• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERHENTIAN NOTARIS DENGAN TIDAK HORMAT AKIBAT DINYATAKAN PAILIT - Repository Unja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMBERHENTIAN NOTARIS DENGAN TIDAK HORMAT AKIBAT DINYATAKAN PAILIT - Repository Unja"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERHENTIAN NOTARIS DENGAN TIDAK HORMAT AKIBAT

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah yang menjadi alasan Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah kepailitan terhadap Notaris dapat dijadikan alasan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Adapun rumusan masalah dari penulisan ini yaitu: 1 Apakah yang menjadi alasan Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya. 2. Bagaimanakah kepailitan terhadap Notaris dapat dijadikan alasan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Adapun teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu teori disiplin, teori kepailitan dan teori validitas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu: 1. Alasan pemberhentian Notaris dengan tidak hormat sesuai dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yaitu apabila: dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; berada dibawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

(2)

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan telah memberikan penjelasan secara terperinci mengenai pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit, dan apa akibat-akibat hukum dari keputusan pailit tersebut, dan dari penelitian yang penulis lakukan terhadap bahan-bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif yang berhubungan dengan kepalitan dan bahan hukum lain yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan tidak ditemukan bahwa akibat dari kepailitan menyebabkan seseorang dapat kehilangan hak untuk menjalankan profesi atau jabatannya. Pernyataan pailit demi hukum hanya mengakibatkan debitur kehilangan haknya untuk berbuat bebas dan mengurus harta kekayaannya saja, yang meliputi seluruh kekayaan yang ada pada saat pernyataan pailit diucapkan atau yang diperoleh selama kepailitan, akan tetapi tidak kehilangan hak untuk tindakan hukum lain seperti dalam hukum keluarga, ia tetap cakap menurut hukum, seperti untuk mengajukan gugatan cerai, termasuk untuk tetap bekerja dan menjalankan profesinya atau jabatannya.

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study are: 1. To identify and analyze what is the reason for the dismissal of notaries with disrespect from office. 2. To identify and analyze how bankruptcy can be a reason to dismissal of notaries with disrespect as stipulated in Article 12 letter a of Law Number 2 of 2014 concerning Notary. The formulation of the problem of this paper are: 1 What is the reason for the Notary be dishonorably discharged from office. 2. How does bankruptcy to be an explanation of dishonorable discharge as stipulated in Article 12 letter a of Law Number 2 of 2014 concerning Notary. The theory that I use in this research discipline theory, the theory of bankruptcy and the validity of the theory. In this study the authors used normative juridical research method. The results of this study are: 1. Reason Notary dishonorable dismissal in accordance with Article 12 of Law No. 2 of 2014 concerning Notary, namely when: declared bankrupt by a court ruling has become final and binding; under guardianship continuously for more than 3 (three) years; Acts which degrade the honor and Notary; or commit serious violations of obligations and prohibitions. Notary as a public official and authorized attributive by law have caused most of its position on the scope of administrative law. In the legal action, surveillance, inspection and application of sanctions against Notary made by the Minister of Law and Human Rights. 2. Article 12 paragraph a of Law Number 2 of 2014 concerning Notary does not provide detailed explanations regarding the bankruptcy of the Notary, the Notary bankrupted whether his office or as a private person. The imposition of administrative sanctions such as dismissal dishonorable and contrary to the basic principles due to bankruptcy law set forth in the Bankruptcy Act. As provided for in Article 21 through Article 40 of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy, insolvency only covers the acquisition and management of assets of insolvent debtors. So with this, when associated with the theory of bankruptcy, Act No. 37 of 2004 on Bankruptcy has provided a detailed explanation of the parties can be declared bankrupt, and what the legal consequences of bankruptcy decision that, and research conducted by the author of the legal materials which contain rules normative related to kepalitan and materials other laws related to the research that the authors do not find that as a result of bankruptcy can cause a person to lose the right to exercise a profession or position. The declaration of bankruptcy by law only lead to the debtor loses the right to act freely and take care of his assets only, covering all the wealth that existed at the time the declaration of bankruptcy pronounced or obtained during the bankruptcy, but do not lose the right to any legal action, such as in family law, she said according to the law, such as to file for divorce, including to keep working and carrying out his profession or position.

