• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Supervisi Klinis (Kelompok 2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Supervisi Klinis (Kelompok 2)"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

SUPERVISI KLINIS

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Supervisi dan Evaluasi Pendidikan

Oleh Kelompok 2

EVA FARISIA 7616130503

FENTI UTAMI 7616130505

JOTTAN SAKERENGAN 7616130511

TUJUAN SIMANJUNTAK 7616130539

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN S2

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan daya dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Supervisi Klinis”. Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas kelompok pada mata kuliah Supervisi dan Evaluasi Pendidikan pada program studi Manajemen Pendidikan, Program Pascasarjana UNJ.

Penulisan makalah ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Dr. Neti Karnati, M.Pd., sebagai dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan segala ilmunya dalam mata kuliah ini.

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf atas segala kekurangan dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca sehingga pada karya-karya selanjutnya akan semakin membaik.

Jakarta, 24 April 2014

(3)

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1 B. Rumusan Masalah……….. 2 C. Tujuan……… 2

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual……… 3

B. Karakteristik Supervisi Klinis……… 5

C. Tujuan Supervisi Klinis... 5

D. Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis... 7

E. Sasaran Supervisi Klinis... 8

F. Pelaksanaan Supervisi Klinis... 9

G. Penerapan Supervisi Klinis dalam Proses Pembelajaran... 14

H. Kendala Pelaksanaan Supervisi Klinis... 14

BAB III ANALISIS ARTIKEL Analisis Artikel... 16

BAB IV PENUTUP Kesimpulan... 34

Saran ... 34

(4)
(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, terutama Bab II pasal 6, yang mengatakan “ kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Pernyataan tersebut diperkuat oleh PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, yang mengisyaratkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama, mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada setiap jenjang pendidikan formal, informal serta non formal.

Tugas seorang guru yang dilakukan secara continu bertahun-tahun kurang mendapat koreksi dan pembinaan yang tepat dan wajar dari siapapun. Kegiatan memberikan bantuan kepada guru dalam pertumbuhan jabatannya sebagai guru disebut supervisi dan orang yang berfungsi memberi bantuan tersebut biasanya disebut supervisor.

Supervisi klinis merupakan bantuan bagi guru dalam memperbaiki dan meningkatkan keterampilan mengajarnya dan dapat dilaksanakan untuk kepentingan calon guru dalam pendidikan pra-jabatan maupun latihan dalam jabatan.

Supervisi klinis pada prinsipnya dilaksanakan bersama dengan pengajaran mikro dan terdiri dari tiga kegiatan pokok yaitu : pertemuan pendahuluan, observasi mengajar dan pertemuan balikan. Hal ini juga berguna bagi guru untuk memperoleh pengetahuan, kesadaran dan menilai tingkah laku profesinya sendiri. Pendekatan yang dilakukan dalam proses supervisi klinis adalah pendekatan profesional dan humanistis. Program supervisi klinis hendaknya terus dapat dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan guna meningkatkan profesionalisme guru.

(6)

2

Dalam perkembangan pendidikan saat ini supervisi klinis sangat dibutuhkan untuk membantu memecahkan masalah pendidikan, terutama masalah yang berhubungan dengan keterampilan megajar guru. Supervisi klinis mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris dkk di Universitas Harvard tahun 1982. Pada dasarnya ada beberapa asumsi dasar pentingnya penggunaan atau pelaksanaan praktek supervisi klinis di sekolah, yaitu : pertama pengajaran sebagai aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara hati-hati, kedua guru yang profesional menginginkan pengembangan karirnya melalui cara-cara yang kolegial yang bersifat autoritorian.

Dari berbagai gambaran yang dikemukakan di atas dapat dikatakan bahwa supervisi klinis pada dasarnya merupakan pembinaan kinerja guru dalam mengelola proses belajar mengajar.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini membahas masalah seputar supervisi klinis dan hal-hal yang terkait dalam proses pembelajaran, antara lain :

1. Bagaimanakah karakteristik supervisi klinis? 2. Apakah sasaran supervisi klinis ?

3. Bagaimanakah pelaksanaan supervisi klinis?

4. Bagaimanakah penerapan supervisi klinis dalam pembelajaran? 5. Bagaimanakah kendala pelaksanaan supervisi klinis?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini untuk membahas mengenai apa yang ada dalam rumusan masalah, sehingga pembaca akan mengetahui mengenai :

1. Karakteristik supervisi klinis 2. Sasaran supervisi klinis

3. Bagaimana pelaksanaan supervise klinis

4. Penerapan supervisi klinis dalam pembelajaran 5. Kendala pelaksanaan supervise klinis

(7)

3

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Konseptual

Sejak tahun 1980-an di Indonesia diperkenalkan istilah supervisi klinis atau sering disebut supervisi pengajaran. Supervisi klinis, mula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Cogan, Goldhammer, dan Weller di Universitas Harvard pada akhir dasawarsa lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan. 1

Dari segi etimologi kata “supervise” diambil dari kata “ super” yang artinya memiliki kelebihan tertentu, seperti kelebihan dalam pangkat, dan kualitas, sedangkan “visi” artinya melihat atau menguasai, dan secara terminologi pengertian supervise adalah “suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama. ”Sedangkan kata “klinis” yaitu perbaikan atau pembinaan dan menurut kamus bahasa Indonesia “klinis” berarti pengamatan, pelayanan.

Cogan mendefinisikan supervisi klinis sebagai berikut:

The rational and practice designed to improve the teacher’supervision classroom performance. It takes its principal data from the events of the classroom. The analysis of these data and the relationships between teacher and supervisor from the basis of the program, procedures, and strategies designed to improve the student’supervisi learning by improving the teacher’supervisi classroom behavior.2

Sesuai dengan pendapat Cogan ini, supervisi klinis pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid.

Cogan sendiri menekankan aspek supervisi klinis pada lima hal, yaitu (1) proses supervisi klinis, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3) performansi

1

Moch Rivai, Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Jammers, 1987), h. 78. 2

(8)

4

calon guru dalam mengajar, (4) hubungan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.

Sedangkan menurut Richard Waller defenisi supervisi klinis yaitu :

Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the improvement of instruction by means of systematic cycles of planning, observation and intensive intellectual analysis of actual teaching performances in the interest of rational modification.3

Pernyataan tersebut dapat diartikan sebagai supervisi klinis adalah supervise yang difokuskan pada peningkatan arahan melalui siklus sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi rasional. Menurut Snyder dan Anderson supervisi klinis dapat diartikan sebagai suatu teknologi perbaikan pengajaran, tujuan yang dicapai dan memadukan kebutuhan sekolah dan pertumbuhan personal.4 Supervisi klinis merupakan suatu model supervisi untuk menyelesaikan masalah tertentu yang sudah diketahui. Supervisi klinis merupakan sistem bantuan dari dalam kelas yang dirancang untuk memberikan bantuan langsung kepada guru.

Supervisi klinis diharapkan dapat memperkecil jurang yang tajam antara “perilaku nyata” dan“perilaku ideal” para guru terutama dalam rangka peningkatan kualitas dan kemampuan para guru memecahkan berbagai persoalan, karena seringkali para guru menghadapi inovasi-inovasi pendidikan. Supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan bertujuan membantu pengembangan profesional guru/calon guru, dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku tersebut.

Keith Achession dan Meredith D.Call, menyatakan bahwa supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar yang ideal.5 Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membentu pengembangan profesional guru khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut.

