• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Drainase Tambang Bawah Tanah.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Drainase Tambang Bawah Tanah.pdf"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

DRAINASE TAMBANG BAWAH TANAH BATU BARA

A. PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penambangan batubara adalah masalah penanganan air, atau lebih umum disebut dengan istilah penirisan tambang. Dengan adanya perbedaan antara tambang terbuka dengan tambang bawah tanah, maka cara penirisan tambangnya juga berbeda. Sebagai contoh pada tambang terbuka, yang membedakannya dengan tambang bawah tanah adalah pengaruh iklim pada kegiatan penambangan. Elemen-elemen iklim seperti hujan, panas/temperatur, tekanan udara, dan lain-lain dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, unjuk kerja alat dan kondisi pekerja, yang selanjutnya dapat mempengaruhi produktivitas penambangan. Demikian juga dengan tambang bawah tanah, masalah air tanah akan lebih dominan dibandingkan dengan air permukaan.

Berikut ini akan dibahas aspek-aspek hidrologi dan hidrogeologi yang mendasari perencanaan sistem penirisan tambang. Aspek hidrologi akan mencakup pembahasan mengenai elemen-elemen hidrologi penting, seperti hujan, penguapan, infiltrasi dan limpasan. Sedangkan yang termasuk dalam cakupan higrogeologi akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan air tanah.

Berdasarkan hidrologi dan hidrogeologi daerah tambang, diharapkan perilaku air tambang (air yang masuk ke areal tambang) dapat diketahui sehingga dapat dilakukan penanganan secara lebih baik.

Selanjutnya akan dibahas aspek perancangan sistem penirisan tambang, khususnya tambang bawah tanah serta pembahasan tentang pompa.

B. PENGETAHUAN HIDROLOGI

1.

Daur Hidrologi.

Secara keseluruhan jumlah air di bumi ini diperkirakan sebanyak 1.366 juta km3, yang distribusinya dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1

Distribusi Air di Bumi Bagian dari Hidrosfer Jumlah (km3) Persentase (%) Lautan

Air bawah tanah Air bawah tanah tawar Kelembaban tanah Salju, es, dan gletser Danau air tawar Danau air asin Daerah rawa Sungai Air di atmosfer 1338.106 23,4.106 105,3.105 16.500 24,2.106 91.000 85.400 11.470 2.120 12.900 96,5 1,7 0,76 0,001 1,766 0,007 0,006 0,0008 0,0002 0,001

Dari jumlah tersebut hanya sekitar 2,5 % berupa air tawar, dan hanya sekitar 220 km3diantaranya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.

(2)

Suatu bagian dari jumlah air diatas mengalami proses yang membentuk daur dimana air mengalami perubahan bentuk dan tempat. Daur ini disebut daur hidrologi atau daur air, dan dapat digambarkan seperti gambar 1. Pada umumnya proses-proses yang berkaitan dengan daur air merupakan yang periodik terhadap ruang dan waktu, yang bergantung pada pergerakan bumi terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya.

Cadangan air yang penting bagi manusia adalah air-air permukaan, seperti air sungai, air danau, dan air tanah pada zona yang aktif. Hal tersebut disebabkan oleh pertimbangan ketersediaan dan pembaharuannya.

Secara kuantitatif daur air digambarkan dalam “neraca air” yang merupakan fungsi dari ruang dan waktu. Dalam neraca air digambarkan hubungan antara presipitasi (P), penguapan (E), limpasan (R) dan perubahan penyimpanan (dS) seperti berikut;

P = E + R + dS

Gambar 1. Daur Hidrologi

2.

Curah Hujan

Uap air di atmosfer yang terkondensasi dan jatuh ke bumi secara umum disebut presipitasi, yang dapat berbentuk hujan, salju, es, dan embun.

Satuan curah hujan adalah mm, yang berarti jumlah air hujan yang jatuh pada satuan luas tertentu. Jadi 1 mm curah hujan berarti pada luasan 1m2 jumlah air hujan yang jatuh adalah sebanyak 1 liter ( 1000 cm3)

Derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per satuan waktu, dan disebut intensitas hujan, yang menyatakan ukuran hujan.

(3)

Tabel 2

Derajat dan Intensitas Hujan Derajat Hujan Intensitas Curah

Huja n

Kondisi

Hujan sangat lemah

0,02 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit Hujan lemah 0,02-0,05 Tanah menjadi basah semua

Hujan normal 0,05-0,25 Bunyi curah hujan terdengar

Hujan deras 0,25-1,00 Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan terdengar bunyi dari genangan

Hujan sangat deras >1,00 Hujan seperti ditumpahkan, seluruh drainase meluap

Tabel 3

Keadaan dan Intensitas Curah Hujan Keadaan Curah

Hujan

Curah Hujan

1 jam 24 jam

Hujan sangat ringan < 1 < 5

Hujan ringan 1 – 5 5 – 20

Hujan normal 5 – 10 20 – 50

Hujan lebat 10 – 20 50 – 100

Hujan sangat lebat > 20 > 100

Berdasarkan pergerakan udara penyebab hujan, dapat dibedakan tiga tipe hujan, yaitu ;

Hujan konvektif ; hujan yang diakibatkan oleh naiknya udara panas ke daerah udara dingin. Udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensasi. Hujan tipe ini umumnya berjangka waktu pendek, derah hujannya terbatas dan intensitasnya bervariasi dari hujan sangat ringan sampai hujan sangat lebat. Tipe hujan ini ditemui di daerah khatulistiwa.

Hujan orografis ; yakni hujan yang terjadi di daerah pegunungan dan disebabkan oleh naiknya massa udara lembab karena punggung pegunungan.

Hujan siklon ; merupakan hujan yang berhubungan dengan front udara (front

udara panas dan front udara dingin).

a.

Pengukuran Curah Hujan

Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur hujan, yang dapat dibedakan menjadi (seperti gambar 2 berikut);

Alat penakar hujan biasa mempunyai luas bukaan sebesar 200 cm2 dan diletakkan kurang lebih 1 m dari permukaan tanah. Pengukuran umumnya dilakukan sekali dalam sehari, biasanya pukul 07.00. Dengan demikian akan dihasilkan curah hujan harian.

(4)

Alat penakar hujan otomatis, dimana pencatatan dilakukan otomatis secara berkesinambungan sehingga dihasilkan data intensitas hujan yang akurat.

Pertimbangan-pertimbangan dalam penempatan alah penakar hujan adalah:

Alat harus diletakkan di tempat yang terbuka, yang bebas dari pengaruh

pohon dan gedung. Standar yang ditetapkan oleh WMO (World Meteorogical Organisation) adalah : d > 4 h , dengan h = tinggi pohon atau gedung, dan d = jaraknya dengan alat penakar hujan.

Sedapat mungkin diharapkan jauh dari tempat dengan angin yang kencang.

Juga dihidari daerah arus naik.

Gambar 2.: Alat Penakar Hujan

(a = alat penakar hujan biasa ; b = alat penakar hujan otomatis)

b.

Analisis data Curah Hujan

Data curah hujan umumnya disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan dan tahunan. Penyajian dapat dilakukan dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis data curah hujan sangat bergantung pada kegunaan hasil analisis.

Pada umumnya diperlukan data pengukuran jangka panjang karena komponen cuaca dan hidrologi mempunyai sifat periodik.

1)

Curah hujan suatu daerah

a)

Metoda rata-rata aritmatis

Metoda ini banyak diterapkan pada daerah yang datar dengan titik pengukuran yang terdistribusi baik serta perbedaan harga rata-ratanya tidak terlalu besar.

n

P =

Pi / n

i = 1

dengan Pi = curah hujan suatu stasiun pengukuran dan n = jumlah stasiun.

(5)
(6)

b)

Metoda Poligon (metoda Thiessen)

Dengan metode ini daerah yang akan dihitung curah hujannya dibagi menjadi daerah-daerah pengaruh setiap statiun pengukuran.

P =

Pi.Ai/ At = [ 1/At ]

Pi.Ai

Dimana ; Ai = luas daerah pengaruh stasiun yang bersangkutan At = luas daerah total

c) Metoda Isohyet

Garis Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan curah hujan yang sama. Dengan metoda ini luas daerah di antara dua garis Isohyet dihitung. Curah hujan daerah tersebut adalah harga rata-rata dari kedua Isohyet yang mengapitnya. Rumus yang dipakai sama dengan rumus untuk metoda poligon.

Cara ini memerlukan waktu yang cukup panjang terutama dalam menyiapkan peta Isohyet. Dilain pihak metoda ini memberi kemungkinan untuk memperhitungkan faktor-faktor yang berpengaruh pada curah hujan, seperti morfologi, dll.

d)

Metoda Kurva Hypsometri

Metoda ini dapat digunakan pada daerah dimana variasi curah hujan terhadap ketinggian tidak dapat diabaikan. Untuk metoda ini diperlukan analisis yang berpengalaman dan hanya untuk suatu interval/ selang waktu hujan yang panjang.

2)

Periode ulang

Curah hujan akan menunjukkan suatu kecendrungan pengulangan. Hal ini terlihat dari data yang dianalisis, yang mencakup suatu jangka waktu yang panjang (misalnya 30 tahun). Sehubungan dengan hal tersebut, dalam analisis curah hujan dikenal istilah perioda kemungkinan ulang (return period), yang berarti kemungkinan/ probabilitas perioda terulangnya sutau tingkat curah hujan tertentu. Satuan perioda ulang adalah tahunan.

Dalam perancangan suatu bangunan air, atau dalam hal ini sarana penirisan/ penyaliran tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana , yaitu curah hujan dengan periode ulang tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu. Sebagai contoh, suatu sumuran dirancang untuk hujan 10 tahunan.

Salah satu metoda untuk menganalisis curah hujan adalah metoda distribusi ekstrim I atau distribusi Gumbel. Jika T adalah periode ulang, n adalah jumlah data hujan, m adalah ranking data dari terbesar ke terkecil, maka :

(7)

Dimana : XT = curah hujan untuk periode ulang T

X = curah hujan rata-rata S = deviasi standar

Yr = reduce variate = -ln{-ln[(T-1)/T]} Ym = -ln{-ln[(n+1-m) / (n+1)]}

Y’m = Ym rata-rata

Sm = deviasi standar dari Ym

3.

Penguapan

a.