(4)

A. PENDAHULUAN

Notaris sebagai pejabat umum atau bisa juga disebut pejabat publik dalam menjalankan jabatannya dalam melayani masyarakat di bidang hukum, haruslah memiliki moral yang tinggi yaitu di tuntut harus jujur, cerdas, dan memiliki pengetahuan hukum yang baik serta harus taat terhadap Peraturan Jabatan tentang Notaris dan Kode Etik Profesi Notaris. Notaris sebagai pengemban kepercayaan yang telah diberikan oleh negara untuk menjalankan kewenangannya, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 sebagaimana yang telah diperbaharui menjadi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya dalam penulisan ini ditulis Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tetang Jabatan Notaris)Undang-Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

Notaris terikat pada kewenangan dan kewajiban selaku pejabat umum serta notaris juga terikat pada larangan-larangan sebagaimana yang diatur dalam Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang terdapat pada Pasal 17 huruf f yaitu : “Notaris dilarang merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta”. Pelanggaran terhadap larangan tersebut dapat berakibat seorang notaris diberhentikaan dari jabatannya setelah sebelumnya dilakukan terlebih dahulu teguran-teguran secara tertulis oleh Majelis Pengawas Notaris.

(5)

dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Dari bunyi pasal tersebut, maka timbul pertanyaaan apakah notaris adalah juga seorang pengusaha yang menjalankan suatu perusahaan sehingga dapat dipailitkan. Atau apakah seorang notaris tersebut melakukan kesalahan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sehingga berakibat terhadap akta otentik yang dibuatnya karena kekuatan pembuktiannya sebagai alat bukti menjadi hilang dan mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang terkait terhadap akta otentik tersebut. Akibat kesalahan tersebut notaris yang bersangkutan dapat dituntut pertanggung jawabannya di Pengadilan Negeri dimana notaris tersebut berkantor. Apabila notaris tersebut tidak bisa mengganti kerugian tersebut yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri maka dapat dimungkinkan untuk dimohonkan pailit.

(6)

Berdasarkan Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tersebut, maka akibat hukum yang timbul dari kepailitan tersebut adalah sampai dengan jabatan notaris sehingga menimbulkan penafsiran bahwa kepailitan yang terjadi terkait dengan kewenangan notaris dalam membuat akta otentik. Namun apabila kedudukan notaris adalah sebagai debitor, maka ketentuan sanksi yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris terhadap notaris menjadi tidak sesuai dengan akibat hukum kepailitan yaitu ketidak cakapan sampai dengan harta kekayaannya tersebut. Adanya kekaburan norma dalam Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tersebut dapat menyebabkan kesalahan dalam menerapkan peraturan perundang-undangan.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang menjadi alasan notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya?

2. Bagaimanakah kepailitan terhadap notaris dapat dijadikan alasan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah yang menjadi alasan notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya.

(7)

D. LANDASAN TEORITIS 1. Teori disiplin

2. Teori Kepailitan 3. Teori validitas

E. METODE PENELITIAN 1. Tipe Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah meneliti norma yang berupa perintah atau larangan yang sesuai dengan prinsip norma hukum. Menurut Zainudin Ali bahwa ” penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktisi, baik yang bersifat asas-asas hukum, norma-norma hukum dan berkembang dalam masyarakat”.1 2. Pedekatan Penelitian

Dilihat dari kajian hukum yang diangkat dari penelitian ini, yaitu mengenai pemberhetian notaris dengan tidak hormat akibat dinyatakan pailit, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pendekatan undang-undang (statute approach), yaitu penelitian terhadap produk-produk hukum.

b. Pendekatan konseptual (conceptual approach), yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum seperti; sumber hukum, fungsi hukum, dan sebagainya.

c. Pendekatan politis (politic approach), yaitu penelitian terhadap pertimbangan-pertimbangan atau kebijakan elite politik dan partisipasi masyarakat dalam pembentukan dan penegakan berbagai produk hukum.2

3. Pengumpulan Bahan Hukum

1Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 43.

(8)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang dijadikan dasar dalam menyusun penulisan tesis yang diambil dari kepustakaan, di antaranya:

1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

2) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

3) KUHPerdata.