3 Susan Sullivan, Supervision that Improves Teaching and Learning (California:Corwin, 2009), h. 121. 4

Syaiful sagala, Supervisi Pembelajaran (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 193. 5

(9)

5

B. Karakteristik Supervisi Klinis

Untuk memandu pelaksanaan supervisi klinis bagi supervisor dan guru diperlukan karakteristik agar arah yang ditempuh sejalan dengan rencana program yang dtentukan sebelumnya. Goldhammer, Anderjaw, dan Krajewski mengungkapkan karakteristiknya sebagai berikut:

1. Merupakan teknologi untuk meningkatkan arahan/instruksi.

2. Merupakan kegiatan yang disengaja untuk masuk ke dalam proses arahan.

3. Berorientasi pada tujuan, memadukan antara kebutuhan sekolah dengan kebutuhan personal yang bekerja dalam lingkup sekolah.

4. Supervisi ini beranggapan bahwa hubungan pekerjaan yang profesional terjadi antara guru dengan supervisor.

5. Hal ini memerlukan derajat kepercayaan antar sesama yang tinggi dan direfleksikan dalam pengertian dengan sesama, dukungan, dan komitmen untuk terus berkembang.

6. Sistematis, namun supervisi ini juga memerlukan metode yang fleksibel dan dapat berubah-ubah.

7. Menciptakan suatu ketegangan sehat yang menjembatani antara kenyataan dengan harapan.

8. Memiliki anggapan bahwa supervisor memiliki kemampuan yang bagus dalam hal analisis petunjuk dan pembelajaran serta tahu mengenai interaksi manusia yang produktif.

9. Memerlukan preservice training untuk supervisor, khususnya dalam teknik observasi, dan pemikiran pelayanan yang terus menerus untuk dilaksanakan dalam pendekatan efektif.6

C. Tujuan Supervisi Klinis

Supervisi klinis mempunyai dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan secara khusus.

1. Tujuan umum

a. Memberikan penekanan pada proses pembentukan dan pengembangan profesional guru dengan maksud memberikan respon terhadap perhatian utama serta kebutuhan guru yang berhubungan dengan tugasnya.

6

(10)

6

b. Membantu untuk menunjang perbaikan kualitas pendidikan harus dimulai dengan adanya perbaikan dalam cara mengajar guru di kelas.

2. Tujuan khusus

a. Menyediakan bagi guru suatu feedback (balikan) yang obyektif dari kegiatan mengajar guru.

b. Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah mengajar. c. Membantu guru mengembangkan ketrampilannya dalam menggunakan

strategi-strategi mengajar.

d. Mengevaluasi guru untuk promosi jabata dan keputusan lainnya.

Pada waktu seorang guru mempersiapkan dirinya mengajar, sedang mengajar, maupun sudah mengajar, ada dua hal yang utama menjadi perhatian utama maupun kebutuhan yaitu: kesadaran dan kepercayaan akan dirinya serta keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar. Kesadaran dan kepercayaan diri dalam mengajar itu muncul dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Dimanakah saya berada?

2. Bagaimanakah tanggapan serta perasaan siswa mengenai diri saya? 3. Seberapa besarkah kemampuan saya?

4. Apakah siswa menemukan yang sebenarnya dia perlukan dalam belajar? 5. Bagaimanakah saya dapat memperbaiki diri saya sebagai guru?

Disadari atau tidak, di dalam mengajar guru memerlukan keterampilan dasar (generic skill) tertentu agar ia dapat mengajar lebih baik dan agar tujuan pelajaran dapat tercapai. Keterampilan-keterampilan dasar tersebut dapata dikelompokkan sebagai berikut:

1. Keterampilan menggunakan variasi dalam mengajar menggunakan stimulus, yang terdiri dari emberi penguatan (reinforcement)

2. Variasi gaya interaksi dan penggunaan alat pandang

dengar (variability), menjelaskan (explaining), serta

3. Membuka dan menutup pelajaran (introductory procedures and clusure).

Keterampilan melibatkan siswa dalam proses belajar yaitu bertanya dasar dan

lanjutan (basic and advanced questioning), memimpin diskusi kelompok

kecil (guiding small group discussion),mengajar kelompok kecil (small group teaching), mengajar berdasarkan perbedaan individu (individualizet instruction),mengajar melalui pertemuan siswa (discovery learning),dan

(11)

7

membantu mengembangkan kreatifitas siswa (fostering qualitivity).

Seorang supervisor yang baik harus memiliki beberapa syarat yaitu:

1. Mempunyai keyakinan bahwa guru memiliki kemampuan atau potensi untuk

memecahkan masalah sendiri dan mengembangkan dirinya.

2. Berkeyakinan bahwa guru mempunyai kebebasan untuk memilih dan

bertindak mencapai tujuan yang diinginkan

3. Memiliki kemampuan untuk menanyakan kepada orang laindan dirinya sendiri

tentang asumsi dasar serta keyakinan atas dirinya.

4. Mempunyai komitmen dan kemampuan untuk membuat rekan gurunya

merasa penting, dihargai dan maju.

5. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk dapat membinahubungan yang

akrab dan hangat dengan semua orang tanpa pandang bulu.

6. Memiliki kemampuan untuk mendengarkan serta keinginan untuk

memanfaatkan pengalaman-penglaman guru sebagai sumber membuatnya berusaha mencapai tujuan.

7. Memiliki antusiaisme dan keyakinan atas supervisi klinis sebgai proses

kegiatan yang terus menerus untuk melayani pertumbuhan dan

perkembangan pribadi serta profesi guru

8. Mempunyai keterampilan dalam berkomunikasi, mengobservasi dan

menganlisis tingkah laku guru mengajar

9. Mempunyai suatu komitmen untuk mengembangkan dirinya sendiri, serta

berkeinginan keras untuk terus memperdalam supervise

D. Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis

Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam supervisi klinis, sebagai berikut :

a. Supervisi klinis yang dilakukan harus berdasarkan inisiatif dari para guru. b. Ciptakan hubungan yang bersifat manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa

kesejawatan.

c. Ciptakan suasana bebas dimana setiap orang bebas dan berani mengemukakan apa yang dialaminya. Supervisor berusaha dapat menjawab dan menemukan solusinya atas apa yang diharapkan guru.

d. Objek kajian adalah kebutuhan profesionalime guru yang riil, tentunya yang mereka alami.

(12)

8

e. Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki.

E. Sasaran Supervisi Klinis

Sasaran dari pelaksanaan supervisi klinis adalah guru-guru yang kurang mampu dalam mengelola pengajaran secara profesional ataupun guru yang ingin meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajarnya menuju guru yang profesional. Adapun guru yang perlu diberikan supervisi klinis adalah yang mempunyai karakteristik non profesional seperti pada tabel berikut :

Karakteristik Guru

Guru Sasaran Supervisi Klinis Guru Profesional

Komitmen

rendah Abstraksi rendah Komitmen tinggi Abstraksi tinggi

1 Kurang peduli pada siswa 1 Bingung ketika menghadapi masalah 1 Antusias, energik, penuh cita-cita 1 Dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang 2 Waktu dan energi terbatas 2 Tidak tahu apa yang harus dikerjakan

2 Niat baik 2 Dapat

mengembangkan beberapa alternatif pemecahan 3 Hanya peduli pada tugas sendiri 3 Memiliki hanya satu atau dua kebiasaan menghadapi masalah 3 Tidak segan melakukan pekerjaan sekolah di rumah 3 Dapat memilih alternatif terbaik dan cara berpikir secara bertahap

Tabel 1.1. Karakteristik Guru7

7

(13)

9

F. Pelaksanaan Supervisi Klinis

Konsep supervisi klinis sebagai suatu teknik pendekatan dalam pembelajaran guru merupakan suatu pola yang didasarkan pada asumsi dasar bahwa proses belajar guru untuk berkembang dalam jabatannya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar yang dilakukan guru tersebut. Supervisi klinis sebagai suatu teknik memiliki langkah-langkah tertentu yang perlu mendapat perhatian untuk mengembangkan profesionalitas guru. Menurut Cogan, ada delapan kegiatan dalam supervisi klinis yang dinamainya dengan siklus atau proses supervisi klinis8.