Penguapan dapat dibedakan menjadi :

1)

Evaporasi : penguapan dari permukaan air yang terbuka (kolam, danau, dll), tanah tanpa tanaman, dan air hujan yang tertangkap oleh tumbuhan dan /atau yang tidak sampai kepermukaan tanah (=intersepsi).

2)

Transpirasi : penguapan melalui tumbuh-tumbuhan.

b.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan

1)

Atmosfir

2)

Tutupan tumbuh-tumbuhan

3)

Tanah

c.

Dalam banyak hal, evaporasi dan transpirasi tidak dapat dipisahkan, sehingga dikenal istilah “evapotranspirasi” yaitu evaporasi dan transpirasi yang merupakan proses penguapan atau perpindahan air ke atmosfir dari suatu luas permukaan tertentu yang ditanami oleh tumbuh-tumbuhan. Evapotranspirasi dapat dibedakan menjadi:

1)

Evapotranspirasi aktual (nyata atau efektif), yang merupakan evapotranspirasi nyata yang terjadi dari suatu permukaan yang ditanami tumbuhan persatuan luas dan persatuan waktu pada kondisi klimatologi dan meteorologi tertentu.

2)

Evapotranspirasi potensial, yang merupakan evapotranspirasi maksimal yang mungkin terjadi dari suatu permukaan yang ditanami tumbuhan bila air tersedia dengan optimal.

d.

Pengukuran Evapotranspirasi Secara Langsung

Penentuan keseluruhan penguapan secara kuantitatif sukar dilakukan karena proses penguapan merupakan proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh

banyak faktor. Walaupun demikian beberapa metoda pengukuran langsung, terutama untuk mengukur evapotranspirasi telah dikembangkan.

Cara pengukuran yang umum dikenal adalah pengukuran panci evaportasi (evaporation pan) yang digunakan untuk mengukur evaporasi dari suatu permukaan air yang terbuka. Salah satu panci evaporasi yang terkenal adalah “Class A Evaporation Pan” yang berdiameter 121,9 cm (46,6”) dan tinggi 25,4 cm (10“).

e.

Penentuan Penguapan Secara Tidak Langsung

Karena pengukuran evapotranspirasi sangat sulit dilakukan, maka telah dikembangkan cara-cara tidak langsung untuk menghitungnya, yaitu dari data

(8)

meteorologi dan klimatologi. Secara garis besar rumus-rumus yang dikembangkan untuk perhitungan penguapan dapat dibedakan menjadi :

1)

Rumus empiris

Berdasarkan temperatur : rumus dari Thortnthwaite dan Blaney-Criddle.

Berdasarkan keadaan kelembaban rumus dari Albercht dan Haude

Berdasarkan dari beberapa parameter : rumus dari Turc.

2)

Rumus setengah empiris : rumus dari Penman

Gambar 4.: Alat Pengukur Penguapan (Panci Evaporasi)

Berikut ini akan ditampilkan rumus perhitungan yang umum digunakan, yaitu rumus Thornthwaite ;

ETP = 0,533 f [10T/I]a

Dimana : ETP = evepotranspirasi potensial (mm/d) T = temperatur rata-rata bulanan (oC)

F = faktor koreksi yang tergantung pada jumlah hari per bulan (28, 29, 30, dan 31) dan letak geografis

= N.D/360 (lihat tabel)

N = lamanya penyinaran matahari yang secara astronomis mungkin (h/d)

D = jumlah hari per bulan I = indeks panas

=(T/5)1.514 a = eksponen

= (0,0675.I3 - 7.71 I2 + 1792 I + 49239) 105 Faktor koreksi f dapat pula dilihat pada tabel 4 berikut:

(9)

Tabel 4 Faktoer Koreksi f Letak Geografis BULAN J F M A M J J A S O N D 10oLU 5oLU 0o 5oLS 10oLS 1.00 0.91 1.03 1.03 1.08 1.06 1.08 1.07 1.02 1.02 0.98 0.99 1.02 0.93 1.03 1.02 1.06 1.03 1.06 1.05 1.01 1.03 0.99 1.02 1.04 0.94 1.04 1.01 1.04 1.01 1.04 1.04 1.01 1.04 1.01 1.04 1.06 0.95 1.04 1.00 1.02 0.99 1.02 1.03 1.00 1.05 1.03 1.06 1.08 0.97 1.05 0.99 1.01 0.96 1.00 1.01 1.00 1.06 1.05 1.10

4.

Infiltrasi

 Infiltrasi adalah proses merembesnya air ke dalam tanah. Kapasitas infiltrasi air hujan dari permukaan ke dalam tanah sangat bervariasi yang bergantung pada kondisi tanah pada saat itu. Disamping itu infiltrasi dapat berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan.

 Kecepatan infiltrasi semacam itu disebut laju infiltrasi. Sedangkan laju infiltrasi maksimum yang terjadi pada kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi.  Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah :

- Dalamnya genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh - Kelembaban tanah

- Pemempatan oleh curah hujan

- Penyumbatan ruang antara padatan di dalam tanah oleh bahan yang halus - Pemampatan oleh manusia atau hewal

- Struktur tanah - Tumbuh-tumbuhan

- Udara yang terdapat di dalam tanah

 Penentuan kapasitas infiltrasi dapat dilakukan dengan pengukuran langsung dan dengan menggunakan analisis hidrograf.

Cara pengukuran langsung yang sering diterapkan adalah sebagai berikut: Jenis permukaan air tetap atau alat ukur infiltrasi silinder yang terdiri dari 2 buah silinder yang berdiameter berbeda. Ujung bawah selinder dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam lebih kurang 10 cm. Air dituangkan ke dalam kedua selinder tersebut dengan tinggi muka air tetap. Variasi banyaknya air yang ditambahkan ke dalam lingkaran tengah agar tinggi muka tetap adalah variasi kapasitas infiltrasi.

5.

Limpasan

 Faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu faktor meteorologi serta faktor fisik daerah pengaliran.

 Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor meteorologi adalah: - Jenis presipitasi

- Intensitas hujan - Lamanya curah hujan

- Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran - Arah pergerakan hujan

- Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah

- Kondisi-kondisi meteorologi lainnya seperti suhu, kecepatan, angin, kelembaban relatif dan lain-lain.

(10)

 Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor fisik daerah pengaliran adalah : - Tata guna tanah (land use)

- Luas daerah - Keadaan topografi - Jenis tanah

- Faktor-faktor lain seperti karakteristik, jaringan sungai, saluran drainase dan lain-lain.

 Hidrograf

Hidrograf merupakan diagram yang menggambarkan variasi debit air terhadap waktu. Kurva tersebut memberi gambaran mengenai karakteristik daerah pengaliran.

Umumnya hidrograf terdiri dari beberapa komponen yaitu: - Curah hujan yang langsung jatuh di saluran

- Limpasan permukaan - Aliran di bawah permukaan - Aliran air tanah

Analisis hidrograf, yang berarti pula analisis komponen-komponen hidrograf, sangat penting artinya dalam dalam analisis hidrologi.

C. AIR TANAH

Secara hidrologis air di bawah tanah dapat dibedakan menjadi air pada daerah yang tak jenuh dan air pada daerah jenuh. Daerah tak jenuh yang umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dicirikan oleh gabungan antra material padatan, air dalam bentuk air absorpsi, air kapiler, dan air infiltrasi, serta gas/udara. Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh oleh jaringan kapiler. Air yang berada pada daerah jenuh disebut air tanah.

Beberapa Istilah Penting :

Aqufer (akuifer) adalah lapisan batuan/tanah yang permeabel atau lulous air sehingga dapat melewatkan atau meluluskan air. Tiga tipe aquifer yang dikenal adalah:

Aquifer pori, yang kelulusannya disebabkan oleh pori-pori diantara butir-butir padatan, umumnya lapisan sedimen.

Aquifer rekahan, yang kelulusannya dipengaruhi oleh rekahan-rekahan yang terdapat pada lapisan batuan; misalnya batuan beku.

Karstaquifer yang merupakan lapisan batu gamping karst.

Aquifuge, adalah lapisan batuan atau tanah yang impermiabel/ tidak lulus air sehingga tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air.

Aquiclude (akuiklud), adalah lapisan batuan atau tanah yang dapat menyimpan air, tetapi tidak dapat mengalirkannya.

Aquitard (akuitar), adalah akuifer yang secara regional mempengaruhi neraca air, tetapi tidak cukup untuk dapat dimanfaatkan.

(11)

a.

Porositas/ Kesarangan;

Lapisan tanah yang porous (sarang) memiliki ruang-ruang di antara butir-butir padatannta. Ruang-ruang itu disebut pori dan berisi fluida (cairan atau gas). Jika Vo adalah volume medium porous, Vs adalah volume padatan dan Vp adalah volume ruang/pori, maka Porositas atau Kesarangan yang dinyatakan dalan %, adalah;

n = Vp/Vo

b.

Permeabilitas/ Kelulusan

Permeabilitas adalah sifat spesifik dari suatu medium padat, dalam hal ini lapisan batuan, untuk meluluskan fluida (cairan atau gas).

Percobaan yang dilakukan oleh DARCY pada tahun 1856 menggambarkan aliran tanah serta pengertian tentang permeabilitas, yang dikenal sebagai hukum DARCY;

Q = - KA dh/dl

dengan Q adalah jumlah air yang mengalir melalui suatu satuan luas A dengan gradien hidrolik sebesar dh/dl.

Gambar 5. Skema Percobaan Darcy

Faktor proporsionalitas K disebut “permeabilitas” atau “Konduktivitas Hidrolik” yang memiliki satuan m/s. Harga permeabilitas bergantung pada ruang/pori, sifat cairan, dan gravitasi. Beberapa contoh harga permeabilitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5

Beberapa Harga K

c.

Transmisibilitas

Jenis Bahan

Nilai K (m/s)

Kerikil

Pasir

Pasir Halus/ Lempungan

Kaolinit

Montmorolinit

10

-2

- 1

10

-5

-10

-2

10

-8

10

-5

10

-8

10

-10

(12)

Theis (1935) yang pertama kali mengajukan istilah trasmisivitas atau trasmisibilitas untuk m enggambarkan sifat transportasi dari aquifer.