4) Peraturan Perundang-undangan lainnya. b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, di antaranya: diperoleh dengan mempelajari buku-buku ilmu hukum, jurnal ilmu hukum, laporan penelitian ilmu hukum, artikel ilmiah hukum dan bahan seminar serta yang lainnya.

c. Bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang akan digunakan penulis dalam mendukung bahan hukum sekunder, yakni:

1) Kamus Hukum

2) Kamus Besar Bahasa Indonesia 4. Analisis Bahan Hukum

(9)

a. Menginfentarisasikan atau mengumpulkan semua peraturan perundang-undangan sesuai masalah yang dibahas.

b. Mengsistimatisasikan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

c. Menginterpretasikan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

F. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1 PEMBERHENTIAN NOTARIS DENGAN TIDAK HORMAT DARI JABATANNYA.

1.1.1. Notaris dan Pengawasannya

Dalam Pasal 1 angaka (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyebutkan, bahwa:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.

Landasan filosofis tentang keberadaan notaris tercantum dalam pertimbangan hukum Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, salah satu pertimbangannya adalah:

(10)

Jabatan notaris sebagai jabatan profesi di dalam memberikan jasa (pelayanan) kepada masyarakat, menuntut pentingnya ditentukan suatu norma atau standarisasi di dalam pelaksanaan tugas, kewenangan, dan kewajibannya. Notaris dituntut untuk tetap menjaga perilaku, martabat dan kehormatan sebagai pejabat umum mengingat pentingnya peranan dan kedudukan notaris dalam masyarakat. Dalam era pembangunan hukum, peranan notaris ini yang menempatkan notaris sebagai bagian dari komponen profesi hukum dan juga penegak hukum, sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang diberikan kepadanya dalam menjalankan profesinya.

Notaris merupakan salah satu profesi yang mempunyai

karateristik tersendiri dibandingkan profesi lain seperti advokat, jaksa,

arbirter dan hakim. Dimana tugas notaris adalah membantu

orang-orang yang mempunyai masalah hukum. Untuk itu, agar dapat

menjalankan profesi tersebut atau membantu orang-orang yang

mempunyai permasalahan hukum, maka seseorang yang menjalankan

profesi tersebut membutuhkan keahlian khusus sebagai salah satu

prasyarat untuk menjadi profesional.

(11)

Sebelum berlakunya Undang-undang Jabatan Notaris, pengawas, pemeriksa, dan penjatuhan sanksi terhadap notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtelijke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl. 1847 No. 23), Pasal 96

Reglement Buitengewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen – Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan Pasal 50 PJN. Kemudian pengawasan terhadap notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana tersebut dalam Pasal 32 dan 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004.

Menurut G.H.S. Lumban Tobing, tujuan pengawasan terhadap Notaris adalah:

(12)

tanggungjawab di atas bahunya, baik itu berdasarkan hukum maupun berdasarka moral.3

Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris, pengawasan notaris dilakukan oleh Menteri yang kemudian

membentuk Majelis Pengawas yang terdiri atas unsur pemerintah,

organisasi Notaris dan ahli Akademisi Adapun susunan anggota

Majelis Pengawas Notaris tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 67

Undang-undang Jabatan Notaris.

Kedudukan seorang notaris dalam suatu profesi, pada hakekatnya merupakan suatu kedudukan yang terhormat, karena itu permasalahannya adalah bahwa pada jabatan notaris terlihat suatu kewajiban agar ilmu yang dipahami dijalankan dengan ketulusan hati, itikad baik dan kejujuran dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Maka karena itu etika yang dimiliki pada jabatan notaris juga merupakan tonggak dan ukuran bagi setiap notaris agar selalu bersikap dan bekerja sesuai dengan kode etik, dengan mematuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam sumpah dan kode etiknya. “Jika hukum dipatuhi karena ada penjaganya atau dapat dikatakan ada desakan dari luar, maka pada etika alat untuk mematuhi etika tersebut hanya bersandar pada hati nurani si professionalis”.4

3 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 301.

(13)

Berdasarkan Pasal 6 Perubahan Kode Etik Notaris Tahun 2015

maka sanksi yang dapat dikenakan terhadap anggota yang melakukan

pelanggaran Kode Etik dapat berupa :

a. Teguran.

b. Peringatan.

c. Pemberhentian sementara dar ikeanggotaan perkumpulan.

d. Pemberhentian dengan hormat darikeanggotaan

perkumpulan.

e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.