Delapan tahap tersebut yaitu :

1. Tahap membangun dan memantapkan hubungan guru dengan supervisor, 2. Tahap perencanaan bersama guru,

3. Tahap perencanaan strategi observasi, 4. Tahap observasi pengajaran,

5. Tahap analisis proses belajar mengajar, 6. Tahap perencanaan strategi pertemuan, 7. Tahap pertemuan, dan,

8. Tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.

Menurut Mosher dan Purpel dalam Anantyas, dkk (2013) , ada tiga aktivitas dalam supervisi klinis, yaitu :

1. Tahap perencanaan, 2. Tahap observasi,

3. Tahap evaluasi dan analisis.

Dengan demikian, walaupun deskripsi pandangan para ahli di atas tentang langkah proses supervisi klinis berbeda, namun sebenarnya langkah-langkah itu bisa disimpulkan pada tiga tahap esensial yang berbentuk (1) proses

pertemuan awal atau perencanaan, (2) proses pelaksanaan

pengamatan/observasi pembelajaran secara cermat, serta (3) proses menganalisis hasil pengamatan dan memberikan umpan balik. Dua dari ketiga tahap tersebut memerlukan pertemuan antara guru dan supervisor, yaitu tahap pertemuan awal dan tahap umpan balik.

8

(14)

10

a. Tahap Pertemuan Awal

Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan rencana tentang materi observasi yang akan dilaksanakan. Tahap ini memberikan kesempatan kepada guru dan supervisor untuk mengidentifikasi perhatian utama guru, kemudian menterjemahakn ke dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati. Pada tahap ini dibicarakan dan ditentukan pula jenis data mengajar yang akan diobservasi dan dicatat selama pelajaran berlangsung. Tujuan utama pertemuan awal adalah untuk mengembangkan secara bersama-sama antara supervisor dan guru, kerangka observasi kelas yang akan dilakukan. Hasil pertemuan awal ini adalah kesepakatan kerja antara antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa tercapai apabila tercipta kerjasama yang baik antara guru dan supervisor, oleh karena itu disarankan pertemuan awal dilaksanakan secara rileks dan terbuka agar timbul kepercayaan guru terhadap supervisor.

Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda yang harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal, meliputi:

a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dengan guru.

 Tujuan instruksional dan khusus pengajaran.

 Implementasi keseluruhan program pengajaran.

 Aktivitas yang akan diobservasi.

 Kemungkinan perubahan format aktivitas, sistem, dan unsur lain berdasarkan kesepakatan bersama.

 Deskripsi spesifik masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru. b. Menetapkan mekanisme/aturan-aturan observasi

 Waktu (jadwal) observasi.

 Lamanya observasi

 Tempat observasi

c. Menetapkan rencana spesisfik untuk melaksanakan observasi

 Dimana supervisor akan duduk selama observasi?

 Apakah supervisor menjelaskan kepada murid mengenai tujuan

observasi, kapan?

 Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus?

 Perlukan adanya material/persiapan khusus?

(15)

11

Secara teknis menurut Anastyas, dkk (2013) diperlukan lima langkah utama bagi terlaksananya pertemuan awal yang baik, yaitu :

1. Menciptakan suasana intim antara supervisor dengan guru sebelum langkah-langkah selanjutnya dibicarakan,

2. Mengkaji ulang rencana pelajaran serta tujuan pelajaran,

3. Mengkaji ulang komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati,

4. Memilih atau mengembangankan suatu instrumen observasi yang akan dipakai untuk merekam tingkah laku guru yang akan menjadi perhatian utamanya,

5. Instrumen observasi yang dipilih atau yang dikembangkan dibicarakan bersama antara guru dan supervisor.

b. Tahap Observasi Mengajar

Menurut Daresh dalam materi PPL 1 Unesa, ada dua aspek yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan selama melaksanakan observasi pengajaran yaitu menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi dan bagaimana cara mengobservasinya. Aspek-aspek yang akan diobservasi harus sesuai dengan hasil diskusi antara guru dengan supervisor pada pertemuan awal, sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu diperhatikan agar diperoleh data yang diinginkan. Tujuan utama pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang nantinya digunakan sebagai bahan tukar pikiran dengan guru setelah observasi berakhir, sehingga guru menganalisis dengan cermat aktivitas-aktivitas yang dilakukannya di kelas.

Berkaitan dengan teknik dan instrumen pengamatan ini, sebenarnya para penelitii telah banyak mengembangkan bermacam-macam teknik yang bisa digunakan dalam mengamati kegiatan pembelajaran. Acheson dan Gall menganjurkan agar menggunakan beberapa teknik dalam proses supervisi klinis sebagai berikut :

a. Selective verbatim.

Pada teknik ini, supervisor membuat semacam rekaman tertulis. Tentunya hanya kejadian-kejadian tertentu yang direkam secara selektif yang sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru.

(16)

12

b. Rekaman observasional berupa seating chart

Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi selama pengajaran di dokumentasikan /dideskripsikan secara bergambar dengan seating chart.

c. Wide lens techniques

Supervisor membuat catatan lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dalam cerita yang panjang lebar dikenal dengan anecdotal record.

d. Checklists and timeline coding

Supervisor mengumpulkan dan mengobservasi perilaku belajar mengajar dengan terlebih dahulu diklasifikasi/dikategorikan. Flanders aktivitas kelas dikategorikan dalam pembicaraan guru, pembicaraan murid, dan tidak ada pembicaraan (silence).

Kunjungan dan observasi yang dilakukan supervisor bermanfaat untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran sebenarnya. Manfaat observasi tersebut antara lain dapat :

- Menemukan kelebihan atau kekurangan guru dalam melaksanakan

pembelajaran guna pengembangan dan pembinaan lebih lanjut,

- Mengidentifikasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan suatu gagasan pembaharuan pengajaran,

- Secara langsung mengetahui keperluan dan kebutuhan masing-masing guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar,

- Memperoleh data atau informasi yang dapat digunakan dalam

penyusunan program pembinaan profesional secara terperinci,

- Menumbuhkan kepercayaan diri pada guru untuk berbuat lebih baik,

- Mengetahui secara lengkap dan komprehensif tentang hal-hal pendukung

kelancaran proses belajar-mengajar.

c. Tahap Umpan Balik

Sebelum pertemuan ini dilaksanakan, supervisor mengadakan analisis pendahuluan tentang rekaman observasi yang dibuat sebagai bahan dalam pembicaraan pada tahap umpan balik. Tujuan utama menganalisis hasil pengamatan dan memberikan umpan balik adalah menindaklanjuti apa yang dilihat oleh supervisor sebagai pengamat terhadap proses pembelajaran. Supervisor harus mengusahakan data yang objektif, menganalisis, dan

(17)

13

menginterpretasikan secara kooperatif dengan guru tentang apa yang telah berlangsung dalam mengajar.

