• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Pendahuluan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat berperan dalam menjamin adanya perlindungan terhadap pekerja / tenaga kerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan atas keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.

Perlindungan kesehatan dan keselamatan tersebut dilakukan agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya dengan kondisi kesehatannya yang baik untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. Dengan demikian, tenaga kerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan dari berbagai risiko atau kemungkinan yang dapat menimpa dan menggangu tenaga kerja serta pelaksanaan pekerjaannya. Kesimpulan tersebut mengemuka dalam Seminar Nasional bertajuk "Peran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam Menyongsong Globalisasi Industri pada Era Persaingan Pasar Bebas" yang diselenggarakan di Departemen Kesehatan pada tanggal 6 Juli 2005.

Berbagai jenis bahaya yang timbul dari mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat kerja, lingkungan kerja cara melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan mental dari tenaga kerja sejauh mungkin dicegah dan atau dikendalikan agar tenaga kerja dapat selamat dan sehat dalam melaksanakan pekerjaannya. Pencegahan atau pengendalian bahya pekerjaan di lingkungan kerja dengan upaya K3 bertujuan agar tenaga

(2)

kerja terhindar dari kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan gangguan kesehatan akibat pekerjaan atau lingkungan kerja.

Keselamatan dan kesehatan adalah aset yang tidak ternilai harganya. Keselamatan dan kesehatan seseorang merupakan bagian utama kesejahteraan. Kesejahteraan tenaga kerja mustahil diwujudkan dengan mengabaikan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja.

Revolusi industri yang berperan dalam mengubah kondisi dunia saat itu, juga berperan dalam peningkatan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja terkait dengan kemajuan pesat teknologi yang mulai diterapkan untuk produksi secara besar-besaran dengan mesin. Hal ini merupakan produk revolusi industri yang disatu pihak mencerminkan kemajuan yang gemilang, namun di sisi lain memiliki dampak terhadap permasalahan sosial yang ada. Gerakan perbaikan dengan menerapkan K3 dipelopori oleh kalangan yang memiliki tanggung jawab moral dan terbukti mereka berhasil memperjuangkan K3 melalui perundang-undangan sehingga K3 wajib dilaksanakan. Sejak saat itu K3 menjadi bagian perlindungan tenaga kerja yang pelaksanaannya diatur normatif dalam undang-undang ketenagakerjaan. Menurut undang-undang, K3 adalah hak tenaga kerja/pekerja. Perkembangan selanjutnya pada tataran internasional hak tenaga kerja/pekerja kini diakui sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Demi peningkatan produktivitas kerja, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan lingkungan kerja yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka terjadi ketidaknyamanan kerja, gangguan kesehatan dan daya kerja, penyakit dan kecelakaan. Permasalahan tersebut juga disebabkan oleh ketidakseimbangan antara beban

(3)

kerja dengan kapasitas atau kemampuan kerja yang dimilki pekerja. Gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan yang menyebabkan menurunnya daya kerja disebabkan faktor fisik, kimiawi, biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang terdapat dalam pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Faktor-faktor tersebut jika tidak dicegah/dikendalikan dapat berakibat terjadinya kecelakaan, penyakit dan gangguan kesehatan, oleh karena itu faktor-faktor tersebut harus dapat dikendalikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa K3 tidak hanya sekedar bertujuan meraih tingkat keselamatan dan kesehatan kerja yang tinggi, atau hanya untuk mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, maupun penyakit akibat kerja. Lebih jauh dari itu K3 memiliki visi dan misi jauh kedepan yaitu mewujudkan tenaga kerja yang sehat, selamat, produktif serta sejahtera dan juga menciptakan perlindungan kepada pengusaha/perusahaan.

2.2 Cedera Pada Pinggang (LowBack Pain)

Tulang belakang atau kolom vertebral manusia dewasa, merupakan susunan yang menyerupai huruf S (Niebel, 2003, p161) terdiri dari 25 tulang yang dibagi menjadi 7 tulang cervical pada leher, 12 tulang thoraic pada punggung (upper back), 5 tulang lumbar pada pinggang (lower back), dan sacrum pada daerah pelvis. Tulang-tulang ini memiliki badan silinder yang berfungsi sebagai tempat otot punggung melekat. Melalui pusat pada setiap vertebra terdapat ruang yang berisi dan melindungi saraf yang berawal dari otak sampai pada kolom vertebra terakhir.

(4)

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang

Tulang-tulang vertebral dipisahkan oleh jaringan yang lebih halus, yang disebut intervertebral disks. Intervertebral disks berfungsi sebagai penghubung, memungkinkan jangkauan besardari gerakan tulang belakang., walaupun umumnya gerakan menekuk / membungkuk muncul pada 2 sendi paling bawah, antara lumbar paling bawah dengan sacrum (disebut disk L5/S1) dan diatasnya (disk L4/L5). Disk ini juga berfungsi sebagai bantalan antara tulang-tulang vertebral, sepanjang tulang belakang, yang membantu melindungi kepala dan otak dari akibat nyeri saat berjalan, berlari, atau melompat. Disk ini terdiri dari unsur seperti gel yang dikelilingi oleh serat-serat yang berbentuk sepeti lapisan bawang, terpisah dari tulang oleh pelat tulang rawan. Pergerakan cairan ini terjadi antara pusat gel dan jaringan sekitarnya, tergantung dari tekanan pada disk.

(5)

Gambar 2.2 Intervertebral disk

Kombinasi efek dari penuaan dan aktivitas kerja manual yang berat, disk ini bisa menjadi lemah. Beberapa serat bisa menjadi menegang, atau pelat tulang rawan bisa menderita retak-retak kecil, melepas material gelatin, mengurangi tekanan dari dalam, dan memungkinkan pusat disk untuk mengering. Akibatnya ruang disk menjadi sempit, menjadikan tulang-tulang vertebral menjadi lebih dekat dan saling bersentuhan, menimbulkan iritasi dan rasa sakit. Lebih buruk, berdampak pada akar saraf, yang menimbulkan rasa sakit dan perusakan pada saraf sensor dan motor. Pada saat saraf-saraf kehilangan integritasnya, tulang vertebral bisa bergeser, mengakibatkan tekanan yang tidak seimbang pada disk dan bahkan menjadi lebih sakit. Pada kasus yang lebih berat, yang disebut hernia disk, serat ini bisa sobek dan unsur gel ini bisa menekan akar saraf.