Transmisibilitas (m2/s) pada suatu medium porous yang isotrop dan cairan yang homogen menggambarkan jumlah cairan dengan viskositas dan gradien hidrolik tertentu yang mengalir tegak lurus melalui suatu bidang selebar 1 m dan setinggi ketebalan lapisan jenuh/ aquifer.

Jadi transmisibuilitas (T) merupakan hasil perkalian dari permeabilitas K dengan ketebalan lapisan jenuh

T = ( K dm = K m

d.

Storage Coefficient dan Specific Yield

Koefisien penyimpanan (storage coefficient) adalah suatu perbandingan antara volume air yang dikeluarkan dari atau dimasukkan ke dalam aquifer melalui satu satuan luas sebesar 1 m2 jika terjadi perubahan muka air tanah sebesar 1 m dengan volume 1 m3. untuk aquifer bebas definisi di atas disebut ‘ specific yield’.

(13)

Gambar 7.: Koefisien Penyimpanan

2.

Jenis-Jenis Aquifer

a. Aquifer Tertekan (Confined aquifer)

Aquifer Tertekan (Confined aquifer) merupakan lapisan permeabel yang sepenuhnya jenuh oleh air dan dibatasi oleh lapisan-lapisan impermeabel (confining beds) baik di bagian atas maupun di bagian bawahnya. Aquifer tersebut berada dalam kondisi tertekan sehingga jika terdapat sumur yang menembus akuifer tersebut maka permukaan air akan lebih tinggi dari bagian atas akuifer. Bila air pada sumur tersebut lebih tinggi dari permukaan tanah maka hal ini disebut akuifer yang artesis.

b. Aquifer Setengah Tertekan (Semi-Confined Aquifer)

Akuifer setengah tertekan atau disebut juga “leaky aquifer” atau lapisan yang jenuh air dan pada bagian atasnya dibatasi oleh lapisan yang semi-permiabel dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan impermeabel atai juga semi-impermeabel. Pada akuifer ini dapat terjadi aliran air dengan arah vertikal antara akuifer dan lapisan semi-permeabel di atasnya, fenomena ini disebut “leakage”

c. Aquifer Setengan Bebas (Semi-Unconfined Aquifer)

Jika lapisan semi-permeabel yang berada diatas akuifer memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horizontal pada lapisan tersebut tidak dapat diabaikan, maka akuifer tersebut dinamakan akuifer setengah bebas.

d. Aquifer Bebas (Unconfined Aquifer)

Pada akuifer ini hanya sebagian dari ketebalan lapisan yang permeabel yang terisi oleh air atau jenuh air. Lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan impermeabel di bawahnya. Batas atas akuifer berbentuk muka air tanah yang dalam keadaan seimbang dengan tekanan udara.

3.

Uji Aquifer

Untuk mengetahui karakteristik hidrolik akuifer serta potensi air tanah maka perlu dilakukan pengujian. Jenis-jenis pengujian yang umum dilakukan adalah:

(14)

a.

Pengujian untuk menentukan permeabilitas/konduktivitas hidrolik K dari satu lubang bor.

1) Uji Permukaan Tidak Tetap (Falling Head Tes)

Pertama-tama air diisikan pada sumur sehingga muka air dalam sumur lebih tinggi h m dari muka air tanah statik. Penurunan muka air terhadap waktu dicatat. Untuk lebih jelasnya bagaimana perhitungan pengujiannya dapat dilihat pada lembar formulir untuk ‘falling head test’.

2) Uji Permukaan Tetap (Constant Head Permeability Test)

Cara pengujian dilakukan pada sumur-sumur yang dalam atau miring (inclined) dan dianggap lebih akurat bila dibandingkan “falling head test”. Cara ini dapat dilakukan dengan 2 cara yakni:

a)

muka air pada sumur dibuat tetap pada tinggi tertentu dari tinggi muka air tanah awal atau,

b) dengan memompa air dengan tekanan ke zona yang akan di tes, dengan menggunakan “packer’, contoh perhitungan dapat dilihat pada blanko uji constant head.

b. Uji Pemompaan

Uji pemompaan merupakan alat bantu yang terpenting dalam penyelidikan hidrogeologi, dengan cara ini dapat ditentukan karakteristik kapasitas sumur (well test) dan parameter hidrolik dari akuifer (aquifer test).

Untuk pengujian ini diperlukan satu sumur pemompaan dan paling sedikit satu sumur pengamatan. Pada saat pemompaan muka air tanah baik pada sumur uji maupun pada sumur pengamat diukur.

Jika sebuah sumur yang dipompa dengan debit konstan Q maka akan terbentuk sebuah kerucut penurunan muka air tanah yang pada waktu t mencapai jarak maksimal. Pada keadaan ini terdapat dua macam kondisi yang mungkin terjadi yaitu;

Kondisi ‘unsteady’ atau tidak tunak ( dimana muka air tanah merupakan fungsi dari waktu.

Kondisi ‘steady’ atau tunak ( dimana muka air tanah konstan terhadap waktu.

(15)

Gambar 9.: Gambaran Skematis Sistem Aquifer

D. Pentingnya Drainase Air Terowonan (Pit) Bawah Tanah

Pada tambang bawah tanah (pit) manapun, selalu dapat terjadi pancaran air bawah tanah. Kalau dibiarkan, umumnya menjadi gangguan terhadap pekerjaan, terutama bila ada pancaran air yang masuk dalam jumlah banyak, maka sebagian atau seluruh pit bisa tenggelam di dalam air. Oleh karena itu, langkah pertama dari sistem drainase air adalah memperjelas sumber air di dalam pit, dan mencegah agar air tersebut tidak muncul. Usaha seperti ini dinamakan penahanan air pit bawah tanah.

Namun demikian, air yang sudah muncul di dalam pit, harus dibuang keluar, dimana air yang berada di atas level mulut pit segera dialirkan ke luar melalui saluran air yang sesuai, sedangkan air yang berada pada level yang lebih rendah dari mulut pit disalurkan ke penampung air yang dibuat ditempat yang sesuai, kemudian dari situ dikeluarkan ke luar pit dengan mengangkatnya (memompa) sampai ketinggian yang diperlukan dengan menggunakan pompa.

Pada penanganan air yang berada dibawah level mulut pit, tahap pertama adalah merupakan tahap pengumpulan air, dan pada tahap kedua merupakan pengangkatan (pemompaan) air. Pada umumnya masalah drainase air pit bawah tanah terbagi menjadi tiga, yaitu penahanan air, pengumpulan air dan pengangkatan (pemompaan) air.

Pada tahap penahanan air, pertama harus diperjelas tentang keberadaan air bawah tanah yang merupakan sumber air bagi pancaran air di dalam pit, kemudian memperjelas bagaimana proses air tersebut memancar keluar, dan menjadi penyebab perembesan dan masuknya air permukaan ke dalam pit, dan kemudian diambil tindakan yang sesuai.

Untuk tahap pengumpulan dan pengangkatan air, dua hal ini mempunyai kaitan yang penting dengan sistem pengembangan pit bawah tanah. Dalam perancangan struktur pit, seperti posisi bag dan dudukan pompa, harus dilakukan dengan memperkirakan kemungkinan perkembangan pit dimasa depan.

(16)

Selanjutnya untuk pengangkatan air, dilakukan dengan pompa dan pipa, dimana pada saat membuat rencana pembangunan tambang batu bara, harus diperkirakan jumlah air yang akan keluar dimasa depan, hal akan memberi kelonggaran yang cukup dalam menyiapkan fasilitas yang diperlukan.

Sebagai bahan bandingan, pada tambang batu bara di Jepang banyak terjadi pancaran air di dalam pit bawah tanah, yaitu antara 8-10 m3 per ton produksi batu bara, sehingga daya listrik yang diperlukan untuk mengoperasikan pompa untuk drainase air juga menjadi besar, dan mendominasi bagian yang besar dari seluruh penggunaan listrik di satu tambang batu bara, sehingga biaya drainase air memberikan pengaruh yang besar kepada harga pokok produksi batu bara. Oleh karena itu, penelitian mengenai rasionalisasi drainase air pit bawah tanah, untuk selanjutnya tetap menjadi satu masalah yang sangat penting.

E. Air Bawah Tanah

1. Penyebab terjadinya air bawah tanah

Air yang jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan dan salju, merupakan air yang jatuh secara alami, sebagian segera dilepas ke dalam atmosfir karena menguap, sebagian lainnya merembes masuk ke dalam tanah, bagian lain yang sisa mengalir menyusuri permukaan bumi, menjadi sungai yang mengalir masuk ke laut. Presentase masing-masing bagian, berbeda menurut daerah atau musim, sehingga tidak dapat dipertegas, namun ada pendapat yang mengatakan masing-masing adalah 1/3, atau ada juga pendapat yang mengatakan bagian yang menguap adalah ¾ - 4/5, dimana di dalamnya termasuk air yang menguap dari tumbuhan. Diantara air jatuh alami, besarnya bagian yang merembes ke dalam tanah sangat bervariasi, tergantung dari kemiringan tanah serta sifat permukaan, namun air tersebut akan terhimpun di dalam berbagai macam rongga besar dan kecil yang ada di dalam batuan yang membentuk kerak bumi. Itulah air bawah tanah. Seperti terlihat disini, sebagian besar air bawah tanah berasal dari air jatuh alami, tetapi selain itu terdapat juga air magma yang menyebar keluar dari magma, serta ‘connate water’ (atau fossil water) yang sejak awal sudah berada di dalam rongga debris yang mengendap di dalam air. Bagaimanapun juga, air bawah tanah bergerak mengalir di dalam tanah, atau adakalanya memancar keluar ke permukaan bumi atau pada dasar aliran air, namun masalah yang paling besar dalam pertambangan adalah memancar atau keluarnya air ini ke dalam pit bawah tanah sehingga menjadi air pit bawah tanah. 2. Permukaan air bawah tanah

Batuan yang memiliki rongga, diantara batuan yang menyusun kerak bumi, dibawah level tertentu umumnya mengalami kejenuhan oleh air bawah tanah. Bagian itu disebut zona jenuh, kemudian permukaan air zona jenuh disebut permukaan air bawah tanah dan pertengahan antara permukaan air bawah tanah dan permukaan bumi disebut zona ventilasi. Di zona ventilasi juga bukannya tidak ada air, tetapi air disitu adalah air yang terpeliharan oleh gejala pembuluh kapiler, yang disebut air bawah tanah tidak tetap.