Proses ini merupakan proses yang penting untuk mengembangkan perilaku guru dengan memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus bersifat deskriptif, spesifik, konkret, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat, sehingga betul-betul bermanfaat bagi guru. Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mengemukakan lima manfaat pertemuan balikan yaitu :

a. Guru diberi penguatan dan kepuasan.

b. Isu-isu dalam pengajaran dapat didefinisikan bersama supervisor dan guru yang tepat.

c. Supervisor bila perlu mengintervensi guru secara langsung untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan.

d. Guru bisa dilatih untuk melakukan supervisi terhadap dirinya sendiri. e. Guru bisa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan profesional

diri di masa mendatang.

Keseluruhan tahap di dalam proses supervisi klinis dapat digambarkan dalam bagan siklus supervisi sebagai berikut :

TAHAP PERTEMUAN AWAL

1. Menganalisis rencana pelajaran 2. menetapkan bersama aspek-aspek yang akan diobservasi dalam mengajar

TAHAP OBSERVASI MENGAJAR

1. Mencatat peristiwa selama pengajaran

2. Catatan harus objektif dan selektif

TAHAP PERTEMUAN BALIKAN

1. Menganalisis hasil observasi bersama guru

2. menganalisis perilaku mengajar.

3. bersama menetapkan aspek-aspek yang harus dilakukan untuk membantu

perkembangan keterampilan mengajar berikutnya

Sumber : Diadaptasikan dari Alexander mackie College of Advance Education (1981). Supervision of Practice Teaching. Primary Program, Sydney Australia, halaman 2

(18)

14

G. Penerapan Supervisi Klinis Dalam Proses Pembelajaran

Untuk menunjang pengalaman lapangan maka proses kegiatan yang harus dilaksanakan guru adalah : Mengadakan diskusi dengan supervisor mempelajari literatur tentang keterampilan mengajar yang lain sehingga pada akhirnya guru dapat melaksanakan keterampilan-keterampilan mikro secara terpadu dalam kegiatan belajar-mengajar.

Dalam rangka pengorganisasian maka perlu diadakan koordinasi kerja diantara komponen dalam lembaga pendidikan. Tenaga kependidikan secara efisien dan efektif dapat memperhitungkan kendala-kendala yang ada serta fasilitas yang tersedia.

Penerapan supervisi klinis adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari teori-teori dan hasil-hasil penelitian tentang berbagai keterampilan mengajar.

2. Melihat dan membicarakan hasil rekaman baik video maupun audio dari model-model mengajar yang ada.

3. Pengenalan lebih lanjud, penghayatan dan latihan penerapan dengan teman dalam bidang study tertentu.

4. Mengadakan perencanaan pengajaran mikro yang dibantu oleh supervisor. 5. Implementasi mengajar mikro dengan proses supervisi klinis.

6. Mengadakan latihan mengajar ulang dalam bentuk pengajaran mikro.. 7. Menggunakan keterampilan tersebut dalam praktek mengajar di sekolah.

H. Kendala Saat Pelaksanaan Supervisi Klinis

Beberapa kendala yang pada saat ini dirasakan merupakan penghambat pelaksanaan supervisi klinis dalam proses pengajaran mikro dan pengalaman lapangan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya lembaga pembimbing dan tenaga teknis untuk melayani dan memelihara di lembaga pendidikan tentang supervisi klinis.

2. Keterbatasan dana dan sarana yang tersedia.

3. Sistem manajemen pendidikan di sekolah yang kurang memperhatikan supervisi klinis.

4. Angka perbandingan (rasio) yang tinggi antara calon guru dengan supervisor. 5. Labilnya sistem organisasi kelembagaan serta tata aturannya.

(19)

15

BAB III

ANALISIS ARTIKEL

A. JURNAL NASIONAL

1. Implementasi Supervisi Klinis dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Guru Mengelola Proses Pembelajaran pada Guru SD Se-Gugus VII

Kecamatan Sawan

Penulis : Luh Amani,Nyoman Dantes,Wayan Lasmawan

Objek Penelitian : Guru IPS SD Se-Gugus VII Kecamatan Sawan mulai kelas 4, 5, 6

Tempat Penelitian : Kecamatan Sawan Latar Belakang

Permasalahan yang dialami SD se gugus VII Kecamatan Sawan, yaitu selain keterbatasan tenaga guru yang dimiliki tidak sesuai dengan jumlah guru yang diperlukan juga tingkat kemampuan guru dalam mengajar masih sangat rendah. Maka untuk mengatasi dan mengantisipasi rendahnya mutu pendidikan salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan. Untuk meningkatkan pelayanan pendidikan pada tingkat instruksional harus dimulai dari peningkatan kualitas layanan yang secara operasional dilaksanakan oleh guru. Hal ini berlandaskan pada pemikiran bahwa guru memegang peranan yang sangat vital dan strategis dalam upaya pengembangan dan pembaharuan pendidikan.

Data di lapangan menunjukkan bahwa saat ini prestasi peserta didik atau nilai ulangan semester I dan II tahun pelajaran 2011/2012 di SD Se-Gugus VII masih jauh dari harapan. Sebagai indikator adalah hasil analisis tes peserta didik dengan ketuntasan belajar kurang 75%. Demikian juga pencapaian nilai ujian akhir sekolah bidang studi IPS masih jauh dari KKM yang ditentukan. Dari hasil pengamatan langsung observasi awal, salah satu penyebabnya guru yang mengajar di sekolah tersebut belum mengetahui strategi dan teknik mengajar atau cara penerapan proses belajar-mengajar

(20)

16

secara benar dan efektif, karena mayoritas guru-guru yang mengajar dalam penerapan metode/model kurang bervariasi dan menganggap kemampuan siswa sama dengan guru. Ternyata dalam melaksanakan pembelajaran banyak guru yang mengalami kesulitan, sehingga hasil belajar siswa kurang optimal.

Fenomena tersebut menunjukkan adanya masalah yang dihadapi guru dalam melaksanakan proses yang segera dapat diatasinya. Oleh karena itu diperlukan tindakan kegiatan Supervisi Klinis yang dilaksanakan oleh seorang pengawas sekolah yang menangani dan mempertimbangkan masalah pembelajaran yang dihadapi guru serta faktor-faktor yang menjadi penyebabnya melalui supervisi klinis.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran IPS SD Se-Gugus VII Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2012/2013 dalam merencanakan proses pembelajaran setelah diadakan supervisi klinis.

2. Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran IPS SD Se-Gugus VII Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2012/2013 dalam melaksanakan proses pembelajaran setelah diadakan supervisi klinis.

3. Peningkatan kemampuan guru mata pelajaran IPS SD Se-Gugus VII Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2012/2013 dalam melengkapi administrasi setelah diadakan supervisi klinis.

4. Kendala-kendala apa yang dihadapi guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD Se-Gugus VII Kecamatan Sawan tahun pelajaran 2012/2013 dalam mengelola proses pembelajaran dengan menggunakan supervisi klinis.