(6)

Gambar 2.4 Proses Hernia Disk Pada L5/S1 (Tampak Samping)

Menurut Kroemer et al. (2001, p64) cedera pinggang (low back pain) adalah sensasi rasa sakit / nyeri dari cedera yang terjadi pada daerah pinggang. Cedera pinggang disebabkan oleh berbagai hal, dimana pada umumnya berhubungan dengan perubahan pada kolom spinal dan ligamen beserta otot yang mendukungnya karena proses penuaan. Perubahan ini bisa disebabkan oleh kombinasi trauma yang berulang dan proses penuaan.

Penyebab dari masalah pinggang, tidak selalu mudah untuk diidentifikasi. Bersamaan dengan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, kedua faktor pekerjaan dan individu memiliki peranan. Faktor individu, termasuk faktor kecenderungan genetis untuk jaringan penhubung, disk, dan ligamen yang lebih lemah, serta kondisi gaya hidup personal, seperti perokok, dan obesitas, dimana ahli industri memiliki kendali yang lebih kecil. Perubahan hanya dapat dilakukan pada faktor kerja. Kerja berat termasuk bukan hanya pengangkatan beban berat yang sering, tetapi juga meliputi postur statis tulang belakang yang membungkuk (forward bending) untuk periode yang

(7)

lama. Postur yang tidak bergerak untuk periode yang lama, bahkan postur duduk, dan getaran pada tubuh juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

Berdasarkan pendapat Bridger (1995, p59), cedera pinggang juga dapat disebabkan oleh lelah otot jika seseorang harus bekerja dengan tulang belakang menekuk maju (misalnya saat mencuci piring, atau menyetrika). Postur statis ini memberikan beban pada otot pinggang, yang secara cepat lelah. Untuk bekerja yang membutuhkan berdiri, tempat kerja harus dirancang untuk mencegah pekerja untuk berdiri dengan posisi lordosis pada lumbar secara berlebihan atau harus mengadopsi posisi kerja membungkuk.

2.3 Disain Pengangkatan Manual

Berikut adalah beberapa faktor yang memperburuk tekanan postural dalam penanganan material menurut Bridger (1995, p164) :

• Memegang atau menahan beban jauh dari tulang belakang.

• Melakukan gerakan rotasi pada tulang belakang saat menyangga atau mengangkat beban.

• Mengangkat atau menurunkan beban dengan tinggi di bawah lutut atau di atas bahu.

• Mengangkat atau memindahkan beban dengan jarak vertikal atau horisontal yang jauh.

• Menahan atau mengangkat beban untuk periode yang lama.

• Mengangkat atau membawa beban secara sering.

(8)

Prosedur pengangkatan yang aman bagi pekerja menurut NIOSH (2007, p19) :

• Mengecek tanda pada beban

• Sebelum mengangkat, selalu menguji beban untuk stabilitas dan beratnya.

• Untuk beban yang tidak stabil dan / atau berat, yang harus diperhatikan adalah penggunaan peralatan, mengurangi berat beban, dan melakukan pengepakan ulang untuk meningkatkan stabilitas.

• Rencanakan pengangkatan

¾ Gunakan sepatu yang tepat untuk menghindari jatuh dan tergelincir.

¾ Jika menggunakan sarung tangan, gunakan ukuran yang tepat.

¾ Mengangkat sebanyak batas aman yang bisa dilakukan.

¾ Lakukan pengangkatan pada wilayah kekuatan (misalnya diatas lutut, dibawah bahu, dan dekat dengan tubuh), jika memungkinkan.

¾ Berhati-hati saat mengangkat beban yang tidak stabil.

• Saat mengangkat :

¾ Menggenggam dengan aman

¾ Gunakan kedua tangan

¾ Hindari hentakan, dengan bergerak secara perlahan

¾ Menjaga beban sedekat mungkin dengan tubuh

¾ Jika memungkinkan, gunakan kaki untuk mengangkat beban, jangan membungkuk.

(9)

Gambar 2.5 Teknik Mengangkat Beban (Objek Kaku)

Gambar 2.6 Teknik Mengangkat Beban (Objek Tidak Kaku)

¾ Jangan merotasi badan (twisting). Melangkah ke satu sisi atau arah lain untuk berputar.

¾ Alternatifkan pengangkatan atau tugas berat dengan tugas yang ringan / sedikit menggunakan fisik.

¾ Beristirahat

2.4 Posisi Duduk Saat Bekerja

Duduk adalah aspek diantara berjalan atau berdiri dan tiduran. Berat tubuh seseorang didukung sebagian oleh kursi (Kroemer et al., 2001, p342), konsumsi energi dan tekanan peredaran lebih tinggi disaat seseorang duduk dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dibandingkan saat berdiri. Lengan dan tangan dapat digunakan secara bebas, tetapi ruang kerjanya terbatas saat seseorang duduk.

(10)

Dua postur kerja yang terpenting adalah berjalan / berdiri dan duduk. Secara umum, dari kedua kondisi, posisi yang paling mudah menopang postur dari tulang belakang dan leher adalah dimana kolom spinal lurus dari sudut pandang depan, tetapi disertai dengan bentuk alami kurva S dari sudut pandang samping.

Menjaga postur tulang belakang dalam periode yang lama menjadi sangat tidak nyaman, karena kebanyakan dari tekanan otot harus dipertahankan untuk menjaga tubuh dalam posisi tersebut. Karena banyak orang yang mengalami rasa tidak nyaman, sakit, dan cedera pada kolom spinal (terutama pada daerah leher dan pinggang), postur dan pergerakan dari kolom spinal menjadi perhatian lebih dari fisiologis dan ortopedis. Pertimbangan postur dalam bekerja adalah sebagai berikut:

1. Perubahan dalam postur membantu untuk menghindari tekanan dari kolom spinal serta kelelahan otot.

2. Kursi harus didisain sehingga postur duduk dapat diubah secara berkala. Jika duduk diperlukan dalam waktu yang lama, sandaran dapat membantu mendukung punggung dan kepala, serta memungkinkan orang untuk beristirahat.

(11)

2.5 Persamaan Pengangkatan Beban NIOSH 2.5.1 Definisi

RWL adalah hasil revisi dari persamaan pengangkatan (lifting equation) NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health). RWL didefinisikan untuk sekumpulan kondisi tugas yang spesifik dimana berat beban dapat diangkat oleh hampir seluruh pekerja yang sehat dalam waktu yang cukup lama (misalnya sampai 8 jam kerja) tanpa meningkatkan resiko sakit punggung bawah.

2.5.2 Terminologi dan Definisi Data

Berikut adalah daftar penjelasan dari definisi yang berguna untuk menerapkan persamaan pengangkatan NIOSH :

• Tugas pengangkatan (Lifting Task)

Didefinisikan sebagai tindakan manual dari memegang sebuah objek dengan ukuran dan massa yang jelas dengan menggunakan kedua tangan, dan memindahkannya secara vertikal tanpa bantual objek mekanik.