Terhadap air bawah tanah juga bekerja gaya gravitasi, maka apabila air dapat mengalir bebas, permukaan air bawah tanah menjadi permukaan datar, sehingga untuk suatu daerah seharusnya permukaan air bawah tanah sampai levelnya. Namun, terhadap gerakan aliran tersebut bekerja berbagai tahanan di jalur aliran, sehingga pada permukaan air bawah tanah umumnya ada kemiringan sebatas tertentu. Sedangkan tahanan tersebut berubah menurut permeabilitas batuan yang menjadi jalur air, dimana dibagian yang tahanannya besar kemiringannya curam, dan dibagian yang tahanannya kecil kemiringannya landai. Pada kenyataannya, permukaan air bawah tanah juga naik turun sesuai topografi,

(17)

dimana menjadi tinggi di daerah pegunungan dan menjadi rendah didaerah lembah. Kemudian, ditempat pertemuan antara permukaan air bawah tanah di lokasi tersebut, dimana kalau air ditimba banyak dari sumur tersebut, permukaan air bawah tanah disekitarnya akan turun. Apabila air bawah tanah banyak memancar keluar, misalnya ke pit bawah tanah tambang batu bara, permukaan air bawah tanah di sekitarnya akan turun, sehingga adakalanya air sumur menjadi kering.

Kedalaman dari permukaan bumi sampai ke permukaan air bawah tanah juga bertambah dan berkurang karena curah air yang berubah menurut daerah dan musim, dimana didaerah Jepang yang banyak curah air, umumnya 2-3 m, namun di daerah yang curah airnya sedikit mencapai lebih dari 20 m.

3. Lapisan permeabel dan lapisan inpermeabel

Pada umumnya, tergantung dari sifatnya ada batuan yang relatif mudah dilewati air dan ada batuan yang sulit dilewati air. Lapisan batuan yang tersusun dari batuan yang mudah dilewati air disebut lapisan permeabel, dan lapisan batuan yang tersusun dari batuan yang sulit dilewati air disebut lapisan inpermeabel. Kemudian sifat batuan dapat dijelaskan dari besar kecilnya porositas dan permeabilitas. Batuan yang porositasnya besar menyerap banyak air, batuan yang permeabilitasnya besar melewatkan banyak air, tetapi kedua pengertian ini tidak sama. Yang pertama, yaitu porositas, adalah perbandingan volume berbagai rongga besar dan kecil dibagian dalam batuan terhadap volume batuan itu sendiri, dalam persen, yang dapat dinyatakan dengan rumus berikut. Kemudian absorbsi air oleh batuan bertambah dan berkurang sebanding dengan persentase porositas ini.

P = 100 (W-D)/(W-S) % Dimana : P = Porositas

W = Berat batuan yang mengalami kejenuhan oleh air D = Berat batuan kering

S = Berat batuan jenuh di dalam air.

Porositas tidak berhubungan dengan besar kecilnya partikel batuan, tetapi berubah menurut keseragaman partikel, serta gaya kohesi dan kekuatan perekatan. Artinya kalau partikelnya seragam, porositas akan selalu tetap tanpa berkaitan dengan besar kecilnya partikel. Akan tetapi kalau partikelnya tidak seragam, walaupun tampaknya batuan yang partikelnya kasar, porositasnya lebih rendah dari pada batuan yang berpartikel halus dan seragam. Misalnya, kalau gravel bercampur pasir dibandingkan dengan tanah liat, porositas yang pertama lebih rendah dari yang kedua. Selain itu, walaupun ukuran partikelnya sama, namun sandstone yang berkohesi kuat karena penekanan serta sandstone yang celah partikelnya ditutup oleh zat perekat, porositasnya lebih rendah dari pada sandstone yang kohesi partikelnya kurang kuat. Satu contoh hasil pengukuran porositas batuan adalah sebagai berikut.

Jenis batuan Granite Limestone Sandstone Shale Sand Clay Porositas (%) 1,20 4,85 15,89 3,95 35,00 45,00

Rasio absorpsi air batuan berbanding lurus dengan porositas, tetapi walaupun batuan berporositas rendah, apabila batuan tersebut kaya akan rongga khusus, dapat mengandung air yang banyak.

Yang kedua, yaitu permeabilitas, menyatakan tinggi rendahnya sifat dapat dilewati air pada batuan. Seperti ditulis di atas, rongga di dalam batuan mengizinkan penyusupan semua air, namun untuk itu ada yang mengizinkan dan

(18)

tidak mengizinkan air lewat, dimana pembuluh kapiler termasuk yang belakang. Keduanya diukur satu per satu, kemudian apabila dihitung persennya terhadap batuan itu sendiri, maka diperoleh permeabilitas dan rasio air menetap. Jumlah keduanya merupakan porositas. Jadi, disatu pihak permeabilitas bertambah dan berkurang sesuai tinggi rendahnya porositas, dan dilain pihak bertambah dan berkurang menurut besar kecilnya partikel. Stau contoh hasil pengukuran porositas dan permeabilitas terhadap gravel, pasir dan clay yang menyusun suatu lapisan sedimen adalah sebagai berikut:

Jenis batuan Gravel Pasir Sandy Gravel Pasir halus Sandy clay Clay Porositas (%) Permeabilitas (%) 40,0 36,0 38,0 34,2 35,0 31,5 35,0 10,5 30,0 4,5 32,0 3,0

Seperti ditunjukkan oleh tabel di atas, permeabilitas gravel dan pasir tinggi, hampir mendekati porositas, sedangkan pada pasir halus (di bawah 0,5 mm) permeabilitasnya turun mendadak. Umumnya, permeabilitas cepat turun kalau diameter partikel menjadi lebih kecil dari batas tertentu. Kalau kita lihat clay (lempung) porositasnya lumayan tinggi, namun karena partikelnya sangat halus, permeabilitasnya sangat rendah, bahkan kadang-kadang menjadi nol. Jadi gravel serta pasir dengan partikel menengah ke atas, mempunyai porositas dan juga permeabilitas yang tinggi, sehingga bebas dilewati air. Selain itu, conglomerate dan sandstone dengan partikel menengah ke atas juga mempunyai permeabilitas yang relatif tinggi. Pada umumnya, lapisan batuan yang terbentuik dari batuan yang permeabilitasnya tinggi adalah lapisan permeabel, dan apabila lapisan ini mengandung banyak air disebut akuifer. Kebalikan darinya, batuan bersifat tanah lempung seperti clay, mudstone dan shale mempunyai rasio air menetap yang tinggi, sehingga tidak begitu banyak melewatkan air. Lapisan batuan yang terbentuk dari batuan seperti inilah yang merupakan lapisan inpermeabel.

Pada umumnya air bawah tanah bergerak mengalir di dalam lapisan permeabel, dengan kecepatan yang tergantung dari perbedaan tinggi permukaan air bawah tanah dan tahanan jalur aliran, dimana secara lokal ada perbedaan yang cukup nyata. Secara umum kecepatan tersebut sangat lambat, dimana menurut buku referensi dikatakan sekitar 3-4 m setiap jam, atau ada juga yang mengatakan 1 m per hari, jadi tidak ada kecepatan yang tertentu.

4. Struktur bertingkat lapisan permeabel

Lapisan batuan pada batuan sedimen merupakan tumpukan berbagai jenis lithofacies yang berbeda, jadi merupakan tumpukan lapisan permeabel yang dipisahkan oleh lapisan inpermeabel.

Apabila lapisan permeabel yang membentuk struktur bertingkat ini seluruhnya mengalami kejenuhan oleh air, akan terjadi bertingkat-tingkat permukaan air bawah tanah, asalkan saling tidak berhubungan, misalnya karena ada patahan.

Walaupun lapisan permeabel menampilkan struktur bertingkat seperti ini, adakalanya setiap tingkat saling tidak berhubungan, sehingga misalkan pada penggalian vertical shaft, di lapisan atas kita dibuat pusing oleh banyaknya pancaran air, tetapi kalau sudah melewati lapisan inpermeabel di bawahnya, di lapisan permeabel di bawah kadang-kadang jarang melihat pancaran air. Kebalikan darinya, adakalanya lapisan di atas dapat dilewati dengan selamat tanpa pancaran air yang berarti, namun di lapisan bawah dipersulit oleh pancaran air yang banyak. Akan tetapi, pad aumumnya makin dalam pit bawah tanah, jumlah pancaran air dibagian itu normalnya akan berkurang, dan pengurangan tersebut tampak jelas karena tebalnya lapisan inpermeabel yang dilewati.

(19)

Mengenai batas yang dicapai oleh rembesan air bawah tanah pada lapisan batuan sedimen, yakni batas kdalaman dimana air bawah tanah biasa dapat berada, ada satu contoh terdapatnya banyak air pada kedalaman 1.800 m dibawah permukaan bumi. Kedalaman rembesan air yang mampu dicapai, dimana secara umum batuannya mempunyai retakan, diperkirakan sekitar 3.000 m. Pada kedalaman antara 600-900 m di bawah permukaan bumi, telah diketahui air bawah tanah tidak begitu sulit untuk mengalir.

5. Peredaran air akibat patahan

Pada umumnya, karena perubahan struktur geologi, terutama karena gerakan kerak bumi, terjadi berbagai jenis retakan. Terutama patahan dapat menjadi jalur lewat (jalur air) bagi air bawah tanah, sehingga dapat mengundang semburan air besar tak terduga di dalam pit. Artinya kalau terjadi patahan besar, buan disitu saja, tetapi batuan disekitarnya akan dirusak dan disitu juga banyak terjadi retakan, yang berarti daerah tersebut menjadi jalur lewat bagi air, sehingga dapat membawa banyak air dari tempat jauh, atau menjadi jalur air penghubung dari akuifer yang dipisahkan oleh lapisan inpermeabel. Pada tambang batu bara di Jepang juga ada contoh, sering dijumpainyafenomena seperti ini. Di ujung lubang maju yang selama ini digali dengan selamat, ketika mendekati patahan seperti ini, mengundang semburan air, ditambah lagi karena patahan tersebut bersambung dengan lapisan kuarter, sehingga menjadi penyebab masuknya banyak air laut. Akan tetapi biasanya dengan berjalan waktu, jalur air tersebut juga dialiri masuk oleh tanah lumpur dari dasar laut, sehingga akhirnya tertutup sendiri.