Metodologi

Penelitian ini adalah penelitian tindakan yang akan dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, tiap siklus ada 4 tahap yaitu 1) perencanaan tindakan, 2) implementasi tindakan, 3) observasi dan interpresentasi tindakan, dilanjutkan dengan analisis dan evaluasi, dan 4) refleksi.

(21)

17

Siklus I

1. Perencanaan Tindakan pertama digunakan untuk mengetahui kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini dilakukan dengan cara menilai pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Adapun langkah- langkah yang akan ditempuh dalam siklus pertama adalah sebagai berikut :

a. Peneliti menilai guru yang sedang melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan Instrumen Penelitian Keterampilan Guru (APKG I). b. Guru menerima hasil penilaian dari peneliti, kemudian guru mendiskusikan

bagian-bagaian pelaksanaan proses pembelajaran yang masih dianggap kurang.

c. Mengadakan tindakan balikan d. Mengadakan tindak lanjut

2. Pelaksanaan Tindakan (Implementasi) Pelaksanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Peneliti menilai guru yang sedang melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan Instrumen Penelitian Keterampilan Guru (APKG I). b. Guru menerima hasil penilaian dari peneliti, kemudian guru mendiskusikan

bagian-bagaian pelaksanaan proses pembelajaran yang masih dianggap kurang.

c. Mengadakan tindakan balikan d. Mengadakan tindak lanjut

3. Pengamatan / Observasi (Monitor Impelemtasi, dan Efek) Pengamatan dilaksanakan oleh peneliti, pengamatan diarahkan kepada :

a. Memeriksa administrasi guru yang meliputi: 1) Program tahunan, 2) Program semester, 3) Silabus, 4) RPP, 5) Jurnal Harian, 6) Daftar Persensi Siswa, 7) Daftar Nilai, 8) Program Perbaikan dan pengayaan.

b. Pelaksanaan proses pembelajaran yang meliputi: 1) Penguasaan materi pembelajaran, 2) Pendekatan atau strategi pembelajaran, 3) Pemanfaatan sumber atau media pembelajaran, 4) Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa, 5) Penilaian proses dan hasil belajar, 6) Penggunaan bahasa.

(22)

18

4. Evaluasi dan Refleksi (Penjelasan Implementasi dan Revisi).

Pada kegiatan tindakan balikan, peneliti mengikutsertakan semua guru kelas, dengan maksud sebagai pembinaan khusus penyusunan RPP. Guru yang dijadikan subyek penelitian dalam kegiatan tindakan balikan memaparkan pengalamannya, yaitu membandingkan antara proses pembelajaran yang dilaksanakan sebelum dilibatkan dalam penelitian tindakan sekolah dengan yang dilaksanakant setelah dilibatkan pada penelitian tindakan sekolah.

Siklus II

Pelaksanaan siklus II dilaksanakan dengan penyempurnaan proses pembelajaran sesuai dengan hasil refleksi siklus I. Subjek penelitian ini adalah para guru mata pelajaran IPS kelas IV, V, dan VI se-Gugus VII Kecamatan Sawan dengan jumlah 21 orang. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Metode observasi digunakan untuk mencari data mengenai kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Metode observasi ini dilengkapi dengan instrumen yang berupa format observasi. Yang akan diobservasi dalam kegiatan supervisi klinis ini adalah kemampuan guru mengelola proses pembelajaran yang sesuai dengan Permendiknas No. 41 Tahuan 2007. Metode wawancara digunakan utnuk mengumpulkan data tentang kendala- kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan pembelajaran IPS. Metode wawancara dilengkapi dengan pedoman wawancara. Instrumen yang dibuat kemudian dikonsultasikan dengan ahli.

Validasi yang dilakukan adalah validasi isi atau uji pakar. Mekanisme perhitungan tersebut adalah sebagai berikut: a) para pakar yang dipercaya menilai instrument per-butir, dengan menggunakan skala, b) dilakukan pengelompokan skala, c) hasil penilaian para pakar ditabulasi dalam bentuk matriks, d) dibuat tabulasi silang, e) dilakukan perhitungan validitas isi.

Setelah data dalam penelitian ini terkumpul maka selanjutnya dilakukan analisis data. Data kemampuan guru mengelola proses pembelajaran dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif. “Metode analisis statistik deskriptif adalah cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti angka rata-rata (Mean) untuk menggambarkan keadaan suatu objek tertentu sehingga

(23)

19

diperoleh kesimpulan umum” (Agung, 2010:8). Tingkatan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran dapat ditentukan dengan membandingkan M(%) atau rata- rata persen ke dalam PAP skala lima. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dapat dicapai pada sebuah tindakan, maka perlu ditentukan kriteria keberhasilan yang dapat diamati dari indikator-indikator ketercapaian. Kriteria keberhasilan penelitian ini dapat diukur dari ketercapaian peningkatan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran berada pada kategori sangat baik.

Hasil dan Pembahasan

Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan skenario yang telah ditentukan. Pada siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan. Pelaksanaan supervisi klinis untuk meningkatkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Februari. Secara rinci pertemuan I sampai pertemuan ke IV dituangkan dalam tabel berikut.

Tabel 1 Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I hingga Pertemuan IV

No. Hari/Tanggal Pertemuan Materi

1. Sabtu, 5-1-2013 Menyusun RPP

2. Sabtu, 19-1-2013 Melaksanakan Proses

Pembelajaran

3. Sabtu, 26-1-2013 Kelengkapan Administrasi

4. Sabtu, 2-2-2013 Kendala-kendala yang dihadapi

oleh guru mata pelajaran IPS

dalam mengelola proses

pembelajaran

Pelaksanaan observasi dan pemantauan dilakukan oleh peneliti dengan mengikuti prosedur pelaksanaan yang telah ditetapkan. Selama proses observasi berlangsung dilakukan pengamatan oleh peneliti dibantu oleh kepala sekolah. Hasil analisis data dilihat dari aspek merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan kelengkapan administrasi dapat dilihat pada tabel berikut.

(24)

20

Tabel 2 Data Penelitian pada Siklus I

Kemampuan guru merencanakan proses pembelajaran Kemampuan guru melaksanakan proses pembelajaran Kelengkapan administrasi guru

78,28% (baik) 75,83% (baik) 78,70% (baik)

Dari Tabel 2 terlihat rata-rata kemampuan guru mengelola proses pembelajaran berada pada kategori baik. Untuk itu tindakan perlu dilanjutkan untuk mencapai kategori sangat baik. Maka dilanjutkan pelaksanaan tindakan pada siklus II. Pada siklus II dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan, yang dilakukan pada bulan Pebruari sampai dengan Maret. Secara rinci pertemuan I sampai pertemuan ke IV dituangkan dalam tabel berikut.

