing-masing parameter fisik (tingkat kelerengan lahan, suhu udara, tekstur tanah, keasaman (pH) tanah, drainase, curah hujan dan tutupan lahan. Pemberian bobot dan pada tiap variabel bergantung pada tingkat pengaruhnya tehadap penggunaan lahan. Setiap satuan lahan memiliki kriteria yang berbeda berdasarkan masing-masing parameter fisik. Berdasarkan hasil overlay (peta tekstur tanah, peta kemiringan lereng, peta suhu udara, peta pH tanah, peta curah hujan, peta drainase dan tutupan lahan) dan analisis scoring maka diperoleh peta kesesuaian lahan aktual tanaman kakao Kabuapaten Muaro Jambi yang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kesesuaian Lahan Aktual Kelas

Kesesuaian Lahan

Luas (Ha) Persentase (%) S1(sangat sesuai) 157.141,15 29,18 S2 (sesuai) 55.641,64 10,33 S3(sesuai marginal) 67.932,64 12,62 N(tidak sesuai) 257.755,87 47,87 Total 538.471,3 100

Sumber: Hasil analisis scoring dan overlay Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk tanaman kakao yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan yang sesuai untuk dilakukan pengembangan tanaman kakao yaitu kelas S1

(sangat sesuai) dan S2 (sesuai) dengan luas 212.782,29 ha atau 39,51% dari luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Pada lahan kelas kesesuaian S3 (sesuai marginal) atau disebut juga dengan kelas lahan kurang sesuai yang harus dilakukan usaha perbaikan agar dapat ditanami kakao. Peta kesesuaian lahan tanaman kakao di Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Peta Kesesuaian Lahan Aktual Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa hasil kesesuaian lahan aktual tanaman kakao Kabupaten Muaro Jambi yang mendominasi adalah kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dengan luas 257.755,87 ha atau 47,81% pada Kecamatan Kumpeh.

Kesesuaian Lahan Potensial (Lahan Existing & RTRW Kabupaten Muaro Jambi)

Kesesuaian lahan potensial diperoleh setelah hasil kesesuaian lahan aktual didapatkan dan dilakukan terhadap rencana tata ruang wilayah dengan tujuan agar pengembangan tanaman kakao tidak dilakukan pada kawasan yang tidak sesuai peruntukkannya seperti kawasan lindung. Rencana tata ruang wilayah yang digunakan adalah pola ruang Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014-2034.

Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya terdiri dari hutan produksi konversi, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, kawasan hortikultura, kawasan perikanan, kawasan perikanan kolam, pertambangan batu bara, dan perkebunan. Kawasan lindung terdiri dari hutan lindung, kawasan resapan air, sempadan danau, sempadan sungai, sudetan, taman hutan raya

(15)

13

tanjong, dan tamana nasional berbak. Peta rencana tata ruang wilayah Kabupaten Muaro Jambi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Peta Pola Ruang Kabupaten Muaro Jambi

Berdasarkan peta pola uang Kabupaten Muaro Jambi diketahui bahwa wilayah Kabupaten Muaro Jambi di dominasi oleh perkebunan. Perbandingan kesesuaian lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dilakukan untuk melihat keadaan yang terjadi secara aktual di daerah penelitian, perbandingan dilakukan dengan menghitung setiap parameter dengan data yang telah di hasilkan. Data dan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2014-2034 didapatkan melalui Kementrian Agraria dan Tata Ruang. Berdasarkan hasil overlay antara kesesuaian lahan aktual dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muaro Jambi maka diperoleh empat kategori kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman Kakao. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman kakao dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Kakao Kabupaten Muaro Jambi

Kelas Kesesuaian Lahan

Luas (ha) Persentase (%) S1 108.859,44 20,11 S2 33.738,19 6,23 S3 33054,06 6,10 N 365779,86 67,56 Total 541431,55 100

Sumber: Hasil overlay aktual dengan RTRW Berdasarkan hasil analisis overlay pada Tabel 21 menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan

yaitu S1 dengan luas 108859,44 ha atau 20,11% maka terdapat perbandingan sekitar 48.281,71 ha yang berkurang dari kesesuaian lahan aktual, hal ini diakibatkan kawasan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan tanaman kakao dikeluarkan kawasannya. Peta kesesuaian lahan potensial tanaman kakao dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta Kesesuaian Lahan Potensial Berdasarkan Gambar 11 menunjukkan bahwa Kabupaten Muaro Jambi di dominasi kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai) setelah dilakukan proses overlay antara kesesuaian lahan aktual dan data Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Muaro Jambi dengan luas 365.779,86 ha pada Kecamatan Kumpeh dan Sungai Gelam sedangkan kelas kesesuaian S1 dan S2 yang dapat dilakukan pengembangan tanaman kakao dengan luas 142.597,63 ha pada Kecamatan Sekernan, Mestong, Bahar Utara, dan Bahar Selatan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Wilayah Kabupaten Muaro Jambi sesuai untuk dijadikan pengembangan tanaman kakao di beberapa wilayah kecamatan Kabupaten Muaro Jambi. Kecamatan yang tergolong potensial untuk dilakukan pengembangan tanaman kakao adalah pada semua kecamatan namun pada Kecamatan Sekernan dan Kecamatan Mestong yang lebih memiliki peluang lebih tinggi untuk dilakukan pengembangan tanaman kakao karena pada wilayah tersebut memiliki kelerengan yang datar, drainase yang baik,

(16)

14

curah hujan yang sedang, tekstur tanah yang mendukung dalam pertumbuhan tanaman kakao.