• Berat beban (Load Weight = L)

Berat dari sebuah objek yang akan diangkat, dalam pon atau kilogram, termasuk kontainer.

• Lokasi horisontal (Horizontal Location = H)

Jarak tangan dari titik tengah antara mata kaki, dalam inci atau sentimeter (diukur pada tempat awal dan tempat tujuan pengangkatan)

(12)

• Lokasi vertikal (Vertical Location = V)

Jarak tangan dari atas lantai, dalam inci atau sentimeter (diukur pada tempat awal dan tempat tujuan pengangkatan)

• Jarak perpindahan vertikal (Vertical Travel Distance = D)

Nilai absolut dari perbedaan antara tinggi vertikal pada tempat tujuan dengan tempat awal pengangkatan, dalam inci atau sentimeter.

• Sudut asimetri (Asymmetry Angle = A)

Pengukuran sudut dari seberapa jauh objek berpindah dari bagian depan tubuh pekerja (mid-sagittal plane), pada saat awal atau akhir pengangkatan, dalam derajat (diukur pada tempat awal dan tempat tujuan). Lihat gambar 2.8

• Posisi netral tubuh

Dideskripsikan sebagai posisi tubuh saat tangan berada langsung di depan tubuh dengan rotasi yang minim pada kaki, batang tubuh, atau bahu.

• Frekuensi pengangkatan

Rata-rata jumlah pengangkatan selama periode 15 menit.

• Durasi pengangkatan

Klasifikasi 3 lapis dari durasi pengangkatan yang ditentukan oleh distribusi waktu kerja dan waktu pemulihan (pola kerja). Durasi dikelompokkan menjadi pendek (1 jam), menengah (1-2 jam), atau panjang (2-8 jam), berdasarkan pada pola kerja.

• Kualifikasi pegangan (coupling classification)

Klasifikasi dari kualitas pegangan objek untuk tangan. Diklasifikasikan sebagai baik, cukup baik, dan kurang baik.

(13)

• kontrol signifikan

didefinisikan sebagai kondisi yang membutuhkan penempatan secara tepat dari beban pada tempat tujuan.

(14)

Gambar 2.8 Representasi dari Sudut Asimetri

2.5.3 Batasan Pengangkatan Beban

Beberapa batasan pengangkatan beban dari revisi persamaan pengangkatan NIOSH :

• Mengangkat / meletakkan dengan satu tangan

• Mengangkat / meletakkan lebih dari 8 jam

• Mengangkat / meletakkan sambil duduk / berlutut

(15)

• Mengangkat / meletakkan objek yang tidak stabil

• Mengangkat / meletakkan saat membawa, mendorong, atau menarik

• Mengangkat / meletakkan dengan gerobak

• Mengangkat / meletakkan dengan gerakan yang cepat (lebih cepat dari 30 inchi/detik)

• Mengangkat / meletakkan dengan lantai yang kurang baik (<0,4 koefisien gesekan antara tapak kaki dengan lantai)

• Mengangkat / meletakkan dalam lingkungan yang kurang baik (misal: temperatur berada di luar batas 19-26 oC, kelembaban diluar batas 35-50%)

2.5.4 Persamaan dan Fungsinya

Persamaan pengangkatan untuk menghitung berat beban yang direkomendasikan (Recommended Weigth Limit / RWL) ini didasarkan pada model perkalian yang memberi pembobotan pada 6 variabel. Pembobotan ini berperan sebagai koefisien yang berfungsi untuk mengurangi konstanta beban (load constant). RWL didefinisikan dengan persamaan berikut :

RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM • LC = Load Constant • HM = Horizontal Multiplier • VM = Vertical Multiplier • DM = Distance Multiplier • AM = Asymmetric Multiplier • FM = Frequency Multiplier • CM = Coupling Multiplier

(16)

2.5.4.1 Komponen Horisontal

Lokasi horisontal (H) diukur dari titik tengah garis yang menghubungkan mata kaki dengan titik proyeksi pada lantai langsung dibawah titik tengah pegangan tangan (pusat beban), yang didefinisikan oleh telapak tangan. Jika kontrol signifikan dibutuhkan pada tempat tujuan (misalnya penempatan yang tepat), nilai H harus diukur dua kali, yaitu pada tempat awal dan tempat tujuan.

Jika jarak horisontal kurang dari 10 inci / 25 cm, maka H ditentukan 10 inci / 25 cm. Walaupun objek dapat diangkat dengan jarak kurang dari 10 inci dari mata kaki, umumnya objek tidak dapat diangkat tanpa halangan dari perut atau memanjangkan bahu. Dengan penentuan nilai 25 inci / 63 cm sebagai nilai maksikmum H, hal ini mungkin terlalu besar untuk pekerja yang lebih pendek pada saat pengangkatan. Lebih jauh lagi, objek dengan jarak lebih dari 25 inci dari mata kaki, secara normal tidak dapat diangkat secara vertikal tanpa kehilangan keseimbangan.

Pengali horisontal (HM) adalah 10/H untuk nilai H yang diukur dalam inci, dan 25/H untuk cm. Jika H kurang atau sama dengan 10 inci / 25 cm, maka nilai HM adalah 1. Nilai HM akan berkurang menjadi 0.4 jika H adalah 25 inci / 63 cm. Jika H lebih dari 25 inci, maka nilai HM adalah 0.

2.5.4.2 Komponen Vertikal

Lokasi vertikal (V) didefinisikan sebagai tinggi vertikal dari tangan diatas lantai. Nilai V diukur secara vertikal dari lantai ke titik tengah antara genggaman tangan. Lokasi vertikal (V) dibatasi oleh permukaan lantai dan batas atas dari pengangkatan (70 inci atau 175 cm). Lokasi vertikal harus

(17)

diukur pada tempat awal dan tempat tujuan untuk menentukan jarak perpindahan (D).

Untuk menentukan pengali vertikal (VM), nilai absolut atau deviasi V dari tinggi optimum 30 inci / 75 cm dihitung. Tinggi 30 inci di atas lantai dipertimbangkan sebagai “tinggi telapak tangan / knuckle height” untuk pekerja dengan tinggi rata-rata (66 inci / 165 cm). Pengali vertikal (VM) adalah (1-(0.0075|V-30|)) untuk V dalam inci, dan (1-(0.003|V-75|)) untuk V dalam cm.

Pada saat nilai V 30 inci / 75 cm, pengali vertikal (VM) bernilai 1. Nilai VM berkurang secara linear dengan peningkatan atau penurunan tinggi dari posisi ini. Pada tingkat lantai, VM adalah 0.78, dan pada tinggi 70 inci / 175 cm, VM adalah 0.7. jika V lebih dari 70 inci, maka VM = 0.