Maka sesuai dengan teori disiplin, maka penjatuhan

saksi-sanksi yang berkaitan dengan kode etik tersebut adalah secara tidak

langsung merupakan pelanggaran disiplin, dimana menurut James

Drever bahwa:

dari sisi psikologis, disiplin adalah kemampuan mengendalikan perilaku yang berasal dari dalam diri seseorang sesuai dengan hal-hal yang telah di atur dari luar atau norma yang sudah ada. Dengan kata lain, disiplin dari segi psikologis merupakan perilaku seseorang yang muncul dan mampu menyesuaikan diri dengan aturan yang telah ditetapkan.5

1.1.2. Pemberhentian Notaris dengan Tidak Hormat.

Notaris sebagai pejabat umum dan diberikan kewenangan secara atributif oleh undang-undang menyebabkan sebagian kedudukannya ada pada lingkup hukum administrasi negara. Dalam melakukan tindakan hukum tersebut, maka pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan membentuk Majelis Pengawas. Keputusan dalam pemberian sanksi kepada notaris merupakan

(14)

keputusan dari pemerintah, yang dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bersifat konkrit dan individual, dimana seperti yang dikutip oleh Philipus M.Hadjon, et. Al., yaitu Pasal 2 Wet AROB mendefinisikan keputusan , yaitu:

1. Keputusan menurut undang-undang ini diartikan keputusan tertulis dari sutu organ administrative yang ditujukan pada suatu akibat hukum.

2. Bukan termasuk keputusan dalam arti undang-undang ini adalag suatu keputusanyang mempunyai tujuan umum, suatu tindakan hukum menurut hukum perdata.6

Sanksi administratif menjadi salah satu pembahasan dalam Undang-undang Jabatan Notaris dikarenakan bahwa notaris sebagian kedudukannya adalah sebagai pejabat umum yang juga tunduk pada hukum administrasi. Sanksi-sanksi tersebut diatur dalam Pasal 85 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, antara lain :

Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang terdapat dalam Pasal 12:

Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:

a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

b. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;

c. Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris ; atau

(15)

d. Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Ada 3 (tiga) alasan dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang berkaitan dengan alasan pemberhetian notaris dengan tidak hormat dari jabatannya, yang perlu ditafsirkan secara tersendiri agar memperoleh penafsiran yang tepat sesuai dengan karakter jabatan dan akta notaris, yaitu:7

1. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; yaitu secara tegas dapat ditentukan bahwa kepailitan dan PKPU yang diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tidak berlaku untuk notaris, karena notaris adalah jabatan, sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, bahwa debitor adalah orang (atau badan usaha) yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Dalam kapasitas sebagai notaris, tidak dapat notaris berkedudukan sebagai debitor, yang paling sedikit mempunyai 2 (dua) kreditor dan tidak membayar utangnnya yang telah jatuh tempo, kalau secara pribadi (misalnya berdagang atau sebagai pengusaha), seorang notaris juga mempunyai usaha lain dapat saja berkedudukan sebagai debitor dan jika pailit atau melalui PKPU, tetap saja secara pribadi dalam kedudukan sebagai pedagang ataau penngusaha saja. Dan notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak pernah membuat perikatan atau perjanjian utang-piutang dengaan orang atau badan usaha (kreditor).

2. Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; yaitu menurut ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menegaskan bahwa notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tidakan pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun lebih. Isi pasal ini apakah ancaman

(16)

(diancam) ditujukan kepada Nootaris dalam menjalankan tugas jabatannya atau diluar menjalankan tugas jabatannya. Jika dilakukan penafsiran terhadap kata diancam dan dikaitkan dengan kalimat sebelumnya yaitu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, suatu rangkaian kata dan kalimat yang bertentangan. Ancaman meyatakan maksud rencana atau perkiraan, sedangkan suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan suatu putusan yang telah menempuh upaya hukum yang diperkenankan menurut aturan hukum, dan putusan seperti ini wajib untuk dieksekusi oleh jaksa. Maka berdasarkan arti ancaman tersebut, bahwa ancaman sebatas maksud perkiraan saja, jadi eblum sesuatu yang pasti terjadi atau akan dilaksanakan atau belum tentu dihukum dengan pidana penjaraa selama 5 (lima) tahun karena masih berupa ancaman. Dengan demikian jelas telah terjadi pertentangan dalam penerapan kata dalam kalimat dengan istilah yang dipergunakan, yaitu aantara penggunaan kata diancam dengan kalimat atau istilah putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan kata lain putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap bukan merupakan ancaman lagi, tapi sudah merupakan suatu kepastian.

(17)

keduanya sama-sama dapat merendahkaan martaabat dan jabatan notaris.