2. Tingkat kesesuaian lahan terbagi menjadi dua, yaitu kesesuaian lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual memiliki empat kelas yaitu S1 (sangat sesuai) dengan luas 157141,15 ha, S2 (sesuai) dengan luas 55.641,64 ha, S3 (sesuai marginal) dengan luas 679.32,64 ha, dan N (tidak sesuai) dengan luas 257.755,87 ha sedangkan kesesuaian lahan potensial juga memiliki empat kelas yaitu S1 (sangat sesuai) dengan luas 108.859,44 ha, S2 (sesuai) dengan luas 33.738,19 ha, S3 (sesuai marginal) dengan luas 33.054,06 ha, dan N (tidak sesuai) dengan luas 365.779,86 ha. b. Saran

Hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan pengembangan budidaya tanaman kakao di wilayah Kecamatan Sekernan, Kecamatan Mestong, Kecamatan Sungai Gelam, Kecamatan Bahar Utara, Kecamatan Sungai Bahar, dan Kecamatan Bahar Selatan karena di wilayah tersebut yang memiliki peluang lebih tinggi dilakukannya pengembangan budidaya tanaman kakao di Kabupaten Muaro Jambi namun harus tetap menerapkan aspek lingkungan yang berhubungan dengan konservasi lahan dan tanah gambut.

.DAFTAR PUSTAKA

Adi Sediyo, A. 2019. Pemanfaatan Metode Split-Windows Algorithm (SWA) Pada Landsat 8 Menggunakan Data Uap Air Modis Terra.

Alvin P. De T. 1984. Flowring of Cocoa. Cocoa Growers.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2016. Klasifikasi Tanah Nasional. Kementrian Pertanian.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2017. Statistik Kakao Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik Muaro Jambi. 2015. Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi. Muaro Jambi.

Bayong Tjasyono HK. 2004. Klimatologi. Bandung: Institut Pertanian Bogor. Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2015.

Produktivitas Kakao Provinsi Jambi Menurut Kabupaten Tahun 2015. Jambi. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2018. Statistik

Perkebunan Indonesia Komoditas Kakao 2017-2019. Jakarta.

Du, C., Ren,H., Qin, Q., Meng,J., & Zhao, S. 2015. A Practical Split-Window Algorithm For Estimating Land Surface Temperature From Landsat 8 Data. Remote Sensing.

Effendy. 2011. Drainase Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan Rawa. Politeknik Negeri Sriwijaya

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome. Faridah, S, N., & Krisbiantoro, A. 2014. Analisis

Distribusi Temperatur Permukaan Tanah Wilayah Potensi Panas Bumi Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh di Gunung Lamongan. Tiris-Probolinggo, Jawa Timur. Berkala Fisika, Vol 17, No.2, 67-72.

Goenadi DH, Baon JB, Herman PA. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tata Guna

Lahan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hikmatullah, Suparto, C. Tafakresnanto, Sukarman, Suratman dan K. Nugroho. 2014. Petunjuk Teknis Survei dan Pemetaan Sumberdaya Tanah Tingkat Semi Detail Skala 1:50.000. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

(17)

15

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 34 hal.

Hutapea, S. 1991. Evaluasi Metode Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Kakao Lindak di Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Jaya, INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor: Institus Pertanian Bogor.

Latif, M. S. 2014. Land Surface Temperature Retrival Of Landsat 8 Data Using Split Window Algorithm- A Case Study of Ranchi District. International Journal of Engineering Development and Research (IJEDR), Volume 2, Issue 4, 3840-3849. Liyanda, M., Karim, A & Abubakar, Y. 2012. Analisis Kriteria Kesesuaian Lahan Terhadap Kakao Pada Tiga Klaster Pengembangan Di Kabupaten Pidie. Misnawi, Pujiyanto, dan Teguh Wahyudi. 2015.

Kakao (Sejarah, Botani, Proses Produksi, Pengolahan, dan Perdagangan). Gajah Mada University Press.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2010. Budidaya dan Pascapanen Kakao. Bogor.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyudi, T. R. Panggabean, dan Pujianto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Pedoman Klasifikasi Kesesuaian Lahan  Kakao
Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Muaro  Jambi
Tabel 3. Kemiringan Lereng Kabupaten Muaro  Jambi
Gambar 4. Peta Curah Hujan Kabupaten Muaro  Jambi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk budidaya tanaman kentang termasuk kelas tidak sesuai / Neh seluas 156,54 ha dan kelas kesesuaian lahan potensial termasuk kelas

Untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2031, Kabupaten Muaro Jambi membutuhkan sawah dan lahan kering masing- masing seluas 30.545 ha dan 1.064 ha, sehingga potensi lahan

Berdasarkan peta ZAE (Zona Agro Ekologi), Kabupaten Muaro Jambi memiliki potensi yang sangat besar untuk pertanian lahan basah dengan anjuran sistem intensifikasi tanaman padi

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahuikesesuaian lahan aktual danbagaimana kesesuaian lahan potensial setelah diadakan perbaikan atau tindakan konservasi

Kelas kesesuaian lahan aktual untuk budidaya tanaman kentang termasuk kelas tidak sesuai / Neh seluas 156,54 ha dan kelas kesesuaian lahan potensial termasuk kelas

Kesesuaian lahan potensial untuk pengembangan tanaman kakao di Kecamatan Malangke Barat dari semua unit lahan setelah dilakukan perbaikan dengan pembuatan irigasi,

Dari hasil kesesuaian lahan secara aktual yang telah dilakukan, maka kita dapat menentukan kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman jeruk di kecamatan

Kesesuaian lahan untuk dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan tanaman lada Evaluasi kesesuaian lahan yang memiliki tujuan untuk mengetahui kondisi aktual dan potensial lahan,