2.5.4.3 Komponen Jarak

Variabel jarak perpindahan vertikal (D) didefinisikan sebagai jarak perpindahan vertikal dari tangan antara tempat awal dan tempat tujuan. Untuk pengangkatan, D dapat dihitung dengan mengurangi lokasi vertikal (V) pada tempat tujuan dengan V tempat awal. Untuk tugas peletakkan beban, D dihitung dengan mengurangi V pada tempat awal dengan V tempat tujuan. Variabel D diasumsikan paling kecil 10 inci / 25 cm, dan tidak lebih dari 70 inci / 175 cm. Jika jarak perpindahan vertikal kurang dari 10 inci / 25 cm, maka D ditetapkan menjadi jarak minimum, yaitu 10 cm / 25 cm. Pengali jarak (DM) adalah (0.82+(1.8/D)) untuk D dalam inci, dan DM adalah (0.82+(4.5/D) untuk D dalam cm.

(18)

2.5.4.4 Komponen Asimetri

Asimetri berhubungan dengan pengangkatan yang mulai atau berakhir diluar tengah sagittal plane (gambar 2.8). Secara umum, pengangkatan asimetris sebaiknya dihindari. Jika pengangkatan asimetris tidak dapat dihindari, batas beban yang direkomendasikan menjadi berkurang secara signifikan dibandingkan dengan pengangkatan simetris.

Sudut asimetri didefinisikan sebagai sudut antara garis asimetri dengan garis tengah sagittal. Garis asimetri didefinisikan sebagai garis horisontal yang menghubungkan titik tengah antara tulang mata kaki titik yang diproyeksikan pada lantai, langsung di bawah titik tengah dari genggaman tangan.

Sudut A dibatasi dari rentang 0º-135º. Jika A > 135º, maka AM ditetapkan menjadi sama dengan 0, yang menhasilkan RWL menjadi nol, atau tidak ada beban. Pengali asimetri (AM) adalah 1-(0.0032A). Nilai maksimum AM adalah 1, dimana beban diangkat langsung di depan badan. AM berkurang secara linear dengan meningkatnya sudut asimetri A.

2.5.4.5 Komponen Frekuensi

Pengali frekuensi didefinisikan oleh (a) jumlah pengangkatan per menit (frekuensi), (b) jumlah waktu dalam aktivitas pengangkatan (durasi), dan (c) tinggi vertikal pengangkatan dari lantai. Frekuensi pengangkatan (F) merupakan rata-rata jumlah pengangkatan per menit, yang diukur selama 15 menit.

Durasi pengangkatan dikategorikan menjadi 3, yaitu pendek, menengah, dan panjang. Kategori ini didasarkan oleh periode waktu kerja yang kontinu

(19)

dan waktu pemulihan (misalnya kerja ringan). Periode waktu kerja berkelanjutan adalah periode kerja yang tidak terinterupsi. Waktu pemulihan didefinisikan sebagai durasi aktivitas kerja ringan yang dilanjutkan dengan periode pengangkatan yang berkelanjutan.

• Durasi Pendek – merupakan tugas pengangkatan yang memiliki durasi 1 jam atau kurang, diikuti dengan waktu pemulihan 1.2 kali waktu kerja.

• Durasi Menengah – merupakan pengangkatan yang memiliki durasi lebih dari 1 jam, tetapi tidak lebih dari 2 jam.

• Durasi Panjang – merupakan pengangkatan yang memiliki durasi antara 2 dan 8 jam, dengan kelonggaran istirahat standar industri (misalnya pagi, makan siang, dan istirahat sore).

Frekuensi pengangkatan (F) untuk pengangkatan yang repetitif bervariasi dari 0.2 pengangkatan / menit sampai frekuensi maksimum yang tergantung pada lokasi vertikal objek (V) dan durasi pengangkatan. Pengangkatan melebihi frekuensi maksimum menghasilkan nilai RWL 0. Nilai FM tergantung pada rata-rata pengangkatan per menit (F), lokasi vertikal (V), dan durasi dari pengangkatan yang kontinu. Untuk pengangkatan dengan frekuensi kurang dari 0.2 pengangkatan per menit, nilai frekuensi ditetapkan menjadi 0.2 pengangkatan / menit.

Tabel 2.1 Frequency Multiplier

Frekuensi Durasi Kerja

Pengangkatan / Menit ≤ 1 jam >1 tetapi ≤2 jam >2 tetapi ≤8jam (F) V<30 (75cm) V≥30 (75cm) V<30 (75cm) V≥30 (75cm) V<30 (75cm) V≥30 (75cm) ≤0.2 1.00 1.00 0.95 0.95 0.85 0.85 0.5 0.97 0.97 0.92 0.92 0.81 0.81 1 0.94 0.94 0.88 0.88 0.75 0.75 2 0.91 0.91 0.84 0.84 0.65 0.65 3 0.88 0.88 0.79 0.79 0.55 0.55

(20)

Tabel 2.1 Frequency Multiplier (Lanjutan)

Frekuensi Durasi Kerja

Pengangkatan / Menit ≤ 1 jam >1 tetapi ≤2 jam >2 tetapi ≤8jam (F) V<30 (75cm) V≥30 (75cm) V<30 (75cm) V≥30 (75cm) V<30 (75cm) V≥30 (75cm) 4 0.84 0.84 0.72 0.72 0.45 0.45 5 0.80 0.80 0.60 0.60 0.35 0.35 6 0.75 0.75 0.50 0.50 0.27 0.27 7 0.70 0.70 0.42 0.42 0.22 0.22 8 0.60 0.60 0.35 0.35 0.18 0.18 9 0.52 0.52 0.26 0.26 0.00 0.15 10 0.45 0.45 0.00 0.23 0.00 0.13 11 0.41 0.41 0.00 0.21 0.00 0.00 12 0.37 0.37 0.00 0.00 0.00 0.00 13 0.00 0.34 0.00 0.00 0.00 0.00 14 0.00 0.31 0.00 0.00 0.00 0.00 15 0.00 0.28 0.00 0.00 0.00 0.00 ≥15 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.5.4.6 Komponen Pegangan

Kebiasaan pegangan tangan dengan objek atau metode pemegangan dapat mempengaruhi tidak hanya tenaga maksimum pekerja yang bisa atau harus gunakan terhadap objek, tetapi juga lokasi vertikal dari tangan pada proses pengangkatan. Pegangan yang baik akan mengurangi kekuatan genggaman maksimum dan meningkatkan kemungkinan pengangkatan beban. Pegangan yang buruk secara umum membutuhkan kekuatan genggaman yang lebih besar dan mengurangi kemungkinan pengangkatan beban.