Diberhentikan secara tidak hormat oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat, dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan bentuk sanksi administratif yang menimbulkan akibat hukum berupa hilangnya seluruh kewenangan notaris sehingga tidak dapat menjalankan jabatannya kembali.

1.2 PEMBERHENTIAN NOTARIS DENGAN TIDAK HORMAT DARI JABATANNYA AKIBAT DINYATAKAN PAILIT BERDASARKAN PASAL 12 HURUF a UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

1.2.1 Notaris yang Dinyatakan Pailit

Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, seorang notaris dalam jabatannya juga dapat melakukan kesalahan dan harus dapat mempertanggungjawabkan kesalahannya tersebut dengan sanksi-sanksi yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

(18)

dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Apabila kepailitan dikaitkan dengan jabatan notaris maka yang dapat menjadi penyebab timbulnya utang bagi seorang notaris sehingga notaris dapat diajukan permohonan pailit antara lain adalah notaris melakukan bisnis di luar profesinya, berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yaitu:

Notaris dilarang:

a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

c. merangkap sebagai pegawai negeri;

d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat;

f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;

g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris;

h. menjadi Notaris Pengganti; atau

melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat

mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

(19)

sebagai Debitur sepanjang telah memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.

Menurut Habib Adjie bahwa yang dimaksud notaris pailit adalah:

Jika notaris tersebut digugat untuk memberikan ganti rugi akibat kesalahannya yang menyebabkan suatu akta menjadi kehilangan kekuatan pembuktian sebagai akta otentik, atau suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapannya menjadi batal demi hukum sehingga menimbulkan kerugian bagi para pihak, dan ternyata nilai kerugian yang dituntut begitu besar, sehingga seluruh harta Notaris tersebut tidak mencukupi untuk menggantinya, dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.8

Maka, dari hal-hal diatas yang dapat menyebabkan pailitnya seorang notaris adalah apabila telah memenuhi konsep kepailitan yaitu:

Konsep kepailitan didasari pada satu hal utama yang menjadi pokok dapat terjadinya kepailitan yaitu mengenai utang. Tanpa adanya utang, maka kepailitan akan kehilangan esensinya karena yang dinyatakan subjek hukum disini adalah orang dan badan hukum, sedangkan notaris bukanlah badan hukum, jadi ia mewakili subjek hukum orang, dan untuk itu ketentuan dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris berlaku untuk subjek hukum orang.

8Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administrasi Terhadap Notaris (Sebagai Pejabat Publik), Refika Aditama, 2008 , hal.64.

(20)

1.2.2 Pemberhentian Notaris dengan Tidak Hormat dari Jabatannya akibat Dinyatakan Pailit Berdasarkan Pasal 12 Huruf a undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-undang Jabatan Notaris khususnya di dalam ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menjatuhkan sanksi pemberhentian secara tidak hormat pada notaris yang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Notaris dalam kedudukannya sebagai orang perorangan dan terlepas dari jabatannya dalam melakukan perbuatan hukum dapat diputus pailit apabila memenuhi syarat-syarat kepailitan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan.

Alasan atau yang menjadi latar belakang pemberhentian notaris dengan tidak hormat berdasarkan Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam risalah rapat proses pembahasan rancangan UUJN yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tahun 2004 adalah:

“Karena perbuatan tersebut secara moral adalah perbuatan yang menentang kehormatannya dan martabat jabatan Notaris, dan merupakan pelanggaran berat terhadap larangan jabatannya”10.

(21)

Jabatan Notaris tersebut adalah “perbuatan yang melanggar norma agama, norma sopan santun, norma akhlak dan norma hukum”11.

Namun apabila Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ini apabila dikaitkan dengan asas dari Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga terjadi pertentangan yaitu dengan asas kelangsungan usaha, dimana asas ini bertujuan untuk memberikan peluang atau kemungkinan bagi usaha debitur untuk tetap dilangsungkan.

Notaris yang mengalami kepailitan seharusnya tetap dapat bisa menjalankan jabatannya sebagai notaris. Notaris adalah sebagai pejabat umum yang bertugas dan berkewajiban untuk membuat akta otentik dimana dalam pembuatan akta otentik ini notaris mendapatkan honorarium dari klien atau pihak yang menggunakan jasa dari notaris tersebut.12

Seorang notaris yang dinyatakan pailit, sebenarnya berkedudukan sebagai subjek hukum orang, bukan dalam jabatan, karena yang dinyatakan subjek hukum disini adalah orang dan badan hukum, sedangkan notaris bukanlah badan hukum, jadi ia mewakili subjek hukum orang, dan untuk itu ketentuan dalam Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentan Jabatan Notaris berlaku untuk subjek hukum orang. Hal ini tentu sja menyebabkan notaris kehilangan hak hukum untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya saja, sedangkan haknya untuk menjalankan profesi atau 11Ibid, hal.188.