F. Air Di Dalam Pit Bawah Tanah 1. Sumber Air Pit Bawah Tanah

Apabila air pit bawah tanah digolongkan berdasarkan sumber air atau proses muncul, maka dapat digolongkan dalam 5 jenis, yaitu air tanah, perembesan air permukaan bumi, mengalir masuknya air permukaan bumi, air yang dikirim masuk untuk pekerjaan dan semburan air tak disangka.

a. Air Tanah

Air bawah tanah yang memancar keluar di pit bawah tanah disebut air tanah, dimana pada umumnya sebagian besar air pit bawah tanah adalah air tanah ini. Di semua tambang batu bara di Jepang, penambangan dilakukan pada kedalaman di bawah permukaan air bawah tanah, sehingga tidak ada tambang batu bara yang tidak mengalami pancaran air tanah. Mengenai fenomena pancaran air ini bermacam-macam sumbernya, ada yang langsung memancar dari terowongan yang digali, ada yang jatuh dari atap lapisan batu bara karena atap runtuh dan turun atau terjadi keretakan akibat penambangan batu bara, kemudian ada yang memancar dari lantai lapisan batu bara yang retak akibat lantai mengembung naik (floor lift), atau ada yang mengalir keluar dari patahan yang terkena galian. Tetapi bagaimanapun juga, yang paling mengerikan adalah pancaran yang keluar dari akuifer. Pada umumnya, tidak ada pertambahan dan pengurangan yang drastis dari jumlah pancaran air tanah, dimana jumlah pancaran itu terus menerus hampir sama. Akan tetapi dengan adanya perubahan geologi serta pertambahan luas dan kedalaman akibat perkembangan pit, jumlah pancaran ini juga mengalami perubahan yang lumayan. Maka dilapisan batuan yang banyak sandstone berpartikel kasar, pancaran air di dalam pitnya lebih banyak daripada lapisan yang banyak shale, dan jumlah pancaran air akan meningkat mengikuti pertambahan luas pengembangan pit bawah tanah. Sedangkan dengan bertambah dalamnya pit bawah tanah, sudah seharusnya jumlah pancaran air

(20)

secara lokal berkurang, tetapi jumlah air keseluruhan untuk seluruh pit tidak akan berkurang. Sumber air tanah ini adalah air bawah tanah, dimana pada waktu air tersebut memancar keluar di dalam pit, yang mempunyai pengaruh besar adalah head air bawah tanah, yakni kedalaman di bawah permukaan air bawah tanah. Pada pit di daerah yang permukaan air bawah tanahnya telah turun karena drainase air dari pit di sekitarnya, pancaran airnya lebih sedikit daripada pit yang sama didaerah perawan.

Selama ini di Jepang, jumlah pancaran air yang dinyatakan terhadap 1 ton produksi batu bara, namun antara produksi batu bara dan jumlah air pancar memang tidak ada keterkaitan langsung, sehingga bukan merupakan pernyataan yang tepat.

b. Perembesan air permukaan bumi

Ini adalah air yang merembes ke dalam pit karena terjadinya retakan yang mencapai permukaan bumi atau dasar air akibat atap dibekas penambangan batu bara rusak dan turun, sehingga air permukaan bumi, yakni air hujan, air salju cair, atau air kolam penampung dan laut masuk melewatinya. Hal yang membedakannya dengan pancaran air bawah tanah adalah pada umumnya ada batas jumlah air sumbernya, sehingga perembesannya mungkin hanya untuk sementara, atau jumlah air tersebut berubah menurut musim, misalnya pada musim hujan dan musim salju cair terjadi peningkatan yang besar, sementara perembesan dibagian dangkal dari pit, terutama tampak besar di bekas penambangan batu bara pada bagian yang dekat ke singkapan lapisan batu bara, namun tidak jelas sampai dimana batas kedalaman hingga perembesan tidak terjadi lagi. Pada umumnya, dikatakan bahwa apabila batuan atap banyak yang bersifat permeabel, batas kedalaman tersebut bertambah.

c. Mengalir masuknya air permukaan bumi.

Ini adalah air permukaan bumi yang mengalir masuk ke dalam pit dari mulut pit pada waktu hujan lebat atau kasus khusus lainnya, dimana apabila jumlahnya banyak dan mendadak, dapat menjadi bencana air di dalam pit bawah tanah, sama seperti semburan air yang tak disangka.

d. Air yang dikirim masuk untuk pekerjaan

Sebagai air yang dikirim ke dalam pit karena keperluan untuk pekerjaan dahulu di Jepang banyak didominasi oleh air yang digunakan untuk penambangan batu bara hidrolik, pengisian (filling, back filling) dan transportasi. Sedangkan saat ini didominasi oleh air penyemprotan untuk mengendalikan debu termasuk debu batu bara, atau air untuk pendingin di dalam pit, namun jumlahnya sedikit, sehingga tidak menjadi masalah besar dalam drainase air. Selain itu, sebagai kasus terburuk, pada waktu kebakaran di dalam pit bawah tanah, ada kemungkinan mengirim masuk air dari luar pit, untuk menenggelamkan bagian tertentu atau satu blok tertentu dengan tujuan memadamkan api. Dalam hal ini, apabila air hanya untuk penyemprotan, jumlahnya sedikit, namun apabila untuk menenggelamkan, jumlah air menjadi banyak, sehingga untuk membuka kembali blok tersebut, masalah drainase air ini tidak dapat dipandang ringan.

e. Semburan air tak disangka

Adakalanya sejumlah besar air yang tidak disangka tiba-tiba muncul di dalam pit bawah tanah, yang mengakibatkan sebagian atau seluruh pit tenggelam di bawah air. Sumber dari air seperti ini ada yang berasal dari bawah tanah dan ada yang berasal dari permukaan bumi.

(21)

Sumber air yang ada di bawah tanah terutama adalah air yang ada di dalam akuifer yang memiliki banyak air serta air genangan di dalam terowongan lama. Air tersebut dapat keluar ke dalam pit bawah tanah tanpa disangka, pertama karena air genangan langsung terkena penggalian, dan kedua karena patahan yang berhubungan dengan air genangan tersebut terkena penggalian. Sumber air yang ada dipermukaan bumi adalah air yang ada di kolam penampung, danau dan rawa, sungai, serta genangan air bekas tamang terbuka yang tiba-tiba jatuh ke dalam pit bawah tanah, kemudian peningkatan air sungai yang tidak normal, atau ada juga kasus pada tamang batu bara yang mulut pitnya dibuat di dekat pantai, dimana pada waktu laut bercuaca sangat buruk, air sungai atau air laut mengalir masuk dari mulut pit. Yang paling mengerikan diantara bencana air di dalam pit bawah tanah adalah air yang menyusup masuk dari dasar air pada tambang batu bara yang melakukan penambangan di bawah sungai atau di bawah tanah yang tenggelam di bawah air, pada waktu melakukan penambangan bagian dangkal di bawah dasar laut atau di bawah sungai.

2. Sifat Air Pit Bawah Tanah

Di dalam air pit bawah tanah tercampur atau terlarut berbagai macam zat, jadi air pit bawah tanah pada dasarnya tidak murni. Diantara zat tidak murni (impurity) tersebut yang paling umum dan merugikan dari segi drainase air adalah lumpur, asam dan garam. Pada waktu mendorong naik air yang tercampur lumpur dengan pompa, akan mempercepat keausan bagian yang bergerak di dalam pompa, sehingga adalah penting air seperti ini dibersihkan dulu dari lumpur melalui cara filtrasi atau cara sedimentasi. Diantara jenis asam yang paling umum adalah asam sulfat, dimana air yang mengandung asam ini akan membuat korosi setiap bagian pompa, dan asam yang parah dapat dengan cepat membuat pompa menjadi barang rongsokan. Untuk mengurangi kerugian tersebut, digunakan pompa yang bagian pentingnya terbuat dari logam khusus. Selain itu, apabila sifat asam pada air sangat kuat, adakalanya dinetralkan dulu memakai air kapur/susu kapur, dan diendapkan sebagai kalsium sulfat, baru dilakukan pemompaan. Asam sulfat di dalam air pit bawah tanah, umumnya terbentuk dari proses oksidasi besi sulfida yang berada di dalam lapisan batu bara atau di dalam lapisan batuan di sekitarnya. Apabila air yang mengandung oksigen bekerja terhadap besi sulfida, maka dari reaksi

2FeS2+ 2H2O + 702= 2FeSO4+ 2H2SO4

terbentuk asam sulfat. Tetapi, apabila disitu terdapat garam dapur (NaC), maka melalui pertukaran

H2SO4+ 2 NaCl = Na2SO4+ 2HCl

terbentuk asam klorida, sehingga proses korosi semakin meningkat. Sedangkan efek netralisasi susu kapur terhadap asam sulfat adalah sebagai berikut.

H2SO4+ Ca (OH)2= CaSO4+ 2H2O

Kandungan garam di dalam air pit bawah tanah pada tambang batu bara di Jepang, terutama adalah garam dapur (NaCl). Air yang mengandung garam dapur bukan hanya terjadi apabila air laut merembes ke dalam pit, tetapi juga karena ada pancaran air syngenetic dari endapan laut ke dalam pit. Air yang mengandung garam dapur dapat mempercepat korosi pompa dan pipa, namun sampai saat ini belum ada metode penyingkiran yang ilmiah untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sebagai metode untuk mengurangi kerugian ini,

(22)

paling-paling dengan cara membuat bagian penting di dalam pompa dari logam yang tahan korosi, seperti perunggu misalnya.

Selain itu, massa jenis air yang mengandung garam dapur dapat meningkat hingga 21%, sehingga peningkatan beban pompa yang mendorongnya juga tidak dapat dipandang enteng.

Kemudian, adakalanya zat yang terlarut di dalam air memisahkan diri dan mengendap, dimana kalau hal ini terjadi di dalam pompa atau pipa air sangat merugikan. Gejala yang paling lazim adalah pengendapan kalsium karbonat, yakni air yang di dalamnya terlarut kalsium karbonat keluar ke dalam pit, dimana kalau tekanannya berkurang, sehingga sebagian zat terlarut mengalami presipitasi dan mengendap. Persamaan kimianya adalah sebagai berikut:

CaH2(CO3)2= CaCO3+ H2O + CO2

Kalsium karbonat ini kadang-kadang mengendap di dalam pompa dan pipa air drainase, yang dapat memperkecil diameter dalamnya, sehingga menurunkan kemampuan pemompaan.