Tabel 2.2 Coupling Multiplier

Tipe Pengali Pengangan (CM) Pegangan V<30 (75cm) V≥30 (75cm)

Baik 1 1 Cukup Baik 0.95 1

(21)

2.5.5 Indeks Pengangkatan (LiftingIndex / LI)

Seperti yang didefinisikan sebelumnya, LI menghasilkan estimasi relatif dari stres fisik yang berhubungan dengan pekerjaan pengangkatan manual.

RWL ) Beban Berat ( Weight Load LI=

Dimana Load Weight (L) / berat beban adalah berat dari objek yang diangkat (lbs atau kg).

Berat beban yang direkomendasikan (RWL) dan indeks pengangkatan (LI) dapat digunakan sebagai panduan disain ergonomi dalam beberapa cara:

• Pengali individu dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan pekerjaan spesifik. Besar relatif dari setiap pengali mengindikasikan kontribusi relatif pada setiap faktor tugas (misalnya horisontal, vertikal, frekuensi, dan sebagainya).

• RWL dapat digunakan sebagai panduan mendisain ulang dari pekerjaan pengangkatan yang ada atau untuk mendisain pekerjaan pengangkatan manual yang baru.

• Nilai LI dapat digunakan untuk memprioritaskan disain ulang ergonomi.

Berdasarkan perspektif NIOSH, pengangkatan beban dengan LI > 1 akan meningkatkan resiko cedera pinggang untuk beberapa pekerja. Beberapa ahli mempercayai kriteria seleksi pekerja dapat digunakan untuk mengidentifikasi pekerja yang dapat melakukan tugas pengangkatan yang berbahaya (pengangkatan yang memiliki LI lebih dari 1). Bagaimanapun kriteria seleksi harus berdasarkan penelitian, observasi empiris, atau pertimbangan teori, termasuk pengujian kekuatan yang berhubungan dengan kerja dan / atau pengujian kapasitas aerobik. Meskipun begitu, para ahli ini bersepakat bahwa

(22)

seluruh pekerja akan beresiko cedera saat melakukan tugas pengangkatan yang sangat berbahaya (pengangkatan dengan LI lebih dari 3).

2.6 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA adalah metode survei yang dikembangkan untuk penggunaan investigasi ergonomi dari tempat kerja dimana cedera tubuh bagian atas akibat kerja dapat terjadi. RULA menyediakan metode untuk menyaring sejumlah besar operator secara cepat, tetapi sistem penilaian yang dikembangkan juga menghasilkan indikasi dari tingkat pembebanan untuk setiap bagian tubuh individu.

2.6.1 Pendahuluan

RULA dikembangkan untuk investigasi pekerja / individu terhadap faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan penyebab cedera tubuh bagian atas. Dalam pengembangannya, RULA melakukan evaluasi dari postur tubuh, usaha, dan penggunaan otot dari operator VDU dan operator yang mengerjakan berbagai tugas-tugas manufaktur dimana terdapat resiko cedera terhadap tubuh bagian atas.

Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan menggunakan 3 tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko tersebut adalah :

• Jumlah gerakan

• Kerja otot statis

• Kekuatan

(23)

• Jam kerja tanpa istirahat

Sebagai tambahan, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah beban, tetapi hal ini mungkin berbeda-beda bagi setiap individu (postur kerja, penggunaan otot statis atau kekuatan yang tidak perlu, kecepatan dan akurasi dari gerakan, frekuensi dan durasi). Selain itu, faktor individu (seperti usia dan pengalaman), lingkungan kerja, dan variabel psikososial juga mempengaruhi perbedaan respon individu terhadap beban.

Dalam menilai 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, kekuatan, dan postur), RULA dikembangkan untuk :

• Menyediakan metode penilaian resiko cedera tubuh bagian atas secara cepat.

• Mengidentifikasi kekuatan otot yang berhubungan dengan postur bekerja, kekuatan yang tak perlu, dan yang menyebabkan lelah otot.

• Memberikan hasil yang dapat digunakan lebih luas untuk penilaian ergonomis yang meliputi faktor epidemiologika, fisik, lingkungan, dan organisasional, dan terutama memenuhi kebutuhan dari UK Guidelines on the prevention of work related upper limb disorders.

2.6.2 Sistem Penilaian RULA

Untuk menghasilkan metode yang dapat dengan cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A adalah lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, sedangkan kelompok B adalah leher, punggung, dan kaki yang akan memberikan pengaruh pada postur tubuh bagian atas. RULA menggunakan konsep pemberian nilai pada postur tubuh (sistem coding) yang ringkas dan cepat untuk digunakan.

(24)

Rentang dari pergerakan setiap bagian tubuh dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kriteria yang diturunkan melalui interpretasi dari literatur yang berhubungan. Bagian-bagian yang diberi nomor 1, menunjukkan rentang gerakan atau postur bekerja dimana faktor resiko adalah minimal. Penomoran yang lebih tinggi diberikan untuk rentang gerakan dan postur tubuh dengan peningkatan faktor-faktor resiko yang membebankan struktur segmen tubuh. Nilai-nilai kelompok A (lengan atas, lengan bawah, dan leher)

1. Nilai Lengan Atas

Gambar 2.9. Rentang Gerakan Lengan Atas

• 1 untuk rentang 20º ke belakang / ke depan dari tengah tubuh.

• 2 untuk rentang >20º ke belakang atau 20º- 45º kedepan

• 3 untuk rentang 45º- 90º

• 4 untuk rentang >90º

• Nilai bertambah 1 bila pundak terangkat atau lengan menjauh dari tubuh

• Kurangi 1 bila berat tangan ditopang / didukung. 2. Nilai Lengan Bawah

Gambar 2.10 Rentang Gerakan Lengan Bawah

(25)

• 2 untuk rentang < 60ºatau > 100º

• Nilai bertambah 1 bila lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh atau menjauh dari tubuh.

3. Nilai Pergelangan Tangan

Gambar 2.11 Rentang Gerakan Pergelangan Tangan

• 1 untuk posisi netral

• 2 untuk rentang menekuk sampai 15º ke atas atau ke bawah dari posisi netral

• 3 untuk rentang menekuk >15º ke atas atau ke bawah.

• Nilai bertambah 1 bila pergelangan tangan menekuk kesamping (side bending)

• Nilai bertambah 1 bila pergelangan berputar masih dalam rentang putar tengah.

• Nilai bertambah 2 bila putaran pergelangan ada pada atau dekat rentang putaran akhir pergelangan.