Tabel 3 Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I hingga Pertemuan IV

No. Hari/Tanggal

Pertemuan

Materi

1. Sabtu, 16-2-2013 Menyusun RPP

2. Sabtu, 26-2-2013 Melaksanakan Proses Pembelajaran

3. Sabtu, 2-3-2013 Kelengkapan Administrasi

4. Sabtu, 9-3-2013 Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru

mata pelajaran IPS dalam mengelola proses pembelajaran

Hasil analisis data dilihat dari aspek merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan kelengkapan administrasi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4 Data Penelitian pada Siklus II

Kemampuan guru merencanakan proses pembelajaran Kemampuan guru melaksanakan proses pembelajaran Kelengkapan administrasi guru

(25)

21

Dari Tabel 4 terlihat rata-rata kemampuan guru mengelola proses pembelajaran berada pada kategori sangat baik. Dengan demikian penelitian ini dihentikan dan dapat dikatakan berhasil. Berdasarkan hasil analisis dari siklus I ke siklus II terlihat dari adanya peningkatan rata-rata dan kriteria kemampuan guru mengelola proses pembelajaran baik dalam merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, maupun kelengkapan administrasi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPS SD Gugus VII Kecamatan Sawan dalam merencanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan Permendiknas No. 41 tahun 2007. Hal ini terlihat dari tingkat kemampuan guru pada siklus I sebesar 78,28% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 92,19% yang tergolong sangat baik. Sepervisi klinis yang diterapkan mampu mengatasi kesulitan dan hambatan guru dalam merencanakan proses pembelajaran, karena sifatnya yang kolegial. Tidak ada lagi instruksi yang bersifat menekan, tetapi diskusi atau interaksi yang kondusif.

2. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPS SD Gugus VII Kecamatan Sawan dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini terlihat dari tingkat kemampuan guru melaksanakan proses pembelajaran pada siklus I sebesar 75,83% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 97,38% yang tergolong sangat baik. Melalui supervisi klinis yang bersifat kolegial, guru dengan leluasa mengemukakan kesulitannya dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga peneliti bisa memberikan penjelasan yang lebih mendalam dan akhirnya kemampuan guru lebih meningkat.

3. Penerapan supervisi klinis dapat meningkatkan kemampuan guru IPS SD Gugus VII Kecamatan Sawan dalam melengkapi administrasi. Hal ini terlihat dari tingkat kelengkapan administrasi pada siklus I sebesar 78,70% yang tergolong baik, meningkat pada siklus II menjadi 95,32% yang tergolong sangat baik.

(26)

22

4. Penerapan supervisi klinis dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi guru dalam mengelola pembelajaran IPS. Hal ini terlihat dari tingkat persentase pada siklus I sebesar 70,76% yang tergolong cukup, meningkat pada siklus II menjadi 94,67% yang tergolong sangat baik.

2. Upaya Meningkatkan Kinerja Guru Melalui Supervisi Klinis di SMPN Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara

Penulis : Yusni Siregar

Objek Penelitian : Guru IPA SMPN Kecamatan Medang Deras

Tempat Penelitian : SMPN Medang Deras Latar Belakang

Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Sekolah dan beberapa siswa di SMP Negeri Batu Bara, mengesankan bahwa terdapat kurang kompetennya guru IPA dalam mengajar, disiplin guru yang masih kurang, semangat kerja yang masih rendah, masih banyak guru yang mengajar menggunakan cara tradisional, dan belum sepenuhnya mengacu pada tuntutan kurikulum melalui kegiatan pembelajaran efektif dan kreatif. Belum semua guru menyiapkan silabus, RPP, menggunakan media, menentukan metode pembelajaran, dan perangkat pembelajaran yang lainnya, pada saat mengajar sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai juga kurang jelas yang akhirnya berdampak pada masih rendahnya hasil belajar siswa, seperti masih rendahnya nilai Ujian Nasional (UN) siswa, dan rendahnya nilai IPA yang diperoleh pada Olimpiade Sain Nasional (OSN).

Dilihat bahwa nilai IPA masih belum menggembirakan karena masih terdapat siswa yang berada di bawah nilai batas lulus (5,50). Selain berdasarkan nilai Ujian Nasional ada indikator lain yang membuat peneliti melakukan penelitian ini, bahwa khusus mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Krieria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMPN Batu BaraThn pelajaran 2009/2010 adalah 65,00, peneliti ingin KKM tersebut menjadi 75,00 setelah diadakannya workshop dan supervisi klinis.

Keluhan guru IPA bahwa mereka masih merasakan sulit dalam membuat dan menyusun silabus maupun RPP terutama dalam menentukan

(27)

23

indikator dan tujuan pembelajaran. Guru-guru IPA memandang bahwa perencanaan yang mereka susun dalam pembuatan silabus dan RPP sebagai kerja rutin untuk kepentingan administrasi sekolah yang implementasinya kurang diperhatikan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas penulis tertarik

melakukan Penelitian Tindakan Sekolah dengan judul “Upaya meningkatkan

kinerja guru melalui supervisi klinis di SMP Negeri Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara“

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan:

a. Prosentase peningkatan kinerja guru IPA dalam menyusun perangkat pembelajaran melalui supervisi klinis

b. Prosentase peningkatan kinerja guru IPA dalam merencanakan proses kegiatan pembelajaran di kelas melalui supervisi klinis

c. Prosentase peningkatan kinerja guru IPA dalam merencanakan bentuk penilaian melalui supervisi klinis

Metodologi

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara. Sebelum pelaksanaan supervisi klinis di sekolah-sekolah Negeri di Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara terlebih dahulu dilaksanakan workshop di SMP Negeri 2 Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara.

Peneliti menggunakan Action research, menggunakan model Kemmis yang terdiri dari 4 (empat) fase kegiatan yaitu merencanakan, tindakan, mengamati, dan merefleksi.

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kemampuan guru IPA dalam merancang pelaksanaan pembelajaran IPA di sekolah dan kegiatan supervisi klinis setelah mengikuti workshop. Data ini dianalisis dengan menggunakan teknik prosentase. Data kinerja guru saat dilakukan kegiatan implementasi di sekolah-sekolah dianalisis dengan teknik prosentese. Untuk melihat peningkatan kinerja guru IPA dilihat dari prosentese peningkatan yang dibandingkan dari siklus pertama dengan siklus

(28)

24

yang kedua. Data hasil observasi terhadap kinerja guru dilakukan analisis Vygette dan merujuk pada teori-teori yang relevan.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Pelaksanaan penelitian pada Siklus 1 yang Dilakukan Oleh Peneliti Terhadap Guru Dalam Workshop di SMP Negeri 2 Medang Deras, dirangkum pada Tabel 1 berikut

Kemudian Hasil Pelaksanaan Siklus 1 yang Dilakukan Oleh Peneliti Terhadap Pengawas Sekolah Dalam Workshop di SMP Negeri 2 Medang Deras, seperti pada Tabel 2 berikut.

(29)

25

Refleksi hasil pelaksanaan siklus 1 yang dilakukan oleh peneliti terhadap 10 orang guru IPA pada workshop di SMP Negeri 2 Medang Deras adalah: (a) 53% guru cukup memahami cara menyusun perangkat pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh peneliti, (b) 56% guru cukup memahami cara menyusun proses kegiatan pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh peneliti; (c) 48% guru cukup memahami cara merencanakan bentuk penilaian pembelajaran IPA.

Refleksi hasil pelaksanaan siklus 1 yang dilakukan oleh peneliti terhadap 5 orang pengawas sekolah pada workshop di SMP Negeri 2 Medang Deras adalah: (a) 66% pengawas sekolah memahami cara menyusun perangkat pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh peneliti dengan baik, (b) 58% pengawas sekolah cukup memahami cara menyusun proses kegiatan pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh peneliti; (c) 42% pengawas

sekolah cukup memahami cara merencanakan bentuk penilaian

pembelajaran IPA.

Hasil Siklus 2 Pertemuan 1 (Pengawas Sekolah Menjelaskan Cara

Menyusun Perangkat Pembelajaran, Menyusun Proses Kegiatan

Pembelajaran, Merencanakan Bentuk Penilaian Pembelajaran IPA ) disajikan pada Tabel 3.