Pada kebanyakan tambang batu bara diperlukan sejumlah besar air untuk industri dan untuk para pekerja. Air untuk industri antara lain adalah air untuk preparasi batu bara, air untuk penyemprotan, air untuk pendinginan mesin dan air untuk kegiatan pendukung lainnya. Sedangkan air untuk pekerja antara lain adalah untuk kamar mandi dan kegiatan rumah tangga lainnya. Penyediaan air ini adalah masaah yang besar buat perusahaan, dimana adakalanya harus mempertimbangkan kemungkinan pemanfaatan air pit bawah tanah. Diantara berbagai macam peruntukan, air untuk preparasi batu bara tidak terlalu memasalahkan kualitas air, sehingga air yang dipompa dari dalam pit seringkali langsung digunakan untuk itu.

G. Penahanan Air Pit Bawah Tanah

Sebagai sumber air pit bawah tanah, terdapat air bawah tanah dan air permukaan bumi. Kedua air itulah yang keluar di dalam pit bawah tanah. Yang menjadi jalur air adalah rongga di dalam lapisan permeabel, patahan, serta berbagai macam retakan yang terjadi pada atap atau lantai lapisan batu bara sebagai akibat penambangan batu bara. Oleh karena itu, tindakan untuk menahan air pit bawah tanah adalah sedapat mungkin tidak melakukan penggalian yang mengenai jalur air, tidak membiarkan perkembangan pembentukan jalur air, serta menutup (menyumbat) jalur air yang sudah terbentuk. Untuk air yang terdapat dipermukaan bumi, yang dikhawatirkan akan merembes ke dalam pit bawah tanah, sedapat mungkin dipindahkan ketempat lain. Jadi tindakan untuk menahan air pit bawah tanah terbagi menjadi tindakan yang dilakukan di permukaan bumi dan tindakan yang dilakukan di bawah tanah.

1. Penahanan Air Di Permukaan Bumi

Sebagai tindakan penahanan terhadap air permukaan bumi yang dikhawatirkan menyusup masuk ke dalam pit bawah tanah, terdapat tindakan memindahkan air tersebut ke tempat lain dan tindakan menutup jalur air yang menyusup ke dalam pit. Yang termasuk ke dalam kelompok pertama antara lain adalah pengeringan kolam penampung di permukaan, pengalihan aliran sungai dan pengeringan laut disekitar pantai, yang semuanya dilakukan sebelum penambangan batu bara. Diantaranya, yaitu pengalihan aliran sungai, dilakukan juga setelah penambangan batu bara. Dengan melakukan pengalihan aliran tersebut, dapat memindahkan sungai di blok yang keadaannya tidak menguntungkan ke blok lain, atau dengan meluruskan bagian lengkung dari aliran, maka selain dapat memperkecil blok yang terkena kerugian, juga berakibat

(23)

mempercepat aliran sungai, sehingga dapat menahan (mengurangi) perembesan air dari dasar sungai ke dalam pit bawah tanah. Pekerjaan penahanan semacam ini ada yang dilakukan dengan pekerjaan besar yang mencakup blok yang luas di dalam satu lapangan batu bara. Di Jepang juga pernah dilakukan pengeringan bagian yang dangkal dari laut di dekat pantai dan drainase air di sebelah dalam tanggul, agar dapat menambang batu bara secara aman. Dalam hal ini, lahan yang dikeringkan tersebut dimanfaatkan sebagai lahan pertanian atau lahan industri.

Berikutnya adalah mengenai penutupan jalur air. Apabila air hujan, air salju cair atau air sungai merembes ke dalam pit bawah tanah melalui retakan di permukaan bumi atau retakan di dasar air, sebagai akibat penambangan batu bara, maka retakan tersebut disumbat dengan tanah lempung atau dasar air dicor dengan beton. Tindakan tersebut kelihatannya hanya tindakan darurat, namun tindakan ini telah sering dilakukan di Jepang, apabila akan menambang bagian yang dekat ke singkapan batu bara.

Dan masalah yang penting adalah pemilihan letak mulut pit pada waktu memulai pembangunan. Dalam hal apapun, letak mulut pit harus dipilih tempat yang tidak ada resiko air mengalir masuk ke dalam pit. Dala hal ini, untuk daerah pedalaman harus mempertimbangkan peningkatan air yang tidak normal, dan untuk daerah pantai harus mempertimbangkan cuaca buruk yang tidak normal. Apabila mulut pit sulit diletakkan di tempat tinggi yang aman karena tanahnya datar, maka dalam hal ini yang penting mulut pit dibangun sampai tinggi yang memadai, atau dibangun tanggul penahan air yang kokoh sekeliling mulut pit, untuk bersiap menghadapi keadaan darurat.

2. Penahan Air Di Bawah Tanah

Langkah pertama dari tindakan ini adalah apabila akan melewati akuifer pada saat penggalian vertical shaft, dilakukan dulu injeksi semen di bagian tersebut untuk menahan pancaran air pada waktu penggalian maju, atau menembus paksa akuifer pada waktu penggalian maju dan membangun dinding penahan air dibagian tersebut. Walaupun pekerjaan penggalian sudah selesai dan telah tiba waktu untuk melakukan penambangan batu bara, penambangan sekitar singkapan batu bara atau blok yang dekat ke permukaan bumi, yang mudah dirembesi oleh air permukaan bumi, sebaiknya dilakukan belakangan. Kemudian, pada penambangan di bawah sungai harus menyisakan safety pillar, dan kalau bisa penambangan blok tersebut juga sebaiknya dilakukan pada akhir penambangan pit tersebut.

Setelah dimulai penambangan di bawah sungai, kadangkala diperlukan pengisian kembali (backfilling) yang sempurna setelah dilakukan penambangan batu bara, terutama untuk menahan air. Pada gambar di bawah ditunjukkan keuntungan dari pengisian kembali yang sempurna.

(24)

Gambar 10.

Efek Penahanan Air dari Pengisian Gob

Pada atap lapisan batu bara berturut-turut bertumpuk lapisan permeabel b, lapisan inpermeabel a dan akuifer c. Apabila bekas penambangan batu bara tidak diisi kembali atau pengisiannya tidak sempurna hingga terjadi penurunan atap yang besar, maka lapisan inpermeabel a disekitar situ terputus sama sekali, dan akuifer c dengan lapisan permeabel b langsung berhubungan, sehingga air di dalam akuifer jatuh menuju ke dalam pit, seperti terlihat pada gambar 1 di atas. Sedangkan, apabila bekas penambangan batu bara diisi kembali secara sempurna pada gambar 2, penurunan atap sangat sedikit, lapisan inpermeabel a tetap terjaga kontinuitasnya, dan akuifer c dan lapisan permeabel b tetap terpisah satu sama lain, sehingga air di dalam akuifer tidak jatuh ke dalam pit.

a. Safety Pilar Untuk Penahanan Air

Safety pillar untuk penahanan air adalah pilar batu bara yang disisakan sebagai batar dua blok penambangan yang saling berdekatan, dengan maksud memutuskan peredaran air. Misalkan akan dibangun bagian dalam dari blok penambangan lama sebagai blok penambangan baru, seperti gambar di atas, maka sebagai batas kedua blok tersebut disisakan safety pillar, agar di blok baru dapat dilakukan penambangan tanoa dibuat pusing oleh air seperti pada blok lama. Pada kasus ini, dapat diperkirakan, bahwa air yang memancar di bekas penambangan blok lama ditahan oleh safety pillar, sehingga tidak mengalir masuk ke dalam blok baru. Akan tetapi, di bekas penambangan batu bara di blok lama, ruang tersebut tertutup akubat atap yang runtuh atau turun, dan bersama itu terbentuk rongga baru, sehingga permukaan air genangan blok ini perlahan-lahan akan naik. Selain itu, bidang patah atap bc yang terjadi di sekitar safety pillar blok tersebut, makin lama tumbuh ke atas. Kemudian hal yang sama terjadi juga di blok baru. Akibat penambangan batu bara di blok baru, terjadi pemisahan antar lapisan serta perusakan batuan pada atap, dan bersama itu terbentuk bidang patah ac di sekitar safety pillar. Bidang patah ini dan bidang patah bc dari blok lama saling berpotongan di titik c membentuk satu garis. Dengan demikian, kenaikan permukaan air genangan pada blok lama akan terhenti pada bidang datar cd, dimana air yang lebih tinggi darinya akan melewati titik c dan meluap menuju blok baru. Walaupun zona rusak pada atap kedua blok tersebut tidak langsung saling berhubungan seperti ini, apabila permukaan air genangan di blok lama naik hingga mencapai lapisan permeabel di atasnya, maka air genangan tersebut dapat mengalir menuju ke blok baru melalui lapisan permeabel tersebut.

Kalau kita lihat hasil dari safety pillar penahan air yang dilakukan diberbagai tempat, sangat jarang upaya tersebut mencapai efek sempurna seperti yang direncanakan. Artinya, pada tahap awal penambangan di blok baru, air pancar memang sedikit, namun biasanya suatu saat air akan bertambah hingga sama dengan jumlah di blok lama atau bahkan melebihinya. Oleh karena itu, safety pillar penahan air semacam ini mungkin cukup efektif kalau hanya untuk mengeluarkan air pancar di blok lama yang aliran di lantainya tertahan, namun safety pillar ini tidak mungkin untuk menahan air pancar di blok baru.

(25)

Gambar 11.

Efek Safety Pilar Penahan Air b. Advenced Boring

Advenced boring sangat penting pada saat bertemu dengan semburan dan pancaran air, dan pada saat mendekati daerah dengan kondisi geologi yang tidak jelas atau pit lama, dan paling efektif untuk eksplorasi pit lama, patahan, akuifer dan lain-lain.