Nilai-nilai kelompok B (leher, punggung, dan kaki) : 1. Nilai Leher

(26)

• Nilai 1 untuk leher menekuk 0º-10º ke bawah

• Nilai 2 untuk leher menekuk 10º-20º ke bawah

• Nilai 3 untuk leher menekuk >20º ke bawah

• Nilai 4 untuk leher menekuk / berekstensi ke belakang

• Nilai bertambah 1 bila leher berputar / berotasi (twisting)

• Nilai bertambah 1 bila leher menekuk ke samping (side bending) 2. Nilai Punggung

Gambar 2.13 Rentang Gerakan Punggung

• Nilai 1 untuk punggung yang didukung / ada yang menahan, dengan posisi pinggul dan punggung 90º atau lebih.

• Nilai 2 untuk punggung yang membungkuk dengan sudut 0º-20º

• Nilai 3 untuk punggung yang membungkuk dengan sudut 20º-60º

• Nilai 4 untuk punggung yang membungkuk dengan sudut >60º

• Nilai bertambah 1 bila punggung melakukan putaran / berotasi (twisting)

• Nilai bertambah 1 bila punggung mengarah ke samping (side bending)

3. Nilai Kaki

• Nilai 1 untuk kaki dan telapak kaki ada yang menahan saat duduk dengan beban yang seimbang.

(27)

• Nilai 1 untuk posisi berdiri dengan beban yang didistribusikan seimbang ke kedua kaki, dengan ruang untuk berganti posisi.

• Nilai 2 untuk kaki dan telapak kaki yang tidak didukung / ditahan atau beban yang tidak seimbang antara 2 kaki.

Penilaian RULA dimulai dengan observasi operator dalam beberapa siklus kerja dengan tujuan memilih tugas dan postur untuk dinilai. Penilaian bisa ditentukan dari postur tubuh yang paling sering dilakukan dalam siklus kerja atau saat dimana beban tertinggi muncul. Karena RULA dapat digunakan secara cepat, penilaian bisa dilakukan untuk setiap postur dalam siklus kerja. Saat menggunakan RULA, hanya bagian sisi kanan atau kiri saja yang dinilai pada satu waktu. Jika diperlukan, penilaian dapat dilakukan untuk kedua sisi.

Gambar 2.14 Struktur Penilaian RULA

Nilai tunggal dibutuhkan dari kelompok A dan B yang menunjukkan tingkat pembebanan postur dari sistem musculoskeletal melalui postur bagian tubuh yang dikombinasikan. Langkah pertama untuk menetapkan sistemnya

(28)

adalah dengan mengurutkan setiap kombinasi dari postur, dari pembebanan yang terkecil sampai yang terbesar berdasarkan kriteria fungsi otot dan biomekanika. Pengurutan nilai postur ini ada dalam skala 1 sampai 9. Nilai 1 didefinisikan sebagai postur yang pembebanan pada musculoskeletal paling kecil. Berikut adalah tabel nilai untuk postur A dan B.

Tabel 2.3 Nilai Postur A

Nilai Pergelangan Tangan

1 2 3 4 Perputaran (Twist) Perputaran (Twist) Perputaran (Twist) Perputaran (Twist) Lengan Atas Lengan Bawah 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 3 4 4 1 2 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 3 3 4 4 4 2 3 3 4 4 4 4 4 5 5 1 3 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 4 3 4 4 4 5 5 5 6 6 1 5 5 5 5 5 6 6 7 2 5 6 6 6 6 7 7 7 5 3 6 6 6 7 7 7 7 8 1 7 7 7 7 7 8 8 9 2 8 8 8 8 8 9 9 9 6 3 9 9 9 9 9 9 9 9

Tabel 2.4 Nilai Postur B

Punggung

1 2 3 4 5 6 Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Kaki Leher 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7 2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7 3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7 4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8 5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8 6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9

(29)

Sistem penilaian dikembangkan juga termasuk beban tambahan pada sistem musculoskeletal yang disebabkan oleh kerja otot statis, gerakan yang repetitif, dan kebutuhan menggunakan tenaga atau menahan beban eksternal saat bekerja. Nilai ini dihitung untuk setiap kelompok A dan B.

Nilai A + Nilai Penggunaan Otot & Tenaga = Nilai C Nilai B + Nilai Penggunaan Otot & Tenaga = Nilai D

Penilaian jumlah dari beban statis atau penggunaan tenaga yang akan menyebabkan kelelahan berikut kerusakan jaringan tergantung pada waktu dimana operator diekspos pada faktor resiko eksternal. RULA menyediakan sistem penilaian yang konservatif dan sederhana yang digunakan sebagai panduan untuk mengindikasikan faktor resiko. Nilai postur bertambah menjadi 1 bila postur tubuh secara umum statis, misalnya menahan lebih dari 1 menit. Penggunaan otot didefinisikan sebagai repetitif / berulang jika kegiatan berulang lebih dari 4 kali per menit.

Kontribusi dari kegiatan yang memerlukan tenaga atau menahan beban, seperti peralatan tangan, tergantung pada berat objek, lamanya menahan, dan waktu pemulihan, sama seperti postur bekerja yang diadopsi. Jika beban atau tenaga kurang dari 2 kg atau kurang dan menahan sebentar-sebentar, maka nilainya adalah 0. Jika beban 2-10 kg sebentar-sebentar, maka nilainya adalah 1. jika beban 2-10 kg statis atau berulang-ulang, maka nilainya adalah 2. Nilai 2 juga untuk beban yang lebih dari 10 kg yang sebentar-sebentar. Terakhir, jika beban lebih dari 10 kg dan dikerjakan statis atau berulang, nilainya adalah 3. Jika beban / tenaga yang besar yang dikerjakan / dikeluarkan dengan tiba-tiba nilainya juga 3.

(30)

Nilai penggunaan otot dan tenaga dinilai untuk bagian tubuh pada kelompok A dan B. Setelah itu, nilai ini ditambahkan dengan nilai postur yang diturunkan dari tabel 2.3 dan 2.4 untuk mendapatkan nilai yang disebut nilai C dan D.

2.6.3 Pengembangan Nilai Akhir dan Daftar Kegiatan

Kedua nilai C dan D akan digunakan untuk satu nilai akhir tunggal yang besarnya menentukan panduan untuk prioritas investigasi selanjutnya. Setiap kombinasi nilai C dan D akan diberi pengurutan yang disebut nilai akhir (Grand Score), dari 1-7 berdasarkan resiko cedera yang telah diestimasi dalam hubungannya dengan pembebanan musculoskeletal (tabel 2.5). Berikut adalah daftarnya :

• Tingkat Kegiatan 1 – nilainya adalah 1 atau 2 yang menunjukkan postur tubuh sudah baik jika tidak bertahan atau berulang-ulang untuk periode yang lama.