Hasil Pelaksanaan Siklus 2 Pertemuan 1 yang Dilakukan Oleh Pengawas Sekolah Terhadap Guru Dalam Workshop di SMP Negeri 2 Medang Deras seperti pada Tabel 4 berikut.

(30)

26

Hasil Siklus 2 Pertemuan 2 (Pengawas Sekolah Meminta Guru

Menyusun Perangkat Pembelajaran, Menyusun Proses Kegiatan

Pembelajaran, Merencanakan Bentuk Penilaian Pembelajaran IPA), disajikan pada Tabel 5 berikut.

(31)

27

Refleksi hasil pelaksanaan siklus 2 pertemuan 2 yang dilakukan oleh pengawas sekolah terhadap 10 orang guru IPA pada workshop di SMP Negeri 2 Medang Deras adalah: (a) 100% guru menyusun perangkat pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh pengawas sekolah dengan sangat baik, (b) 100% guru menyusun proses kegiatan pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh pengawas sekolah dengan sangat baik; (c) 100% guru merencanakan bentuk penilaian pembelajaran IPA yang dijelaskan oleh pengawas sekolah dengan sangat baik, sudah sesuai dengan yang diharapkan sehingga tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.

Nilai rata-rata kinerja guru IPA di SMP Negeri Kecamatan Medang

Deras Kabupaten Batu Bara mengerjakan penyusunan perangkat

pembelajaran IPA, menyusun proses kegiatan pembelajaran IPA, dan merencanakan bentuk penilaian pembelajaran IPA meningkat dari siklus 1 ke siklus 2 pertemuan 2 yaitu: 52,87 menjadi 100,00. Peningkatan nilai ratarata kinerja guru adalah: 100% - 52,87% = 47,13%

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa simpulan dalam penelitian tindakan sekolah ini yaitu:

1) Peningkatan kinerja guru IPA tingkat SMP Negeri Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara menyusun perangkat pembelajaran IPA melalui supervisi klinis dari siklus 1 ke siklus 2 pertemuan 2 yaitu: 54,50 menjadi 100,00. Peningkatan nilai rata-rata kinerja guru menyusun perangkat pembelajaran IPA adalah: 100% - 54,50% = 45,50%,

2) Peningkatan kinerja guru IPA di SMP Negeri Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara merencanakan proses kegiatan pembelajaran IPA melalui supervisi klinis dari siklus 1 ke siklus 2 pertemuan 2 yaitu: 55,70 menjadi 100,00. Peningkatan nilai rata-rata kinerja guru merencanakan proses kegiatan pembelajaran IPA adalah: 100% - 55,70% = 44,30%, 3) Peningkatan kinerja guru IPA di SMP Negeri Kecamatan Medang Deras

Kabupaten Batu Bara merencanakan bentuk penilaian pembelajaran IPA melalui supervisi klinis dari siklus 1 ke siklus 2 pertemuan 2 yaitu: 48,40 menjadi 100,00. Peningkatan nilai rata-rata kinerja guru merencanakan bentuk penilaian pembelajaran IPA adalah: 100%-48,40 % =51,60%,

(32)

28

4) Peningkatan kinerja guru IPA di SMP Negeri Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu Bara mengerjakan penyusunan perangkat pembelajaran IPA, menyusun proses kegiatan pembelajaran IPA, dan merencanakan bentuk penilaian pembelajaran IPA meningkat dari siklus 1 ke siklus 2 pertemuan 2 yaitu: 52,87 menjadi 100,00. Peningkatan nilai ratarata kinerja guru adalah: 100% - 52,87% = 47,13%.

B. JURNAL INTERNASIONAL

1. Effects of Modified Clinical Supervision on Teacher Instructional Performance

Writer : Dr P.N. Okorji and Dr R.N. Ogbo

Research Object : Teachers at Secondary School

Area of The Study : Abakaliki Local Government Area (L.G.A), Ebonyi

L.G.A. Ohaukwu L.G.A., Izzi L.G.A.

Method : Research Design with the Quasi Experimental Design.

Background:

In Ebonyi State of Nigeria, an educationally backward state in Nigeria, (World Bank, 2000), the present practice in the secondary school system is that teachers are assessed professionally for on the job growth and development through the traditional method of instructional supervision. Ogbo (2005) observed that experts have continually criticized this method on account of its inclination towards fault finding and sanctioning of teachers who are found deficient in instructional performance, methods, procedures and subject content development.

The traditional method of supervision is based on three steps which involved classroom observation, scoring of lesson notes and writing of report. The intent is to access the instructional objectives, procedures and methods. The supervisor, therefore summaries the teacher’s ability for the purpose of record keeping and performance evaluation. The traditional method involves a critical check of the teacher tasks and errors by the supervisors.

(33)

29

Apparently, the teacher in most cases is made to face condemnation for perceived poor performance or ineffectiveness in the course of teaching in the classroom. Conversely, little or no effort is made to share empathy with the teachers by the supervisors. Nworgu (1980), Oliatan(1981) and Ogunsaju(1983) maintained that most teachers would avoid supervision for fear of this apparent fear, perhaps may be to shy away of being ridiculed or made object caricature by supervisors. Thus, teachers consider every visit of supervisors as attack on their personality.

In the school system in Nigeria, there are both male and female teachers who constitute the practitioners. Findings appear to suggest that there are more female teachers than males in our school systems today. The current poor instructional competence of teachers which appears to have impacted negatively on the scholastics achievement of students in their senior secondary school certificate is an issue of concern to stake holders of education. It appears that the current supervisory practice in use in school do not provide the necessary instructional guidance needed by teachers. Modified clinical supervision, which involves interpersonal interaction, diagnosis and clinical assistance to teachers, may well likely provide the best instructional assistance teacher need. Thus, it needs to be subjected to empirical proof in Ebonyi Secondary School system and this is the aim of this research paper.

Results:

The findings of the study based on the research questions are presented in the following tables:

Research Question I. What is the effect of modified form of Cogan’s clinical supervision approach on teachers instructional performance?.

Table I. Pretest and Post-test mean scores of teachers supervised using Cogan’s approach (treatment) and those supervised using traditional conventional approach (control).

(34)

30

Group No Pre-test Mean No Post-test mean Standard

Deviation

Treatment group 20 37.6 20 80.350 5.575

Control group 20 35.85 20 58.9 11.65

Table I revealed that the clinical method of supervision is more effective in improving the performance of secondary school teachers in

Ebonyi State. Teachers supervised using modified cogan’s clinical

supervision approach had a mean score of 80.35 while their counterpart supervised with the traditional approach had a mean of 58.9.

Research Question 2. What is the effect of the modified form of clinical supervision approach on instructional performance of male and female teachers?

Table 2. Mean scores of Male and Female Teachers supervised with cogan’s

clinical supervision.

Group No Pre-test Mean Post-test mean Standard

Deviation

Males 20 37 67.16 14.67

Females 20 43.66 72.10 13.44

The result as revealed from Table 2 shows that the Cogan’s clinical

supervision approach proved to be more effective on female teachers

than the males. The data on the table attest to this finding.

Research Question 3. What is the interaction effect of modified Cogan’s clinical supervision and gender on teacher’s instruction performance?

Table 3. Interaction between gender on Cogan’s modified supervision?