Dengan melaksanakannya, akan didapat efek seperti berikut: a) Dapat menemukan patahan

b) Dapat mengetahui perubahan lapisan batuan c) Dapat menemukan pit lama dan jalur air

d) Dapat melakukan drainase air dan injeksi semen

Peraturan tambang batu bara di Jepang menetapkan, bahwa untuk blok yang tidak jelas kondisi geologinya serta pit lama, harus dilakukan advenced boring lebih dari 40 m, namun untuk maksud berjaga diri, diharapkan melakukan advanced boring dengan inisiatif diri. Sebagai masalah yang nyata, apabila mendekati akuifer atau pit lama, diperlukan paling tidak 2 buah pemboran menyusuri garis perpanjangan terowongan. Apalagi, disekitar patahan, selain itu harus ditambah juga pemboran ke arah atas dan ke arah bawah terowongan.

Tidak jarang terjadi kasus yang mengundang kecelakaan karena hanya mengandalkan data masa lalu seperti gambar pengukuran (survei) dan terlalu memanfaatkannya. mEnangani masalah berdasarkan data terbaru adalah suatu prinsip dasar, dan untuk tujuan ini advanced boring adalah metode yang paling tepat. Namun bukan hanya berhenti pada pengecekan posisi seperti ditulis di atas, tetapi jangan melupakan juga mengamati dan memeriksa baik-baik perubahan tingkat kekeruhan, rasa, temperatur, warna dan lain-lain dari air lumpur dan air bersih yang keluar dari lubang bor, untuk dijadikan bahan pertimbangan.

c. Injeksi Semen

Selama penggalian terowongan, pada waktu melewati patahan yang ada bahaya semburan air atau akuifer, air dikendalikan dengan injeksi semen. Pada pekerjaan injeksi, dilakukan pemboran lubang menyusuri retakan yang dituju, kemudian pipa injeksi dimasukkan ke dalamnya dan cement milk ditekan masuk dengan pompa tekanan tinggi dengan tekanan sekitar 100 kg/cm2. Namun efektifitas injeksi sangat sulit diperkirakan, karena kondisi geologi yang sebenarnya berbeda-beda.

Terutama di daerah remuk pada lapisan sandstone, setelah semen yang diinjeksi mengeras masih dapat terjadi kebocoran air karena hujan, dan

(26)

banyak kasus dimana diperlukan injeksi yang mencapai puluhan kali hanya untuk melakukan penggalian maju yang tidak seberapa. Namun apabila kondisi penahanan air seperti posisi lubang injeksi, kekentalan (konsentrasi) cement milk dan waktu pengerasannya kebetulan pas dengan kondisi setempat, maka metode ini akan sangat efektif. Apabila cement milk mengalir keluar karena rongganya besar, maka dengan menginjeksi serbuk kayu gergaji bersamanya, dapat diharapkan efek pencegahan aliran keluar cement milk akibat rongga yang tersumbat.

d. Dam Penahan Air

Prinsip dasar dari tindakan pada waktu terjadi semburan air di dalam pit bawah tanah adalah melakukan tindakan penahanan air secara cepat yang sedapat mungkin dekat ke lokasi penyemburan air, untuk menghentikan pembesaran lubang air sembur sekecil mungkin. Untuk itu, sering kali dibuat dam di terowongan.

Bentuk dan jenis dam ada bermacam-macam, dimana sebagai metode yang pengerjaannya mudah dan efektif terhadap lapisan lunak dan lemah ada yang dinamakan “Dam Tumpukan Kayu”. Pada dam ini, kayu dengan diameter bagian kecil 15 cm dan panjang 1,8 m dijejerkan sejajar dengan terowongan, dan disela batuan dan kayu diisi pakis atau jerami, kemudian ditancapkan lagging untuk menguatkan tumpukan kayu itu sendiri. Kekuatan satu det tumpukan kayu terhadap tekanan konon sekitar 24 kg/cm2. Kemudian, sebagai dam permanen ada dam beton, dimana ketebalan yang diperlukannya berubah menurut lebar terowongan dan tekanan air. Pada gambar dibawah ini ditunjukkan diagram hitungan ketebalan dam.

Gambar 12.

(27)

Gambar 13.

Diagram Perancangan Dam Beton Tulang Besi Pokok perhatian pada waktu melakukan konstruksi dam.

1) Pada waktu membuat dam, sedapat mungkin dipilih tempat yang landasannya baik.

2) Melakukan penggalian pondasi dengan sempurna.

3) Bagian belakang dam dilakukan cogging atau packing yang cocok untuk menegah batuan runtuh.

4) Pipa drainase air dimasukkan dibagian bawah dam, dan pipa kecil untuk pengukuran tekanan air atau untuk mengeluarkan udara dimasukkan dibagian atas dam dan dipasangi gate valve.

5) Pada pengerjaan sekitar atap, adonan mortar yang kental dimasukkan sempurna.

6) Jangan memberi tekanan air sampai beton mengeras sempurna. e. Drainase Air Pit Lama

Apabila akan menambang dengan mendekat ke pit lama, maka untuk mencegah semburan air yang tak disangka, perlu mengetahui posisi dan kondisi pit lama setepat mungkin. Di Jepang, peraturan keselamatan tambang batu bara menetapkan hal-hal berikut.

1) Pada waktu mendekati pit lama, harus dilakukan advenced boring dari posisi lebih dari 50 m dari pit lama untuk meneliti kondisi geologi, dan bersamaan dengan itu harus memeriksa keadaan air genangan, serta ada tidaknya penimbunan gas mudah terbakar dan lain-lain.

2) Pada waktu melakukan advenced boring, terowongan penggalian maju tidak boleh mendekat kurang dari 5 m dari dasar lubang bor.

3) Pada waktu terdapat kemungkinan bahaya semburan air besar, selain melakukan tindakan advenced boring, harus membuat dam penahan air dan fasilitas penahanan air yang lain.

f. Drainase Air Sebelum Penambangan

Ini adalah metode drainase air dengan melakukan pemboran dari gateway atau airway sampai ke akuifer, pada waktu penggalian maju atau mendahului permuka kerja penambangan batu bara sebelum penambangan, untuk mencegah semburan air besar selama penambangan batu bara, terutama pada penambangan batu bara sistem lorong panjang dengan full caving di gob. Pada lubang bor dimasukkan slang karet atau pipa, dan apabila pancaran airnya banyak, kadang-kadang dilakukan cara drainase air sambil mengatur jumlah air dengan memasang sluice valve. Akan tetapi, pada metode drainase air ini ada kemungkinan terjadi pancaran air yang banyak dan keluar secara putus-putus. Kalau terjadi seperti ini, penerapan metode ini perlu hati-hati, karena ada masalah seperti penggelaran pipa untuk pemompaan air dan biaya listrik untuk pemompaan air.

H. Metode Drainase Air dan Fasilitas Drainase Air 1. Drainase Air dengan Saluran Air Drainase

Pada tambang bawah tanah yang membuka pit dengan membuat adit dan beroperasi pada tempat yang lebih tinggi dari level, air pancar dapat dikumpulkan di adit ini dan dialirkan ke luar pit. Pada tambang logam, banyak tambang yang

(28)

beroperasi didaerah yang lebih tinggi dari adit tersebut, sehingga ditambang-tambang tersebut umumnya digunakan metode drainase air ini. Pada metode ini, sama sekali tidak diperlukan fasilitas mesin dan juga tenaga penggerak, serta pekerjaannya juga mudah. Dan walaupun pit berkembang di bawah level tersebut, sebatas masih diizinkan oleh topografinya, drainase air dilakukan juga dengan menggali terowongan khusus untuk drainase. Terowongan khusus ini umumnya menjadi panjang dan besar, serta diperlukan biaya penggalian yang besar, namun karena biaya drainase air berkurang, pada tambang logam dimanfaatkan secara luas. Terowongan semacam ini umumnya di Jepang disebut terowongan kanal.

Apabila jumlah air pancar sedikit, tidak dibuat terowongan kanal yang khusus, tetapi dibuat saluran/selokan samping terowongan transportasi utama, dan drainase air dilakukan oleh aliran air secara alami dengan membuat kemiringan pada jalur air. Dari sudut pandang transportasi dan pengaliran air, biasanya kemiringan tersebut dibuat miring 1/200-1/300, tanpa membedakan apakah itu tambang logam atau tambang batu bara.

Kemudian, apabila kecepatan aliran terlalu lambat, debu, tanah dan pasir akan mengendap, yang menyebabkan penampang jalur air mengecil, sehingga harus dipertahankan kecepatan aliran minimum lebih dari 7,2 m/menit untuk membawa pergi endapan tersebut.

Perhitungan kapasitas saluran drainase air dinyatakan dengan luas aliran (m2) x kecepatan aliran (m/detik), dimana pada perhitungan kecepatan aliran sering digunakan rumus Kutta.

V = C

R

.

S

Dimana;

V = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik) C = Koefisien kecepatan aliran

R = Kedalaman jalur

S = kemiringan permukaan air (=tan,…. Sudut kemiringan) Tabel 6

Nilai Koefisien Kecepatan Aliran, C (Kutta) Kedalaman jalur Saluran beton Saluran batuan apa

adanya. 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 36 42 44 47 50 30 34 36 37 39

Yang dimaksud kedalaman jalur adalah pada suatu penampang yang tegak lurus aliran air, luas penampang aliran dibagi dengan panjang keseluruhan dinding jalur air yang bersentuhan dengan air, misalnya pada gambar di bawah adalah

b

a

axb

R

2

a

b

(29)

Koefisien kecepatan aliran ditentukan oleh kedalaman jalur dan jenis saluran drainase, yang nilainya ditunjukkan pada tabel di atas.

2. Drainase Air dengan Pompa

Kenyataannya, drainase air yang dilakukan hanya dengan metode aliran turun alami seperti dijelaskan pada pasal sebelumnya sangat jarang, dimana hampir pada semua tambang, air yang timbul seiring dengan penambangan di bawah level mulut pit, dibuang dengan mengangkat (memompa) air dengan tenaga penggerak mesin. Pompa adalah alat untuk maksud tersebut.

a. Pemilihan pompa

Di Jepang telah digunakan berbagai macam pompa untuk drainase air pit bawah tanah, yang mana konstruksi, penggerak yang digunakan dan kapasitasnya tergantung dari tempat dan tujuan penggunaan, tetapi pokoknya yang penting adalah menggunakan pompa yang paling sesuai dengan kapasitas fasilitas dan kondisi di dalam pit. Karakter dan kemampuan pompa berdasarkan jenisnya yang digunakan di Jepang adalah seperti tabel 2 berikut.