• Tingkat Kegiatan 2 – nilai akhir 3 dan 4 mengindikasikan perlunya investigasi lebih jauh dan perubahan mungkin diperlukan.

• Tingkat Kegiatan 3 – nilai 5 dan 6 mengindikasikan investigasi dan perubahan dibutuhkan segera.

• Tingkat Kegiatan 4 – nilai 7 mengindikasikan investigasi dan perubahan dibutuhkan secepatnya.

(31)

Tabel 2.5 Nilai Akhir RULA

Nilai D (Leher, Punggung, dan Kaki) 1 2 3 4 5 6 7+ 1 1 2 3 3 4 5 5 2 2 2 3 4 4 5 5 3 3 3 3 4 4 5 6 4 3 3 3 4 5 6 6 5 4 4 4 5 6 7 7 6 4 4 5 6 6 7 7 7 5 5 6 6 7 7 7 Nila i C (Tubuh Bag ian Ata s) 8+ 5 5 6 7 7 7 7

Tingkat kegiatan yang lebih tinggi tidak mengarahkan untuk mengurangi segala resiko terhadap operator. Hal ini harus ditekankan karena tubuh manusia adalah sistem yang rumit dan adaptif, metode sederhana tidak dapat menyelesaikan masalah postural dan efek pembebanan terhadap tubuh. Yang dihasilkan oleh RULA adalah sebuah panduan, dan dikembangkan untuk memberikan batasan terhadap situasi-situasi yang ekstrim.

(32)

2.7 Sistem Informasi

Menurut Turban et al. (2003, p15) sistem informasi mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan spesifik. Sama seperti sistem lain, sistem informasi meliputi input (data dan instruksi) dan output (laporan dan perhitungan). Sistem informasi memproses input dan menghasilkan output yang dikirimkan kepada user atau sistem lain.

James A. O’Brien (2003, p7) juga menyatakan sistem informasi merupakan kombinasi dari orang, hardware, jaringan komunikasi, dan sumber data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam organisasi.

2.8 Objek dan Kelas

Objek adalah sebuah entitas dengan identitas, status, dan perilaku (Mathiassen et al., 2000, p4). Objek menggambarkan pandangan realitas dari user. Beberapa orang adalah pelanggan, dan mereka dilayani sebagai entitas tunggal dengan identitas, status, dan perilaku yang spesifik. Sedangkan kelas (classes) adalah deskripsi dari sekumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang sama.

2.9 ObjectOrientedAnalysisandDesign (OOAD)

2.9.1 Aktivitas Utama

Aktivitas utama pada OOAD dibagi menjadi 4 aktivitas utama, yaitu analisis Problem Domain, analisis Application Domain, Architectural Design, dan Component Design (Mathiassen et al., 2000, p15).

(33)

Gambar 2,15 Aktivitas Utama OOAD

a. Analisis ProblemDomain

Problem domain adalah bagian dari konteks yang diatur, diawasi atau dikendalikan oleh sistem. Tujuan dari analisis problem domain adalah mengembangkan sebuah model. Dalam analisis problem domain ini, terdapat 3 aktivitas, yaitu :

Gambar 2.16 Aktivitas Analisis Problem Domain

• Memilih objek, classes, dan events yang menjadi bagian dari model problem-domain.

• Mengembangkan model dengan fokus pada hubungan struktur antara classes dan objek yang dipilih.

(34)

Tabel 2.6 Aktiivtas Analisis Problem Domain

Aktivitas Isi Konsep

Classes Objek dan event apa yang merupakan bagian dari problem domain? Class, objek, dan event Structure Bagaimana classes dan objek berhubungan? Generalisasi, agregasi, asosiasi, dan cluster Behaviour Properti dinamis apa yang dimiliki objek? Event trace, behavioral pattern, dan atribut

b. Analisis ApplicationDomain

Application domain merupakan organisasi yang mengatur, mengawasi, atau mengendalikan problem domain. Tujuan dilakukannya analisis application domain adalah untuk menentukan kebutuhan penggunaan sistem. Aktivitas dalam analisis application domain dijelaskan pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Aktiivtas Analisis Application Domain

Aktivitas Isi Konsep

Usage Bagaimana interaksi sistem dengan orang dan sistem dalam konteks? Use case dan Actor Functions Apa saja kemampuan pemrosesan informasi dari sistem? Function

Interfaces Apa saja kebutuhan interface dari sistem yang dikembangkan? Interface, user interface, dan sistem interface

(35)

c. ArchitecturalDesign

Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem. Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi. Aktivitas pada architectural design dijelaskan pada tabel 2.8

Tabel 2.8 Aktiivtas Architectural Design

Aktivitas Isi Konsep

Criteria Bagaimana kondisi dan kriteria untuk perancangan? Criterion

Components Bagaimana sistem terstruktur ke dalam komponen? Component arhitecture dan component Process Bagaimana proses-proses sistem didistribusikan dan dikoordinasikan? Process architecture dan process

(36)

Tabel 2.9 menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah software.

Tabel 2.9 Criterion untuk Menentukan Kualitas Software

Criterion Ukuran

Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan

context organisasional dan teknikal.

Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data

dan fasilitas.

Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform. Correct Kesesuaian dengan kebutuhan.

Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat. Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki

kerusakan sistem.

Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem

melakukan fungsinya. Flexible Biaya memodifikasi sistem.

Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem.

Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain yang berkaitan. Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain. Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain.

Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable, flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan sistem.

Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen yang berkaitan. Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang paling sesuai dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:

Layered Architecture Pattern

(37)

Client-Server Architecture Pattern

Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan class diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.

Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola distribusi yang ada antara lain:

Centralized Pattern

Distributed Pattern

Decentralized Pattern

Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan processor dengan komponen program dan active objects.

d. ComponentDesign

Component design bertujuan untuk menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural. Aktivitas pada component design dijelaskan pada tabel 2.10.

Tabel 2.10 Aktiivtas Architectural Design

Aktivitas Isi Konsep

Model Component

Bagaimana model direpresentasikan sebagai class dalam sistem?

Model component dan atribut Function Component Bagaimana fungsi-fungsi diimplementasikan? Function Component dan operasi Connecting Component Bagaimana komponen-komponen berhubungan? Component dan connection

(38)

Gambar 2.19 Aktivitas Component Design

2.9.2 Prinsip-prinsip Analisis dan Perancangan

OOAD dikembangkan dengan 4 prinsip analisis dan perancangan yang umum :

Model the context – sistem yang bermanfaat harus memenuhi konteks mereka. Adalah hal yang penting untuk membuat model dari application domain dan problem domain saat melakukan analisis dan perancangan.