(22)

pun pekerjaannya tidak menjadi objek kepailitan. Kekayaan tersebut meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu diputuskan beserta semua kekayaan yang diperoleh selama kepailitan itu.

Ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa, “Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”, menimbulkan berbagai penafsiran mengenai kedudukan Notaris yang diputus pailit. Dalam menjelaskan mengenai kedudukan notaris yang dinyatakan pailit yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris, maka dipergunakan penafsiran sistematis, yaitu: “melalui metode yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum (undang-undang lain) atau dengan keseluruhan sistem hukum”.13

Terkait dengan hal itu maka akibat-akibat hukum yang ditimbulkan dari adanya putusan pailit tehadap notaris yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris pada hakikatnya harus dikonfirmasikan validitasnya dengan akibat hukum kepailitan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan sebagai norma dasar dari

(23)

ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tersebut.

Penjatuhan sanksi administrasi berupa pemberhentian secara tidak hormat bertentangan dengan prinsip dasar dan akibat hukum kepailitan yang diatur dalam Undang-undang Kepailitan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 sampai dengan Pasal 40 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, kepailitan hanya meliputi penguasaan dan pengurusan terhadap harta kekayaan debitor pailit.

Maka dengan ini, apabila dikaitkan dengan teori kepailitan, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan telah memberikan penjelasan secara terperinci mengenai pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit, dan apa akibat-akibat hukum dari keputusan pailit tersebut, dan dari penelitian yang penulis lakukan terhadap bahan-bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif yang berhubungan dengan kepalitan dan bahan hukum lain yang berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan tidak ditemukan bahwa akibat dari kepailitan menyebabkan seseorang dapat kehilangan hak untuk menjalankan profesi atau jabatannya.

G. KESIMPULAN

(24)

kejujuran dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Maka karena itu etika yang dimiliki pada jabatan notaris juga merupakan tonggak dan ukuran bagi setiap notaris agar selalu bersikap dan bekerja sesuai dengan kode etik, dengan mematuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam sumpah dan kode. Diberhentikan secara tidak hormat oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat, dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia merupakan bentuk sanksi administratif yang menimbulkan akibat hukum berupa hilangnya seluruh kewenangan notaris sehingga tidak dapat menjalankan jabatannya kembali.

2. Pasal 12 huruf a Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Jabatan Notaris tidak memberikan penjelasan secara terperinci perihal notaris yang dinyatakan pailit tersebut, apakah notaris tersebut dipailitkan dalam jabatannya, atau sebagai orang pribadi. jabatannya. Pernyataan pailit demi hukum hanya mengakibatkan debitur kehilangan haknya untuk berbuat bebas dan mengurus harta kekayaannya saja, yang meliputi seluruh kekayaan yang ada pada saat pernyataan pailit diucapkan atau yang diperoleh selama kepailitan, akan tetapi tidak kehilangan hak untuk tindakan hukum lain seperti dalam hukum keluarga, ia tetap cakap menurut hukum, seperti untuk mengajukan gugatan cerai, termasuk untuk tetap bekerja dan menjalankan profesinya atau jabatannya.

H. SARAN

(25)

dipertimbangkan terlebih dahulu, karena kepailitan terhadap notaris hanya menyangkut notaris sebagai orang pribadi dan tidak ada keterkaitan dengan jabatannya.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan Penelitian ini adalah Bagaimanakah kewenangan Pengadilan Niaga memeriksa perkara Kepailitan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

Pengertian kepailitan tersebut dikaitkan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan tersebut, pernyataan pailit merupakan suatu putusan Pengadilan

Menurut penelitian penulis, dasar lahirnya Pasal 12 (a) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris karena notaris merupakan profesi yang mengabdikan

Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan utang dalam hukum kepailitan adalah kewajiban yang dinyatakan

Dalam pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang telah menyinggung masalah kepailitan pada perusahaan

Undang - undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat

30 dan lihat pula ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Dasar hukum pengajuan permohonan pernyataan pailit adalah Undang-Undang No.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajihban pembayaran utang ketentuan pasal