Gender Group No Male X Female X

Mean for Treatment 20 67 72

(35)

31

Evidence from table 3 shows that there is no interaction between

supervisory model and gender on teachers instructional performance.

This implies that the Cogan model is most suitable for both male and female teachers.

Conclusions:

The several reforms in Nigeria Education system is geared towards exploring ways to better educate learners and improve out comes. Clinical supervision of instructions is a supervisory package designed to help teachers improve on instruction and increasing professional growth. The findings from the research suggest that modified clinical supervision is gradual on teachers in that it induces some level of effectiveness on the teachers through supervisors. The modified clinical supervision engenders cordiality among teachers and supervisors, therefore. The implication therefore is that the supervisory approach to an extent removes fear and anxiety experienced by teachers in traditional supervision.

2. Use of Clinical Supervision Cycle in the Assessment of Teacher Trainees in Physical Education in Kenya

Writer : KIRUI Kipngetich E. J. and AMHED Osman

Research Object : Teacher trainees in physical education at Primary

School

Area of the study : Rift-Valley Zone in Kenya

Method : Mixed Methods Methodology

Background:

A successful student teaching experience is the keystone of pre-service teacher preparation. As envisioned, one of the main challenges of effective curriculum instruction in physical education in schools is the nature of supervision of teachers during training. If the preparations ofteachers are not done well, the results will alway s be disparities between the promises and realities in schools in the implementation of innovations or even existing curriculum policies as is the case of physical education in primary schools.

(36)

32

Results:

The preparation of teacher trainees for TP in Physical Education curriculum and the use of clinical supervision cycle to assess the trainees were easily explained using qualitative approach. The results were best explained as the respondents’ insights were captured. This study used quantitative approach in order to inform on the sample size of the respondents, quantify categorization of respondents, and present the means, percentages and even apply chi-square statistic in order to further understand the differences noted in the descriptive statistics on aspects of training of teachers in physical education.

For qualitative:

The interviewed PE specialists were not attuned to the clinical supervision cycle that this study sought to establish whether it was in use in colleges. They seemed to have been familiar with the classroom observation stage and feedback conferencing, but they gave sparse information. Their understanding of post-observation or feedback conference stage mainly hinged on the comments students are given after the lesson, to them it is not an interactive process. The assessor only reads to the trainee a list of several “mistakes he/she committed” during the lesson.

For quantitative: Hypothesis Testing

HO1:There is no significant relationship between target setting in pre-observation conference and the giving of high quality feedback in post-observation conference to the trainee by the assessor.

To test this hypothesis, the Chi-Square (χ2) test was used. This is because the variables were measured at the nominal and ordinal scales. A significant χ2 test result indicates that the two variables are not independent. When the value is not significant, variables are independent. The results indicate χ2 (df 16) = 23.109, p> 0.05(Appendix C). The results are not significant. Therefore, this researcher has failed to reject the hypothesis. There seems to be no relationship between target setting in pre-observation conference and the

(37)

33

giving of high quality feedback during postobservation conference to the teacher trainees by the assessor.

Clinical supervision cycle is not fully exploited in the assessment of teacher trainees in physical education at some point in teaching practice in TTCs in Kenya

Conclusions:

It has become known in this study that the use of clinical supervision cycle in the training and assessment of teacher trainees in physical education in TTCs is largely not used. This puts into spotlight the nature and quality of trainees who are expected to insure the lives of the young children and teens in physical education and sports in schools when they graduate from TTCs. Clinical supervision is the creation of a helping relationship between the supervisor and trainee. The use of clinical supervision of studentteachers will persuade them to reach their potential without the threat and apprehension that usually accompany supervision and evaluation. As researchers, our understandings are consistent with Bernard and Goodyear (1998) that whenever a trainee is deprived of appropriate training and supervision, the professional community is diminished

(38)

34

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Supervisi klinis adalah perbaikan pengajaran dengan hubungan yang intens berlanjut dan matang antara supervisor dan guru searah dengan perbaikan praktek profesional guru yang dapat menjamin kualitas pelayanan belajar secara berkelanjutan dan konsisten

2. Supervisi klinis memiliki karakteristik atau fokus antara lain, merubah cara mengajar serta didasarkan atas bukti pengamatan.

3. Tujuan supervisi klinis meliputi tujuan umum dan khusus

4. Kriteria dan teknik supervisi klinis meliputi pertemuan pendahuluan, observasi guru pada saat bekerja dan peninjauan pola atau teknik balikan

B. Saran

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, maka berbagai upaya harus dilakukan oleh stakeholder pendidikan. Salah satu upaya yang dimaksud adalah supervisi guru. Supervisi guru bukan hanya dilakukan oleh supervisor tetapi dapat pula dilakukan oleh kepala sekolah maupun teman sejawat dengan melakukan supervisi klinis. Kegiatan supervisi klinis dapat dilaksanakan dengan baik setelah memahami konsep dan langkah-langkah pelaksanaan supervisi klinis.

(39)

35

DAFTAR PUSTAKA

Glickman, Carl D. Supervision and Instructional Leadership. Boston: Pearson Inc, 2010.

https://www.academia.edu/6047330/Makalah_supervise_klinis_fix, diakses pada 23 April 2014.

Mukhtar dan Iskandar. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press, 2009.

Rivai, Moch. Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jammers, 1987. Sergiovanni,Thomas J. Supervision: Human Perspectives. New York: McGraw Hill,

1983.

Sullivan, Susan. Supervision that Improves Teaching and Learning .

California:Corwin, 2009.

Sagala,Syaiful. Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sergiovanni, Thomas J. Supervision: Human Perspectives. New York: McGraw Hill, 1983.

Gambar

Tabel 1.1. Karakteristik Guru 7
Gambar 1.2.  Siklus Supervisi Klinis
Tabel  1   Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I hingga Pertemuan IV  No.  Hari/Tanggal Pertemuan  Materi
Tabel 3   Pelaksanaan Tindakan Pertemuan I hingga Pertemuan IV  No.  Hari/Tanggal
+2

Referensi

Dokumen terkait

Paparan data pelaksanaan aktivitas siswa siklus III ini adalah hasil refleksi dari siklus II. Pelaksanaan terhadap aktivitas siswa dilaksanakan saat proses

Refleksi pada siklus II ini dilakukan untuk melakukan penyempurnaan tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model TAI yang diharapkan dapat meningkatkan hasil

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini dilaksanakan dalam tiga kali tatap muka. Pelaksanaan tindakan pada siklus II merupakan hasil refleksi tindakan dari siklus

Paparan data pelaksanaan aktivitas siswa siklus III ini adalah hasil refleksi dari siklus II. Pelaksanaan terhadap aktivitas siswa dilaksanakan saat proses

pertama akan dilaksanakan metode pembelajaran Think Pair and Share (TPS), sedangkan untuk pertemuan kedua akan dilaksanakan post test II. Proses pelaksanaan siklus II

Dengan mencermati hasil refleksi siklus I, beberapa upaya perbaikan dan penyempurnaan dilakukan untuk tindakan siklus II, yaitu: (1) sebelum pelaksanaan tindakan,

Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi yang dilaksanakan pada siklus II pelaksanaan I terlihat masih membutuhkan perbaikan untuk itu akan

Tahap Refleksi,terhadap pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II ini, kendala- kendala yang dialami pada siklus I sudah tidak muncul pada siklus II, berdasarkan hasil data