Emphasize the arhitecture – arsitektur yang mudah dipahami memfasilitasi kolaborasi antara disainer dan programer. Arsitektur yang fleksibel memungkinkan modifikasi dan peningkatan dari sistem.

Reuse pattern – pengembangan berdasarkan die dan komponen yang telah diuji meningkatkan kualitas sistem dan pengembangan produktivitas proses.

Tailor the method to suit specific projects – setiap usaha pengembangan memiliki tantangannya masing-masing. OOAD harus dirancang untuk kebutuhan spesifik dari situasi analisis dan disain yang ada.

(39)

2.10 Kelebihan dan Kekurangan dalam OOAD

Mathiassen et al. (2000, pp5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan menggunakan OOAD diantaranya adalah:

1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem. 2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan

mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.

3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.

Sebaliknya, kekurangan dalam menggunakan OOAD menurut Raymond McLeod, Jr (2001, p615) adalah:

1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.

2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit. 3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan

untuk sistem bisnis.

2.11 UnifiedModelingLanguage (UML)

Turban et al. (2003, p114) menyatakan UML adalah bahasa untuk membuat spesifikasi, visualisasi, membangun, dan mendokumentasikan artifak (seperti kelas-kelas, objek, dan lain-lain) pada sistem software berorientasi objek. UML memudahkan penggunaan kembali dari artifak tersebut karena menyediakan sekumpulan notasi umum yang dapat digunakan kembali untuk segala jenis proyek software.

(40)

2.12 Diagram UML 2.12.1 ClassDiagram

Class diagram menunjukkan sekumpulan classes dengan hubungan strukturalnya (Mathiassen et al., p336) . Menurut Whitten et al. (2004, pp455-459) terdapat 3 jenis hubungan antar-class yang umum digunakan , yaitu:

• Asosiasi

Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.

Gambar 2.20 Hubungan Asosiasi Class Diagram

• Generalisasi / Spesialisasi

Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.

(41)

Gambar 2.21 Hubungan Generalisasi Class Diagram

• Agregasi

Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.

(42)

2.12.2 StatechartDiagram

Mathiassen et al. (2000, p341) menyatakan bahwa statechart diagram menunjukkan perilaku umum dari seluruh objek pada class yang spesifik dan berisi state dan transition diantara mereka. Berikut adalah gambar notasi dasar dari statechart diagram.

Initial State

Final State

State State

Event (attributes)[condition]

Transisi dengan event dan condition Gambar 2.23 Notasi Dasar Statechart Diagram

Berikut adalah langkah-langkah dalam membuat statechart diagram menurut Whitten et al., (2004, p700):

1. Mengidentifikasi initial dan final state.

2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut. 3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.

4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.

2.12.3 UseCaseDiagram

Use case diagram menunjukkan hubungan antara actors dan use cases (Mathiassen et al., 2000, p343). Actor dan use case merupakan 2 elemen utama dari deskripsi. Mereka dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dengan demikian mengindikasikan partisipasi dari aktor pada use case yang ada. Berikut adalah gambar dari notasi use case diagram.

(43)

Use Case Group

Actor

Participation

Use Case Use Case

Group of Use Case

Gambar 2.24 Notasi Dasar Use Case Diagram

2.12.4 SequenceDiagram

Sequence diagram menjelaskan interaksi diantara beberapa objek sepanjang waktu (Mathiassen et al., 2000, p340). Sequence diagram dapat menggambarkan secara detail mengenai situasi yang kompleks dan dinamis yang melibatkan beberapa dari objek yang ada pada classes pada class diagram. Berikut adalah gambar dari notasi pada sequence diagram :

Object:Class Lifeline for an object Object:Class Recursive call and return event Procedure call ()

Message in the form event Procedure call

Return

Destruction of an object

Gambar 2.25 Notasi Dasar Sequence Diagram

(44)

2.12.5 NavigationDiagram

Navigation diagram merupakan bentuk khusus dari statechart diagram yang fokus pada seluruh user interface yang dinamis. Diagram ini menunjukkan windows dan transisi diantara mereka.

Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki nama dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya sebuah tombol yang menghubungkan dua window.

Gambar 2.26 Notasi Navigation Diagram

2.12.6 ComponentDiagram

Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).

(45)

Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.

Gambar 2.27 Contoh Component Diagram

2.12.7 DeploymentDiagram

Deployment diagram menunjukkan konfigurasi sistem dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor tersebut. Processor merupakan unit yang dapat melakukan proses. Sebuah external device adalah stereotype khusus dari sebuah prosesor. Komponen program adalah komponen koheren yang menyediakan beberapa fasilitas kepada komponen lain dan dikarakterisasikan oleh sebuah interface yang terdiri dari classes dan operasi yang diimplementasikan. Processor dapat berisi komponen program. Processor dan komponen program adalah objek dari mereka sendiri dan dapat berisi objek lain.

(46)

<<Stereotype>> Processor

Program Component

Program Component Class

Operation <<stereotype>> Dependency Program Component Processor Gambar 2.28 Notasi Deployment Diagram

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang
Gambar 2.3 Proses Hernia Disk Pada L5/S1 (Tampak Atas)
Gambar 2.4 Proses Hernia Disk Pada L5/S1 (Tampak Samping)
Gambar 2.5 Teknik Mengangkat Beban (Objek Kaku)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam projek ini, satu aplikasi carian web berasaskan semantik web atau ontologi dibangunkan dengan mengintegrasikan alatan-alatan yang menyokong SHOE seperti Expose, Parka

Dengan adanya gangguan-gangguan yang ada di instalasi listrik 150 kV yang dapat menimbulkan potensi bahaya seperti kebakaran pada transformator, maka perusahaan perlu

Dari jumlah di atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah restoran yang terdaftar di Dinas Pariwisata Kota Bandung semakin meningkat, diperkirakan untuk

Jika angka setengah penganggur bulan Agustus 2016 dibandingkan dengan 6 bulan yang lalu (kondisi Februari 2016), maka angka ini mengalami penurunan sebesar 5,7 ribu orang atau

Wanita yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan progestin DMPA adalah perempuan usia reproduksi, perempuan nulipra dan perempuan yang telah memiliki anak,

Terdapatnya aktivitas pada ekstrak yang disari dengan pelarut non polar yaitu heksana, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik kulit batang sirsak

Dari hasil pengolahan data menggunakan SPSS, kita mendapatkan hasil perhitungan uji F sebesar 3,271 (F hitung &gt; F tabel atau 3,271 &gt; 3,2317) dengan

Deviden adalah pembagian laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan. Deviden harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan para pemegang saham. Pada