Dewasa ini sebagai pompa drainase air di tambang, yang umum digunakan adalah pompa sentrifugal, terutama multi stage turbine pump dan multi stage volute pump yang mempunyai head tinggi. Dan sebagai pompa lokal digunakan pompa bolak-balik kecil (small size reciprocating pump), serta akhir-akhir ini adalah “pompa dalam air tahan tekanan dan tahan ledakan untuk tambang batu bara tipe X”. Dalam pemilihan pompa, harus dilakukan pertimbangan dengan membandingkan efisiensi, sifat dan kemampuan, bentuk, pemeliharaan, sulit tidaknya penanganan, dan kondisi penggunaan.

Tabel 7

Karakter dan Kemampuan Pompa

Jenis Kemampuan Penggerak Penggunaan Penanganan Worthington Pump Kapasitas kecil, head sedang Udara kompresi Penggalian Maju Sulit Turbine Pump Kapasitas besar, Head besar Listrik Pompa Tetap Mudah Volute Pump Kapasitas besar, Head kecil

Listrik Sda Sda

Air pump Kapasitas kecil, Head kecil Udara kompresi Penggalian Maju Sulit Jet pump sda Air

bertekanan

sda Mudah

Gambar berikut menunjukkan mekanisme umum pengangkatan air dengan pompa. Pompa mengisap masuk air ke dalam pompa sendiri dari penampung air B melalui pipa air S, kemudian melalui pipa air D mengangkatnya sampai ketinggian yang diperlukan. Pipa air untuk mengisap itu disebut pipa isap (suction pipe) dan pipa air untuk mengangkat itu disebut pipa kirim (delivery pipe). Kemudian, jarak tegak lurus dari permukaan air di penampung air sampai pusat pompa, Hs, disebut head air isap dan jarak tegak lurus dari pusat pompa sampai mulut keluar pipa kirim, Hd, disebut head air kirim. Jumlah head air isap dan head air kirim, Hs + Hd, disebut head air sebenarnya. Apabila kepadanya ditambahkan tahanan friksi di dalam pipa isap, h2, dan tahanan friksi di dalam pipa kirim, h1, akan menjadi head air total

(30)

Ht = Hs + h2+ Hd + h1

Dimana;

Ht = head air total (angkatan total) Hs = head air isap

h2 = tahanan friksi di dalam pipa isap

Hd = Head air kirim

h1 = tahanan friksi di dalam pipa

kirim (perhatikan tabel dibawah ini.

Gambar 14.

Mekanisme Pemompaan Air Tabel 8

Kerugian Head (Hr) per 100 m Pipa Besi Cor Baru (untuk= 0,0005 m, temperatur Air 15oC)

(31)

b. Daya pompa

Np =QH/75 Dimana;

Np = daya pompa (HP)

 = berat air per satuan volume (1000 kg/m3) Q = jumlah angkatan air sebenarnya (m3/detik) H = head total (m)

c. Daya poros pompa

N = Np/ Dimana;

= head tinggi 0,65-0,75 head sedang 0,70-0,85 head rendah 0,75-0,85

Daya motor listrik adalah 10-20% lebih besar dari pada daya poros. (KW motor listrik didapat dari daya motor listrik dikalikan 0,736)

Tabel 9

(32)

d. Kapasitas drainase air

Berbeda dengan pabrik produksi lain, pada tambang sulit diperkirakan jumlah air drainase pada tahap awal pembangunan. Selain itu, ketinggian pengangkatan (head) yakni berapa banyak air harus diangkat dari kedalaman berapa, pada awalnya juga tidak jelas. Apalagi kalau sumber air yang harus didrainase banyak berasal dari perembesan air permukaan, maka jumlah air drainase antara musim hujan dan musim kering sangat berbeda.

Apabila menghadapi kesulitas seperti ini, dimana harus ditetapkan kapasitas pompa drainase dan jumlah pompa, serta lokasi pemasangannya, maka untuk memutuskannya tidak ada jalan lain selain mengacu kepada survei geologi serta survei kondisi drainase air tambang batu bara dan tambang lain yang seruoa yang saat ini sedang beroperasi.

Secara ideal, apabila misalnya kapasitas fasilitas dibuakt 4 kali jumlah air yang dikeluarkan pada waktu normal, dimana pompa yang dipasang mempunyai kapasitas yang sama, maka dalam hal ini 1 unit digunakan untuk operasi normal, dan sisa yang 3 unit sebagai cadangan yang dapat digerakkan setiap saat, atau diharapkan paling tidak kemampuannya mencapai 1,3-1,5 kali jumlah semburan air maksimum yang diperkirakan. Selain itu, jalur distribusi listrik sampai ke lokasi perubahan tegangan di luar pit, serta dari lokasi perubahan tegangan sampai ke motor listrik penggerak pompa di dalam pit, diharapkan masing-masing dibuat lebih dari 2 jalur, untuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan mati listrik pada salah satu jalur yang tidak disangka. Kapasitas fasilitas pipa untuk sistem drainase juga sebaiknya dipasang dengan pola pikir yang sama. Penambahan pipa dan sistem distribusi listrik memerlukan waktu dan tenaga kerja yang jauh lebih banyak dari pada pemasangan pompa, dimana dikhawatirkan tidak keburu pada waktu keadaan darurat, sehingga sebaiknya diberi kelonggaran yang memadai. (Di Jepang, pancaran air rata-rata per ton produksi batu bara adalah 8-10 m3).

e. Bag pada pit bawah tanah

Tujuan dari bag (kantung) adalah tempat memasukkan pipa isap pompa, dan tempat mengendapkan tanah lumpur yang bercampur di dalam air pit, serta melakukan penyelarasan yang pantas antara jumlah air yang dikumpulkan ke dalam bag dan jumlah air yang dikeluarkan oleh pompa. Hal-hal yang harus dipertimbangkan pada waktu menentukan letak dan kapasitas bag adalah sebagai berikut:

1) Untuk memperpendek dan mengurangi belokan pipa isap, sedapat mungkin mendekati kedudukan pompa.

2) Tidak menghalangi kemajuan penambangan (memindahkan dudukan bag berkali-kali berarti tidak ekonomis)

3) Dibuat ditempat yang memudahkan pengumpulan air di dalam pit, dan berbeda di dalam batuan kokoh untuk mencegah air bocor.

4) Hubungannya dengan jumlah air drainase pompa reguler, serta ada tidaknya pompa cadangan dan jumlahnya.

(33)

5) Perubahan jumlah air pancar di dalam pit (menurut musim hujan dan musim kering).

6) Kelonggaran/toleransi terhadap saat pemompaan air terhenti, misalnya karena mati listrik dan kerusakan fasilitas.

7) Untuk mengantisipasi berkurangnya kapasitas efektif bag yang disebabkan oleh pengendapan tanah lumpur yang tercampur di dalam air pit, ditempatkan pompa tanah lumpur untuk menjaga kapasitas efektif bag, dengan senantiasa melakukan penyingkiran tanah lumpur. (Salah satu tindakan yang dapat diambil adalah membuat bag lain untuk pengendapan tanah lumpur agar memudahkan penyingkiran tanah lumpur).

Demikianlah pokok perhatian untuk bag, dimana yang penting adalah menentukan bag dengan kapasitas yang diperlukan, tetapi juga terkecil. Walaupun pompa biasa dam cadangan keduanya tersedia, namun bila keadaannya memungkinkan, sebaiknya bag mempunyai volume yang cukup untuk menampung jumlah air pancar selama 12-24 jam.

f. Pemipaan

Berbeda dengan bagian mesin, pipa itu sederhana, sehingga sering dipandang ringan. Tetapi karena ada juga masalah air bocor dan korosi, maka penempatannya terutama perlu dilakukan dengan hati-hati.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan pada pemipaan adalah:

1) Memasang pipa isap dengan tidak membebani seluruh bobot pipa kepada bagian sambungannya dengan pompa.

2) Bagian yang datar pada pipa isap dibuat miring naik sedikit mengarah ke pompa (agar tidak terjadi air pocket).

3) Penyambungannya dikerjakan dengan baik agar dipastikan tidak mengisap masuk udara melalui bagian sambungan pipa isap.

4) Bagian datar pipa kirim (delivery pipe) juga sebaiknya ditempatkan dengan miring sedikit ke atas mengarah ke arah pengiriman.

5) Dalam kasus apapun, pemipaan direncanakan dengan sedapat mungkin mengurangi katup, pipa cabang dan bagian belok.

Pipa air yang digunakan sebagai pipa distribusi, umumnya menggunakan pipa baja. Dibandingkan dengan pipa dari besi cor, pipa baja lebih mudah korosi oleh asam dan garam, namun karena mempunyai keuntungan seperti kekuatan mekanik yang tinggi, dan mudah ditangani karena ringan, dan lagi sambungannya cukup sedikit saja karena dapat diperoleh pipa yang panjang, maka pipa baja digunakan secara luas. Apabila tekanan tidak terlalu tinggi, yaitu dibawah 10 atmosfir, digunakan pipa gas, dan terhadap tekanan yang lebih dari itu, digunakan pipa baja tanpa sambungan (seamless pipe).

Apabila dilakukan pemompaan volume tertentu air dengan menggunakan pipa berdiameter kecil, maka tahanan friksi di dalam pipa menjadi besar, sehingga kerugian energinya menjadi besar dan biaya penggeraknya bertambah.

Berlawanan dengannya, apabila digunakan pipa dengan diameter besar, maka biaya penggeraknya berkurang, tetapi fasilitas pemipaannya bertambah besar. Olah kerena itu untuk memperoleh ukutan pipa air yang paling sesuai, harus dipilih yang paling ekonomis, dengan mempertimbangkan biaya penggerak, biaya fasilitas pemipaan, lamanya waktu operasi, dan lain-lain. Akan tetapi, kenyataannya sulit untuk menentukan masing-masing pemipaan berdasarkan perhitungan. Untuk itu, sebagai patokan, biasanya dilakukan perhitungan diameter pipa dengan merencanakan agar kecepatan

Gambar

Gambar 1. Daur Hidrologi 2. Curah Hujan
Gambar 2.: Alat Penakar Hujan
Gambar 3. Metoda Perhitungan Curah Hujan Suatu Daerah
Gambar 4.: Alat Pengukur Penguapan (Panci Evaporasi)
+7

Referensi

Dokumen terkait